Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

DI SUSUN OLEH:

Dian Elviani

21.04.010

PROFESI NERS

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


A. Pengertian demam typhoid
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella Typhi.Bakteri Salmonella Typhi berbentuk
batang, Gram negatif, tidak berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh
dengan baik pada suhu optimal 370C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup
subur pada media yang mengandung empedu.Isolat kuman Salmonella
Typhi memiliki sifat-sifat gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol
dan sorbitol positif, sedangkan hasil negatif pada reaksi indol, fenilalanin
deaminase, urease dan DNase
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terjadi di usus
halus oleh Salmonella Typhi akibat keracunan makanan dengan gejala
demam selama satu minggu atau lebih disertai dengan gangguan pada
saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ketut dan
Sarwo, 2018)
Menurut Mardalena (2018), demam tifoid juga dapat disebabkan
Salmonella Paratyphi A, B dan C yang dapat ditularkan melalui feses dan
urine. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan mengambil
sampel urine dan feses penderita demam tifoid. Penyebab tersering yang
merupakan faktor pencetus terjadinya demam tifoid adalah faktor
kebersihan karena bakteri Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui 5 F,
yaitu Food, Fingers, Fomitus, Feses, dan Fly Salmonella Typhi dapat
bersarang pada muntahan dan feses penderita yang nantinya akan di bawa
oleh lalat sehingga lalat akan menghinggapi makanan yang dimakan
Buletin Kesehatan.
B. Etilogi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Ciri-ciri
dari bakteri Salmonella Typhi ini adalah bakteri gram negative yang tidak
mempunyai kapsul dan spora, dapat musnah pada suhu kepanasan 57 0C.
Salmonella Typhi memiliki tiga komponen antigen untuk pemeriksaan
laboratorium, yaitu seperti antigen O atau somatik, antigen H atau flagela,
dan antigen K atau selaput. Widoyono (2018)
Menurut Mardalena (2018), demam tifoid juga dapat disebabkan
Salmonella Paratyphi A, B dan C yang dapat ditularkan melalui feses dan
urine. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan mengambil
sampel urine dan feses penderita demam tifoid. Penyebab tersering yang
merupakan faktor pencetus terjadinya demam tifoid adalah faktor
kebersihan karena bakteri Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui 5 F,
yaitu Food, Fingers, Fomitus, Feses, dan Fly Salmonella Typhi dapat
bersarang pada muntahan dan feses penderita yang nantinya akan di bawa
oleh lalat sehingga lalat akan menghinggapi makanan yang dimakan oleh
orang sehat, sehingga terjadilah proses penularan
C. Patofisiologi
Salmonella typhi merupakan bakteri yang dapat hidup di dalam
tubuh manusia. Manusia yang terinfeksi bakteri Salmonella typhi dapat
mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam
jangka waktu yang bervariasi (Ardiaria, 2019). Infeksi Salmonella enterica
serotype typhi pada orang sehat berkisar antara 1.000 dan 1 juta organisme
tetapi tergantung kondisi imun tubuh manusia (Ashurst,Truong,&
Woodbury, 2019)
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari
penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag
Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah, dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen
intestinal. Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman
masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan
suasana asam banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan
menembus dinding usus tepatnya di ileum dan jejunum. Sel M, sel epitel
yang melapisi Peyer’s patch 6 merupakan tempat bertahan hidup dan
multiplikasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus
menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan
perdarahan dan perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar
limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke
jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa.
Setelah periode inkubasi, Salmonella typhi keluar dari habitatnya melalui
duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patch dari ileum terminal.
Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau
dikeluarkan melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati,
limpa, kelenjar limfoid intestinal, dan mesenterika untuk melepaskan
produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel
hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid
(Ardiaria, 2019).
D. Manifestasi Klinis
tanda dan gejala seseorang terserang demam tifoid berkisar antara
ringan sampai dengan berat. Hal ini tergantung pada beberapa faktor yang
mempengaruhi seperti usia, kesehatan, riwayat vaksinasi, dan letak
geografis. Demam tifoid dapat terjadi secara bertahap selama beberapa
minggu atau secara tiba-tiba. Tanda dan gejala yang terjadi biasanya
seperti demam, merasa sakit, lemas, mudah lelah, pada anak dapat terjadi
diare, kehilangan nafsu makan, sakit tenggorokan dan sakit kepala.
Gambaran klasik demam tyhpoid (ciri khas) yang sering ditemukan
pada denderita typhoid dapat dikelompokkan pada gejala yang terjadi pada
minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat
sebagai berikut:
1. Minggu pertama (awal infeksi)
Demam tinggi lebih dari 40oC, nadi lemah bersifat dikrotik, 8
denyut nadi 80- 100 per menit.
2. Minggu Kedua
Suhu badan tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah
tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun
dan limpa teraba.
3. Minggu Ketiga
Keadaan penderita membaik jika suhu menurun, gejala dan
keluhan berkurang. Sebaliknya kesehatan penderita memburuk jika
masih terjadi delirium, stupor, pergerakan otot yang terjadi terus-
menerus, terjadi inkontinensia urine atau alvi. Selain itu tekanan perut
meningkat. Terjadi meteorismus dan timpani, disertai nyeri perut.
Penderita kemudian mengalami kolaps akhirnya meninggal dunia
akibat terjadinya degenerasi miokardial toksik.
4. Minggu Keempat
Penderita yang keadaannya membaik akan mengalami
penyembuhan
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam tifoid ada tiga, yaitu pemberian antibiotik,
istirahat dan perawatan, dan diet dan terapi penunjang (Sudoyo, 2016).
1. Pemberian Antibiotik
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab tifoid.
Obat yang sering dipergunakan adalah (Kemenkes RI, 2006):
a. Kloramfenikol
Dewasa : 4 x 500 mg (2 gr) selama 14 hari
Anak : 50-100 mg/Kg BB/hr. Maksimal 2 gr selama 10-14 hari
dibagi 4 dosis.
b. Seftriakson
Dewasa : 2-4 gr/hr selama 3-5 hari
Anak : 80 mg/Kg BB/hr. Dosis tunggal selama 5 hari
c. Ampisilin dan Amoksisilin
Dewasa : 3-4 gr/hr selama 14 hari
Anak : 100 mg/Kg BB/hr selama 10 hari
d. TMP – SMX (Kotrimoksasol)
Dewasa : 2 x (160-800) mg selama 14 hari
Anak : TMP 6-10 mg/Kg BB/hr atau SMX 30-50 mg/Kg/hr
selama 10 hari
e. Cefixime
Anak : 15-20 mg/Kg BB/hr dibagi 2 dosis selama 10 hari
f. Tiamfenikol
Dewasa : 4 x 500 mg
Anak : 50 mg/Kg BB/hr selama 5-7 hari bebas panas
2. Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah untuk
mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya
14 ditempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan
buang air besarakan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan
tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien
perlu diawasi untuk mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik
serta personal hygiene tetap perlu diperhatikan dan dijaga (Sudoyo,
2016).
3. Diet dan Terapi Penunjang
Penatalaksanaan ini untuk mengembalikan rasa nyaman dan
kesehatan pasien secara optimal. Pemberia diet diatur secara
bertahap untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna
atau perforasi usus. Pada tahap awal penderita diberi diet bubur
saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya
diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan
tingkat kesembuhan pasien (Sudoyo, 2016).
F. Pencegahan
Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan
peledakan kejadian luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak
aspek mulai dari segi kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan
faktor penjamu (host) serta faktor lingkungan. Secara garis besar ada 3
strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu:
1. Identifikasi dan Eradikasi Salmonella typhi pada Pasien Demam
Tifoid Asimtomatik, Karier, dan Akut
Cara pelaksanaannya dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran
maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu
instalasi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi
tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat
usaha rumah tangga, restoran, hotel sampai pabrik beserta
distributornya. Sasaran lainnya adalah terkait dengan pelayanan
masyarakat, yaitu petugas kesehatan,guru, petugas kebersihan,
pengelola sarana umum lain.
2. Pencegahan Transmisi Langsung dari Penderita Terinfeksi
Salmonella typhi Akut maupun Karier
Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan
lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman
Salmonella typhi.
3. Proteksi pada Orang yang Beresiko Tinggi Tertular dan Terinfeksi
Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi
demam tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Sasaran
vaksinasi tergantung daerah endemis atau non-endemis, tingkat
resiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan
dan jumlah frekuensinya, serta golongan individu beresiko yaitu
golongan imunokompromais maupun golongan rentan (Sudoyo,
2016)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. . Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau
kadar leukosit normal. Leukositosis dapatterjadi walaupun tanpa
disertai infeksi sekunder
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini
tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan uji widal Uji widal
dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
bakteri salmonella typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan
adanya agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat
adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita
membuatantibody (agglutinin)
4. Kultur
a. Kulturdarah : bisa positif pada minggu pertama
b. Kultururine : bisa positif pada akhir minggu kedua
c. Kulturfeses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu
ketiga
5. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini
infeksi akut salmonella typhi, karena antibodyigM muncul pada
hari ke3 dan 4 terjadinya demam. (Nurarif & Kusuma, 2015)
H. Diagnose
I. Komplikasi
1. Pendarahan usus. Bila sedikit,hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka
terjadi melena yang dapat disertai nyeriperut dengan tanda-tanda
renjatan.
2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga /setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi,tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomenakut, yaitu nyeri perut
hebat, dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan
4. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat
sepsis, yaitu meningitis,kolesistisis, ensefalopati, danlain-lain

Anda mungkin juga menyukai