Anda di halaman 1dari 52

Keperawatan Jiwa II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN KORBAN PEMERKOSAAN
Oleh

Kelas B

Kelompok 2

Sri Dewi Kaluku 841418046

Lisnawati Harun 841418058

Adelia Hasan 841418059

Meyrin Hasan 841418060

Nurfaizah Latif 841418064

Santika Suleman 841418067

S1-KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVESITAS NEGERI GORONTALO

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha
Esa atas Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN KORBAN PEMERKOSAAN” yang merupakan salah
satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat beberapa kekurangan, hal
ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang penulis
miliki.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang, karena
manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan dan
belajar dari suatu kesalahan. Akhir kata dengan penuh harapan penulis
berharap semoga makalah ini mendapat ridho dari Allah SWT, dan dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amiin....

Gorontalo, 14 Mei 2020

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3. Tujuan................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
KONSEP MEDIS...............................................................................................................3
2.1. Pengertian...........................................................................................................3
2.2. Gangguan Stres Pasca Trauma...........................................................................3
2.3. Tanda dan Gejala................................................................................................4
2.4. Batasan Karakteristik.........................................................................................5
2.5. Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan korban pemerkosaan........6
2.6. Kemungkinan perilaku anak-anak dan remaja yang mengalami trauma.............8
2.7. Pengobatan.......................................................................................................11
2.8. Beban Psikologis dan Kesehatan Korban Pemerkosaan...................................13
BAB III............................................................................................................................18
KONSEP KEPERAWATAN...........................................................................................18
3.1. Pengkajian........................................................................................................18
3.2. Pohon Masalah.................................................................................................28
3.3. Diagnosa...........................................................................................................28
3.4. Intervensi..........................................................................................................29
BAB IV............................................................................................................................42
PENUTUP.......................................................................................................................42
4.1. Kesimpulan......................................................................................................42
4.2. Saran................................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................44
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dewasa ini, semakin banyak kasus pelecehan seksual dan perkosaan yang
menimpa anak-anak dan remaja. Kasus pelecehan seksual dan perkosaan
sebagian besar menimpa anak-anak dan remaja putri. Kasus pelecehan seksual
dan perkosaan dimulai dari anak-anak yang masih di bawah umur, pelecehan
seks di sekolah, bahkan kepala sekolah yang seharusnya memberi contoh pada
murid-muridnya melakukan pelecehan seksual kepada siswi-siswinya,
walikota yang menghamili ABG, hingga personel tentara perdamaian pun
melakukan pelecehan seksual.
Pelecehan seksual pada dasarnya adalah setiap bentuk perilaku yang
memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang
namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran
sehingga menimbulkan akibat negatif, seperti: rasa malu, tersinggung, terhina,
marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan sebagainya, pada diri
orang yang menjadi korban.
Walaupun sebagian besar korban pelecehan seksual dan perkosaan adalah
wanita, akan tetapi dalam beberapa kasus, laki-laki juga dapat menjadi korban
pelecehan seksual yang umumnya dilakukan oleh laki-laki juga. Pada sebagian
besar kasus, perkosaan dilakukan oleh orang sudah sangat dikenal korban,
misalnya teman dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri maupun kandung), guru,
pemuka agama, atasan, dan sebagainya. Sedangkan sebagian kasus lainnya,
perkosaan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal dan semula nampak
sebagai orang baik-baik yang menawarkan bantuan, misalnya mengantarkan
korban ke suatu tempat.
Menurut Sadarjoen dalam tulisannya yang dimuat dalam sebuah situs
internet, pelecehan seksual yang terjadi pada anak, memang tidak sesederhana
dampak psikologisnya. Anak akan diliputi perasaan dendam, marah, penuh

1
kebencian yang tadinya ditujukan kepada orang yang melecehkannya dan
kemudian menyebar kepada obyek-obyek atau orang-orang lain.
Pelecehan seksual dan perkosaan dapat menimbulkan efek trauma yang
mendalam pada para korbannya. Korban pelecehan seksual dan perkosaan
juga dapat mengalami gangguan stres akibat pengalaman traumatis yang telah
dialaminya. Gangguan stres yang dialami korban pelecehan seksual dan
perkosaan seringkali disebut Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Traumatic
Stress Disorder (PTSD)).

1.2. Rumusan Masalah


1. bagaiman konsep medis dari korban pmerkosaan
2. bagaiman konsep keperawatan dari korban pemerkosaan

1.3. Tujuan
1. agar mahasiswa mampu mengetahui konsep medis dari korban
perilaku pemerkosaan
2. agar mahasiswa mampu mengetahui konsep keperawtan dari korbab
perilaku pemerkosaan

2
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1. Pengertian

Perkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan (violence),


sedangkan kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik, mental, emosional dan
hal-hal yang sangat menakutkan pada korban. Perkosaan adalah suatu penetrasi
penembusan penis ke vagina perempuan yang tidak dikehendaki, tanpa
persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan pemaksaan baik fisik maupun mental.

Pengertian pemerkosaan berdasarkan Pasal 381 RUU KUHP :

1. Seorang laki-laki dengan perempuan bersetubuh, bertentangan dengan


kehendaknya, tanpa persetubuhan atau dengan persetubuhan yang dicapai
melalui ancaman atau percaya Ia suaminya atau wanita dibawah 14 tahun
dianggap perkosaan.
2. Dalam keadaan ayat (1), memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus atau
mulut perempuan, benda bukan bagian tubuhnya ke dalam vagina atau
anus perempuan.

Kalimat korban perkosaan menurut arti leksikal dan gramatikal


adalahsuatu kejadian, perbuatan jahat, atau akibat suatu kejadian, atau perbuatan
jahat.Perkosaan adalah Menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan
kekerasan, menggagahi, merogol. (Mendikbud,2010: 525, 757).

3
2.2. Gangguan Stres Pasca Trauma

Seorang psikiater di Jakarta yang bernama W. Roan menyatakan trauma berarti


cidera, kerusakan jaringan, luka atau shock. Sementara trauma psikis, dalam
Psikologi diartikan sebagai kecemasan hebat dan mendadak akibat suatu
peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui batas kemampuannya untuk
bertahan, mengatasi atau menghindar. Gangguan stress pasca trauma (Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD)) merupakan suatu sindrom kecemasan,
labilitas autonomic, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman
yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas
ketahanan orang biasa. Menurut National Institute of Mental Health (NIMH),
definisi PTSD adalah gangguan berupa kecemasan yang bisa timbul setelah
seseorang mengalami suatu peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau
fisiknya. Peristiwa yang menimbulkan trauma ini bisa berupa serangan
kekerasan, bencana alam yang menimpa manusia, kecelakaan atau perang.
Sedangkan Hikmat mengatakan bahwa PTSD adalah sebuah kondisi yang
muncul setelah pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan, dan
mengancam jiwa seseorang seperti bencana alam, kecelakaan hebat, sexual
abuse (kekerasan seksual), atau perang.

2.3. Tanda dan Gejala

1. Terdapat stressor yang berat dan jelas (kekerasan, perkosaan), yang akan
menimbulkan gejala penderitaan yang berarti bagi hampir setiap orang.

2. Penghayatan yang berulang-ulang dari trauma itu yang dibuktikan oleh


terdapatnya paling sedikit satu dari hal berikut :

a. ingatan berulang dan menonjol tentang peristiwa itu;

b. mimpi-mimpi berulang dari peristiwa itu;

4
c. timbulnya secara tiba-tiba perilaku atau perasaan seolah-olah
peristiwa traumatik itu sedang timbul kembali, karena berkaitan
dengan suatu gagasan atau stimulus/rangsangan lingkungan.

3. Penumpulan respons terhadap atau berkurangnya hubungan dengan dunia


luar (“psychic numbing” atau “anesthesia emotional”) yang dimulai
beberapa waktu sesudah trauma, dan dinyatakan paling sedikit satu dari
hal berikut :

a. berkurangnya secara jelas minat terhadap satu atau lebih aktivitas


yang cukup berarti;

b. perasaan terlepas atau terasing dari orang lain;

c. afek (alam perasaan) yang menyempit (constricted affect) atau afek


depresif (murung, sedih, putus asa).

4. Paling sedikit ada dua dari gejala-gejala berikut ini yang tidak ada sebelum
trauma terjadi, yaitu :

a. kewaspadaan atau reaksi terkejut yang berlebihan;

b. gangguan tidur (disertai mimpi-mimpi yang menggelisahkan);

c. perasaan bersalah karena lolos dari bahaya maut, sedangkan orang


lain tidak, atau merasa bersalah tentang perbuatan yang
dilakukannya agar tetap hidup;

d. hendaya (impairment) daya ingat atau kesukaran konsentrasi

5
e. penghindaran diri dari aktivitas yang membangkitkan ingatan
tentang peristiwa traumatik itu;

f. peningkatan gejala-gejala apabila dihadapkan pada peristiwa yang


menyimbolkan atau menyerupai peristiwa traumatik itu

2.4. Batasan Karakteristik

1. Fase akut
a. Respons somatic
1) Peka rangsang gastrointerstinal (mual, muntah, anoreksia)
2) Ketidaknyamanan genitourinarius (nyeri, pruritus)
3) Ketegangan otot-otot rangka (spasme, nyeri).
b. Respons psikologis
1) Menyangkal
2) Syok emosional
3) Marah
4) Takut – akan mengalami kesepian, atau pemerkosa akan kembali
5) Rasa bersalah
6) Panik melihat pemerkosa atau adegan penyerangan
c. Respons seksual
1) Tidak percaya pada laki-laki
2) Perubahan dalam perilaku seksual

2. Fase jangka panjang


Setiap respons pada fase akut dapat berlanjut jika tidak pernah terjadi resolusi
a. Respons psikologis
1) Fobia
2) Mimpi buruk atau gangguan tidur

6
3) Ansietas
4) Depresi

2.5. Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan korban


pemerkosaan

1. Panic attack (serangan panik)


Anak / remaja yang mempunyai pengalaman trauma dapat mengalami
serangan panik ketika dihadapkan / menghadapi sesuatu yang mengingatkan
mereka pada trauma. Serangan panik meliputi perasaan yang kuat atas ketakutan
atau perasaan tidak nyaman yang menyertai gejala fisik maupun psikologis.
Gejala fisik meliputi jantung berdebar-debar, berkeringat, gemetar, sesak nafas,
sakit dada, sakit perut, pusing, merasa kedinginan, badan panas, mati rasa.
2. Perilaku menghindar
Menghindari hal-hal yang dapat mengingatkan penderita pada kejadian
traumatis. Kadang-kadang penderita mengaitkan semua kejadian dalam seluruh
kehidupannya setiap hari dengan kejadian trauma, padahal kondisi kehidupan
sekarang jauh dari kondisi trauma yang pernah dialaminya. Hal ini seringkali
menjadi lebih parah sehingga penderita menjadi takut untuk keluar rumah dan
harus ditemani oleh orang lain jika harus keluar rumah.
3. Depresi
Banyak orang menjadi depresi setelah mengalami pengalaman trauma
dan menjadi tidak tertarik dengan hal-hal yang disenanginya sebelum peristiwa
trauma. Mereka mengembangkan perasaan-perasaan yang tidak benar, perasaan
bersalah, menyalahkan diri sendiri, dan merasa bahwa peristiwa yang
dialaminya adalah merupakan kesalahannya, walaupun semua itu tidak benar.
4. Membunuh pikiran dan perasaan
Kadang-kadang orang yang depresi berat merasa bahwa kehidupannya
sudah tidak berharga. Hasil penelitian menjelaskan bahwa 50 % korban
kejahatan mempunyai pikiran untuk bunuh diri. Jika anda dan orang yang
terdekat dengan anda mempunyai pemikiran untuk bunuh diri setelah

7
mengalami peristiwa traumatik, segeralah mencari pertolongan dan
berkonsultasi dengan para profesional.
5. Merasa disisihkan dan sendiri
Perlunya dukungan dari lingkungan sosialnya tetapi mereka seringkali
merasa sendiri dan terpisah. Karena perasaan mereka tersebut, penderita
kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain dan mendapatkan pertolongan.
Penderita susah untuk percaya bahwa orang lain dapat memahami apa yang
telah dia alami.
6. Merasa tidak percaya dan dikhianati
Setelah mengalami pengalaman yang menyedihkan, penderita mungkin
kehilangan kepercayaan dengan orang lain dan merasa dikhianati atau ditipu
oleh dunia, nasib atau oleh Tuhan.
7. Mudah marah
Marah dan mudah tersinggung adalah reaksi yang umum diantara
penderita trauma. Tentu saja kita dapat salah kapan saja, khususnya ketika
penderita merasa tersakiti, marah adalah suatu reaksi yang wajar dan dapat
dibenarkan. Bagaimanapun, kemarahan yang berlebihan dapat mempengaruhi
proses penyembuhan dan menghambat penderita untuk berinteraksi dengan
orang lain di rumah dan di tempat terapi.
8. Gangguan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari
Beberapa gangguan yang terkait dengan fungsi sosial dan gangguan di
sekolah dalam jangka waktu yang lama setelah trauma. Seorang korban
kejahatan mungkin menjadi sangat takut untuk tinggal sendirian. Penderita
mungkin kehilangan kemampuannya dalam berkonsentrasi dan melakukan
tugasnya di sekolah. Bantuan perawatan pada penderita sangat penting agar
permasalahan tidak berkembang lebih lanjut.
9. Persepsi dan kepercayaan yang aneH
Adakalanya seseorang yang telah mengalami trauma yang
menjengkelkan, seringkali untuk sementara dapat mengembangkan ide atau
persepsi yang aneh (misalnya : percaya bahwa dia bisa berkomunikasi atau
melihat orang-orang yang sudah meninggal). Walaupun gejala ini menakutkan

8
dan menyerupai halusinasi dan khayalan, gejala tersebut seringkali bersifat
sementara dan hilang dengan sendirinya.

2.6. Kemungkinan perilaku anak-anak dan remaja yang mengalami


trauma :

Saat perlu
Reaksi ketika
Usia Korban Akibat yang normal ditangani oleh
sedang stress
tenaga profesional

1-5 tahun Menghisap jempol, Keinginan


Menangis tidak
mengompol, kurang menyendiri secara
terkontrol
dapat mengontrol diri berlebihan

Tidak mengenal waktu. Gemetaran karena Tidak ada respon


Ingin menunjukkan ketakutan, tidak bisa terhadap perhatian
kemandirian bergerak khusus

Takut gelap atau


binatang, sehingga Berlarian ketakutan
merasa terteror di tanpa arah
malam hari

Terlalu ketakutan dan


Tidak mau lepas dari
tidak mau ditinggal
pegangan orang tua
sendirian

Rasa ingin tahu, Perilaku agresif


eksploratif (kembali menghisap

9
jari atau mengompol
lagi)

Tidak dapat menahan


Amat sensitif dengan
kencing maupun buang
suara dan cuaca
air besar

Kesulitan bicara Bingung, panik

Perubahan selera makan Sulit makan

Perilaku regresif yang


jelas terlihat (menjadi
5-11 tahun Rasa gelisah, ketakutan
lebih kekanak-
kanakan)

Mengeluh Gangguan tidur

Senang menempel
kepada orang tua atau Ketakutan akan cuaca
yang dianggap dekat

Pusing, mual, timbul


Pertanyaan yang agresif masalah penglihatan
dan pendengaran

Berkompetisi dengan
sebayanya/saudaranya Ketakutan yang tidak
untuk mencari perhatian beralasan
orang tua/guru

10
Menolak untuk masuk
Menghindar atau malas sekolah, tidak bisa
ke sekolah konsentrasi, dan
senang berkelahi

Tidak dapat
Mimpi buruk, dan takut
beraktivitas dengan
gelap
baik

Menyendiri dari kawan-


kawan

Hilang
minat/konsentrasi di
sekolah

Remaja awal Menarik diri, Disorientasi dan lupa


Gangguan tidur
(11-14 tahun) menyendiri terhadap sesuatu

Depresi, kesedihan, Depresi berat dan


Tidak ada nafsu makan dan membayangkan tidak mau ketemu
bunuh diri orang

Menjadi pemberontak di
Memakai obat-
rumah atau tidak mau Perilaku agresif
obatan terlarang
mengerjakan tugasnya

Permasalahan kesehatan Tidak bisa merawat


(kulit, buang air besar, Depresi dirinya (makan,
pegal-pegal, pusing) minum, mandi)

11
Remaja Masalah psikosomatis
(gatal, sulit buang air Bingung
(14-18 tahun) besar, asma)

Halusinasi,
ketakutan akan
Menarik diri dan
Pusing/perasaan tertekan membunuh diri
menyendiri
sendiri atau orang
lain

Perilaku antisosial Tidak dapat


Gangguan selera makan (mencuri, agresif, dan memutuskan hal-hal
dan tidur mencari perhatian yang paling mudah
dengan bertingkah) sekalipun

Mulai
mengidentifikasikan diri Menarik diri dan tidur
Terlalu
dengan kawan sebaya, terlalu pulas atau
terobsesi/dikuasai
ingin menyendiri dengan ketakutan di waktu
oleh satu pikiran
menghindar dari acara malam
keluarga

Protes, apatis

Perilaku yang tidak


bertanggung jawab Depresi

Tidak bisa
berkonsentrasi

12
2.7. Pengobatan

Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan korban pemerkosaan,
yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi.

1. Farmakoterapi
Mulai terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien yang sudah
dikenal. Terapi dengan anti depresiva pada gangguan stress pasca traumatik ini
masih kontroversial. Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin, litium,
camcolit dan zat pemblok beta – seperti propranolol, klonidin, dan
karbamazepin. Obat tersebut biasanya diresepkan sebagai obat yang sudah
diberikan sejak lama dan kini dilanjutkan sesuai yang diprogramkan, dengan
kekecualian, yaitu benzodiazepin – contoh, estazolam 0,5 – 1 mg per os,
Oksanazepam10-30 mg per os, Diazepam (valium) 5 – 10 mg per os,
Klonazepam 0,25 – 0,5 mg per os, atau Lorazepam 1- 2 mg per os atau IM –
juga dapat digunakan dalam UGD atau kamar praktek terhadap ansietas yang
gawat dan agitasi yang timbul bersama gangguan stres pasca traumatik tersebut
.
2. Psikoterapi
a. Anxiety Management
Pada anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa ketrampilan
untuk membantu mengatasi gejala korban pemerkosaan dengan lebih baik
melalui :
b. Relaxation Training
Yaitu belajar untuk mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis
dan merelaksasikan kelompok otot-otot utama.
c. Breathing retraining

13
Yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan-lahan, santai dan
menghindari bernafas dengan tergesa-gesa yang menimbulkan perasaan tidak
nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit
kepala.
d. Positive thinking dan self-talk
Yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti dengan
pikiran positif ketika menghadapi hal-hal yang membuat stress (stresor).

e. Assertiveness Training

Yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa


menyalahkan atau menyakiti orang lain.

f. Thought Stopping

Yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang memikirkan


hal-hal yang membuat kita stress .

g. Cognitive therapy

Terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang


mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-kegiatan kita. Misalnya
seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri karena tidak hati-
hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak
rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk
melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih
realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang (Anonim,
2005).

h. Exposure therapy

14
Pada exposure terapi, terapis membantu menghadapi situasi yang khusus,
orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan
menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupan sehari-hari.
Terapi ini dapat berjalan dengan dua cara :

i. Exposure in the imagination

Terapis bertanya kepada penderita untuk mengulang-ulang cerita secara detail


kenangan-kenangan traumatis sampai mereka tidak mengalami hambatan
untuk menceritakannya.

j. Exposure in reality

Terapis membantu untuk menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi ingin
dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat (misalnya :
kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah). Ketakutan itu akan
bertambah kuat jika kita berusaha untuk mengingat situasi tersebut dibanding
berusaha untuk melupakannya. Pengulangan situasi yang disertai penyadaran
yang berulang-ulang akan membantu kita menyadari bahwa situasi lampau
yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan kita dapat mengatasinya (Anonim,
2005).

k. Play therapy

Terapi bermain digunakan untuk menerapi anak-anak dengan trauma. Terapis


menggunakan permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai
secara langsung. Hal ini dapat membantu anak-anak untuk lebih merasa
nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya (Anonim, 2005).

l. Support  Group Therapy

15
Seluruh peserta dalam Support Group Therapy merupakan korban perkosaan,
yang mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami,
korban gempa bumi) dimana dalam proses terapi mereka saling menceritakan
tentang pengalaman traumatis mereka, kemdian mereka saling memberi
penguatan satu sama lain (Swalm, 2005).

m. Terapi Bicara

Sejumlah studi penelitian membuktikan bahwa terapi berupa saling berbagi


cerita mengenai trauma mampu memperbaiki kondisi kejiwaan penderita.
Dengan berbagi pengalaman, korban bisa memperingan beban pikiran dan
kejiwaan yang dipendamnya selama ini. Bertukar cerita dengan sesama
penderita membuat mereka merasa senasib, bahkan merasa dirinya lebih baik
dari orang lain. Kondisi ini memicu seseorang untuk bangkit dari trauma yang
dideritanya dan melawan kecemasan (Anonim, 2005).

2.8. Beban Psikologis dan Kesehatan Korban Pemerkosaan

Kondisi, dampak, dan tantangan yang dihadapi tiap korban pemerkosaan


berbeda satu sama lain. Merasa takut, cemas, panik, shock, atau bersalah adalah
hal yang wajar. Luka yang mereka rasakan dapat menetap dan berdampak hingga
seumur hidup. Banyak korban yang merasa kehilangan kepercayaan diri dan
kendali atas hidup mereka sendiri. Hal ini juga dapat membuat mereka kesulitan
mengungkapkan yang terjadi pada diri mereka, meski cerita mereka sangat
dibutuhkan untuk menindak pelaku. Berbagai perasaan yang campur aduk dan
situasi rumit tersebut akan membawa dampak bagi kesehatan dan psikologis
mereka.

16
1. Beban Psikologis

Tindak pemerkosaan pasti mendatangkan trauma bagi yang


mengalaminya. Respons tiap orang terhadap pemerkosaan yang
menimpanya pasti berbeda dengan munculnya berbagai perasaan yang
menjadi satu dan bahkan dapat baru terlihat lama setelah peristiwa tersebut
terjadi. Berikut ini adalah beberapa perubahan psikologis yang umumnya
dialami korban.

a. Menyalahkan diri sendiri

Sikap menyalahkan diri sendiri adalah kondisi yang paling umum


dialami korban pemerkosaan. Sikap inilah yang paling menghambat proses
penyembuhan. Korban pemerkosaan dapat berisiko menyalahkan diri
sendiri karena dua hal:

1) Menyalahkan diri karena perilaku. Mereka menganggap ada yang


salah dalam tindakan mereka sehingga akhirnya mengalami
tindakan pemerkosaan. Mereka akan terus merasa untuk
seharusnya berperilaku berbeda sehingga tidak diperkosa.

2) Menyalahkan diri karena merasa ada sesuatu yang salah di dalam


diri mereka sendiri sehingga mereka pantas mendapatkan
perlakuan kasar.

Sayangnya orang-orang terdekat, seperti pasangan, belum tentu dapat


mendukung pulihnya kondisi pasien. Sebagian kerabat korban mungkin
merasa tidak dapat menerima kenyataan atau justru menyalahkan sehingga
korban makin berada dalam posisi yang sulit. Kebanyakan korban
pemerkosaan juga tidak dapat dengan mudah diyakinkan bahwa ini

17
bukanlah salah mereka. Rasa malu ini kemudian berhubungan erat dengan
gangguan lain, seperti pola makan, kecemasan, depresi, mengonsumsi
minuman keras dan obat-obatan terlarang, serta gangguan mental lain.
Kondisi ini dapat diatasi dengan terapi perilaku kognitif dalam melakukan
reka ulang proses penyusunan fakta dan logika dalam pikiran.

b. Bunuh diri

Kondisi stres pascatrauma membuat korban pemerkosaan lebih


berisiko untuk memutuskan bunuh diri. Tindakan ini terutama dipicu oleh
rasa malu dan merasa tidak berharga.

c. Kriminalisasi korban pemerkosaan

Pada budaya dan kelompok masyarakat tertentu, korban


pemerkosaan dapat menjadi korban untuk kedua kalinya karena dianggap
telah berdosa dan tidak layak hidup. Mereka diasingkan dari masyarakat,
tidak diperbolehkan menikah, atau diceraikan (jika telah menikah). Dalam
kelompok masyarakat lain, kriminalisasi pun dapat terjadi ketika korban
disalahkan karena dianggap perilaku atau cara berpakaiannya yang
menjadi penyebab diperkosa.

Selain itu, korban berisiko mengalami hal-hal lain seperti depresi, merasa
seakan-akan peristiwa tersebut terulang terus-menerus, sering merasa
cemas dan panik, mengalami gangguan tidur dan sering bermimpi buruk,
sering menangis, menyendiri, menghindari pertemuan dengan orang lain,
atau sebaliknya tidak mau ditinggal sendiri. Ada kalanya mereka menarik
diri dan menjadi pendiam, atau justru menjadi pemarah.

3. Efek terhadap Fisik Korban

18
Selain luka psikologis, korban pemerkosaan membawa luka pada
tubuhnya. Sebagian mungkin terlihat, namun sebagian lagi barangkali baru
dapat dideteksi beberapa waktu kemudian.

Sementara secara fisik mereka dapat terlihat mengalami perubahan pola


makan atau gangguan pola makan. Tubuh mereka bisa terlihat tidak
terawat, berat badan turun, dan luka pada tubuh seperti memar atau cedera
pada vagina. Berikut beberapa kondisi yang umum terjadi pada korban
pemerkosaan:

a. Penyakit menular seksual (PMS)


Penetrasi vagina yang dipaksakan membuat terjadinya luka yang
membuat virus dapat masuk melalui mukosa vagina. Kondisi ini lebih
rawan terjadi pada anak atau remaja yang lapisan mukosa vaginanya
belum terbentuk dengan kuat. Meski belum ada tanda-tanda yang terasa,
namun korban pemerkosaan sebaiknya memeriksakan diri untuk
mendeteksi kemungkinan terkena penyakit menular seksual. Infeksi seperti
HIV (virus yang menyebabkan AIDS) dapat ditangani dengan post-
exposure prophylaxis (PEP), yaitu perawatan profilaksis setelah tubuh
terpapar penyakit. Namun perawatan ini harus dilakukan sesegera
mungkin.
b. Penyakit lain
Selain penyakit menular seksual, korban perkosaan umumnya
menderita konsekuensi yang berpengaruh pada kesehatan mereka:

1) Peradangan pada vagina atau vaginitis.

2) Infeksi atau pendarahan pada vagina atau anus.

19
3) Gangguan hasrat seksual hipoaktif (hypoactive sexual desire
disorder/HSDD): keengganan esktrem untuk berhubungan seksual
atau justru menghindari semua atau hampir semua kontak seksual.

4) Nyeri saat berhubungan seksual, disebut juga dyspareunia.

5) Vaginismus: kondisi yang memengaruhi kemampuan wanita untuk


merespons penetrasi ke vagina akibat otot vagina yang
berkontraksi di luar kontrol.

6) Infeksi kantong kemih.

7) Nyeri panggul kronis.

c. Kehamilan yang tidak diinginkan


Kehamilan adalah salah satu kondisi dan konsekuensi terberat yang
mungkin terjadi pada korban pemerkosaan. Belum berhasil
menyembuhkan diri sendiri, mereka harus dihadapkan pada kenyataan
adanya kehidupan lain di dalam tubuhnya yang sebenarnya tidak mereka
harapkan. Kondisi psikologis wanita yang buruk dapat membuat bayi
berisiko tinggi mengalami kondisi kelainan atau lahir prematur. Dampak
fisik mungkin dapat sembuh dalam waktu lebih singkat. Namun dampak
psikologis dapat membekas lebih lama. Peran keluarga, kerabat, dokter,
dan terapis akan menjadi kunci dari kesembuhan dan ketenangan bagi
mereka yang menjadi korban pemerkosaan.

20
 

21
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN
RUANGAN RAWAT _____________________TANGGAL DIRAWAT
___________

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : ______________ Tanggal Pengkajian : _________________
Umur : ______________ RM No : _________________
Jeniskelamin : _________________________________________________
Status perkawinan : _____________________________________________
Informan: _____________________________________________________
II. ALASAN MASUK DAN FAKTOR PRESIPITASI

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? ya tidak
2. Pengobatan sebelumnya BerhasilKurang BerhasilTdk berhasil

22
3. Pelaku/usia Korban/Usia
Saksi/Usia
Aniaya fisik

Aniaya seksual

Penolakan

Kekerasan dalam keluarga

Tindakan Kriminal

Jelaskan no 1, 2, 3 :
___________________________________________
Masalah Keperawatan :
__________________________________________
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? Ya
Tidak
Hubungan keluarga Gejala Riwayat
pengobatan/perawatan
__________________ __________
___________________________
__________________ __________
___________________________
Masalah keperawatan :
___________________________________________
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
__________________________________________________________
_
__________________________________________________________
_

23
Masalah Keperawatan :
___________________________________________

IV. FISIK
1. Tanda vital : TD : ______ N : ______ S : _______ P : _______
2. Ukur : TB : ______ BB : _____
3. Keluhan fisik Ya Tidak
Jelaskan :
_____________________________________________________
Masalah Keperawatan
___________________________________________

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Jelaskan :
______________________________________________________
Masalah Keperawatan :
___________________________________________

2. Konsep diri
a. Gambaran diri :________________________________________
b. Identitas : _______________________________________
c. Peran : _______________________________________
d. Ideal diri : _______________________________________
e. Harga diri : _______________________________________

Masalahkeperawatan : _____________________________________

3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : _________________________________________
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : ________________

24
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : ________________
Masalah keperawatan : ________________________________
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :
b. Kegiatan ibadah :
Masalah keperawatan :

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan

Penggunaanpakaiandancaraberpakaian TidakSesuaiSepertibiasa

Tidakrapi
Jelaskan : ________________________________________________

Masalahkeperawatan : ______________________________________

2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren

Apatis LambatMembisu TdkmampumemulaiPembicaraan

Jelaskan : _________________________________________________

MasalahKeperawatan : ______________________________________

3. Aktivitas motorik
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasem Tremor Kompulsif
Jelaskan
:_______________________________________________
_
Masalah Keperawatan :
________________________________________

25
4. Alam Perasaan
Sedih Ketakutan Putus Asa Khawatir
Gembiraberlebihan
Jelaskan : _______________________________________________
Masalah keperawatan :
________________________________________
5. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan : _______________________________________________
Masalah keperawatan :
________________________________________

6. Interaksi selama wawancara


Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah
tersinggung
Kontak mata kurang Defensif Curiga
Jelaskan :
________________________________________________
Masalah keperawatan :
_________________________________________

7. Persepsi
Halusinasi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan :
________________________________________________
Masalah Keperawatan :
________________________________________

26
8. Proses pikir
Sirkumstansial Tangensial Kehilangan asosiasi
Flight of ideas Blocking Pengulanganpembicaraan
Jelaskan :
________________________________________________
Masalah keperawatan :
________________________________________

9. IsiPikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi Ide yang terkait pikiran magis

Waham :

Agama Somatik Kebesaran


Curiga
Nihilistik Sisip pikir Sisip siar Kontrol
pikir
Jelaskan :
________________________________________________
Masalah keperawatan :
_________________________________________
10. Tingkat kesadaran
Bingung Sedasi Stupor

Disorientasi: Waktu Tempat Orang

Jelaskan :
________________________________________________

Masalahkeperawatan :
_________________________________________

27
11. Memori

GangguandayaingatjangkapanjangGangguandayaingatjangkapendek

Gangguandayaingatsaatini Konfabulasi

Jelaskan :
_________________________________________________

Masalahkeperawatan :
__________________________________________

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Berkonsentrasi: Mudahberalih Tidakmampu

Berhitungsederhana: Tidakmampu

Jelaskan : ________________________________________________
Masalah keperawatan : _________________________________________
13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan Gangguan bermakna
Jelaskan :
_________________________________________________
Masalah keperawatan :
__________________________________________

14. Daya tilik diri

Mengingkaripenyakit yang diderita Menyalahkanhal-haldiluardirinya

28
Jelaskan :
________________________________________________

Masalahkeperawatan :
__________________________________________

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Bantuan minimal Bantuan total
2. BAB/BAK
Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan : ________________________________________________
Masalah keperawatan :
_________________________________________
3. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total
4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal Bantuan total
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : ………………………..s/d
…………………………
Tidur malam lama : ………………………..s/d
…………………………
Kegiatan sebelum/sesudah tidur
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantuan total
7. Pemeliharaan kesehatan
Ya tidak

29
8. Kegiatan di dalam rumah
Ya Tidak

9. Kegiatan di luar rumah


Ya Tidak

Jelaskan : ___________________________________________
Masalah keperawatan : _____________________________________
I. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi
lambat/berlebih
Teknik relaksasi Bekerja
Berlebihan
Aktivasi konstruktif Menghindar
Olahraga Menciderai diri
Lainnya ………….. Lainnya
………….
Masalah keperawatan :
__________________________________________

II. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik
___________________________

______________________________________________________________
___

30
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik
________________________

______________________________________________________________
___

Masalah dengan pendidikan, spesifik


___________________________________

______________________________________________________________
___
Masalah dengan pekerjaan, spesifik
____________________________________

______________________________________________________________
___
Masalah dengan perumahan, spesifik
___________________________________

______________________________________________________________
___
Masalah ekonomi, spesifik
___________________________________________

______________________________________________________________
___
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik
___________________________

______________________________________________________________
___

31
Masalah lainnya, spesifik
____________________________________________

______________________________________________________________
___

Masalah keperawatan :
___________________________________________________

VIII. PENGETAHUAN KURANG TENTANG :


Penyakit Jiwa Sistem Pendukung
Faktor Presipitasi Penyakit Fisik
Koping Obat-obatan
Lainnya ………………….
Masalah keperawatan :
________________________________________________________

IX. ASPEK MEDIK


Diagnosis medik :
______________________________________________________________
______________________________________________________________
__________________

Terapi medik :
______________________________________________________________
______________________________________________________________
__________________

3.2. POHON MASALAH


Bunuh Diri
Effect

32
Core Problem Resiko Bunuh Diri

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Causa
korban pemerkosaan

3.3. DIAGNOSA
1. Resiko Bunuh Diri
2. Isolasi Sosial
3. Harga Diri Rendah

33
3.4. INTERVENSI
No SDKI SIKI SLKI RASIONAL
.
1. Resiko Bunuh Diri (D.0135) Pencegahan Bunuh Diri Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Bunuh Diri
Kategori : Lingkungan keperawatan selama 3x 24 jam
(I.14538) (I.14538)
Subkategori : Keamanan maka control diri pasien
dan Proteksi Definisi : meningkat dengan kriteria hasil : Observasi
1. Perilaku melukai diri
Mengidentifikasi dan - agar klien mampu
Definisi : sendiri/orang lain
Beresiko melakukan upaya menurunkan risiko merugikan menurun mengetahui gejala
menyakiti diri sendiri untuk 2. Verbalisasi keinginan
diri sendiri dengan maksud apa saja yang kan
mengakhiri kehidupan. bunuh diri menurun
mengakhiri hidup. 3. Verbalisasi isyarat bunuh mengakibatkan atau
Faktor resiko : diri menurun
Tindakan : memicu faktor
1. Gangguan periaku (mis. 4. Verbalisasi ancaman
Euforia mendadak setelah Observasi bunuh diri menurun terjadinya resiko
depresi, perilaku mencari Verbalisasi merencanakan bunuh
- Identifikasi gejala bunuh diri
senjata berbahaya, membeli diri menurun
obat dalam jumlah banyak, risiko bunuh diri (mis. Identifikasi
membuat surat warisan)
Gangguan mood, keinginan dan
2. Demografi (mis. Lansia,
status perceraian, halusinasi, delusi, pikiran rencana
janda/duda, ekonomi
panic, penyalahgunaan bunuh diri
rendah, pengangguran)
3. Gangguan fisik (mis. Nyeri zat, kesedihan, - Memonitor
kronis, penyakit terminal)

34
4. Masalah sosial (mis. gangguan kepribadian) lingkungan bebas
Berduka, tidak berdaya,
- Identifikasi keinginan bahaya bagi klien
putus asa, kesepian,
kehilangan hubungan yang dan pikiran rencana untuk menghindari
penting, isolasi sosial)
bunuh diri hal-hal yang
5. Gangguan psikologis (mis.
Penganiyayaan masa kanak- - Monitor lingkungan berpengaruh
kanak, riwayat bunuh diri
bebas bahaya secara terhadap klien
sebelumnya, remaja
homoseksual, gamgguan rutin (mis. Barang - Memonitor adanya
psikiatrik, penyakit
pribadi, pisau cukur, perubahan mood
psikiatrik, penyalahgunaan
zat) jendela) atau perilaku
- Monitor adanya sehingga perawat
Kondisi Klinis Terkait :
1. Sindrom otak akut/kronis perubahan mood atau mampu memberikan
2. Ketidakseimbangan hormon
perilaku tindakan sesuai
(mis. Premenstrual
syndrome, postpartum Terapeutik perilaku klien
psychosis)
- Libatkan dalam Terapeutik
3. Penyalahgunaan zat
4. Post traumatic stress perencanaan perawatan - melibatkan klien
disoreder (PTSD)
mandiri dalam perencanaan
5. Penyakit kronis/terminal
(mis. Kanker) - Libatkan keluarga perawatan mandiri
dalam perencanaan sehingga klien
perawatan mampu mehilangkan

35
- Lakukan pendekatan masalah yang di
langsung dan tidak hadapi
menghakimi saat - Melibatkan keluarga
membahas bunuh diri dalam perencanaan
- Berikan lingkungan perawatan sehingga
dengan pengamanan klien mersa bahwa
ketat dan mudah kelurganya masih
dipantau (mis. Tempat tetap peduli
tidur dekat ruang - Meakukan
perawat) pendekatan langsung
- Tingkatkan dan tidak
pengawasan pada menghakimi saat
kondisi tertentu (mis. membahas bunuh
Rapat staf, pergantian diri agarklien bisa
shift) membuka suara pada
- Lakukan intervensi orang lain
perlindungan (mis. Edukasi
Pembatasan area, - agar klien
pengekangan fisik), jika tidakmeras

36
diperlukan terbebani denga
- Hindari diskusi masalah yang di
berulang tentang bunuh alami
diri sebelumnya, - agar keluarga bisa
diskusi berorientasi mengetahui tindakan
pada masa sekarang pencegaha bunuh
dan masa depan. diri.
- Diskusikan rencana Kolaborasi
menghadapi ide bunuh - Kolaborasi
diri di masa depan (mis. pemberian obat
Orang yang dihubungi antiansietas, atau
kemana mencari antipsikotik, sesuai
bantuan) indikasi
- Pastikan obat ditelan - Kolaborasi tidakan
Edukasi keselamatan kepada
- Anjurkan PPA
mendiskusikan - Rujuk ke pelayanan
perasaan yang dialami kesehatan mental,
epada orang lain jika perlu

37
- Anjurkan menggunakan
sumber pendukung
(mis. Layanan spiritual,
penyediaan layanan)
- Jelaskan tindakan
pencegahan bunuh diri
kepada keluarga atau
orang terdekat.
- Informasikan sumber
daya masyarakat dan
program yang tersedia
- Latih pencegahan risiko
bunuh diri (mis.
Latihan asertif,
relaksasi otot progresif)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, atau
antipsikotik, sesuai

38
indikasi
- Kolaborasi tidakan
keselamatan kepada
PPA
- Rujuk ke pelayanan
kesehatan mental, jika
perlu

2. Isolasi Sosial (D.0121) Promosi Sosialisasi (I.13498 Setelah dilakukan tindakan Promosi Sosialisasi
Kategori : Realasioanal keperawatan selama 3x 24 jam
Definisi (I.13498
Subkategori : Interaksi maka keterlibatan sosial pasien
Sosial Meningkatkan kemampuan meningkat dengan kriteria hasil : Observasi
1. Minat interaksi
untuk berinteraksi dengan - MengIdentifikasi
meningkat
Definisi : orang lain. 2. Minat terhadap aktivitas kemampuanlam
Ketidakmampuan untuk meningkat
Tindakan : berinteraksi dengan
membina hubungan yang erat, 3. Verbalisasi sosial
hangat, terbuka, dan Observasi menurun orang lain klien agar
interdependen dengan orang 4. Perilaku menarik diri
- Identifikasi perawat mampu
lain. menurun
kemampuan melakukan 5. Verbalisasi perasaan mengetahui cara
Penyebab : berbeda dengan orang
interaksi dengan orang klien dalam
1. Keterlambatan lain menurun
perkembangan lain 6. Afek murung/sedih beringeraksi sehari-
2. Ketidakmampuan menjalin menurun

39
hubungan yang memuaskan - Identifikasi hambatan hari
3. Ketidaksesuaian minta
melakukan interaksi - Agar perawat
dengan tahap
perkembangan dengan orang lain mampu mengetahui
4. Ketidaksesuaian nilai-nilai
Terapeutik hambatan apa saja
dengan norma
5. Ketidaksesuaian perilaku - Motivasi meningkatkan yang di alami oleh
sosial dengan norma
keterlibatan dalam klien saat
6. Perubahan penampilan fisik
7. Perubahan status mental suatu hubungan berinteraksi dengan
8. Ketidakaadekuatan sumber
- Motivasi kesabaran orang
daya personal (mis.
Disfungsi berduka, dalam mengembangkan Terapeutik
pengendalian diri buruk)
suatu hubungan - agar klien mampu
Gejala dan Tanda Mayor - Motivasi berpartsipasi meningkatkan
Subjektif :
dalam aktivitas baru keterlibatan dalam
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman di dan kegiatan kelompok menjalin hubungan
tempat umum
- Motivasi berinteraksi di yang baik dengan
Objektif :
1. Menarik diri luar lingkungan (mis. individu yang lain
2. Tidak berminat/menolak
Jalan-jalan, ke took - Motivasi agar klien
berinteraksi dengan orang
lain atau lingkungan buku) mampu
- Diskusikan keuatan dan menyalurjkan
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : keterbatasan dalam kelebihannya untuk

40
1. Merasa berbeda dengan berkomunikasi dengan hal-hal yang berguna
orang lain
orang lain Edukasi
2. Merasa tidak mempunyai
tujuan yang jelas - Diskusikan - Agar klien mampu
Objektif :
perencanaan kegiatan di beriteraksi secara
1. Afek datar
2. Afek sedih masa depan perlahan-lahan
3. Riwayat ditolak
- Berikan umpan balik - Agar klien bisa
4. Menunjukkan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi positif dalam perawatan merubah pola hidup
harapan orang lain
diri
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti - Berikan umpan balik
8. Tidak ada kontak mata
positif pada setiap
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu peningkatan
kemampuan
Kondisi Klinis Terkait : Edukasi
1. Penyakit Alzheimer
- Anjurkan berinteraksi
2. AIDS
3. Tuberkolosis dengan orang lain
4. Kondisi yang menyebabkan
secara bertahap
gangguan mobilisasi
5. Gangguan psikiatri (mis. - Anjurkan ikut serta
Depresi mayor dan
kegiatan sosial dan
schizophrenia)
kemasyarakatan

41
- Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
- Anjurkan
meningkatkan
kejujuran diri dan
menghormati hak orang
lain
- Anjurkan penggunaan
alat bantu (mis.
Kacamata dan alat
bentu dengar)
- Anjurkan membuat
perencanaan kelompok
kecil untuk kegiatan
khusus
- Latihan bermain peran
untuk meningkatan
keterampilan

42
komunikasi
- Latih mengekspresikan
marah dengan cepat

3. Harga Diri Rendah Manajemen Perilaku Setelah dilakukan tindakan Manajemen Perilaku
Situasional (D.00887) keperawatan selama 3x 24 jam
(I.12463) (I.12463)
Kategori : Psikologis maka harga diri pasien
Subkategori : Integritas ego Definisi : meningkat dengan kriteria hasil :
1. Penilaian diri positif
Mengidentifikasi dan Observasi
Definisi : meningkat
Evaluasi atau persaan negatif mengelola perilaku negatif 2. Percaya diri berbicara - Medentifikasi
terhadap diri sendiri atau meningkat
Tindakan : harapan untuk
kemampuan klien sebagai 3. Perasaan malu menurun
respon terhadap situasi saat ini. Observasi Perasaan tidak mampu mengendalikan
melakukan apapun menurun
- Identifikasi harapan perilaku klin
Penyebab :
1. Perubahan pada citra tubuh untuk mengendalikan Terapeutik
2. Perubahan peran sosial
perilaku - Mediskusikan
3. Ketidakadekuatan
pemahaman Terapeutik tanggung jawab
4. Perilaku tidak konsisten
- Diskusikan tanggung terhadap perilaku
dengan nilai
5. Kegagalan hidup berulang jawab terhadap perilaku - Agar klien meraa
6. Riwayat kehilangan
- Jadwalkan kegiatan nyaman di
7. Riwayat penolakan
8. Transisi perkembangan terstruktur lingkungan kegiatan

43
Gejala dan Tanda Mayor - Ciptakan masyrakan
Subjektif :
danpertahankan Edukasi
1. Menilai diri negatif 9mis.
Tidak berguna, tidak lingkungan dan - Informasikan
tertolong)
kegiatan perawatan keluarga bahwa
2. Merasa malu/bersalah
3. Melebih-lebihkan penilaian konsisten setiap dinas keluarga sebagai
negatif tentang diri sendiri
- Tingkatkan aktivitas dasar pembentukan
4. Menolak penilaian positif
tentang diri sendiri fisik sesuai kemampuan kognitif sehingga
Objektif :
- Batasi jumlah klien akan merasa
1. Berbicara pelan dan lirih
2. Menolak berinteraksi pengunjung bahwa keluarga
dengan orang lain
- Bicara dengan nada selalu bersamnyaa
3. Berjalan menunduk
4. Postur tubuh menunduk rendah dan tenang
- Lakukan kegiatan
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : pengalihan terhadap
1. Sulit berkonsentrasi
sumber agitasi
Objektif :
1. Kontak mata kurang - Cegah perilaku pasif
2. Lesu dan tidak bergairah
dan agresif
3. Pasif
4. Tidak mampu membuat - Beri penguatan positif
keputusan
terhadap kebersihan
Kondisi Klinis Terkait mengendalikan perilaku

44
1. Cedera traumatis - Lakukan pengekangan
2. Pembedahan
fisik sesuai indikasi
3. Kehamilan
4. Kondisi baru terdiagnosis - Hindari bersikap
(mis. Diabetes melitus)
menyudutkan dan
5. Stroke
6. Penyalahgunaan zat menghentikan
7. Demensia
pembicaraan
8. Pengalaman tidak
menyenangkan - Hindari sikap
mengancam dan
berdebat
- Hindari berdebat atau
menawar batas perilaku
yang telah ditetapkan
Edukasi
- Informasikan keluarga
bahwa keluarga sebagai
dasar pembentukan
kognitif

45
46
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Ketika seseorang mengalami kekerasan atau pelecehan secara
seksual baik itu secara fisik maupun psikologis, maka kejadian tersebut
dapat menimbulkan suatu trauma yang sangat mendalam dalam diri
seseorang tersebut terutama pada anak-anak dan remaja. Dan kejadian
traumatis tersebut dapat mengakibatkan gangguan secara mental, yaitu
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Tingkatan gangguan stress pasca
trauma berbeda-beda bergantung pada seberapa parah kejadian tersebut
mempengaruhi kondisi psikologis dari korban. Untuk menyembuhkan
gangguan stress pasca trauma pada korban kekerasan atau pelecehan
seksual diperlukan bantuan baik secara medis maupun psikologis, agar
korban tidak merasa tertekan lagi dan bisa hidup secara normal kembali
seperti sebelum kejadian trauma. Dan pendampingan itu sendiri juga harus
dengan metode-metode yang benar sehingga dalam menjalani
penyembuhan atau terapi korban tidak mengalami tekanan-tekanan baru
yang diakibatkan dari proses pendampingan itu sendiri.

4.2. SARAN
Semoga masyarakat lenih memperhatikan lagi kasus orang dengan
korban pemerkosaan. Dimana korban pemerkosaan yang selama ini cap
juga buruk oleh masyarakat dengan adanya makalah ini masyarakat atau
pembaca akan lebih mengetahui bahwa korban pemerkosaan tidaklah hina
justru mereka butuh dunkungan dari keluarga dan orang terdekat.

47
48
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika

Yosep , iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama

Stuart,G.W & Sundeen,S.J.2013.Buku Saku Ilmu Keperawatan Jiwa (5 th


ed).Jakarta:EGC

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperatawan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1 . Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperatawan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1 . Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperatawan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

49

Anda mungkin juga menyukai