NAMA : JUNIARTI
NIM : 22.14201.92.18.P
DOSEN PEMBIMBING :
Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik pada kepala baik secara
langsung atau tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial, baik temporer
maupun permanen (Wijaya & Putri. 2013).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2016), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala atau head injury adalah trauma mekanik terhadap
kepala baik secara langsung atau secara tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fisik, kosgnitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.
Trauma kapatis dalam neurologis menempati urutan pertama dan menjadi
masalah kesehatan utama oleh korban gawat darurat pada umumnya sebagian
besar orang muda, sehat dan produktif (Sartono. 2016).
Cedera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik, intelektual, emosional dan sosial.cedera
kepala biasanya disebabkan oleh tenaga atau benturan dari luar yang
mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan perubahan
kemampuan kognitif, fungsi fisik dan fungsi emosional (Judha & Nazwar.
2018).
2. Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan menjadi 3 kelompok GCS yaitu:
a) Cedera kepala ringan (CKR) dengan GCS < 13, tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi.
b) Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9 sampai 13 tidak terdapat
kelainan berdasarkan CT scan otak, memerlukan tindakan operasi
untuk lesi intracranial.
c) Cedera kepala Berat (CKB) bila dalam waktu lebih dari 48 jam setelah
trauma, score GCS < 9 (Judha & Nazwar. 2018).
3. Anatomi fisiologi
a. Tengkorak
Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce dalam Smeltzer & Bare
(2015) merupakan struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak,
terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3
lapisan :lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam
merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan struktur yang
menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior
didalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis,
parientalis, oksipitalis, fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum.
b. Meningen
Pearce, Evelyn C. dalam Smeltzer & Bare (2015) otak dan sumsum
tulang belakang diselimuti meningia yang melindungi syruktur saraf yang
halus itu, membawa pembulu darah dan dengan sekresi sejenis cairan,
yaitu: cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan.
Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1) Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial ruang
subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh pembuluh
vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
a) sakit kepala yang menetap
b) rasa mengantuk yang hilang-timbul
c) linglung
d) perubahan ingatan
e) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan
dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala
dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah
arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang
di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga
dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
2) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura
mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura
mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia
mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis . Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan
akibat cedera kepala.
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana
ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh
pia mater.
c. Otak
Menurut Ganon dalam Smeltzer & Bare (2015) otak terdiri dari 3 bagian,
antara
lain yaitu:
1) Cerebrum
4. Patofisologi
Cedera dapat berasal dari berbagai bentuk kekuatan seperti akselerasi,
rotasi, kompresi, dan disetensi sebagai akibat dari proses akselerasi dan
deselerasi. Kekuatan-kekuatan ini menyebebakan tekanan pada tulang
tengkorak yang dapat memepengaruhi neuron, glia, dan pembulij darah dan
selanjutnya menyebabkan kerusakan fokal, multifocal, maupun difus pada
otak. Cedera otak dapat melibatkan parenkim otak dan pembuluh darah otak.
Cedera pada parenkim dapat berupa kontusio, laserasi, ataupun diffuse axonal
injury (DAI), sedangkan cedera pada pembuluh darah otak dapat dilihat pada
CT-scan (Indharty, 2012).
Patofisologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2yairu cedra kepala
primer dan cidera kepala sekunder. Cidera kepala primer adalah suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepal terbentur dan
memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah
kerusakan yang terjadi pada masa akut yaitu terjadi segera saat benturan
terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) local ,maupun
difus.kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian
tertentu saja dari kepala ,sedangkan bagian relative tidak terganggu.
Kerusakan difus yitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh
dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya
akibat hipoksemia ,iskemia dan perdarahan.perdarahan cerebral
menimbulkan hematoma misalnya epidoral hematom yaitu adanya darah di
ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan durameter,subdural
hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang durameeter dan sub
arakhnoit dan intra cerbral hematom adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan serebral.
5. Etiologi
a) Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
b) Kecelakaan pada saat olahraga, anak dengan ketergantungan.
c) Cedera akibat kekerasan.
d) Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak.
e) Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
f) Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam
g) Trauma tajam,trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat
dan menimbulkan cedera local. Kerusakan local meliputi Conyusio
serebral,hematoma serebral,kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi,pergesaran otak atau hernia.
h) Trauma tumpul,trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi): kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi
pada 4 bentuk : cidera akson,kerusakan potak hipoksia,pembengkakan
otak menyebar,hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena
cedera menyebar pada hemisfer serebral,batang otak atau kedua-duanya.
Akibat trauma tergantung pada:
1) Kekuatan benturan = parahnya kerusakan
2) Akserasi dan decelerasi
3) Cup and contacup
Contracup = kerusakan pada daerah dekat yang terbentur
Cidera contreacup = kerusakan cidera berlawanan pada sisi desakan
benturan.
Lokasi benturan:
Lokasi = pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan
trauma regangan dan robekan subtensia alba dan batang otak.
Depresi fraktur = kekuatan yang mendorong fragmen tulang
turun menekan tulang lebih dalam.akibatnya CSS menglair
keluar kehidung,telinga -> masuk kuman-> kontaminasi
dengan CSS-> infeksi-> kejang. (Wijaya & Putri, 2013).
6. Tanda dan gejala
1) Cedera kepala ringan- sedang
a) Disorientasi ringan
b) Amnesia post traumatic
c) Hilang memori sesaat
d) Sakit kepala
e) Mual dan muntah
f) Vertigo dalam perubahan posisi
g) Gangguan pendengaran\
2) Cedera kepala sedang-berat
a) Oedema pulmonal
b) Kejang
c) Infeksi
d) Tanda herniasi otak
e) Hemiparese
f) Gangguan akhir saraf cranial. (Wijaya & Putri. 2013)
7. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera
kepala adalah;
a) Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran
darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun
bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah
paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan
difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan
peningkatan TIK lebih lanjut.
b) Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg.
Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekanan
perfusi cerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan akibat
herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
c) Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang
dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas
oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama
kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan,
jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan
medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam
merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara
perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system
pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama
pernafasan.
d) Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak
boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di
bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak
memanipulasi hidung atau telinga.
e) Amnesia.
Amnesia adalah hilangnya sebagaian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah
lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa
yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan ( amensi retrograde)
atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan
(amnesia pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa
menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan
akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang gebat,
amensi bersifat menetap.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali
dari memeori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus
parietalis, dan lobus temporalis. Amnesia menyeluruh sekejap
merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi
secara mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali
seumur hidup, atau bisa juga berulang. Alkoholik dan penderita
kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut
sindroma Wernicke-korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan
akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama.
Amnesia korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke.
Amnesia korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat,
cardiacc arrest atau ensefalitis akut.
8. Pemeriksaan penunjang
Pengertian
1. MRI adalah prosedur diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan
mendeteksi kelainan organ di dalam tubuh dengan menggunakan medan
magnet dan gelombang frekuensi radio tanpa radiasi sinar X atau bahan
radioaktif.
2. Angiografi adalah Pembuluh Darah Otak (Angiography Cerebral)
Tes yang disebut oleh dokter angiography cerebral ini meliputi
penyinaran sinar-X pada pembuluh darah otak setelah injeksi cairan
kontras khusus pada arteri di leher, paha dalam, atau area lainnya.
3. Elektroensefalografi (EEG) adalah merekam aktivitas elektrik di
sepanjang kulit kepala. EEG mengukur fluktuasi tegangan yang
dihasilkan oleh arus ion di dalam neuron otak.
4. Xray atau sinar-X lebih akrab dikenal dengan kata xray. Menurut
wikipedia indonesia, xray merupakan salah satu bentuk dari radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 10
nanometer ke 100 pikometer (mirip dengan frekuensi dalam jangka 30
PHz to 60 EHz). Sinar-X umumnya digunakan dalam diagnosis gambar
medis dan Kristalografi sinar-X. Sinar-X adalah bentuk dari radiasi ion
dan dapat berbahaya.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedara kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC ( airway, breathing, circulation) dan menilai
status neurologis (disabiliy, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan
pula adalah menguranggi iskemia serebria yang terjadi,, keadaan ini dapat
dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang
mengalami trauma relatif memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih
rendah. Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial
yang meninggi disebabkan oleh edema serebri, sekalipun tidak jarang
memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intrakranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang menguranggi asidosis intraserebral dan menambah
metabolisme intraserebral.
Penatalaksanaan Konservatif meliputi :
1. Beadrest total
2. Observasi tanda-tanda vital (GSC dan tingkat kesadaraan).
3. Pemberian obat-obatan
a) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b) Terapi hiperventilasi ( trauma kepala berat), untuk mengurangi atau
vasodilatis
c) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yauti manitol
20% atau glukosa40%, atau gliserol 10%.
d) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
4. Makanan atau cairan.
Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,
hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusion, minofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami
penurunnan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan
elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari ) tidak terlalu banyak
cairan.
(Clevo Rendy & Margaretha TH,2012)
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not 2
antigravity)
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0
e. Aspek Neurologis
1) kaji GCS
2) Disorientasi tempat / waktu
3) Refleksi Patologis & Fisiologis
4) Perubahan status mental
5) Nervus Cranialis XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6) Status motorik
Skala kelemahan otot
0 : tidak ada kontrak
1 : Ada kontraksi
2 : bergerak tak bisa menahan gravitasi
3 : Bergerak mampu menahan gravitasi
4 : Normal
Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia, kehilangan
sebagian lapang pandang
a) 5-6 cm = kerusakan batang otak
b) Mengecil = metabolis abnormal & disfungsi encephal
c) Pin-point = kerusakan pons, batang otak
d) Perubahan tanda-tanda vital
e) Apraksia, hemiparese, quadriplegia
f) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
g) Tanda-tanda peningkatan TIK
h) Penurunan kesadaran
i) Gelisah letargi
j) Sakit kepala
k) Muntah proyektif
l) Pupil edema
m) Pelambatan nadi
n) Pelebaran tekanan nadi
o) Peningkatan tekanan darah sistolik
f. Aspek Kardiovaskuler
1) Perubahan TD (menurun/meningkat)
2) Denyut nadi : Bradikardi, Tachi kardi, irama tidak teratur
3) TD naik, TIK naik
g. Sistem Pernafasan
1) Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas
berbunyi, stridor tersedak
2) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
3) Ronki, mengi positif
h. Kebutuhan dasar
1) Eliminasi: perubahan pada BAB/BAK, Inkontinensia, obstipasi,
Hematuri
2) Nutrisi: mual, muntah, gangguan mencerna/menelan makanan, kaji
bising usus.
3) Istirahat: kelemahan, mobilisasi, tidur kurang.
i. Pengkajian psikologis
1) Gangguan emosi/apatis, delirium
2) Perubahan tingkah laku atau kepribadian
j. Pengkajian social
1) Hubungan dengan orang terdekat
2) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atas sensorik, bicara tanpa arti,
disartria, anomia.
k. Nyeri/Kenyamanan
1) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
2) Respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat
3) Gelisah
l. Nervus cranial
1) N.I : penurunan daya penciuman
2) N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
3) N.III, N, IV, N,VI : penurunan lapang pandang, reflex cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, nola mata tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
4) N.VII, N.XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah
5) N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
6) N.IX, n.X, N.XI jarang ditemukan
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1) X ray / ct scan
2) Hematom serebra
3) Edem serebral
4) Perdarahan intracranial
5) Fraktur tulang tengkorak
6) MRI : dengan/tanpa menggunakan kontras
7) Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral
8) EEG : Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
9) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi
korteks dan batang otak
10) PET (Positron Emission Tomograpfy) : Menunjukan perubahan
aktivitas metabolisme pada otak
b. Pemeriksaan laboratorium
1) AGD : PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran
darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang
dapat meningkatkan TIK
2) Elektrolit serum : cidera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan
regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti
dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit.Hematologi : leukosit,Hb, albumin,
globulin, protein serum
3) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna, komposisi, tekanan)
4) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran
5) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang (Wijaya & Putri. 2013)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi cairan
3) Nyeri akut
4) deficit nutrisi
5) Deficit perawatan diri
6) Resiko cedera b.d kejang
7) Resiko infeksi b.d jarinagan trauma
8) Gangguan integritas kulit dan jaringan
9) Hipovolemia
10) Penurunan kapasitas adaptif intracranial
3. Intervensi Keperawatan
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Risiko Perfusi Setelah dilakukan Pemantauan neurologis
Serebral Tidak tindakan keperawatan Observasi:
Efektif diharapkan perfusi a. Monitor ukuran, bentuk,
serebral meningkat kesimetrisan dan reaktifitas
dengan kriteria hasil: pupil
1. Tingkat b. Monitor tingkat kesadaran
kesadaran cukup c. Monitor tingakt orientasi
meningkat d. Monitor tanda-tanda vital
2. Tekanan e. Monitor status pernapasan
intracranial f. Monitor ICP dan CPP
cukup menurun g. Monitor reflek kornea
3. Tekanan darah h. Monitor balutan kraniotomi
sistolik dan dan laminektomi terhadap
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
diastolic cukup adanya drainase
menurun i. Monitor respon pengobatan
4. Tekanan nadi Terapeutik:
cukup membaik a. Tingkatkan frekuensi
pemantauan neurologis,
jika perlu
b. Hindari aktifitas yang dapat
meningkatkan tekanan
intracranial
c. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
d. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan
2 Bersihan Jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
Nafas Tidak Efektif intervensi 1. monitor pola nafas
b.d akumulasi keperawatan maka (frekuensi, kedalaman,
cairan bersihan jalan nafas usaha napas)
meningkat dengan 2. monitor bunyi napas
kriteria hasil: tambahan (mis, gurgling,
1. Produksi mengi, wheezing, ronchi
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
sputum kering)
menurun 3. pertahankan kepatenan
2. Mengi jalan nafas dengan teknik
menurun head-litt dan chin lift (jaw
3. Wheezing thrust jika curiga trauma
menurun servikal)
4. Dyspnea 4. posisikan semi-fowler
menurun atau fowler.
5. Frekuensi 5. Lakukan pengisapan
napas lendir kurang dari 15
membaik detik
6. Pola nafas 6. Berikan oksigen, jika
membaik perlu
7. Batuk efektif 7. Ajarlan asupan cairan
meningkat 2000ml/hari, jika tidak
kontrandikasi
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
4. Implementasi
Impelementasi keperawatan merupakan proses pelaksanaan dari rencana atau
intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan spesifik yang
telah ditentukan sebelumnya. Tahapan ini dimulai setelah rencana intervensi
disusun dan menjadi tujuan pada nursing order untuk membantu pasien dalam
mencapai tujuan proses keperawatan yang diharapkan. Oleh sebab itu,
implementasi sebagai manifestasi pelaksanaan intervensi yang spesifik,
dilakukan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan (Nursalam. 2017).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir daalam proses keperawatan yang terjaddi
secara terus-menerus dengan melibatkan pasien, keluarga dan anggota tim
kesehatan lainnya, dengan adanya evaluasi dapat menilai apakah tujuan dan
perncanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk pengakajian ulang
DAFTAR PUSTAKA
Judha & Nazwar. 2018. Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta
: Gosyen Publshing
Musliha. 2018. Keperawatan Gawat Darurat Plus contoh Askep dengan Pendekatan
Nanda Nic Noc. Yogyakarta: Nuha Medika
Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Rendy Clevo & Margareth Th. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Smelzer dan Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Vol.2. Jakarta: EGC