Anda di halaman 1dari 39

KONSEP KEGAWATDARURATAN

TRAUMA KEPALA DAN SPINAL

NAMA : JUNIARTI
NIM : 22.14201.92.18.P
DOSEN PEMBIMBING :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRM STUDI S1 KEPERAWATAN

BINA HUSADA PALEMBANG

TAHUN 2022 / 2023


A. Konsep dasar medik
1. Pengertian

Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik pada kepala baik secara
langsung atau tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial, baik temporer
maupun permanen (Wijaya & Putri. 2013).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2016), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala atau head injury adalah trauma mekanik terhadap
kepala baik secara langsung atau secara tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fisik, kosgnitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.
Trauma kapatis dalam neurologis menempati urutan pertama dan menjadi
masalah kesehatan utama oleh korban gawat darurat pada umumnya sebagian
besar orang muda, sehat dan produktif (Sartono. 2016).
Cedera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik, intelektual, emosional dan sosial.cedera
kepala biasanya disebabkan oleh tenaga atau benturan dari luar yang
mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan perubahan
kemampuan kognitif, fungsi fisik dan fungsi emosional (Judha & Nazwar.
2018).

2. Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan menjadi 3 kelompok GCS yaitu:
a) Cedera kepala ringan (CKR) dengan GCS < 13, tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi.
b) Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9 sampai 13 tidak terdapat
kelainan berdasarkan CT scan otak, memerlukan tindakan operasi
untuk lesi intracranial.
c) Cedera kepala Berat (CKB) bila dalam waktu lebih dari 48 jam setelah
trauma, score GCS < 9 (Judha & Nazwar. 2018).

3. Anatomi fisiologi

a. Tengkorak
Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce dalam Smeltzer & Bare
(2015) merupakan struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak,
terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3
lapisan :lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam
merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan struktur yang
menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior
didalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis,
parientalis, oksipitalis, fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum.

b. Meningen

Pearce, Evelyn C. dalam Smeltzer & Bare (2015) otak dan sumsum
tulang belakang diselimuti meningia yang melindungi syruktur saraf yang
halus itu, membawa pembulu darah dan dengan sekresi sejenis cairan,
yaitu: cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan.
Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1) Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial ruang
subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh pembuluh
vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
a) sakit kepala yang menetap
b) rasa mengantuk yang hilang-timbul
c) linglung
d) perubahan ingatan
e) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan
dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala
dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah
arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang
di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga
dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
2) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura
mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura
mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia
mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis . Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan
akibat cedera kepala.
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana
ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh
pia mater.
c. Otak
Menurut Ganon dalam Smeltzer & Bare (2015) otak terdiri dari 3 bagian,
antara
lain yaitu:
1) Cerebrum

Serebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian,


hemispherium serebri kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam
4 lobus yang terdiri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan
pariental. Yang masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda,
yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan
keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik
atau mengikat tali sepatu. Lobus frontalis juga mengatur
ekspresi wajah dan isyarat tangan. daerah tertentu pada lobus
frontalis bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik
tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari
kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada
ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan
yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya tidak
menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun
kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang
mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa
menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau
samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita
mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka
menentang, kasar dan kejam.
b) Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan
kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi
umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan
bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga
membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan
merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di
bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada
sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa
menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan
serangkaian pekerjaan keadaan ini disebut ataksia dan untuk
menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa
mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali
bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa
mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal
dengan baik misalnya, bentuk kubus atau jam dinding.
Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak
mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari
lainnya.
c) Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi
menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang.
Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran,
menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta
menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus
temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya
ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus
temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan
pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam
dan menghambat penderita dalam mengekspresikan
bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan
yang nondominan, akan mengalami perubahan kepribadian
seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang
tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
d) Lobus Oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini
otomatis akan kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu
penglihatan.
2) Cereblum
Terdapat dibagian belakang kranium menepati fosa serebri posterior
dibawah lapisan durameter. Cereblum mempunyai aski yaitu;
merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggunag jawab yang
luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol
gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan mengintegrasikan input
sensori.
3) Brainstem
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblomata. Otak
tengah midbrain/ ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan
hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai
pusat reflek pendengaran dan penglihatan. Pons terletak didepan
sereblum antara otak tengah dan medula, serta merupakan jembatan
antara 2 bagian sereblum dan juga antara medula dengan serebrum.
Pons berisi jarak sensorik dan motorik. Medula oblomata membentuk
bagian inferior dari batang otak, terdapat pusatpusat otonom yang
mengatur fungsi-fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi jantung,
pusat muntah, tonus vasomotor, reflek batuk dan bersin.
4) Syaraf-Syaraf Otak
Smeltzer & Bare (2015) Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma
kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan
otak. Kerusakan nervus yaitu:
a) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola
mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk
melayani otot siliaris dan otot iris.
d) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata
yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga
buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini
merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:
i. Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit
kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir
kelopak mata dan bolamata.
ii. Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas,
bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan
sinus maksilaris.
iii. Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan
motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-
serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah
temporal dan dagu.
f) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai
saraf penggoyang sisi mata
g) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot- otot lidah dan selaput lendir
ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut
saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala
fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa
pengecap.
h) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan
dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya
sebagai saraf pendengar.
i) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil
dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke
otak.
j) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-
paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar
pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
k) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI),
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan
l) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah.
Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung
(Syaifuddin,2011).

4. Patofisologi
Cedera dapat berasal dari berbagai bentuk kekuatan seperti akselerasi,
rotasi, kompresi, dan disetensi sebagai akibat dari proses akselerasi dan
deselerasi. Kekuatan-kekuatan ini menyebebakan tekanan pada tulang
tengkorak yang dapat memepengaruhi neuron, glia, dan pembulij darah dan
selanjutnya menyebabkan kerusakan fokal, multifocal, maupun difus pada
otak. Cedera otak dapat melibatkan parenkim otak dan pembuluh darah otak.
Cedera pada parenkim dapat berupa kontusio, laserasi, ataupun diffuse axonal
injury (DAI), sedangkan cedera pada pembuluh darah otak dapat dilihat pada
CT-scan (Indharty, 2012).
Patofisologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2yairu cedra kepala
primer dan cidera kepala sekunder. Cidera kepala primer adalah suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepal terbentur dan
memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah
kerusakan yang terjadi pada masa akut yaitu terjadi segera saat benturan
terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) local ,maupun
difus.kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian
tertentu saja dari kepala ,sedangkan bagian relative tidak terganggu.
Kerusakan difus yitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh
dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya
akibat hipoksemia ,iskemia dan perdarahan.perdarahan cerebral
menimbulkan hematoma misalnya epidoral hematom yaitu adanya darah di
ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan durameter,subdural
hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang durameeter dan sub
arakhnoit dan intra cerbral hematom adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan serebral.
5. Etiologi
a) Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
b) Kecelakaan pada saat olahraga, anak dengan ketergantungan.
c) Cedera akibat kekerasan.
d) Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak.
e) Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
f) Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam
g) Trauma tajam,trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat
dan menimbulkan cedera local. Kerusakan local meliputi Conyusio
serebral,hematoma serebral,kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi,pergesaran otak atau hernia.
h) Trauma tumpul,trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi): kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi
pada 4 bentuk : cidera akson,kerusakan potak hipoksia,pembengkakan
otak menyebar,hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena
cedera menyebar pada hemisfer serebral,batang otak atau kedua-duanya.
Akibat trauma tergantung pada:
1) Kekuatan benturan = parahnya kerusakan
2) Akserasi dan decelerasi
3) Cup and contacup
Contracup = kerusakan pada daerah dekat yang terbentur
Cidera contreacup = kerusakan cidera berlawanan pada sisi desakan
benturan.
Lokasi benturan:
Lokasi = pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan
trauma regangan dan robekan subtensia alba dan batang otak.
Depresi fraktur = kekuatan yang mendorong fragmen tulang
turun menekan tulang lebih dalam.akibatnya CSS menglair
keluar kehidung,telinga -> masuk kuman-> kontaminasi
dengan CSS-> infeksi-> kejang. (Wijaya & Putri, 2013).
6. Tanda dan gejala
1) Cedera kepala ringan- sedang
a) Disorientasi ringan
b) Amnesia post traumatic
c) Hilang memori sesaat
d) Sakit kepala
e) Mual dan muntah
f) Vertigo dalam perubahan posisi
g) Gangguan pendengaran\
2) Cedera kepala sedang-berat
a) Oedema pulmonal
b) Kejang
c) Infeksi
d) Tanda herniasi otak
e) Hemiparese
f) Gangguan akhir saraf cranial. (Wijaya & Putri. 2013)
7. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera
kepala adalah;
a) Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran
darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun
bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah
paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan
difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan
peningkatan TIK lebih lanjut.
b) Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg.
Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekanan
perfusi cerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan akibat
herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
c) Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang
dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas
oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama
kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan,
jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan
medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam
merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara
perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system
pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama
pernafasan.
d) Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak
boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di
bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak
memanipulasi hidung atau telinga.
e) Amnesia.
Amnesia adalah hilangnya sebagaian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah
lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa
yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan ( amensi retrograde)
atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan
(amnesia pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa
menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan
akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang gebat,
amensi bersifat menetap.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali
dari memeori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus
parietalis, dan lobus temporalis. Amnesia menyeluruh sekejap
merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi
secara mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali
seumur hidup, atau bisa juga berulang. Alkoholik dan penderita
kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut
sindroma Wernicke-korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan
akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama.
Amnesia korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke.
Amnesia korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat,
cardiacc arrest atau ensefalitis akut.
8. Pemeriksaan penunjang

1) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,


perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2) MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3) Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral,
seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan
dan trauma.
4) Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5) X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6) BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7) PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8) CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9) ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan Pemeriksaan diagnostik:


1. CT-Scan
Mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada
jaringan mati.
2. Foto tengkorak atau cranium
Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak.
3. MRI (Magnetic Resonan Imaging)
Gunanya sebagai penginderaan yang mempergunakan gelombang
elektomagnetik.
4. Laboratorium
Kimia darah: mengetahui ketidakseimbangan elektrolit. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial dan Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh
obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
5. Cerebral Angiography:
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
6. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
7. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
8. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
9. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
10.CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
11.ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial .(Andra Saferi
Wijaya,2013).

Pengertian
1. MRI adalah prosedur diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan
mendeteksi kelainan organ di dalam tubuh dengan menggunakan medan
magnet dan gelombang frekuensi radio tanpa radiasi sinar X atau bahan
radioaktif.
2. Angiografi adalah Pembuluh Darah Otak (Angiography Cerebral)
Tes yang disebut oleh dokter angiography cerebral ini meliputi
penyinaran sinar-X pada pembuluh darah otak setelah injeksi cairan
kontras khusus pada arteri di leher, paha dalam, atau area lainnya.
3. Elektroensefalografi (EEG) adalah merekam aktivitas elektrik di
sepanjang kulit kepala. EEG mengukur fluktuasi tegangan yang
dihasilkan oleh arus ion di dalam neuron otak.
4. Xray atau sinar-X lebih akrab dikenal dengan kata xray. Menurut
wikipedia indonesia, xray merupakan salah satu bentuk dari radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 10
nanometer ke 100 pikometer (mirip dengan frekuensi dalam jangka 30
PHz to 60 EHz). Sinar-X umumnya digunakan dalam diagnosis gambar
medis dan Kristalografi sinar-X. Sinar-X adalah bentuk dari radiasi ion
dan dapat berbahaya.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedara kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC ( airway, breathing, circulation) dan menilai
status neurologis (disabiliy, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan
pula adalah menguranggi iskemia serebria yang terjadi,, keadaan ini dapat
dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang
mengalami trauma relatif memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih
rendah. Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial
yang meninggi disebabkan oleh edema serebri, sekalipun tidak jarang
memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intrakranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang menguranggi asidosis intraserebral dan menambah
metabolisme intraserebral.
Penatalaksanaan Konservatif meliputi :
1. Beadrest total
2. Observasi tanda-tanda vital (GSC dan tingkat kesadaraan).
3. Pemberian obat-obatan
a) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b) Terapi hiperventilasi ( trauma kepala berat), untuk mengurangi atau
vasodilatis
c) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yauti manitol
20% atau glukosa40%, atau gliserol 10%.
d) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
4. Makanan atau cairan.
Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,
hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusion, minofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami
penurunnan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan
elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari ) tidak terlalu banyak
cairan.
(Clevo Rendy & Margaretha TH,2012)

Menurut Amelia, Trisyani, Theresia (2018) penatalaksanaan Cedera Kepala


meliputi:
a. Airway
Pertahankan jalan nafas dan perhatikan adanya apnea. Untuk cedera
kepala berat lakukan intubasi endotracheal
b. Bretahing
Berikan oksigen adekuat sehingga saturasi O2 95%-100% dan
pertahankan PaO2 > 100mmHg. Lakukan pengambilan Analisa gas
darah (AGD) untuj=k memonitor adanya hiperkapnia atau adsidosis
c. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya
pada CKS. Jaga kondisi normal tekanan darah (normovolemi),
lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang
dilanjutkan dengan mencari penyebab hipotensi. Pasang kateter urine
untuk monitor cairan tubuh pasien
d. Disability
Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat
dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak
menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi
normal kembali segera tekanan darahnya normal. Pemeriksaan
neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil.
Periksa secara berkala untuk mengetahui perkembanagan kondisi
klien. Dilatasi pupil unilateral merupakan salah satu tanda pertama
akan adanya herniasi.
e. Pengobatan
Pemberian obat-oabtan seperti antibiotic untuk cedera kepala terbuka
guna mencegah infeksi, pemberian diuretic (misalnya mannitol), dan
obat anti inflamasi untuk menurunkan TIK dan analgetik untuk
mengurangi rasa nyeri, observasi tanda-tanda vital dan tingkat
kesadaran secara berkala.
f. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intracranial
Jika terjadi tanda peningkatan tekanan intracranial, maka lapor dokter
dan lakukan tindakan mandiri dan koloborasi
1) Posisi klien 30 derajat kecuali ada kontrak indikasi pada
cedera spinal
2) Pertahankan posisi kepala netral
3) Pemberian caiaran untuk retriksi cairan dan pemberian
diuretic mannitol
4) Berikan infus mannitol 0,25-g/kg dalam waktu 15-30 menit
5) Pertahankan pemasangan IV kateter yang baik untuk
pemberian caiaran hipertonik
6) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan
g. Penanganan umum
1) Pertahankan suhu tubuh pasien (normothermi). Jika terjadi
kerusakan pengaturan suhu tubuh klien diperlukan kompres
dingin
2) Cegah batuk, mengedan dankejang. Lakukan kolabirasi
pemberian oabt anti kejang, anti batuk
3) Jika diperlukan operssi, maka lakukan persiapan operasi.

B. Konsep dasar asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien berisi biodata pasien yaitu nama,umur,jenis
kelamin,tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terkahir, agama,
suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penangung jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Adanya penurunan kesadaran,latergi,mual dan muntah,sakit kepala,
wajah tidak simestris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang
keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar kejadian,tidak
beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit
mencerna/menelan makanan
2) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit sistem persyarafan,riwayat trauma
masa lalu,riwayat penyakit darah, riwayat penyakit
sistemik/pernafasan cardiovaskuler dan metabolik.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya faktor risiko, riwayat keluarga penyakut diabetes mellitus,
epilepsy, hipertensi dan riwayat penyakit menular.
d. Pengkajain persistem dn pemeriksaan fisik.
1) Tingkat kesadaran (GCS)

No Komponen Nilai Hasil


1 VERBAL 1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat
dimengerti,rintihan
3 Bicara kacau/kata-kata tidak
tepat/tidak nyambung dengan
pertanyaan
4 Bicara membingungkan,jawaban
tidak tepat
5 Orientasi baik
2 MOTORIK 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
3 REAKSI 1 Tidak berespon
MEMBUKA 2 Rangsang nyeri
3 Dengan perintah (rangsang
No Komponen Nilai Hasil
MATA (EYE) suara/sentuh)
4 Spontan
2) Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang
digunakan secara internasional:

RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not 2
antigravity)
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0

e. Aspek Neurologis
1) kaji GCS
2) Disorientasi tempat / waktu
3) Refleksi Patologis & Fisiologis
4) Perubahan status mental
5) Nervus Cranialis XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6) Status motorik
Skala kelemahan otot
0 : tidak ada kontrak
1 : Ada kontraksi
2 : bergerak tak bisa menahan gravitasi
3 : Bergerak mampu menahan gravitasi
4 : Normal
Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia, kehilangan
sebagian lapang pandang
a) 5-6 cm = kerusakan batang otak
b) Mengecil = metabolis abnormal & disfungsi encephal
c) Pin-point = kerusakan pons, batang otak
d) Perubahan tanda-tanda vital
e) Apraksia, hemiparese, quadriplegia
f) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
g) Tanda-tanda peningkatan TIK
h) Penurunan kesadaran
i) Gelisah letargi
j) Sakit kepala
k) Muntah proyektif
l) Pupil edema
m) Pelambatan nadi
n) Pelebaran tekanan nadi
o) Peningkatan tekanan darah sistolik
f. Aspek Kardiovaskuler
1) Perubahan TD (menurun/meningkat)
2) Denyut nadi : Bradikardi, Tachi kardi, irama tidak teratur
3) TD naik, TIK naik
g. Sistem Pernafasan
1) Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas
berbunyi, stridor tersedak
2) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
3) Ronki, mengi positif
h. Kebutuhan dasar
1) Eliminasi: perubahan pada BAB/BAK, Inkontinensia, obstipasi,
Hematuri
2) Nutrisi: mual, muntah, gangguan mencerna/menelan makanan, kaji
bising usus.
3) Istirahat: kelemahan, mobilisasi, tidur kurang.
i. Pengkajian psikologis
1) Gangguan emosi/apatis, delirium
2) Perubahan tingkah laku atau kepribadian
j. Pengkajian social
1) Hubungan dengan orang terdekat
2) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atas sensorik, bicara tanpa arti,
disartria, anomia.
k. Nyeri/Kenyamanan
1) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
2) Respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat
3) Gelisah
l. Nervus cranial
1) N.I : penurunan daya penciuman
2) N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
3) N.III, N, IV, N,VI : penurunan lapang pandang, reflex cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, nola mata tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
4) N.VII, N.XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah
5) N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
6) N.IX, n.X, N.XI jarang ditemukan

2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1) X ray / ct scan
2) Hematom serebra
3) Edem serebral
4) Perdarahan intracranial
5) Fraktur tulang tengkorak
6) MRI : dengan/tanpa menggunakan kontras
7) Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral
8) EEG : Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
9) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi
korteks dan batang otak
10) PET (Positron Emission Tomograpfy) : Menunjukan perubahan
aktivitas metabolisme pada otak
b. Pemeriksaan laboratorium
1) AGD : PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran
darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang
dapat meningkatkan TIK
2) Elektrolit serum : cidera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan
regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti
dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit.Hematologi : leukosit,Hb, albumin,
globulin, protein serum
3) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna, komposisi, tekanan)
4) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran
5) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang (Wijaya & Putri. 2013)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi cairan
3) Nyeri akut
4) deficit nutrisi
5) Deficit perawatan diri
6) Resiko cedera b.d kejang
7) Resiko infeksi b.d jarinagan trauma
8) Gangguan integritas kulit dan jaringan
9) Hipovolemia
10) Penurunan kapasitas adaptif intracranial

3. Intervensi Keperawatan
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Risiko Perfusi Setelah dilakukan Pemantauan neurologis
Serebral Tidak tindakan keperawatan Observasi:
Efektif diharapkan perfusi a. Monitor ukuran, bentuk,
serebral meningkat kesimetrisan dan reaktifitas
dengan kriteria hasil: pupil
1. Tingkat b. Monitor tingkat kesadaran
kesadaran cukup c. Monitor tingakt orientasi
meningkat d. Monitor tanda-tanda vital
2. Tekanan e. Monitor status pernapasan
intracranial f. Monitor ICP dan CPP
cukup menurun g. Monitor reflek kornea
3. Tekanan darah h. Monitor balutan kraniotomi
sistolik dan dan laminektomi terhadap
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
diastolic cukup adanya drainase
menurun i. Monitor respon pengobatan
4. Tekanan nadi Terapeutik:
cukup membaik a. Tingkatkan frekuensi
pemantauan neurologis,
jika perlu
b. Hindari aktifitas yang dapat
meningkatkan tekanan
intracranial
c. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
d. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan
2 Bersihan Jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
Nafas Tidak Efektif intervensi 1. monitor pola nafas
b.d akumulasi keperawatan maka (frekuensi, kedalaman,
cairan bersihan jalan nafas usaha napas)
meningkat dengan 2. monitor bunyi napas
kriteria hasil: tambahan (mis, gurgling,
1. Produksi mengi, wheezing, ronchi
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
sputum kering)
menurun 3. pertahankan kepatenan
2. Mengi jalan nafas dengan teknik
menurun head-litt dan chin lift (jaw
3. Wheezing thrust jika curiga trauma
menurun servikal)
4. Dyspnea 4. posisikan semi-fowler
menurun atau fowler.
5. Frekuensi 5. Lakukan pengisapan
napas lendir kurang dari 15
membaik detik
6. Pola nafas 6. Berikan oksigen, jika
membaik perlu
7. Batuk efektif 7. Ajarlan asupan cairan
meningkat 2000ml/hari, jika tidak
kontrandikasi
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

3 Nyei akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri


intervensi 1. Identifikasi lokasi,
keperawatan tingkat karakteristik, durasi,
nyeri menurun dengan frekuensi, kualitas,
indicator sebagai intensitas nyeri
berikut: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Idnetifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
2. Meringis memperingan nyeri
menurun 4. Berikan teknik
3. Sikap protektif nonfarmakologi untuk
menurun mengurangi rasa nyeri
4. Gelisah (mis, terapi music,
menurun relakasasi nafas dalam)
5. Kesulitan tidur 5. Kontrol lingkungan
menurun yang memperberat rasa
6. Anoreksia nyeri (seprti, suhu,
menurun kebisingan)
7. Diaphoresis 6. Ajarkan monitor nyeri
menurun secara mandiri
8. Frekuensi 7. Ajarkan teknik
nadi membaik nonfarmakologi untuk
9. Pola napas dari mengurangi rasa nyeri
10. Tekanan darah 8. Kolaborasi pemberian
membaik analgetik
11. Pola tidur
membaik
12. Nafsu makan
membaik

4 deficit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi


intervensi a. Identifikasi status
keperawatan nutrisi
diharapkan status b. Monitor asupan
nutrisi membaik makanan
dengan kriteria hasil: c. Monitor hasil lab
1. Porsi makanan d. Berikan makanan kaya
yang akan kalori dan protein
dihabiskan e. Berikan nutrisi melalui
2. Frekuensi NGT
makan cukup f. Anjurkan posisi
membaik semifowler
3. Membrane g. Ajarkan keluarga diet
mukosa cukup yang diprogramkan
membaik h. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
5 Deficit perawatan Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri
a. Identifikasi kebiasaan
diri intervensi
aktivitas perawatan diri
keperawatan sesuai usia
b. Monitor tingkat
diharapkan perawatan
kemandirian
diri meningkat dengan c. Sediakan lingkungan
yang teraupetik
kriteria hasil :
d. Damping dalam
1. Kemampuan melakukan perawatan
mandi diri sampai mandiri
meningkat e. Anjurkan melakukan
2. Kemampuan perawatan diri secara
mengenakan konsisten sesuai
pakaian kemampuan
meningkar
3. Kemampuan
toilet
(BAB/BAK)
meningkat
6 Resiko cedera d.d Setelah dilakukan Pencegahan cedera
kejang intervensi 1. identifikasi lingkungan
keperawatan yang berpotensi
diharapkan tingkat menyebabkan cedera
cedera menurun 2. identifikasi obat yang
dengan kriteria hasil : berpotensi
1. Toleransi menyebabkan cedera
aktivitas 3. sediakan pencahayaan
meningkat yang memadai
2. Nafsu makan 4. sediakan alas kaki anti
meningkat slip
3. Toleransi 5. sediakan pispot atau
makanan urinal untuk eliminasi
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
meningkat ditempat tidur
4. Kejadian 6. tingkatkan ferkeuensi
cedera observasi dan
menurun pengawasan pasien
5. Luka/ lecet 7. jelaskan alasan
menurun intervensi pencegahan
6. fraktur jatuh ke pasien dan
menurun keluarga
7. perdarahan
menurun
8. iritabilitas
menurun
7 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
1. Monitor tanda dan
jaringan trauma intervensi
gejala infeksi local dan
keperawatan sistemik
2. Batasi jumlah
diharapkan tingkat
pengunjung
infeksi menurun 3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontal
dengan kriteria hasil :
dengan pasien dan
1. demam lingkungan pasien
4. Jelaskan tanda dan
menurun
gejala infeksi
2. nyeri 5. Ajarkan cara
memeriksa kondisi luka
menurunn
atau luka operasi
3. nafsu makan 6. Anjurkan
meningkatkan asupan
meningkat
nutrisi
4. kadar sel darah 7. Anjurkan
meningkatkan asupan
putih membaik
cairan
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
8 Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
kulit/ jaringan b.d intervensi 1. Identifikasi penyebab
imobilitas keperawatan gangguan integritas
diharapkan Integritas kulit
kulit dan jaringan 2. Ubah posisi tiap dua
meningkat dengan jam
kriteria hasil : 3. Bersihkan perineal
1. Elasitas dengan air hangat,
meningkat terutama pada periode
2. Hidrasi diare
meningkat 4. Gunakan produk yang
3. Perfusi mengandung petroleum
meningkat atau minyak pada kulit
4. Hematoma kering
meningkat 5. Anjurkan menggunakan
5. Nyeri menurun pelembab
6. Perdarahan 6. Anjurkan minum air
menurun yang cukup
7. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
9 hipovolemia Setelah dilakukan Manjaemen ypovolemia
intervensi 1. Periksa tanda dan
keperawatan gejala hypovolemia
diharapkan status 2. Monitor intake dan
cairan meningkat output cairan
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
dengan kriteria hasil : 3. Hitung kebutuhan
1. Kekuatan nadi cairan
meningkat 4. Berikan asupan cairan
2. Turgor kulit oral
meningkat 5. Anjurkan
3. Perasaang memperbanyak asupan
lemah cairan oral
menurun 6. Anjurkan menghindari
4. Keluhan haus perubahan posisi
menurun mendadak
5. Frekuensi nadi 7. Kolaborasi pemberian
membaik cairan IV isotonis
6. Intake cairan 8. Kolaborasi pemberian
membaik cairan IV hipotonis
7. Suhu tubuh
membaik

10 Penurunan Setelah dilakukan Pemantauan tekanan


kapasitas adapitf intervensi intracranial
intrakranial keperawatan a. Identifikasi penyebab
diharapkan kapasitas TIK
adaptif intracranial b. Monitor peningkatan
meningkat dengan TD
kriteria hasil : c. Monitor penurunan
1. Tingkat frekuensi jantung
kesadaran d. Monitor penurunan
no Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
meningkat tingkat kesadaran
2. Sakit kepala e. Monitor perlambatan
menurun atau ketidaksimetrisan
3. Gelisah respon pupil
menurun f. Monitor tekanan perfusi
4. Agitasi serebral
menurun g. Pertahankan posisi
5. Muntah kepala dan leher netral
menurun h. Atur interval
6. Tekanan darah pemantaun sesuai
membaik kondisi pasien
7. Tekanan nadi i. Jelaskan tujuan
membaik prosedur pemantauan
8. Respons pupil
membaik
9. Reflex
neurologis
membaik
10. Tekanan
intracranial
membaik

4. Implementasi
Impelementasi keperawatan merupakan proses pelaksanaan dari rencana atau
intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan spesifik yang
telah ditentukan sebelumnya. Tahapan ini dimulai setelah rencana intervensi
disusun dan menjadi tujuan pada nursing order untuk membantu pasien dalam
mencapai tujuan proses keperawatan yang diharapkan. Oleh sebab itu,
implementasi sebagai manifestasi pelaksanaan intervensi yang spesifik,
dilakukan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan (Nursalam. 2017).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir daalam proses keperawatan yang terjaddi
secara terus-menerus dengan melibatkan pasien, keluarga dan anggota tim
kesehatan lainnya, dengan adanya evaluasi dapat menilai apakah tujuan dan
perncanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk pengakajian ulang
DAFTAR PUSTAKA

Judha & Nazwar. 2018. Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta
: Gosyen Publshing

Musliha. 2018. Keperawatan Gawat Darurat Plus contoh Askep dengan Pendekatan
Nanda Nic Noc. Yogyakarta: Nuha Medika

Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Syafiduddidi,Amk. 2011. Anatomi Fisologi edisi ke 4. Jakarta: EGC

Rendy Clevo & Margareth Th. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Nursalam. 2017. Konsep dan Penerapan Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika

PPNI, S.D. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

PPNI, S.D. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

SLKI PPNI, D. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Smelzer dan Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Vol.2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai