Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN BPH (BENIGN PROSTATE

HYPERPLASIADI)
Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu :
Tita Puspita Ningrum S.Kep.,Ns.,M.Kep.,

Disusun oleh :
Nadya Aldira 88190004
Shinta Puspitasari 88190010
Herlina Rosmayanti 88190021

PROGRAM STUDI KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
ARS UNIVERSITY BANDUNG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN
BPH (BENIGN PROSTATE HYPERPLASIADI)” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah II. Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan BPH.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI...................................................................................................5
2.1 Definisi................................................................................................................................5
2.2 Etiologi................................................................................................................................5
2.3 Patofisiologi........................................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis..............................................................................................................8
2.5 Diagnosis.............................................................................................................................8
2.6 Macam-macam Tindakan Pada Klien BPH....................................................................9
2.7 Pengelolaan
Pasien............................................................................................................10
2.8 Komplikasi........................................................................................................................12
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan
BPH.................................................................................13
A. Pengkajian.................................................................................................................13
B. Pemeriksaan Fisik.....................................................................................................13
C. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................14
D. Batasan Karakteristik...............................................................................................14
E. Faktor yang Berhubungan.......................................................................................15
F. Intervensi Nyeti Akut Pada Klien Dengan BPH (Benign Prostate Hyperplasia)15
G. Implementasi
Keperawatan......................................................................................16
H. Evaluasi Keperawatan..............................................................................................16
BAB III
PENUTUP.................................................................................................................17
A. Kesimpulan.................................................................................................................17
B. Saran............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang
disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika
(Jitowiyono & Kristiyanasari,2012:112). Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit
yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH biasanya muncul pada lebih dari 50%
laki-laki yang berusia 50 tahun keatas.(Price & Wilson,2006:1320) Penyebab terjadinya
BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti, namun faktor usia dan hormonal
menjadi predisposisi terjadinya BPH.
Beberapa faktor meyebutkan bahwa hiperplasia prostat sangat erat kaitannya
dengan peningkatan DTH (dehidrotestosteron), peningkatan esterogen-testosteron,
interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat, berkurangnya kematian sel, dan teori
stem sel (Prabowo & Pranata,2014:131 ) Menurut data BPOM Pembentukan nodul
pembesaran prostat ini sudah mulai tampak pada usia 25 tahun pada sekitar 25% pria.
Faktor lain yang mempengaruhi BPH adalah latar belakang kondisi penderita misalnya
usia, riwayat keluarga, obesitas, meningkatnya kadar kolesterol darah, pola makan tinggi
lemak hewani, olahraga, merokok, minuman beralkohol, penyakit Diabetes Mellitus, dan
aktifitas seksual. Berdasarkan data yang ada, prevalensi BPH adalah umur 41-50 tahun
sebanyak 20%, 51-60 tahun 50%, >80 tahun sekitar 90%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi BPH?
2. Apa etiologi dari BPH?
3. Apa saja Mnifestasi Klinis?
4. Apa saja Patofisiologinya?
5. Asuhan Keperawatan yang harus dilakukan?

1.3 Tujuan
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memahami gambaran asuhan keperawatan dengan Benigna Prostat Hiperplasia. Dan
mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien Benigna Prostat
Hiperplasia
2. Tujuan Khusus
a. Memahami pengkajian pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia.
b. Memahami diagnosa keperawatan pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia.
c. Memahami rencana keperawatan pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia.

4
d. Memahami tindakan keperawatan pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia.
e. Memahami evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan suatu
keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran
dari kelenjar prostat (Kapoor, 2012). Pada pembesaran prostat jinak terjadi hiperplasia
kelenjar perineutral yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer
(Sjamsuhidajat, 2007).
Mediator utama dalam pertumbuhan kelenjar prostat yaitu dehidrotestosteron (DHT)
yang merupakan metabolit testosteron yang dibentuk di dalam sel prostat oleh breakdown
prostat (Kapoor, 2012). Pertumbuhan kelenjar prostat terjadi secara konstan selama dua
puluh tahun pertama kehidupan lalu berhenti antara usia 20-40 tahun dan mulai kembali
pada usia 50 tahun (Jiwanggana, 2016). Kejadian pembesaran prostat jinak meningkat
sesuai usia dan sering ditemukan pada laki-laki usia pertengahan sampai usia lanjut
(Patel, 2014; Sinaga, 2006). Keadaan ini biasanya dialami oleh pria yang berusia diatas
60 tahun sebanyak 70% dan meningkat hampir 90 % pada usia diatas 80 tahun (IAUI,
2015).
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia
Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan
klinisnya:
1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine
kurang50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas
badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas
masihteraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine
lebih100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinen,prostat lebih menonjol dari 4 cm,ada penyulit keginjal
seperti gagal ginjal,hydroneprosis

2.2 Etiologi

6
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihydrotestosterone (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hyperplasia prostat .
1.Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
akan menyebabkan epitel dan stroma darikelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2.Ketidakseimbangan estrogen – testoteron Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi
peningkatan hormon Estrogen dan penurunantestosteron sedangkan estradiol tetap. yang
dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3.Interaksi stroma - epitelPeningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor
dan penurunan transforminggorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4.Penurunan sel yang matiEstrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel darikelenjar prostat.
5.Teori stem cellSel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

2.3 Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat
membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica
dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal.Sebagai
kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi
lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerusmenyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi,terbentuknya
selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakanklien
sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary
TractSymptom/LUTS.Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh
muskulus destrusor berhasildengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak
banyak berubah. Pada fase inidisebut sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama
kelamaan kemampuan kompensasimenjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi darimuskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga
tersisalah urine di dalam buli-buli saat prosesmiksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia
menambah kompensasi ini dengan jalanmeningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan)
sehingga tidak jarang disertai timbulnyahernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan
kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukanekspulsi urine dan terjadinya retensi urine,
keadaan ini disebut sebagai Prostat HyperplasiaDekompensata. Fase Dekompensasi yang

7
masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah
inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan
buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli- buli tidak sanggup menampung atau
dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalahketidak mampuan otot detrusor
memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine yangkronis dapat mengakibatkan
kemunduran fungsi ginjal

8
2.4 Manifestasi Klinis

Gejala iritatif

9
•Nokturia (keinginanumtuk sering kencing diwaktu malam hari)
•Urgensi (tidak bisa menahan keinginanuntuk kencing)
•Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Gejala obstruktif
•Pancaran kencingmelemah
•Incomplete emptying (rasa tidak lampias setelah kencing)
•Hesistency (jika miksiharus menunggu lama)
•Intermitensi (kencing terputus – putus)
•Waktu miksi memanjang

2.5 Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
•Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untukmenentukan konsistensi
sistim persarafan unit vesiko uretradan besarnya prostat.
*Derajat I = beratnya kurang lebih 20 gram.
*Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
*Derajat III = beratnya>40 gram.

PemeriksaanLaboratorium
•Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dankadar gula digunakan
untuk memperoleh data dasar keadaanumum klien.
•Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
•PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya
keganasan

Pemeriksaan imaging dan Rontgenologik


•BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu danmetastase.
•USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,volume dan besar
prostat.
•IVP (Pyelografi Intravena) Digunakan untuk melihat fungsiexkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.
2.6 MACAM-MACAM TINDAKAN PADA KLIEN BPH :
1. Prostatektomi

10
Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing – masing
mempunyaikelebihan dan kekurangan antara lain :
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu
suatuinsisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari
atas. Pendekatanini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa
komplikasi dapat terjadiseperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang
lain. Kerugian lainnya adalahinsisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur
bedah abdomen mayor, sepertikontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor
disekitar tuba suprapubis, serta pemulihanlebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan
yang lain dari metode ini adalah secara teknissederhana, memberika area eksplorasi
lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfekankerosa, pengangkatan
kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandungkemih yang
berkaitan.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih
praktisdibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.
Keuntungan yang lainmemberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh
bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah
penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal
bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan
ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudahterkontaminasi karena insisi dilakukan
dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia,impotensi, atau cedera rectal dapat
mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalahkemungkinan kerusakan pada
rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik dimana
insisiabdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan
kandungkemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk
kelenjar besar yangterletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat
dikontrol dengan baik danletak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat
terjadi dalam ruang retropubis.Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati
penyakit kandung kemih yang berkaitanserta insiden hemorargi akibat pleksus venosa

11
prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan
lebihsingkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP )
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui
uretra. Satuatau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk
mengurangi tekanan prostat padauretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini
diindikasikan ketika kelenjar prostat berukurankecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif
dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapatdilakukan di klinik rawat jalan
dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding caralainnya.
3. TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakanresektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung
10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter
yang disambungkandengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum
maupun spinal dan merupakantindakan invasive yang masih dianggap aman dan
tingkat morbiditas minimal.TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak
mempunyai efek merugikanterhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada
prostat yang mengalami pembesaranantara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.
Cairan irigasi digunakan secara terus-menerusdengan cairan isotonis selama prosedur.
Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengangranulasi dan reepitelisasi
uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995).
2.7 PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
-Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)
-Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
-Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
-Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan
IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan
mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara

2. Post operasi
-Irigasi/Spoling dengan Nacl
 Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit

12
 Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
 Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
 Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
 Hari ke 4 post operasi diklem
 Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
 Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis< 50cc)
 Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari,
bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa
diganti dengan obat oral.
 Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
 Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
 Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
 DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
 Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
 Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih,merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan
dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat
membantu mengilangkanspasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu
menghilangkan spasme.
 Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi
tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,
perdarahan
 Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih.Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol
berkemih.
 Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hinggasedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
 Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih

13
gelap dan kurangkental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada
kateter sehingga balonyang menahan kateter pada tempatnya memberikan
tekannan pada fossa prostatik.

2.8. KOMPLIKASI
1.Perdarahan.
2.Pembentukan bekuan
3.Obstruksi kateter
4.Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.Kebanyakan
prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas seksual
dapatdilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik sudah
sembuh.
5.Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior
menyebabkan ejakulasiretrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal
mengalir kedalam kandung kemih dandiekskresikan bersama urin. Selain itu
vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra
prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis.Setelah
prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi.
Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya,implant prostetik
penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan
hubungan seksual
6.infeksi

14
2.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BPH

A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan (Nursalam, 2012).
1. Anamnesa
a. Identitas : digunakan untuk mengetahui klien yang mengalami BPH yang
sering dialami oleh laki-laki diatas umur 45 tahun (Rendy clevo, 2012).
b. Keluhan Utama : pada klien dengan BPH biasanya muncul keluhan nyeri,
sehingga yang perlu dikaji untuk meringankan nyeri (provocative/ paliative),
rasa nyeri yang dirasakan (quality), keganasan/intensitas (saverity) dan waktu
serangan, lama (time) (Judha, dkk. 2012)
c. Riwayat penyakit sekarang : keluhan yang sering dialami klien BPH disebut
dengan istilah LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms). Antara lain :
hesistansi, pancaran urin lemah, intermitensi, ada sisa urine pasca miksi,
frekuensi dan disuria (jika obstruksi meningkat).
d. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan pada klien riwayat penyakit yang pernah
dideritanya, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan faal darah
beresiko terjadinya penyakit pasca bedah (Prabowo, 2014).
2. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)
a. Vital sign (tanda vital)
1) Pemeriksaan temperature dalam batas normal
2) Pada klien dengan BPH mengalami peningkatan RR
3) Pada klien dengan BPH mengalami peningkatan nadi
4) Pada klien dengan BPH mengalami peningkatan tekanan darah.
B. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
1) Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva pucat atau tidak
2) Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan bau mulut,
warna bibir pucat atau kering, lidah bersih atau kotor. Lihat jumlah gigi,
adanya karies atau tidak

15
3) Leher : palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa pada kelenjar
tiroid, kelenjar limfe, dan trakea. Kaji juga kemampuan menelan klien,
adanya peningkatan vena jugularis atau tidak
4) Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas, apakah
ada suara nafas tambahan atau tidak
5) Abdomen :
- Perkusi pada klien dengan BPH dilakukan perkusi pada 9 regio
abdomen untuk mengetahui ada tidaknya residual urine
- Palmasi : teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin dan
sering dilakukan teknik bimanual untuk mengetahui adanya
hidronefrosis dan pyelonefrosis
6) Genetalia
a) Pada klien dengan BPH terpasang treeway folley kateter dan biasanya
terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan, sehingga terdapat
bekuan darah pada kateter. Dan dilakukan tindakan spolling dengan Ns
0,9%/ PZ, ini tergantung dari warna urine yang keluar. Bila urine
sudah jernih spolling dapat dihentikan dan pipa spolling di lepas.
b) Kaji penis, uretra dan scrotum adanya kelainan atau tidak.
7) Ekstremitas
Pada klien dengan BPH perlu dikaji kekuatan otot dikarenakan mengalami
penurunan kekuatan otot (Prabowo, 2014).
C. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (biologis, zat kimia, fisik dan
psikologis).
D. Batasan Karakteristik
Menurut Prabowo (2012) batasan karakteristik meliputi :
1) Perubahan selera makan
2) Perilaku distraksi
3) Gangguan tidur
4) Tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan mengalami peningkatan
5) Mengekspresikan perilaku nyeri
6) Melindungi area nyeri dan fokus menyempit (gangguan persepsi nyeri, hambatan
protes pikir, penurunan interaksi)
7) Melaporkan nyeri secara verbal

16
E. Faktor yang berhubungan
Agen cedera (biologis, kimiawi, fisik, psychologis).
F. Intervensi nyeri akut pada klien dengan BPH (Beningn Prostatic Hyperthrophy)

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Diharapkan a. Skala nyeri Menurut Acklev
nyeri berkurang 2011: 1. Penilaian
berkurang b. Tanda vital 1. Kaji nyeri reguler
setelah dalam rentang secara terhadap klien
dilakukan normal kompherensif sangat penting
tindakan TD : 100- termasuk untuk rencana
keperawatan 140/60-90 lokasi, managemen
selama 3x24 mmHg karakteristik, nyeri
jam. N : 60- durasi,
100x/menit frekuensi,
S : 36-37,5°C kualitas dan
RR : 16- faktor 2. Penilaian
24x/menit presipitasi. nyeri dapat
c. Dapat 2. Kaji skala diandalkan
mengidentifika nyeri dengan sebagai
si (skala, pengkajian ukuran tingkat
intensitas, PQRST intensitas
frekuensi dan nyeri
tanda nyeri) 3. Imobilisasi
ketika sangat
berlangsung diperlukan
d. Mampu 3. Berikan klien untuk
mengontrol posisi membatasi
nyeri (tahu nyeman pada nyeri
penyebab waktu
nyeri, mampu istirahat
menggunakan ataupun tidur 4. Dengan
teknik 4. Monitor memonitor

17
nonfarmakolog tanda-tanda tanda-tanda
i seperti teknik vital. vital dapat
distraksi dan mengetahui
relaksasi, perubahan
kompres tanda-tanda
hangat, vital klien
imajinasi untuk
terbimbing, menentukan
dan hypnotis terapi yang
diri untuk akan
mengurangi dilakukan
nyeri, mencari selanjutnya.
bantuan).

G. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap yang muncul jika perencanaan yang dibuat
diaplikasikan pada klien. Sebelum melakukan implementasi, seharusnya menerima
laporan tindakan dari perawat shift sebelumnya hal-hal tersebut merupakan kunci dari
efisiensi kerja pertukaran shift (Deswani, 2009).
H. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok. Evaluasi
keperawatan pada BPH meliputi :
a. Skala nyeri berkurang
b. Tanda-tanda vital rentang normal :
TD : 100-140/60-90 mmHg
N : 60-100x/menit
S : 36,5-37,5°C
RR : 16-24x/menit
c. Dapat mengidentifikasi (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ketika
berlangsung
d. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi seperti teknik distraksi dan relaksasi, kompres hangat, imajinasi
terbimbik, dan hypnotis diri untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
e. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.

18
f. Tidak terdapat gangguan konsentrasi
g. Menyatakan kenyamanan
h. Klien tidak terbangun karena nyeri
i. Wajah menjadi segar dan tidak meringis kesakitan
j. Tidak takut terjadinya cidera

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah ada dapat disimpulkan bahwa BPH adalah
pembesaran kelenjar prostat yang terjadi pada uretra yang disebabkan oleh
hiperplasia prostat sehingga menyebabkan obstruksi kemihberat.penyebab
yang pasti terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara
pasti,tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dihidrostestosteron (DHT) dan proses
penuaan .Dalam Patofisologinya terbagi menjad 2 yaitu waktu pree operasi
dan post operasi.

B. Saran
Dari simpulan yang telah ada penulis dapat memberi saran kepada pembaca
bahwa untuk dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran
dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien.Hal ini
akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan dan bahan pertimbangan
dalam kenaikan jenjang karir/kenaikan pangkat.selai itu dokumentasi
keperawatan juga dapat menggambarkan tentang kinerja seorang perawat.

20
DAFTAR PUSTAKA

http://repo.stikesperintis.ac.id/960/1/64%20TRESNA%20WULANDARI.pdf
http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/171/1/Fulltext.pdf
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/b6eadef5e1abf48c34fb5ea6b9b78ce
c.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai