Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI CHEST X-RAY PADA


PNEUMOTHRAX

Oleh:
Reval Zakyal Govind, S.Ked.
71 2018 064

Dokter Pembimbing:
dr. Nurmalia Sp.Rad

DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI


RSK DR.RIVAI ABDULLAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

REFERRAT

Judul
GAMBARAN RADIOLOGI CHEST X-RAY PADA PNEUMOTHORAX

Oleh
Reval Zakyal Govind, S.Ked.
712018064

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Radiologi, RSK DR. Rivai Abdullah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang periode
Juni 2020.

Palembang, 25 Juni 2020


Pembimbing,

dr. Nurmalia, Sp.Rad

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referrat yang berjudul
Gambaran Radiologi Chest X-Ray pada Pneumothorax sebagai syarat
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Radiologi RSK Dr.
Rivai Abdullah Palembang. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa Referrat ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang.
Dalam penyelesaian Referrat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun
spiritual.
3. dr. Nurmalia, Sp.Rad selaku pembimbing Referrat.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga
Referrat ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 25 Juni 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan Referrat.......................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah..................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
2.1 Definisi...................................................................................................3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Paru....................................................................3
2.3 Etiologi...................................................................................................6
2.4 Epidemiologi..........................................................................................6
2.5 Patofisiologi............................................................................................7
2.6 Diagnosis ...............................................................................................8
2.7 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................9
2.8 Diagnosis Banding..................................................................................9
2.9 Tatalaksana ............................................................................................10
BAB III. PEMBAHASAN ..................................................................................13
3.1Gambaran Radiologis..............................................................................13
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................17

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam
cavum pleura, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga
paru-paru tidak mengembang dengan maksimal. Pneumothoraks dapat terjadi baik
secara spontan atau traumatik. Pneumothoraks spontan itu sendiri dapat bersifat
primer dan sekunder. Sedangkan pneumothoraks traumatik dapat bersifat
iatrogenik dan non iatrogenic.1
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara
pleura parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi
sedikit cairan sereous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif.
Tekanan negatif intrapleural membantu dalam proses respirasi.1
Insidensi pneumothorax sulit diketahui karena episodenya banyak tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa pneumothorax sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar
40 tahun. Laki-laki leih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5:1. Pada
pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat pada perokok berat dibanding
non prokok. Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia muda, dengan
insidensi puncak dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun)1,2
Untuk diagnosis dilakukan dengan beberapa tahap dari melakukan anamnesis
dengan adanya gejala nyeri dada, sesak, mudah lelah dan denyut jantung yang
cepat. Dan juga dilakukan pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi, palpasi,
perkusi,dan auskultasi. Kemudian dilakukan juga pemeriksaan radiologi yang di
dapatkan pada foto thorax adanya bayangan udara dalam cavum pleura
memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular
pattern), dan juga bisa didapatkan pendorongan jantung dan trakea ke
kontralateral.3

1.2 Tujuan Referrat

1
Adapun tujuan dari referrat ini diharapkan dokter muda dapat memahami dan
menambah ilmu pengetahuan tentang gambaran radiologi chest x-ray pada
pneumothorax terutama dalam bidang ilmu radiologi

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada referrat ini adalah :
Bagaimana gambaran radiologi chest x-ray pada pneumothorax

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam
cavum pleura. Pada kondisi normal, cavum pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.4
Pneumothorax adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.5

2.2 Anatomi dan Fisiologi Paru


1. Anatomi pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pleura
yang membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum.
Pleura dari interna ke externa terbagi atas 2 bagian1 :
a. Pleura visceralis / pulmonis, yaitu pleura yang langsung melekat pada
permukaan pulmo.
b. Pleura parietalis, yaitu bagian pleura yang beratasan dengan dinding
thorax.
Kedua lapisan ini saling berhubungan pada hilus pulmonale sebagai ligamentum
pulmonale (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura terdapat sebuah
rongga yang disebut dengan cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang
berfrungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernafasan.1

Pleura parietal bedasarkan letaknya terbagi atas :


a. Cupula pleura (pleura cervicalis) :
Merupakan pleura parietalis yang terletak diatas costa I namun tidak
melebihi dari collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5
inchi di atas 1/3 medial os.clavicula.

b. Pleura parietalis pars diafraghmatica :

3
Pleura yang menghadap ke diafraghma permukaan thoracal yang
dipisahkan oleh fascia endothoracica.
c. Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis) :
Pleura yang menghadap ke mediastinum/ terletak di bagian medial dan
membentuk bagian lateral dari mediastinum.1

Refleksi Pleura
a. Refleksi vertebrae :
Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di depan columna
vertebralis membentuk refleksi vertebrae yang membentang dari SIC I-
XII.
b. Refleksi costae :
Pleura costalis melanjut sebagai pleuraq diaphramatica membentuk
refleksi costae.
c. Refleksi sternal :
Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di belakang dari
os.sternum membentuk refleksi sternal.
d. Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragma.1

Garis Refleksi Pleura


Garis refleksi pleura antara dextra dan sinistra terdapat perbedaan, yakni ;
a. Garis refleksi pleura dextra :
Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis dextra lalu
bertemu kontralateralateralnya di planum medianum pada angulus
ludovichi/ angulus Louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan ke
caudal sampai di posterior dari procesus Xiphoideus pada linea mediana
anterior/ linea midclavicularis, menyilang costae X pada linea axillaris
media dan menyilang cartilage costa XII pada collum costaenya.
b. Garis refleksi pleura sinistra :
Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis sinistra lalu
bertemu kontralateral nya di planum medianum pada angulus ludovichi/
angulus Louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan turun sampai

4
cartilage costa IV dan membelok di tepi sternum lalu mengikut cartilage
costa VIII pada linea midclavicularis dan menyilang costae X pada linea
axillaris anterior dan menyilang costa XII pada collum costaenya.1

Vaskularisasi pleura
Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa. Intercostalis, a.mammaria,
a.musculophrenica. Dan vena-venanya bermuara pada system vena dinding
thorax. Sedangkan pleura visceralisnya mendapatkan vskularisasi dari Aa.
Bronchiales.1

Innervasi Pleura
a. Pleura parietalis pars costalis diinervasi oleh Nn. Intercostalis
b. Pleura paritalis pars diaphramatica bagian perifer diinervasi oleh Nn.
Intercostales, sedangkan bagian central oleh n.phrenicus
c. Pleura visceralis diinervasi oleh seraut afferent otonom dari plexus
pulmonalis.1

2. Fisiologi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax
kedalam paru-paru yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu
istirahat (restting pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5 cm H2O;
sedikit bertambah negative di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi
tekanan negative meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O(1).
Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, cavum pleura steril karena
mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang
diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat
hipoonkotik dengan kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi
kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum
pleura. Resobsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan
kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam.1

5
2.3 Etiologi
Etiologi trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas
yang umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebakan oleh
tikaman dan tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera
pada tempat lain misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan
cedera majemuk. Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang
menimbulkan kebocoran udara ke rongga thorax. Pneumothorax dapat terjadi
berulang kali.5
Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
a) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut
sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan
dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati
lubang tersebut disbanding traktus respiratorius yang seharusnya.
Sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan
menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga
dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang
tersebut, kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.5

2.4 Epidemiologi
Insiden pneumothoraks sulit diketahui karna episodenya banyak yang
tidak diketahui , pria lebih banyak daari pada wanita dengan perbandingan 5 : 1
banyak terjadi pada penderita umur dewasa tua ( 40 thn ), sering erjadi pada
musim-musim dimana orang menderita batuk-batuk. Pneumothoraks spontan
primer (PSP) sering pula dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit

6
paru sebelumnya. Pneumothoraks spontan primer banyak dijumpai pada pria
dengan usia antara dekade 3 dan 4. Sala satu penelitian menyebutkan sekitar 81 %
kasus PSP berusia kurang dari 45 tahun*. Seaton dan kawan-kawan melaporkan
bahwa paisen tuberkulosis aktif mengalami komplikasi penumothoraks sekitar 1,4
% dan jika ada kavitas paru komplikasi pneumothoraks meningkat lebih dari 90
%.6.7

2.5 Patofisiologi
Secara garis besar kesemua jenis pneumothorax mempunyai dasar
patofisiologi yang hampir sama.8
Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan
pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini
pecah, maka akan nada fistel yang menyebabkan udara masuk ke cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan
tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada
pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke cavum
pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat ekspirasi mediastinal
ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula.
Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter.8
Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru
sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna.8
Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau
shock dikenal dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum
pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan
closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik
secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna.
Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum pleura pada
saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara

7
terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup
terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi
jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock oleh karena
penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumothorax.8
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk kedalam kavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang sehat. Terjadilah
mediastinal flutter. Bilamana open pneumothorax komplit maka saat inspirasi
dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang
bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat timbullah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava, yang dapat
menyebabkan tension pneumothorax.8

2.6 Diagnosis
1. Dari anamnesis di dapatkan gejala yang sangat bervariasi, tergantung kepada
jumlah udara yang masuk ke cavum pleura, gejalanya bisa berupa(9) :
a. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk
b. Sesak nafas
c. Dada terasa sempit
d. Mudah lelah
e. Denyut jantung yang cepat
f. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen

8
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi pada
dada), pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal,
trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat, deviasi trakea, ruang
intercostals yang melebal.
b. Palpasi :
Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus
jantung terdorong ke sisi thorax yang sehat, fremitus suara melemah atau
menghilang padasisi yang sakit.
c. Perkusi :
Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar, batas jantung terdorong kearah thorax yang sehat, apabila
tekanan intrapleural tinggi, pada tingkat yang berat terdapat gangguan
respirasi sianosis, gangguan vaskuler syok.
d. Auskustasi :
Pada bagian yang sakit , suara nafas melemah sampai mengilang, suara
vocal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative.4,5

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Foto rontgen gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen. Pada
pemeriksaan CT-scan pneumotoraks tension didapatkan adanya kolaps paru, udara
di rongga pleura, dan deviasi dari struktur mediastinum. Pemeriksaan CT-scan
lebih sensitif daripada foto toraks pada pneumotoraks yang kecil walaupun gejala
klinisnya masih belum jelas.8

2.8 Diagnosis Banding


1. Emfiesema paru
2. Asma bronchial
3. Bula yang besar.8.

9
2.9 Tatalaksana

1. Penatalaksaan pneumothorax
Primary survey dengan memperhatikan :
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation

2. Tindakan bedah emergency


a. Krikotiroidotomi
b. Trakheostomi
c. Tuetorakostomi
d. Torakostomi
e. Eksplorasi vascular

3. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intrapleura dengan membuat hubungan antara cavum pleura dengan udara
luar dengan cara.2 :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura akan
berubah menjadi negative karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut(2).
b. Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai
kedalam rongga pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air(2).
2) Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
thorax sampai menebus ke cavum pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastic

10
infuse set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi
air.2
3) Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thorax kateter) steril,
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjempit. Setelah troakar masuk, maka thorax kateter
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter thorax yang masih tertinggal di rongga pleura.
Selanjutnya ujung kateter thorax yang ada di dada dan di pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa
plastic lainnya. Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleural tetap positif, Penghisapan ini dilakukan dengan memberi
tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O.

4. Pengobatan tambahan
a. Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya, misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronchitis dengan obstruksi saluran nafas diberi antibiotic dan
bronkodilator.4
b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
c. Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah dapat
diperimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfiesema.5

5. Rehabilitasi
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothorax harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b. Untuk sementara waktu penderita dilarang mengejan, batuk, atau bersin
terlalu keras.
c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan

11
d. Control penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak nafas.4,5

12
BAB III
PEMBAHASAN

a. Foto rontgen gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus
pneumothorax antara lain.3,8 :
1. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akant ampak garis-garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang
paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
2. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radiooaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak nafas yang dikeluhkan.
3. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostalis melear, diafragma mendatar dan tertekan kebawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan
intrapleura yang tinggi.

13
Gambar 1. foto Pneumothorax pada paru kiri dengan bayangan udara dalam
cavum pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru
(avascular pattern).

Gambar 2. Tension Pneumothorax total kiri


mendorong jantung, trakea, ke kontralateral.

14
Gambar 3. Pneumothorax pada sisi sebelah kanan dengan kolaps pada sebagian
pada paru kanan. Lapangan paru luar terlihat hitam.

15
BAB IV
KESIMPULAN

Pneumothorax merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh


udara, sehingga menyebakan pendesakkan terhadap jaringan paru yang
menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat
proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak
nafas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya pneumothorax dapat terjadi baik
secara spontan maupun traumatic.
Pneumothorax spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.
Sedangkan pneumothorax traumatic dapat bersifat iatrogenic dan non iatrogenik.
Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumothorax dapat bersifat terbuka,
tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnose pneumothorax seringkali didasarkan pada
hasil foto rontgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan
bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai danya garis putih yang
merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rontgen juga dapat diketahui
seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area dapat diketahui seberapa berat
proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi
jantung dan trakea. Pada prinsinya, penanganan pneumothorax berupa observasi
dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi.

16
Daftar Pustaka

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.ED:11.


Jakarta : EGC; 2007.P.598.
2. Alsgaff ,Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya :Airlangga University Press; 2009. P. 162-179
3. Rasad, Sjahriar .RadiologiDiagnostik. Jakarta : Indonesia University;
2008. P. 120
4. Sudoyo, aru, W. setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,
Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi
V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. P. 1063
5. Bowman, Jeffery, Glenn. (2010). Pneumothorax, Tension and Traumatic.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551 cited 2011
January 10.
6. Hisyam B, Agoestono B,. Pneuomothoraks Spontan dalam Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ke 3, Editor Suyono S, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 2001
7. Amin M., Alsagaaf H, Saleh T., Pneumothoraks Dalam Ilmu Penyakit
Paru, Air Langga University Press, Surabaya.
8. Daley, J Brian. (2020). Pneumothorax. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/424547-overview#a4. Cited 25
June 2020.
9. Daniel J bell, Martin Et al. Pneumothorax. Available at
https://radiopaedia.org/articles/pneumothorax. Cited at 25 June 2020

17

Anda mungkin juga menyukai