Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BPH

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 1 NERS 2 B

1. Natalia (032019012)
2. Grace celline (032019022)
3. Dicky Sitepu (032019045)
4. Noventina Marbun (032019054)
5. Raymondus Saragih (032019085)
6. Nurmaria Situmeang (032019089)

STIKES SANTA ELISABETH MEDAN


PRODI NERS TAHAP AKADEMIK
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan BPH “ ini dapat
terselesaikan. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikla Bedal 2, Dosen pembimbing Sr.Imelda Derang, S.Kep.,Ns, M.Kep

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasa atau penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengrharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih
baik dimasa yang akan datang.

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi teman – teman dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Medan, 17 Februari 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar belakang...............................................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Defenisi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).........................................................3
2.2 Etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).........................................................4
2.3 Patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)..................................................5
2.4 Tanda dan Gejala dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)..........................................7
2.5 Pemeriksaan diagnostic dari klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)...........7
2.6 Komplikasi yang terjadi pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)......................8
2.7 Penanganan dan prognosis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)...................................8
2.8 Proses keperawatan pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).............................9
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................17

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BPH merupakan istilah histopatologi yang digunakan untuk menggambarkan
adanya pembesaran prostat. BPH menjadi masalah global pada pria usia lanjut. Di dunia,
hampir 30 juta pria menderita BPH. Pada usia 40 tahun sekitar 40%, usia 60-70 tahun
meningkat menjadi 50% dan usia lebih dari 70 tahun mencapai 90%. Diperkirakan
sebanyak 60% pria usia lebih dari 80 tahun memberikan gejala LUTS. Di Amerika
Serikat, hampir14 juta pria menderita BPH. Prevalensi dan kejadian BPH di Amerika
Serikat terus meningkat pada tahun 1994-2000 dan tahun 1998-2007. Peningkatan jumlah
insiden ini akan terus berlangsung sampai beberapa dekade mendatang.
BPH merupakan masalah serius yang harus diperhatikan karena dapat
mempengaruhi kualitas hidup pada pria usia lanjut. Berbagai gejala BPH seperti LUTS
dapat menyebabkan disfungsi ereksi dan masalah ejakulasi. Pria dengan LUTS yang berat
akan mengalami penurunan libido, kesulitan mempertahankan ereksi dan tingkat
kepuasan seksual akan menurun.
Masalah BPH ini tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat, khususnya pria
dengan usia lanjut karena prevalensi yang cukup besar. Meskipun banyak pria yang
sering mengabaikan gejala LUTS yang dialami namun perlu untuk mengetahui
bagaimana penangan dari BPH ini. Penanganan dari BPH juga menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang terkait dengan biaya. Data dari Amerika Serikat, pengobatan
BPH per tahun sekitar 3,9 miliar dolar. (Sampekalo,G.,dkk,2015)
Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, yaitu
sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan
akan mencapai 90% pada pria usia 80 tahun. Menurut data WHO (2013), diperkirakan
terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di
negara maju sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus.
Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya diderita oleh laki-laki
berusia di atas 60 tahun.(Amadea,R,A.,dkk.2019)

1.2 Tujuan
1. Memahami defenisi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
2. Memahami etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
3. Memahami patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
4. Memahami tanda dan gejala dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

1
5. Memahami pemeriksaan diagnostic dari klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH)
6. Memahami komplikasi apa saja yang terjadi pada klien Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH)
7. Memahami cara penanganan dan prognosis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
8. Memahami proses keperawatan pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defeni dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
BPH merupakan istilah histopatologi yang digunakan untuk menggambarkan adanya
pembesaran prostat. BPH merupakan istilah histopatologi yang digunakan untuk
menggambarkan adanya pembesaran prostat.Penderita yang mengalami BPH biasanya
mengalami hambatan pada uretra di dekat pintu masuk kandung kemih seolah-olah tercekik,
karena itu secara otomatis pengeluaran air seni terganggu.Penderita sering kencing, terutama
pada malam hari, bahkan ada kalanya tidak dapat ditahan. Bila jepitan pada uretra meningkat,
keluarnya air seni akan makin sulit dan pancaran air seni melemah, bahkan dapat mendadak
berhenti. Keadaan ini selanjutnya dapat menimbulkan infeksi pada kandung kemih
BPH merupakan masalah serius yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi
kualitas hidup pada pria usia lanjut. Berbagai gejala BPH seperti LUTS dapat menyebabkan
disfungsi ereksi dan masalah ejakulasi. Pria dengan LUTS yang berat akan mengalami
penurunan libido, kesulitan mempertahankan ereksi dan tingkat kepuasan seksual akan
menurun.
Prostat terletak antara tulang kemaluan dan dubur, mengelilingi saluran uretra pada pintu
saluran yang masuk ke kandung kemih. Ketika urin keluar dari kandung kemih, akan
melewati saluran di dalam kelenjar prostat, yang disebut uretra prostat. Benign Prostatic
hyperplasia (BPH) merupakan penyakit yang sangat sering mengakibatkan masalah pada
pria. Selain dapat meningkatkan morbiditas, juga mengganggu kualitas hidup pria
(AmadeaR,A.,dkk,2019).

3
2.2 Etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan
proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron.
Hormon Testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT).
DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar.
Ada beberapa faktor yang kemungkinan menjadi penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron ( DHT )
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen dan testosteron
Pada proses penuaan yang dialami pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblast growth faktor dan penurunan
transforming growth faktor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel .
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat .
Nursalam & Fransiska, (2008) menyatakan penyebab khusus hiperlasi prostat belum
diketahui secara pasti, beberapa hipotesis mengatakan bahwa gangguan ini ada kaitannya
dengan peningkatakan kadar DHT dan proses penuaan. Hipotesis sebagai penyebab
timbulnya hiperplasi prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut.
2. Peran faktor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
3. Meningkatnya lama hidup sel sel prostat karena kekurangan sel mati.
4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi poliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

gambar kelenjar Prostat


4
2.3 Patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Nursalam & Fransisca, (2008) menyatakan bahwa pembesaran prostat menyebabkan
penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan tekanan intraventrikel. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli – buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan ini. Kontraksi secara terus menerus
menyebabkan perubahan anatomik dan buli buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan diventrikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli buli
dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary
track symptom ( LUTS ) yang dulu dikenal dengan gejala prostatimus. Tekanan
intraventrikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli – buli tidak terkecuali pada
kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ini akan menimbulkan aliran balik urine dari
buli - buli ke ureter akan terjadi refluks vesiko ureter. Jika keadaan ini berlangsung lama
dapat mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal .
Wijaya & Putri, (2013) menyatakan bahwa pembesaran prostat terjadi secara perlahan
lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran
prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai
akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor kedalam
mukosa bulu buli akan terlihat sebagai balok balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat
dari dalam vesika dengan sitoskopi , mukosa vesika akan menerobos keluar di antara serat
detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan
apabila besar dinamakan diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang
apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi
yang tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urine total yang berlanjut
pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. (Pratiwi,N.,2019)

5
6
2.4 Tanda dan gejala dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Haryono, (2013) menyatakan gejala – gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai LUTS,
yang dibedakan menjadi :
1. Gejala obstruktif, yaitu :
a. Hesistensi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh otot detrusor bulibuli memerlukan waktu beberapa
lama untuk meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi tekanan dalam uretra
prostatika.
b. , yaitu terputus putusnya aliran urine yang disebabkan oleh ketidakmampuan otot
detrusor dalam mempertahankan tekanan intravesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling, yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran detrusor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala iritasi, yaitu :


a. Urgensi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan .
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam
hari (nokturia) dan pada siang hari .
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Rendi & Margareth (2015) menyatakan tanda dan gejala dari pasien BPH adalah :
a. Frekuensi berkemih bertambah
b. Berkemih pada malam hari
c. Kesulitan dalam memulai dan menghentikan berkemih
d. Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih
e. Rasa nyeri pada saat berkemih
f. Kadang kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidakdapat berkemih
sehingg harus dikeluarkan dengan keteter
g. Selain gejala gejala di atas karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih , maka
mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis,
pyelonefritis. (Pratiwi,N.,2019)

2.5 Pemeriksaan diagnostic dari klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
1. Sedimen urine di periksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. pemeriksaan kultur urine berguna untuk mengetahui
kuman penyebab infeksi dan sensivitas kuman tehadap beberapa antimikroba yang di
ujikan

7
2. Pemeriksaan faal ginjal untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih atas
3. Pemeriksaan kadar gula darah untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya penyakit
diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan syaraf pada buli – buli
4. Colok dubur, yaitu pemeriksaan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan
dari benjolan dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat
diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah
batas atas dapat diraba. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah
sisa urine setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan dengan mengukur urine yang
masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urine dapat pula diketahui dengan
melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi
5. Ultrasonografi (USG) bertujuan untuk memeriksa konsistensi, volume, besar prostat, dan
keadaan buli-buli termasuk residu urine.
6. Pemeriksaan IVP (Pyelografi intravena) digunakan untuk melihat fungsi eksresi ginjal
dan adanya hidronefrosis
7. Pemeriksaan Panendoskop bertujuan untuk mengetahui keadaan uretra dan buli buli.
(Pratiwi,N.,2019)

2.6 Komplikasi
1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis,
gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
3. Hernia/hemoroid
4. Karena selalu terdapat sisa urine sehingga menyebabkan batu kencing
5. Hematuria
6. Sistitis dan Pielonefritis (Pratiwi,N.,2019)

2.7 Penanganan dan prognosis


Penanganan BPH dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain watch full waiting,
medikamentosa, dan tindakan pembedahan. Transurethral resection prostate (TURP) menjadi
salah satu pilihan tindakan pembedahan yang paling umum dan sering dilakukan untuk
mengatasi pembesaran prostat. Prosedur yang dilakukan dengan bantuan alat yang disebut
resektoskop ini bertujuan untuk menurunkan tekanan pada kandung kemih dengan cara
menghilangkan kelebihan jaringan prostat. TURP menjadi pilihan utama pembedahan karena
lebih efektif untuk menghilangkan gejala dengan cepat dibandingkan dengan penggunaan
obat-obatan. (Amadea,RA.,2019)

8
2.8 Proses keperawatan pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
1. Pengkajian
a. Data objektif mencakup :
1) Riwayat adanya infeksi saluran kemih kronis, obstruksi sebelumnya.
2) Menngeluh nyeri akut, berat, nyeri kholik
3) Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasas terbakar, dan dorangan
berkemih.
4) Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen.
5) Riwayat diit tinggi purin, kalsium oksalat, dan/atau fosfat.
6) Tidak minum air dengan cukup.

b. Data obyektif meliputi :


1) Peningkatan tekanan darah dan nadi.
2) Kulit pucat.
3) Oliguria, hematuria.
4) Perubahan pola berkemih.
5) Distensi abdominal, penurunan atau tidak ada bising usus.
6) Muntah.
7) Nyeri tekan pada arae ginjal saat dipalpasi.

c. Riwayat penyakit sekarang


1) Penurunan haluaran urin.
2) Kandung kemih, rasa terbakar.
3) Dorongan berkemih, mual/muntah.
4) Nyeri abdomen.
5) Nyeri punggung.
6) Nyeri panggul
7) Kolik ginjal
8) Kolik uretra
9) Nyeri waktu kencing
10) Lamanya nyeri
11) Demam

d. Riwayat penyakit yang lalu


1) Riwayat adanya ISK kronis
2) Obstruksi sebelumnya.
3) Riwayat kolik ginjal/ bleder tanpa batu yanng keluar.
4) Riwayat trauma saluran kemih

9
e. Riwayat penyakit keluarga
1) Riwayat adanya ISK kronis
2) Penyakit atau kelainan gagal ginjal lainnya

f. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas.
2) Sirkulasi.
3) Eliminasi.
4) Makanan/ cairan

g. Test diagnostik
1) Urinalisis.
2) Urine kultur (infeksi, hematuri, kristal).
3) Radiografi (Computed Tomografi Scan, IVP (Intra Venous Pylogram)).
4) Endoscopi.
5) Cystocopy.
6) Ureteroscopy.
7) Nephroscopy
8) Laboratorium (tes kimia serum; identifikasi kalsium, phospate, oksalat, cystin,
fungsi renal ; darah lengkap, urine 24 jam, ekskresi phospate, kalsium, asam urat,
kreatinin, dan analisa batu (komposisi batu))

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu fungsi keperawatan yang mandiri, suatu
evaluasi dari respon pasien terhadap pengalaman kemanusiaan selama siklus kehidupan,
perkembangannya atau pada masa masa darurat, masa sakit, masa menderita atau stress
lainnya. (Suarni & Apriyani, 2017).
Menurut (Purwanto, 2016) menyatakan diagnosa keperawatan yang muncul untuk
pasien post op BPH adalah :
1. Nyeri akut b.d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan efek nyeri/ pembedahan
3. Risiko tinggi cidera : perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
4. Risiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat
dari TURP
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, alat selama pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih
6. Cemas berhubungan dengan ikontinensia urine, disfungsis seksual

10
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan untuk menyelesaikan masalah yang dialami pasien, masalah yang
dirumuskan dalam diagnosa. (Purwanto, 2016)

No Diagnosa keperawatan NOC (Nursing Outcome Care ) NIC (Nursing Intervention Care)
1. Nyeri akut b.d spasmus Tingkat Nyeri (2102) Katerisasi urine (0580)
kandung kemih dan insisi Tujuan : nyeri berkurang atau hilang 1. Jelaskan pada pasien tentang gejala
sekunder pada TURP Kriteria hasil : dini spasmus kandung kemih
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang Rasional: pasien dapat mendeteksi
atau hilang gejala dini spasmu kandung kemih
2. Ekspresi wajah pasien tenang 2. Pemantauan pasien pada interval
3. Pasien akan menunjukkan yang teratur selama 48 jam, untuk
keterampilan relaksasi mengenal gejala gejala dini dari
4. Pasien akan tidur dan istirahat dengan spasmus kandung kemih
tepat Rasional: menentukan terdapatnya
5. Tanda- tanda vital batas normal spasmus sehingga obat obatan bisa
diberikan
3. Jelaskan pada pasien bahwa
intensitas dan frekuensi akan
berkurang dalam 24 sampai 48 jam
Rasional: memberitahu pasien
bahwa ketidaknymanan hanya
temporer
4. Anjurkan pasien untuk tidak duduk
dalam waktu yang lama sesudah
tindakan pembedahan
Rasional: mengurangi tekanan pada
luka insisi
5. Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi, termasuk latihan nafas
dalam
Rasional : menurunkan tegangan
otot, memfokuskan kembali
perhatian dan dapat meningkatkan
koping
6. Jagalah selang drainase urine tetap
aman di paha untuk mencegah
peningkatan tekanan pada kandung
kemih.
Rasional : sumbatan pada selang
kateter oleh bekuan darah dapat
menyebabkan distensi kandung
kemih dengan peningkatakan
spasme
7. Observasi tanda tanda vital Rasional
: mengetahui perkembangan lebih
lanjut
8. Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat obatan (analgesik atau
anti spasmodik)

2. Gangguan pola tidur b.d Tidur (0004) Peningkatan tidur ( 1850)


efek nyeri/ pembedahan Tujuan : kebutuhan tidur dan istirahat 1. Jelaskan pada pasien dan keluarga
terpenuhi Kriteria penyebab gangguan tidur dan
hasil : kemungkinan cara untuk
1. pasien mampu beristirahat/tidur dalam menghindari
batas waktu yang cukup Rasional: meningkatkan
2. pasien mengungkapkan sudah bisa pengetahuan pasien sehingga mau
tidur kooperatif dalam tindakan
3. pasien mampu menjelaskan faktor keperawatan
penghambat tidur 2. Ciptakan suasana yang mendukung,
suasana tenang dalam mengurangi
kebisingan
Rasional : suasana tenang akan
mendukung istirahat
3. Beri kesempatan pasien untuk
mengungkapkan penyebab gangguan
tidur
Rasional: menentukan rencana
mengatasi gangguan
4. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat yang tepat untuk
mengurangi nyeri (analgesik)
Rasional : mengurangi nyeri
sehingga pasien bisa tidur istirahat
dengan cukup
3. Risiko tinggi cidera : Keparahan cedera fisik (1913) Pencegahan jatuh (6490)
perdarahan b.d tindakan Tujuan: tidak terjadi perdarahan 1. Jelaskan pada pasien tentang
pembedahan . Kriteria hasil : perdarahan setelah pembedahan dan
1. pasien tidak menunjukkan tanda tanda tanda tanda perdarahan
perdarahan Rasional: menurunkan kecemasan
2. tanda tanda vital dalam batas normal pasien dan mengetahui tanda tanda
urine lancar lewat kateter perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi
gumpalan dalam saluran keteter
Rasional : gumpalan dapat
menyumbatan kateter, menyebabkan
peregangan dan perdarahan kandung
kemih
3. Sediakan diet tinggi serat dan
memberi obat untuk mmudahkan
defekasi
Rasional : dengan peningkatakan
tekanan pada fosa prostatik yang
akan mengendapkan perdaarahan
4. Mencegah pemakaian termometer
rektal, pemeriksaan rektal atau
huknah, untuk sekurang kurangnya
satu minggu
Rasional : dapat menimbulkan
perdarahan prostat
5. Pantau traksi keteter: catat waktu
trasi dipasang dan kapan traksi
dilepas
Rasional : traksi kateter
menyebabkan pengembangan balon
ke sisi fosa prostatik, menurunkan
perdarahan. Umumnya dilepas 3
sampai 6 jam setelh pembedahan
6. Observasi: tanda tanda vital tiap 4
jam,masukkan dan haluaran dan
warna urine
Rasional: deteksi awal terhadap
komplikasi, dengan intervensi yang
tepat mencegah kerusakan jaringan
yang permanen
4. Risiko tinggi disfungsi Fungsi sesksual (0119) Konseling seksual (5248)
seksual b.d ketakutan Tujuan : fungsi seksual dapat 1. Beri kesempatan pasien untuk
akan impoten akibat dari dipertahankan memperbincangkan tentang
TURP Kriteria hasil: pengaruh TURP pada seksual
1. Pasien tampak rileks dan melaporkan Rasional: untuk mengetahui masalah
kecemasan menurun pasien
2. pasien menyatakan pemahaman 2. Jelaskan tentang: kemungkinan
situasional individual kembali ketingkat tinggi seperti
3. pasien menunjukkan keterampilan semula dan kejadian ejakulasi
pemecahan masalah retrograd (air kemih seperti air susu )
4. pasien mengerti tentang pengaruh Rasional: kurang pengetahuan dapat
TURP pada seksual membangkitkan cemas dan
berdampak disfungsi seksual
3. Mencegah hubungan seksual 3
sampai 4 minggu setelah operasi
Rasional : bisa terjadiperdrahan dan
ketidaknyamanan
4. Dorong pasien untuk menanyakan
kedokter selama dirawat di rumah
sakit dan kunjungan lanjutan
Rasional : untuk mengklarifikasi
kekhawatiran dan memberikan akses
kepada penjelasan yang spesifik
5. Kurang pengetahuan tentang TURP
berhubungan dengan kurang
informasi
Rasional : pasien dapat menguraikan
pantangan kegiatan serta kebutuhan
berobat lanjutan
5. Risiko tinggi infeksi b.d Keparahan infeksi (0703) Perawatan selang : perkemihan
prosedur invasif, alat Tujuan : pasien tidak menunjukkan tanda (1876)
selama pembedahan, tanda infeksi 1. Pertahankan sistem kateter steril,
kateter, irigasi kandung Kriteria hasil: berikan perawatan kateter dengan
kemih . 1. pasien tidak mengalami infeksi steril
2. pasien dapat mencapai waktu Rasional: mencegah bakteri dan
penyembuhan infeksi
3. tanda tanda vital dalam batas normal 2. Anjurkan intake cairan yang cukup
dan tidak ada tanda tanda syok (2500 sampai 3000 ml) sehingga
dapat mempertahankan fungsi ginjal
Rasional: meningkatkan output urine
sehingga resiko terjadi infeksi
saluran kemih (ISK) dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal
3. Pertahankan posisi urobag dibawah
Rasional : menghindari refleks balik
urine yang dapat memasukkan
bakteri kedalam kandung kemih
4. Observasi tanda tanda vital, laporkan
tanda tanda syok dan demam
Rasional : mencegah sebelum terjadi
syok
5. Observasi urine : warna, jumlah dan
bau
Rasional : mengidentifikasi adanya
infeksi
6. Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat antibiotik
Rasional : untuk mencegah infeksi
dan membantu proses penyembuhan
.
6. Cemas b.d ikontinensia Tingkat kecemasan (1211) Pengurangan kecemasan (5820)
urine, disfungsis seksual Tujuan : mengurangi dan menghilangkan 1. Beritahukan pasien untuk
kecemasan menghindari berhubungan badan,
Kriteria hasil: mengatur bab, tidak mengangkat
1. Cemas pasien berkurang benda berat, tidak duduk terlalu lama
2. Pasien menjadi lebih tenang selama 6 sampai 8 minggu sesudah
3. Pasien menjadi koopratif pembedahan Anjurkan untuk selalu
kontrol setelah pengobatan, sebab
striktur uretra dapat terjadi dan
pertumbuhan kembali prostat
2. Jika pasien kembali kerumah dengan
keteter, kateter akan dilepas sekitar
tiga minggu setika sistogram
menunjukkan kesembuhan
3. Nasihatilah bahwa inkontinensia
dapat terjadi ketika terjadi
peningkatan tekanan abdominal,
batuk, tertawa.
4. Bantu pasien untuk mengungkapkan
ketakutan dan kecemasan
berhubungan dengan potensial
kehilangan fungsi seksual dan
diskusikan dengan pasangan

15

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Benign prostatic hyperplasia (BPH) atau hiperplasia prostat jinak didefinisikan
sebagai proliferasi sel stroma prostat yang menyebabkan kelenjar prostat membesar.
Prostat yang membesar menyebabkan penekanan pada uretra pars prostat dan
mengganggu aliran urin dari kandung kemih. Resistensi aliran urin dapat menyebabkan
gejala-gejala seperti sering berkemih, urgensi, berkemih pada malam hari, berkemih
terputus-putus, pancaran urin melemah, dan menunggu lama untuk berkemih.
Prevalensi BPH dan LUTS meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Androgen, estrogen, interaksi stroma-epitelial, faktor pertumbuhan (GF) dan
neurotransmitter kemungkinan memiliki peranan pada BPH baik secara terpisah maupun
kombinasi. Diagnosis BPH diperoleh bardasarkan riwayat medis pasien, antara lain
dengan menggunakan International prostate symptom score (IPPS) dan pemeriksaan
prostat yaitu dengan digital rectal examination (DRE). Pemeriksaan PSA dapat
digunakan sebagai penanda BPH di mana kadar PSA dalam darah meningkat apabila
terjadi pembesaran prostat. Pemeriksaan tambahan untuk BPH antara lain uroflowmetri,
PVR urin, sistouretroskopi, pemeriksaan radiologi dan biopsi prostat. Penatalaksanaan
untuk BPH terdiri dari menunggu dan memperhatikan untuk pasien dengan gejala LUTS
ringan, pengobatan farmakologi dan pembedahan.

16

DAFTAR PUSTAKA
Purwanto,H.,2016.Keperawatan Medikal Bedah II
Pratiwi,N.2019. Asuhan keperawatan pasien dengan nyeri akut pada post op benigna prostat
hiperplasia (BPH)
Amadea.R A,dkk.2019. BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH) Jurnal Medical
Profession (MedPro)
Sampekalo,G.,dkk,2015. ANGKA KEJADIAN LUTS YANG DISEBABKAN OLEH BPH DI
RSUP PROF. DR. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE 2009-2013. Jurnal e-
Clinic (eCl), Volume 3
17

Anda mungkin juga menyukai