Kel 1 AB ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BPH-1
Kel 1 AB ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BPH-1
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 1 NERS 2 B
1. Natalia (032019012)
2. Grace celline (032019022)
3. Dicky Sitepu (032019045)
4. Noventina Marbun (032019054)
5. Raymondus Saragih (032019085)
6. Nurmaria Situmeang (032019089)
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasa atau penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengrharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih
baik dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi teman – teman dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar belakang...............................................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Defenisi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).........................................................3
2.2 Etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).........................................................4
2.3 Patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)..................................................5
2.4 Tanda dan Gejala dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)..........................................7
2.5 Pemeriksaan diagnostic dari klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)...........7
2.6 Komplikasi yang terjadi pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)......................8
2.7 Penanganan dan prognosis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)...................................8
2.8 Proses keperawatan pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).............................9
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................17
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BPH merupakan istilah histopatologi yang digunakan untuk menggambarkan
adanya pembesaran prostat. BPH menjadi masalah global pada pria usia lanjut. Di dunia,
hampir 30 juta pria menderita BPH. Pada usia 40 tahun sekitar 40%, usia 60-70 tahun
meningkat menjadi 50% dan usia lebih dari 70 tahun mencapai 90%. Diperkirakan
sebanyak 60% pria usia lebih dari 80 tahun memberikan gejala LUTS. Di Amerika
Serikat, hampir14 juta pria menderita BPH. Prevalensi dan kejadian BPH di Amerika
Serikat terus meningkat pada tahun 1994-2000 dan tahun 1998-2007. Peningkatan jumlah
insiden ini akan terus berlangsung sampai beberapa dekade mendatang.
BPH merupakan masalah serius yang harus diperhatikan karena dapat
mempengaruhi kualitas hidup pada pria usia lanjut. Berbagai gejala BPH seperti LUTS
dapat menyebabkan disfungsi ereksi dan masalah ejakulasi. Pria dengan LUTS yang berat
akan mengalami penurunan libido, kesulitan mempertahankan ereksi dan tingkat
kepuasan seksual akan menurun.
Masalah BPH ini tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat, khususnya pria
dengan usia lanjut karena prevalensi yang cukup besar. Meskipun banyak pria yang
sering mengabaikan gejala LUTS yang dialami namun perlu untuk mengetahui
bagaimana penangan dari BPH ini. Penanganan dari BPH juga menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang terkait dengan biaya. Data dari Amerika Serikat, pengobatan
BPH per tahun sekitar 3,9 miliar dolar. (Sampekalo,G.,dkk,2015)
Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, yaitu
sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan
akan mencapai 90% pada pria usia 80 tahun. Menurut data WHO (2013), diperkirakan
terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di
negara maju sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus.
Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya diderita oleh laki-laki
berusia di atas 60 tahun.(Amadea,R,A.,dkk.2019)
1.2 Tujuan
1. Memahami defenisi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
2. Memahami etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
3. Memahami patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
4. Memahami tanda dan gejala dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
1
5. Memahami pemeriksaan diagnostic dari klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH)
6. Memahami komplikasi apa saja yang terjadi pada klien Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH)
7. Memahami cara penanganan dan prognosis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
8. Memahami proses keperawatan pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defeni dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
BPH merupakan istilah histopatologi yang digunakan untuk menggambarkan adanya
pembesaran prostat. BPH merupakan istilah histopatologi yang digunakan untuk
menggambarkan adanya pembesaran prostat.Penderita yang mengalami BPH biasanya
mengalami hambatan pada uretra di dekat pintu masuk kandung kemih seolah-olah tercekik,
karena itu secara otomatis pengeluaran air seni terganggu.Penderita sering kencing, terutama
pada malam hari, bahkan ada kalanya tidak dapat ditahan. Bila jepitan pada uretra meningkat,
keluarnya air seni akan makin sulit dan pancaran air seni melemah, bahkan dapat mendadak
berhenti. Keadaan ini selanjutnya dapat menimbulkan infeksi pada kandung kemih
BPH merupakan masalah serius yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi
kualitas hidup pada pria usia lanjut. Berbagai gejala BPH seperti LUTS dapat menyebabkan
disfungsi ereksi dan masalah ejakulasi. Pria dengan LUTS yang berat akan mengalami
penurunan libido, kesulitan mempertahankan ereksi dan tingkat kepuasan seksual akan
menurun.
Prostat terletak antara tulang kemaluan dan dubur, mengelilingi saluran uretra pada pintu
saluran yang masuk ke kandung kemih. Ketika urin keluar dari kandung kemih, akan
melewati saluran di dalam kelenjar prostat, yang disebut uretra prostat. Benign Prostatic
hyperplasia (BPH) merupakan penyakit yang sangat sering mengakibatkan masalah pada
pria. Selain dapat meningkatkan morbiditas, juga mengganggu kualitas hidup pria
(AmadeaR,A.,dkk,2019).
3
2.2 Etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan
proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron.
Hormon Testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT).
DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar.
Ada beberapa faktor yang kemungkinan menjadi penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron ( DHT )
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen dan testosteron
Pada proses penuaan yang dialami pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblast growth faktor dan penurunan
transforming growth faktor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel .
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat .
Nursalam & Fransiska, (2008) menyatakan penyebab khusus hiperlasi prostat belum
diketahui secara pasti, beberapa hipotesis mengatakan bahwa gangguan ini ada kaitannya
dengan peningkatakan kadar DHT dan proses penuaan. Hipotesis sebagai penyebab
timbulnya hiperplasi prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut.
2. Peran faktor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
3. Meningkatnya lama hidup sel sel prostat karena kekurangan sel mati.
4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi poliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
5
6
2.4 Tanda dan gejala dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Haryono, (2013) menyatakan gejala – gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai LUTS,
yang dibedakan menjadi :
1. Gejala obstruktif, yaitu :
a. Hesistensi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh otot detrusor bulibuli memerlukan waktu beberapa
lama untuk meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi tekanan dalam uretra
prostatika.
b. , yaitu terputus putusnya aliran urine yang disebabkan oleh ketidakmampuan otot
detrusor dalam mempertahankan tekanan intravesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling, yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran detrusor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
Rendi & Margareth (2015) menyatakan tanda dan gejala dari pasien BPH adalah :
a. Frekuensi berkemih bertambah
b. Berkemih pada malam hari
c. Kesulitan dalam memulai dan menghentikan berkemih
d. Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih
e. Rasa nyeri pada saat berkemih
f. Kadang kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidakdapat berkemih
sehingg harus dikeluarkan dengan keteter
g. Selain gejala gejala di atas karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih , maka
mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis,
pyelonefritis. (Pratiwi,N.,2019)
2.5 Pemeriksaan diagnostic dari klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
1. Sedimen urine di periksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. pemeriksaan kultur urine berguna untuk mengetahui
kuman penyebab infeksi dan sensivitas kuman tehadap beberapa antimikroba yang di
ujikan
7
2. Pemeriksaan faal ginjal untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih atas
3. Pemeriksaan kadar gula darah untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya penyakit
diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan syaraf pada buli – buli
4. Colok dubur, yaitu pemeriksaan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan
dari benjolan dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat
diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah
batas atas dapat diraba. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah
sisa urine setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan dengan mengukur urine yang
masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urine dapat pula diketahui dengan
melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi
5. Ultrasonografi (USG) bertujuan untuk memeriksa konsistensi, volume, besar prostat, dan
keadaan buli-buli termasuk residu urine.
6. Pemeriksaan IVP (Pyelografi intravena) digunakan untuk melihat fungsi eksresi ginjal
dan adanya hidronefrosis
7. Pemeriksaan Panendoskop bertujuan untuk mengetahui keadaan uretra dan buli buli.
(Pratiwi,N.,2019)
2.6 Komplikasi
1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis,
gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
3. Hernia/hemoroid
4. Karena selalu terdapat sisa urine sehingga menyebabkan batu kencing
5. Hematuria
6. Sistitis dan Pielonefritis (Pratiwi,N.,2019)
8
2.8 Proses keperawatan pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
1. Pengkajian
a. Data objektif mencakup :
1) Riwayat adanya infeksi saluran kemih kronis, obstruksi sebelumnya.
2) Menngeluh nyeri akut, berat, nyeri kholik
3) Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasas terbakar, dan dorangan
berkemih.
4) Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen.
5) Riwayat diit tinggi purin, kalsium oksalat, dan/atau fosfat.
6) Tidak minum air dengan cukup.
9
e. Riwayat penyakit keluarga
1) Riwayat adanya ISK kronis
2) Penyakit atau kelainan gagal ginjal lainnya
f. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas.
2) Sirkulasi.
3) Eliminasi.
4) Makanan/ cairan
g. Test diagnostik
1) Urinalisis.
2) Urine kultur (infeksi, hematuri, kristal).
3) Radiografi (Computed Tomografi Scan, IVP (Intra Venous Pylogram)).
4) Endoscopi.
5) Cystocopy.
6) Ureteroscopy.
7) Nephroscopy
8) Laboratorium (tes kimia serum; identifikasi kalsium, phospate, oksalat, cystin,
fungsi renal ; darah lengkap, urine 24 jam, ekskresi phospate, kalsium, asam urat,
kreatinin, dan analisa batu (komposisi batu))
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu fungsi keperawatan yang mandiri, suatu
evaluasi dari respon pasien terhadap pengalaman kemanusiaan selama siklus kehidupan,
perkembangannya atau pada masa masa darurat, masa sakit, masa menderita atau stress
lainnya. (Suarni & Apriyani, 2017).
Menurut (Purwanto, 2016) menyatakan diagnosa keperawatan yang muncul untuk
pasien post op BPH adalah :
1. Nyeri akut b.d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan efek nyeri/ pembedahan
3. Risiko tinggi cidera : perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
4. Risiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat
dari TURP
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, alat selama pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih
6. Cemas berhubungan dengan ikontinensia urine, disfungsis seksual
10
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan untuk menyelesaikan masalah yang dialami pasien, masalah yang
dirumuskan dalam diagnosa. (Purwanto, 2016)
No Diagnosa keperawatan NOC (Nursing Outcome Care ) NIC (Nursing Intervention Care)
1. Nyeri akut b.d spasmus Tingkat Nyeri (2102) Katerisasi urine (0580)
kandung kemih dan insisi Tujuan : nyeri berkurang atau hilang 1. Jelaskan pada pasien tentang gejala
sekunder pada TURP Kriteria hasil : dini spasmus kandung kemih
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang Rasional: pasien dapat mendeteksi
atau hilang gejala dini spasmu kandung kemih
2. Ekspresi wajah pasien tenang 2. Pemantauan pasien pada interval
3. Pasien akan menunjukkan yang teratur selama 48 jam, untuk
keterampilan relaksasi mengenal gejala gejala dini dari
4. Pasien akan tidur dan istirahat dengan spasmus kandung kemih
tepat Rasional: menentukan terdapatnya
5. Tanda- tanda vital batas normal spasmus sehingga obat obatan bisa
diberikan
3. Jelaskan pada pasien bahwa
intensitas dan frekuensi akan
berkurang dalam 24 sampai 48 jam
Rasional: memberitahu pasien
bahwa ketidaknymanan hanya
temporer
4. Anjurkan pasien untuk tidak duduk
dalam waktu yang lama sesudah
tindakan pembedahan
Rasional: mengurangi tekanan pada
luka insisi
5. Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi, termasuk latihan nafas
dalam
Rasional : menurunkan tegangan
otot, memfokuskan kembali
perhatian dan dapat meningkatkan
koping
6. Jagalah selang drainase urine tetap
aman di paha untuk mencegah
peningkatan tekanan pada kandung
kemih.
Rasional : sumbatan pada selang
kateter oleh bekuan darah dapat
menyebabkan distensi kandung
kemih dengan peningkatakan
spasme
7. Observasi tanda tanda vital Rasional
: mengetahui perkembangan lebih
lanjut
8. Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat obatan (analgesik atau
anti spasmodik)
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Benign prostatic hyperplasia (BPH) atau hiperplasia prostat jinak didefinisikan
sebagai proliferasi sel stroma prostat yang menyebabkan kelenjar prostat membesar.
Prostat yang membesar menyebabkan penekanan pada uretra pars prostat dan
mengganggu aliran urin dari kandung kemih. Resistensi aliran urin dapat menyebabkan
gejala-gejala seperti sering berkemih, urgensi, berkemih pada malam hari, berkemih
terputus-putus, pancaran urin melemah, dan menunggu lama untuk berkemih.
Prevalensi BPH dan LUTS meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Androgen, estrogen, interaksi stroma-epitelial, faktor pertumbuhan (GF) dan
neurotransmitter kemungkinan memiliki peranan pada BPH baik secara terpisah maupun
kombinasi. Diagnosis BPH diperoleh bardasarkan riwayat medis pasien, antara lain
dengan menggunakan International prostate symptom score (IPPS) dan pemeriksaan
prostat yaitu dengan digital rectal examination (DRE). Pemeriksaan PSA dapat
digunakan sebagai penanda BPH di mana kadar PSA dalam darah meningkat apabila
terjadi pembesaran prostat. Pemeriksaan tambahan untuk BPH antara lain uroflowmetri,
PVR urin, sistouretroskopi, pemeriksaan radiologi dan biopsi prostat. Penatalaksanaan
untuk BPH terdiri dari menunggu dan memperhatikan untuk pasien dengan gejala LUTS
ringan, pengobatan farmakologi dan pembedahan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto,H.,2016.Keperawatan Medikal Bedah II
Pratiwi,N.2019. Asuhan keperawatan pasien dengan nyeri akut pada post op benigna prostat
hiperplasia (BPH)
Amadea.R A,dkk.2019. BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH) Jurnal Medical
Profession (MedPro)
Sampekalo,G.,dkk,2015. ANGKA KEJADIAN LUTS YANG DISEBABKAN OLEH BPH DI
RSUP PROF. DR. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE 2009-2013. Jurnal e-
Clinic (eCl), Volume 3
17