Anda di halaman 1dari 28

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN DI RUANG MARWAH RSI MASYITOH

BANGIL

Telahdisahkanpada :

Hari :

Tanggal :

Mahasiswa,

Syahidatul Maimunah Saniah

Pembimbing Lahan PembimbingAkademik

Kepala Ruangan

LEMBAR KONSULTASI
NamaMahasiswa :

NIM :

Dosen Pembimbing :

No. Tanggal Evaluasi Paraf


LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2019) DM tipe II adalah suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat dari kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya sekaligus.DM tipe II adalah penyakit
kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi mampu memproduksi insulin, atau
ketika tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkannya dengan baik.
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Brunner, 2015).
2. ETIOLOGI
Faktor penyebab dari terjadinya DM tipe II yaitu resistensi insulin atau
kegagalan produksi insulin oleh selβ pankreas (ADA, 2019).
Pada kondisi resistensi insulin, insulin dalam jumlah yang cukup tidak dapat
bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi
tinggi (PERKENI, 2015).
3. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas adalah suatu organ berupa kelenjar yang terletak retroperiontenial dalam
abdomen bagian atas, didepan vertebrae lumbalis I dan II dengan panjang dan tebal
sekitar 12,5 cm dan tebal 2,5 cm yang terbentang dari atas sampai ke lengkungan
besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran duodenum atau 12 usus
jari (Syarifuddin, 2014).

Berikut jaringan penyusun pankreas (Syarifuddin, 2014) :

a. Jaringan Asini, berfungsi memproduksi getah pencernaan duodenum


b. Pulau Langerhans, berikut fungsinya :

1) Fungsi eksokrin pankreas ( asinar )

2) Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan. ketiga jenis


makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak. Getah pankreas juga
mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan
penting dalam menetralkan timus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam
duodenum.
3) Fungsi endokrin pankreas.
Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau langerhans. Pulau-
pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel yaitu :
a) Sel α (alpha) yang menghasilkan glucagon
Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan epineprin.
Dalam meningkatkan kadar gula darah, glucagon merangsang glikogenolisis
( pemecahan glukogen menjadi glukosa) dan meningkatkan transportasi asam
amino dari otot serta meningktakan glukoneogenesis (Pemecahan glukosa dari
yang bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon, meningkatkan
lipolisis ( Pemecahan lemak ).
b) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin
Insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan difusi
glukosa melalui membran sel jaringan. Efek metabolik penting.
lainnya dari hormon insulin adalah sebagai
berikut :
 Efek pada hepar
Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa, menghambat
glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis, meningkatkan
sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
dihepar
 Efek pada otot
Meningkatkan sintesa protein, meningkatkan tranportasi asam amino,
meningkatkan glikogenesis.
 Efek pada jaringan lemak
Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas, meningkatkan
penyimpanan trigliserida, menurunkan lipolisis

c) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum


jelas diketahui. Hasil dari sistem endokrin ini langsung dialirkan
kedalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melewati duktus
untuk membantu metabolisme karbohidrat
Berikut bagian-bagian pankreas (Syarifuddin, 2014) :

a. Kelenjar pancreas

Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip denga kelenjar ludah


panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa
dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis I & II
dibelakang lambung.

b. Bagian-bagian pancreas

1) Kepala pancreas

Terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan deudenum


yang melingkarinya.

2) Badan pancreas

Merupakan bagian utama dan ini letaknya dilbelakang lambung dan


didepan vertebra umbalis utama.

3) Ekor pancreas

Bagian yang runcing disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.

4) Saluran Pankreas

Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi


pankreas ke dalam duodenum.
4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dari DM tipe II menurut (Aini, 2016), yaitu :
1) Poliuri (peningkatan pengeluaran urine), terjadi karena diuresis dan
hiperglikemia.
2) Polidipsi (peningkatan rasa haus), poliuri menyebabkan hilangnya
glukosa, elektrolit [na , klorida, dan kalium] dan air sehingga pasien
mersa haus.
3) Polifagi (peningkatan rasa lapar), sel-sel tubuh mengurangi
kekurangan energi karena glukosa tidak dapat masuk ke
sel,akibatnya pasien merasa sering lapar.
4) Rasa lemah dan kekerasan otot
Kekurangan energi sel menyebabkan pasien cepat lelah dan lemah,selain itu
kondisi ini juga terjadi karena katabolisme protein dan kehilangan kalium lewat
urine (Aini, 2016).
5) Kelainan ginekologis (keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama
kandida)DM tipe II akan menurunkan sistem kekebalan tubuh secara umum,
sehingga tubuh rentan terhadap infeksi. Selain itu jamur dan bakteri mampu
berkembang biak pesat di lingkungan yang tinggi gula (hiperglikimia) (Aini, 2016).
6) Kepala
Rambut tipis dan mudah rontok, telinga sering mendenging (berdesing) dan jika
keadaan ini tidak segera diobati dapat menjadi tuli. Mata dapat menjadi katarak,
glaukoma (peningkatan bola mata), produksi air mata menurun, dan rerinopati
diabetik (penyempitan bulu darah kapiler yang disertai eksudasi dan pendarahan
pada retina sehingga mata pendertita menjadi kabur dan tidak dapat sembuh
dengan kacamata bahkan menjadi buta) (Aini, 2016).
7) Rongga mulut
Lidah terasa membesar atau tebal, kadang-kadang timbul gangguan rasa
pengecapan. Ludah penderita diabetes melitus sering kali lebih kental, sehingga
mulut terasa kering yang disebut xerostomia diabetik. keadaan ludah kental ini
dapat mengganggu kesehatan rongga mulut dan mudah mengalami infeksi.
Kadang-kadang terasa ludah yang amat berlebihan yang disebut hipersalivasi
diabetilk (Aini, 2016).
Jaringan yang mengikat gigi pada rahang/periodontium mudah rusak sehingga
gigi penderita diabetes melitus mudah goyah bahkan mudah lepas. Gusi
penderita diabetes melitus mudah mengalami infeksi, kadang-kadang bernanah
dan karena sering mengalami infeksi, rongga mulut dan ludah penderita diabetes
melitus semakin mengental sehingga bau mulut penderita sering kurang enak
(foetor ex oris diabetic) (Aini, 2016).
a) Paru-Paru dan jantung
Penderita DM tipe II bila batuk biasannya berlangsung lama karena
pertahanan tubuh menurun dan penderita diabetes melitus lebih mudah
menderita TBC penderita DM juga lebih mudah menderita infark jantung dan
daya pompa otot antung lemah sehingga penderita mudah sesak napas
ketika jalan atau naik tangga (payah jantung atau dekompensansi kordis)
(Aini, 2016).
b) Hati
Penderita DM tipe II yang tidak dirawat dengan baik, akan mengalami atau
menderita penyakit liver akibat dari diabetesnya, bukan karena kekurangan
glukosa dalam dietnya. Penyakit ini disebut dengan pnenyakit parlemakan
hati non-alkohol, yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun setelah menderita
obesitas atau DM tipe 2. Mekanisme terjadi penyakit ini karena akumulasi
lemak hepatosit melaluli mekalisme lipolisis dan hiperinsulisme. Penderita
diabetes melitus juga lebih mudah mengidap penyakit radang hati karena
virus hipatitis B dan C dibandingkan dengan penderita non-diabetes (Aini,
2016).
10) Saluran pencernaan
a) Lambung
Serabut saraf yang memelihara lambung akan merusak sehingga fungsi lambung
untuk meng hancurkan makanan menjadi lemah, kemudian lambung
menggelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan
makanan lebih lama tertinggal di dalam lambung. Keadaan ini tertumbul rasa
mual, perut terasa penuh, kembung, makanan tidak dapat turun, kadang- kadang
timbul rasa sakit di uluh hati atau makanan terhenti di dalam dada (Aini, 2016).
b) Usus
Gangguan pada usus yang paling sering dialami penderita diabetes melitus
adalah sukar buang air besar,perut kembung,kotoran keras,buang air besar
hanya sekali dalam 2-3 hari.kadang terjadi sebaliknya yaitu penderita
menunjukkan keluhan diare 4-5 kali sehari,kotoran banyak mengandung
air,sering timbul pada malam hari.semua ini akibat komplikasi saraf pada usus
besar (Aini, 2016).
11) Ginjal dan kandung kemih
a) Ginjal
Dibandingkan dengan ginjal orang normal,penderita diabetes melitus mempunyai
kecenderungan 17 kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi ginjal.semuanya
ini disebabkan oleh faktor infeksi berulang yang sering timbul dan adanya faktor
penyempitan pembulu darah kapiler yang disebut mikroangiopati diabetik di ginjal
(Aini, 2016).
b) Kandung kemih
Penderita sering mengalami infeksi saluran kemih (ISK) yang berulang. Saraf
yang memelihara kandung kemih sering merusak,sehingga dinding kandung
kemih menjadi lemah. Kandung kemih akan menggelembung dan kadang-kadang
penderita tidak dapat BAK secara spontan, urine tertimbun dan tertahan di
kandung kemih. Keadaan ini disebut retensio urine. Sebaliknya, bila kontrol saraf
terganggu penderita sering ngompol atau urine keluar sendiri yang di sebut
inkontinesia urine (Aini, 2016).
12) Impotensi
Penyebab utama terjadi inpotensi pada diabetes adalah neuropati (kerusakan saraf)
sehingga tidak terjadi pada A.Helicina penis.Ini menyebabkan saluran darah dalam
penis tidak lancar sehingga penis tidak dapat ereksi (Aini, 2016).
13) Kondisi saraf
Peningkatan dalam glukosa dalam darah akan merusak urat saraf penderita.keadaan
ini disebut neuropati diabetik.Berikut adalah gejala-gejala neuropati diabetik (Aini,
2016) :
a. Kesemutan

b. Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum.

c. Rasa tebal ditelapak kaki sehingga penderita merasa seperti berjalan


di atas kasur.
d. Kram.

e. Keseluruhan merasa sakit terutama pada malam hari

f. Kerusakan yang terjadi pada banyak serabut saraf yang di sebut polineuropati
diabetik.Pada keadaan ini jalan penderita akan pincang dan otot-otot kakinya
mengecil (atrofi)
14) Pembuluh darah
Komplikasi DM tipe II yang paling berbahaya adalah komplikasi pada pembuluh
darah. Pembulu darah penderita diabetes melitus muda menyempit dan tersumbat
oleh gumpalan darah. Penyempitan pembulu darah pada penderita diabetes melitus
disebut angiopati diabetik. Angiopati diabetik pada pembulu darah besar atau sedang
disebut makroangiopati diabetik, sedangkan pada pembulu darah kapiler disebut
mikroangiopati diabetik (Aini, 2016).
15) Kulit
Pada umumnya kulit penderita DM tipe II kurang sehat atau kuat dalam hal
pertahananmya, sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit jamur (Aini, 2016).
5. KLASIFIKASI
Beberapa klasifikasi dari diabetes mellitus, yaitu :
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandaig dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
1) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik kearah terjadinya
diabetes tipe 1.
2) Faktor imunologi (autoimun).
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. DM tipe II
bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai efek insulin disertai resistensi insulin.
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2, yaitu
(Hupfeld, 2016) :
1) Genetik
DM tipe II sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Seorang anak memiliki
risiko 15 % menderita DM tipe II jika kedua salah satu dari kedua orang
tuanya menderita DM tipe II. Anak dengan kedua orang tua menderita DM tipe
II mempunyai risiko 75 % untuk menderita DM tipe II dan anak dengan ibu
menderita DM tipe II mempunyai risiko 10-30 % lebih besar daripada anak
dengan ayah menderita DM tipe II (Garnita, 2016).
2) Stress
Stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat
saji kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini sangat berpengaruh besar
terhadap kerja pankreas. Stres juga meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada
peningkatan erja pankreas. Beban kerja yang tinggi membuat pankreas
mudah rusak sehingga berdampak pada produksi insulin (Aini, 2016).
3) Lifestyle dan nutrisi
Ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian
diabetes melitus tipe II. Pola makan yang buruk merupakan faktor risiko yang
paling berperan dalam kejadian diabetes melitus tipe II. Pengaturan diet yang
sehat dan teratur sangat perlu diperhatikan terutama pada wanita. Pola
makan yang buruk dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas
yang kemudian dapat menyebabkan DM tipe II (Aini, 2016).
Perilaku hidup sehat dapat dilakukan dengan melakukan aktivitas fisik
yang teratur. Manfaat dari aktivitas fisik sangat banyak dan yang paling utama
adalahmengatur berat badan dan memperkuat sistem dan kerja jantung.
Aktivitas fisik atau olahraga dapat mencegah munculnya penyakit DM tipe II.
Sebaliknya, jika tidak melakukan aktivitas fisik maka risiko untuk menderita
penyakit DM tipe II akan semakin tinggi (Aini, 2016).
Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan
kejadian DM tipe II. Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko DM tipe II
karena memungkinkan untuk terjadinya resistensi insulin. Kebiasaan merokok
juga telah terbukti dapat menurunkan metabolisme glukosa yang kemudian
menimbulkan DM tipe II (Aini, 2016).
4) Obesitas
Pola makan yang buruk seperti terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat,
lemak dan protein dan tidak melakukan aktivitas fisik merupakan faktor risiko
dari obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko yang berperan penting dalam
DM tipe II karena obesitas dapat menyebabkan terjadinya resitensi insulin di
jaringan otot dan adipose (Aini, 2016).
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi sehingga
berpengaruh terhadap fungsinya dalam memproduksi insulin. Pada kondisi
obesitas juga menyebabkan penurunan adiponektin, yaitu hormon yang
dihasilkan adiposit yang berfungsi untuk memperbaiki sensitivitas insulin
dengan cara menstimulasi peningkatan penggunaan glukosa dan oksidasi
asam lemak otot serta hati sehingga kadar trigliserida menurun. Penurunan
adiponektin menyebabkan resistensi insulin. Aiponektin berkolerasi positif
dengan High Density Lipoprotein (HDL) dan berkolerasi negatif dengan Low
Density Lipoprotein (LDL) (Renaldy, 2009; Umar dan Adam, 2009 dalam Aini,
2016).
5) Usia
Usia yang semakin bertambah akan berbanding lurus dengan peningkatan
risiko menderita penyakit diabetes melitus karena jumlah sel beta pankreas
yang produktif memproduksi insulin akan berkurang. Hal ini terjadi terutama
pada umur yang lebih dari 40 tahun. Penurunan fisiologis ini berisiko pada
penurunan funsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin (Aini, 2016).
6) Jenis kelamin
Wanita lebih memiliki potensi untu menderita DM tipe II daripada pria karena
adanya perbedaan anatomi dan fisiologi. Secara fisik wanita memilikipeluang
untuk mempunyai indeks massa tubuh di atas normal. Selain itu, adanya
menopouse pada wanita dapat mengakibatkan pendistribusian lemak tubuh
tidak merata dan cenderung terakumulasi (Aini, 2016).
6. PATOFISIOLOGI
DM merupakan suatu penyakit gangguan metabolik yang diawali dengan
berkurangnya sekresi insulin atau berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap insulin
karena ketidakmampuan reseptor insulin menyediakan transporter glukosa (Annisa,
2014). Otot dan hati yang mengalami resistensi insulin menjadi penyebab utama DM
tipe II. Kegagalan sel beta pankreas untuk dapat bekerja secara optimal juga menjadi
penyebab dari DM tipe II (Perkeni, 2015).
Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 2 hal yaitu pertama
karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat
kimia, virus dan bakteri. Kedua, penyebabnya adalah penurunan reseptor glukosa
pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan
perifer (Fatimah, 2015). Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut
dengan resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre
reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari
biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas
insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian
glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati
menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin
sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi (Prabawati, 2012).
7. KOMPLIKASI
Komplikasi dari DM tipe II dibedakan menjadi 2 yaitu (Aini, 2016) :
1) Komplikasi akut
a. Koma hipoglikemia, kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan glukosa
darah kurang dari 60 mg/dl yang disebabkan oleh puasa disertai olahraga.
Gejala hipoglikemia dibedakan menjadi gejala ringan, sedang, dan berat.
Gejala ringan hipoglikemia meliputi tremor, takikardia, palpitasi, gelisah dan
rasa lapar. Gejala sedang hipoglikemia meliputi penurunan konsentrasi, sakit
kepala, vertigo, gerakan tidak terkoordinasi, bicara pelo, kebas pada bibir dan
lidah, perubahan emosional, serta gejala beratnya adalah kejang dan
kehilangan kesadaran.
b. Krisis hiperglikemia
1. Ketoasidosis diabetes (KAD), adalah dampak dari patogenesis primer DM
yaitu defisiensi insulin. KAD pada penderita Dm tipe II dikarenakan
ketidakmampuan transpor glukosa ke dalam sel dan metabolisme glukosa
seluler menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi
dan akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa darah dari 300 hingga 800
mg/dl. Lemak akan dipecah menjadi asam aseto asetat, asam beta
hidroksibutirat, dan aseton. Ketoasidosis pada pasien DM adalah asidosis
metabolik ditandai dengan gejala mual, muntah, haus dan dehidrasi, poliuri,
penurunan elektrolit, nyeri abdomen, nafas bau keton,
hipotermiapernafasan Kussmaul dan penurunan kesadaran.
2. Hiperglikemia hiperosmolar nonketonik (HHNK)
Terjadi pada DM tipe 2 yang merupakan akibat dari tingginya kadar
glukosa darah dan kekurangan insulin secara relatif, biasanya ditemukan
pada orang dewasa dan lansia yang mengonsumsi makanan tinggi
karbohidrat. Perbedaaannya dengan ketoasidosis adalah, pada HHNK
tidak terjadi ketosis karena kadar insuli n masih cukup sehingga tidak
terjadi lipolisis besar-besaran. Kadar gula adarah yang tinggi meningkatkan
dehidrasi hipertonik sehingga terjadi penurunan komposisi cairan intrasel
dan ekstrasel karena pengeluaran urine berlebih. Dalam kondiis ini terjadi
pengeluaran urine berliter-liter, defisit cairan sekitar 6 sampai 10 liter dan
potasium (kalium) sekitar 400 mEq. Gejala lainnnya meliputi hipotensi,
dehidrasi berat (membran mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardia
( nadi lemah dan cepat), rasa haus yang hebat, hipokalemia berat, tidak
ada hiperventilasi dan bau napas serta tanda-tanda neurologis (perubahan
sensori, kejang, hemiparesis) (Hudak dan Gallo, 1996; Corwin, J.E., 2001
dalam Aini 2016).
3. Efek somogyi
Efek simogyi adalah penurunan unik kadar glukosa pada malam hari, di
ikuti oleh peningkatan rebound pada paginya Ditemukan oleh ilmuan
Hongaria,Michael somogyi pada tahun 1949. Penyebab hipoglikimiamalam
hari kemungkinan besar berkaitan dengan penyuntikan insulin disore
harinya. Hipoglikimia itu sendiri kemudian menyebabkan peningkatan
glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-
hormon ini merangsang glukoneogenesis sehingga pada pagi harinya
terjadi hiperglikimia. Resiko terjadi efek somogyi juga meningkatkan
dengan menggunakan insulin NPH dalam terapi diabetes. Oleh karena
menyebab utama efek simogyi adalah dosis insulin yang berlebihan, maka
langkah pertama pencegahan adalah denga memodofikasi dosis insulin,
misalnya mengganti NPH dengan apeaklees analog long-acting, seperti
glargine atau detemir (Corwin,J.E.,2001; Rybicka,M, dkk.,2011 dalam Aini,
2016).
4. Fenomena fajar (dawn phenomenon)
Fenomena fajar adalah hiperglikimia pada pagi hari (antara jam 5 dan 9,
referensi lainya menyebutkan antara jam 3 dan 5 pagi)yang tampak di
sebabkan oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa pada pagi hari.
Fenomena ini dapat di jumpai pada penderita diabetes tipe 1 dan 2.
Hormon lain yang melihatkan variasi sirkardian pada pagi hari adalah
kortisol dan hormon pertumbuhan, yang keduanya merangsang
glukoneogenesis (Corwin,J.E.,2001., Rybicka,M, dkk.,2011 dalam Aini,
2016).
2) Komplikasi kronik
a. Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar,pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak. Pembuluh darah
besar dapat mengalami aterosklerosis sering terjadi pada NIDDM. Komplikasi
makroangiopati adalah penyakit vaskular otak (stroke), penyakit arteri koroner,
dan penyakit vaskuler perifer (hipertensi dan gagal ginjal).
b. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,
nefropati diabetik, dan neuropati. Nefropati terjadi karena perubahan
mikrovaskular pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan komplikasi
pada pelvis ginjal. Retinopati (perubahan dalam retina) terjadi karena
penurunan protein dalam retina dan kerusakan endotel pembuluh
darah.Perubahan ini dapat berakibat gangguan dalam penglihatan (Aini,
2016).
Neuropati terjadi karena perubahan metabolik dalam diabetes mengakibatkan
fungsi sensorik dan motorik saraf menurun,yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan persepsi nyeri. Neuropati dapat terjadi pada tungkai
dan kaki (gejala yang paling di rasakan adalah kesemutan, kebas), saluran
pencernaan (neuropati pada saluran pencernaan menyebabkan diare dan
konstipasi), kandungan kemih (kencing tidak lancar), dan reproduksi
(impotensi) (Aini, 2016).
c. Perubahan mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati menyebabkan
perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi gangguan
sirkulasi,terjadi infeksi,gangren,penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf
sensorik. Semua ini dapat menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya
infeksi yang akhirnya menjadi gangren (Aini, 2016).
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kriteria diagnosis DM tipe II (ADA, 2019) :

1) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.

2) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

3) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik


(poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya).

4) Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi


oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien DM tipe II menurut Perkeni (2015) dan Aini, dkk.,
(2016) dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1) Penatalaksanaaan farmakologis
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan dan
pola hidup sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan obat injeksi, yaitu:
a. Obat antiperglikemia
Menurut Perkeni (2015), berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan
menjadi beberapa golongan, antara lain :
1. Pemicu skresi insulin
Obat golongan ini adalah Sulfonilurea dan Glinid. Efek utama dari obat
sulfonilurea adalah memicu sel β pankreas untuk memproduksi insulin.
Sedangkan, fungsi dari obat glinid adalah melakukan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama sehingga mengatasi kondisi
hiperglikemia post prandial (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
2. Penurunan sensitivitas terhadap insulin
Obat golongan ini adalah Metformin dan Tiazolidindion. Efek utama dari
obat metformin adalah mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan, fungsi
dari obat tiazolidindion (TZD) adalah mengurangi resistensi insulin
dengan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan
glukosa perifer (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
3. Penghambat absorbs glukosa
Obat ini adalah penghambat glukosidase alfa, yang bekerja dengan
memperlambat absorpsi glukosa dalam usus sehingga berefek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan (Perkeni, 2015; Aini,
2016).
4. Penghambat dipeptydil peptidase-IV (DPP-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat kerja
enzim DPP-IV sehingga glucose like peptide-1 (GLP-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon sesuai kadar
glukosa darah (glucose dependent) (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
b. Kombinasi obat oral dan injeksi
Kombinasi obat oral antihiperglikemia dan insulin yang banyak digunakan
adalah kombinasi obat oral antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin
yang bekerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada
malam hari sebelum tidur. Terapi tersebut biasanya dapat mengendalikan
kadar glukosa darah dengan baik jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis
awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar pukul
22.00, kemudian dievaluasi dosis tersebut dengan melihat nilai kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu
diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
2) Penatalaksaaan non farmakologis
Terapi non-farmakologi menurut Perkeni (2015) dan Aini (2016), yaitu:
a. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup menjadi sehat. Hal
ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan sebagai
pengelolaan diabetes melitus secara holistik (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
Edukasi sangat komprehensif serta upaya motivasi sangat dibutuhkan untuk
tercapainya perubahan perilaku. Perubahan perilku bertujuan agar penderita
diabetes melitus dapat menjalani pola hidup sehat. Beberapa perubahan
perilaku yang diharapkan seperti mengikuti pola amkaan sehat, meningkatkan
kegiatan jasmani, menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan
khusus, melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yang ada, melakukan perawatan kaki secara berkala,
memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat, mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana
dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes, mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penderita diabetes serta memnfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
b. Terapi nutrisi medis
Penderita diabetes melitus perlu diberikan pengetahuan tentang jadwal
makan yang teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya (3J)
terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah
maupun insulin (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin,
umur, aktivitas fisik atau pekerjaan, dan berat badan. Hal yang terpenting
adalah tidak terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan
kadar glukosa darah menurun atau rendah (hipoglikemia) dan juga tidak
terlalu banyak mengonsumsi makanan yang memperparah konsisi penyakit
DM (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
Menurut Perkeni (2015) dalam Aini (2016), komposisi makanan yang
dianjurkan terdiri atas beberapa unsur gizi penting berikut :
1) Karbohidrat
a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
b. Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
c. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat
tinggi.

d. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penderita


diabetes dapat makan dengan jenis makanan yang sama
dengan anggota keluarga yang lain.
e. Sukrosa tidak bleh lebih dari 5% total asupan energi.

f. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti


gula, asalkan tidak melebihi batas aman konsumsi harian
(Accepted Daily Intake).
g. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan
karbohidrat dalam sehari, kalau diperlukan dapat diberikan
makanan selingan buah atau makanan lain sebagi bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
2) Lemak
a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b. Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori.
c. Lemak tidak jenuh ganda < 10% selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain daging berlemak dan susu
penuh (whole milk).
e. Anjuran konsumsi kolesterol , 300 mg/hari.
3) Protein
a. Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energy
b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi dan lain-
lain), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah
lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
c. Pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kgBB per hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% harusnya
bernilai biologis tinggi.
4) Natrium
a. Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak boleh lebih dari 3.000 mg
atau sama dengan 6-7 g (1 sendoh teh) garam dapur.
b. Pada penderita hipertensi, pembatasan natrium sampai 2.400 mg
garam garam dapur.
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
dahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
5) Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penderita diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayur-
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. Oleh karena
mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk
kesehatan.
b. Anjurkan konsumsi serat adalah kurang lebih 25 g/1.000 kkal/hari.
6) Pemanis alternative
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan tak bergizi
b. Pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara
lain isomalt, lacticol, maltitol, sorbitol, dan xylitol. Penggunaan pemanis
bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan penggunaannya
bagi penderita diabetes karena efek samping pada lemak darah.
c. Pemanis tak bergizi termasuk aspartam, sakarin, acesulfame
potasium, sukralose, dan neotame.
d. Pemanis alternatif penggunaannya tidak akan mengganggu kesehatan
sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake).
c. Latihan jasmani olah raga
Olahraga selain untuk menjaga kebugaran , namun juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah yang bersifat
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani
(Perkeni, 2015; Aini, 2016).
Prinsip lahraga pada pasien DM tipe II adalah :
1) Continue (terus-menerus)

Latihan harus berkesinambungan terus-menerus tanpa berhenti dalam


waktu tertentu, contohnya speerti berlari, istirahat lalu mulai berlari lagi
(Aini, 2016).
2) Rhytmical (berirama)
Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksasi
secara teratur, contohnya jalan kaki, berlari, berenang, dan bersepeda
(Aini, 2016).
3) Interval (berselang)
Latihan dilakukan secara berselang-selang antara gerak lambat atau cepat,
contohnya lari dapat diselingi dengan jalan cepat atau jalan cepat diselingi
jalan biasa (asalkan tidak berhenti) (Aini, 2016).
4) Progressive (meningkat)
Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai kemampuan dari
ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit dengan intensitas
latihan mencapai 60-70% maximum heart rate (MHR). Sementara frekuensi
latihan dilakukan 3-5 kali perminggu (Aini, 2016).
5) Endurance (daya tahan)
Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk meningkatkan
kemampuan pernapasan dan jantung. Contoh aktivitasnya berupa jalan
kaki, berenang, atau bersepeda (Aini, 2016). Penderita DM tipe II harus
berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari dalam seminggu selama
30-45 menit dengan total 150 menit perminggu dan dengan jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. jenis latihan yang dianjurkan
bersifat aerobik dengan intensitas sedang yaitu 50% sampai 70% denyut
jantung maksimal seperti berjalan cepat, sepeda santai, berenang dan
jogging (Aini, 2016).
d. Terapi komplementer
1) Terapi bekam
Terapi bekam merupakan salah satu metode efektif untuk menurunkan
kadar gula darah, namun terapi ini tidak bisa dilakukan secara
sembarangan. Karena jika dilakukan tanpa pengetahuan yang cukup,
dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap pasien. Hal itu
dikarenakan terapi bekam basah yakni dengan mengeluarkan darah tidak
boleh dilakukan oleh mereka yang belum memahami terapi bekam. Selain
itu tidak semua pasien diabetes bisa diterapkan dengan terapi bekam,
akan tetapi harus dilakukan pengecekan gula darah sebelum terapi bekam
dilakukan, jika kadar gula darah puasa dibawah 150 mg/dl dan ketika
setelah makan tak lebih dari 250 mg/dl maka pasien diabetes boleh untuk
dilakukan tindakan terapi bekam.Jika kadar gula darah melebihi ambang
batas, tidak dianjurkan untuk melakukan pembekaman terhadap pasien
tersebut, karena bekam darah yang mengharuskan adanya luka pada
penderita diabetes sehingga bisa mengalami infeksi dan lama
penyembuhannya.
Terapi bekam diabetes bisa diulang minimal 1 minggu setelah terapi
pertama selesai dilakukan, dan tergantung dari kondisi penderita jika
memungkinkan untuk dibekam. Jika tidak memungkinkan karena kondisi
pasien yang masih lemah, maka terapi selanjutnya bisa dilakukan 2
meinggu sekali.
Berikut titik bekam pada pasien diabetes mellitus :
 Nama titik : weiwanxiashu Ex-B 3 (Extra-Back 3).
 Lokasi : pada punggung, di bawah prosessus spinosus vertebrae
torachalis VIII, 1,5 cun lateral dari garis tengah posterior.
 Mekanisme : menguatkan limpa dan mengharmoniskan lambung.
 Indikasi : diabetes, masalah lambung, nyeri abdomen, mual,
intercostal neuralgia.
10. ASKEP TEORI
A. Pengkajian

a. Anamnesis

i. Identitas

Identitas pada DM beresiko tinggi terjadi pada umur > 45 tahun, dan jenis
kelamin perempuan, untuk pekerjaan bisa terjadi pada pekerjaan apapun,
akan tetapi lebih beresiko pada orang yang bermalas masalan dalam
melakukan aktifitas. Pada pendidikan rendah juga bisa terjadi diabetes
mellitus dikarenakan kurangnya pengetahuan akan informasi tentang pola
hidup sehat.

ii. Keluhan utama

Keluhan yang di alami oleh klien seperti poliuria, polidipsi, penurunan


berat badan, frekuensi minum dan berkemih, peningkatan nafsu makan,
penurunan tingkat kesadaran. Sering menjadi alasan klien meminta
bantuan kesehatan adalah dengan alasan pusing dan kaki kesemutan
pada ekstremitas.
iii. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan dahulu (RKD)

Jenis gangguan kesehatan yang dialami sebelumnya oleh anak,


seperti, obesitas, riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital
kerusakan arteial septal, trauma dada, dan riwayat shock hipovolema.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Riwayat kesehatan yang dialami klien pada saat sudah dilakukan
pemeriksaan oleh tim medis seperti perkembangan sang anak
terhambat, dan sang anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
atau masalah kesehatan lainnya
3. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya riwayat penyakit yang pernah dialami oleh orang tua seperti
ibu pasien mengalami penyakit diabetes militus.
b. Pemeriksaan fisik

i. Keadaan umum: lemah, lelah, atau tegang

a. Tingkat kesadaran : composmentis

b. Berat badan : Biasanya berat badan klien menurun atau


meningkat

c. Tanda-Tanda vital
o Tekanan darah : hipertensi

o Suhu :normal

o Pernafasan : Biasanya mengalami takipnea

o Nadi : Biasanya tekanan nadi meningkat

d. Kepala: Mengamati bentuk kepala, adanya kelainan,


hematom/oedema Palpasi daerah kepala, ubun-ubun besar,
cekung atau cembung.

e. Rambut: Pada klien biasanya rambutnya hitam serta kulit kepala


bersih, dan tidak rontok.

f. Wajah: dilihat kesimetrisan wajah

g. Mata : tampak adanya mata cowong dan renopati, kekaburan


pandangan, konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil
menunjukkan adanya refleksi pada cahaya.

h. Hidung: inspeksi terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat


penumpukan lender atau ada tidak.

i. Mulut: inspeksi bibir berwarna pucat atau merah ada lender atau
tidak serta dilihat mukosa kering atau tidak.

j. Leher: inspeksi kebersihannya dan adanya tanda-tanda kebesaran


kelenjar tiroid atau tidak,palpasi adanya pembesaran kelenjar tiroid
dan vena jugularis.

k. Dada/Thorak

o Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan,terdapat nyeri


tekan frekuensi lebih dari 60 kali/permenit

o Palpasi : rasakan getaran vocal fremitus,apakah ada


masa atau tidak

o Perkusi : terdapat bunyi sonor

o Auskultasi : tidak terdapat bunyi wheezing ,ronchi dll

l. Jantung

o Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung


normalnya datar dan simetris pada kedua sisi.

o Palpasi : rasakan irama dan frekuensi jantung

o Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat


diperkusi
o auskultasi : normalnya s1 dan s2 tunggal

m. Perut/Abdomen

o Inspeksi : warna,bentuk dan ukuran perut buncit atau


cekung, keras.

o Auskultasi : dengarkan suara bising usus timbul 1-2 jam


setelah masa kelahiran bayi.

o Palpasi : rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran


hati dan masa atau tidak.

o Perkusi : untuk menentukan suara timpani

n. Genetalia

Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.

o. Sistem integrumen

Inspeksi warna kulit tubuh dan biasanya turgor kulit kering, tampa
ada atropi otot, tornus otot menurun.
p. Ekstermitas
Biasanya kekuatan otot lemah.

c. Pola fungsi kesehatan

1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan

Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan


persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan
menggambarkan persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan
persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan
2. Pola Nurtisi –Metabolik
Menggambarkan masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit nafsu
makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan, reaksi mual muntah, penurunan berat badan haus,
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola Fungsi eksresi,kandung kemih dan Kulit Kebiasaan
defekasi,ada tidaknya masalah defekasi,masalah miksi (oliguri,disuri dll),
penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, Karakteristik urin dan
feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,masalah bau badan,
perspirasi berlebih, perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia,
anuria,diare).
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, letih lemah,sulit
bergerak atau berjalan, kram otot, tunus otot menurunan.
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh.
6. Pola Istirahat-Tidur

Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi tentang energy.


Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia
atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan.Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri,
peran, identitas dan ide diri sendiri.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien
Pekerjaan.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat
haid,pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex.
10. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan
system pendukung penggunaan obat untuk menangani stress.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan termasuk
spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya.
B. Masalah Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Kekurangan volume cairan
3) Nyeri Akut
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
5) Kerusakan integritas kulit
6) Keletihan
7) Resiko Infeksi
8) Resiko Cedera
9) hipertermia
NO Diagnosa Standart Standart Luaran Keperawatan Indonesia Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
keperawatan Diagnosa (SLKI) (SIKI)
Keperawatan
Indonesia
(SDKI)
1 Intoleransi  Mengeluh 1. Tingkat keletihan 1. Manajemen energi
aktifitas lelah  Merasa Kriteria hasil 1 2 3 4 5 a) Monitor pola jam tidur
berhubungan lemah Tenaga b) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
dengan  Tekanan Kemampuan stimulus
kelemahan darah berubah melakukan aktivitas c) Berikan aktifitas distraksi yang menyenangkan

dari kondisi rutin 2. Pemantauan tanda vital

istirahat Sakit kepala a) Monitor tekanan darah


Pola istirahat b) Monitir tekanan nadi (frekuensi, kekuatan,
irama)
c) Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
3. Manajemen nyeri
a. Berikan tekhnik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, hipnosis, akupresur,
terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, tekhnik
imajinasi, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Fasilitasi istirahat tidur Kontrrol lingkungan
yang memperberat nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
2. Nyeri akut  Mengeluh 1. Kontrol nyeri 1) Manajemen nyeri
berhubungan a) Indentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan agen nyeri  Tampak Kriteria hasil 1 2 3 4 5 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
cidera meringis melaporkan nyeri b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
fisiologis  Bersifat terkontrol nyeri
protektif kemampuan c) Indentifikasi faktor yang memperberat dan
 Tekanan mengenali onset memperingan nyeri
darah nyer 2) Edukasi teknik nafas
meningkat kemampuan a) Jelaskan tujuan dan manfaat teknik nafas
 Berfokus pada mengenali pnyebab b) Jelaskan prosedur teknik nafas

diri sendiri nyeri c) Anjurkan posisi tubuh senyaman mungkin


dukungan orang d) Demontrasikan menarik nafas selama 4 detik,
terdekat menahan nafas selama 2 detik dan
keluhan nyeri menghembuskan nafas selama 8 detik
3) Menajemen kenyaman lingkungan
a) Jelaskan tujuan managemen lingkungan
b) Atur posisi yang nyaman
c) Sediakan ruangan yang tenang dan
mendukung
3 hipertermia 1. termoregulasi 1) Manajemen hipertermia
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis,
dehidrasi)
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Monitor suhu tubuh
d) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Kompres dingin
a) Periksa suhu alat kompres
b) Pilih metode kompres yang nyaman dan
mudah di dapat (mis, kain beku, handuk)
c) Pilih lokasi kompres

KRITERIA HASIL
INDIKATOR
1 2 3 4 5

Suhu tubuh

Suhu kulit

Pucat
Tekanan darah d) Jelaskan prosedur kompres dingin
3) Edukasi pengukuran suhu tubuh
a) Indentifikasi kesiapan dan kemampuan
menerimainformasi
b) Sediakan msteri dan pendidikan kesehatan
c) Jelaskan prosedur pengukuran suhu tubuh
d) Anjurkan lurus memegang bahu danmenahan
dada saat pengukuran aksila
e) Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu oral
atau aksila

PATHWAY

Penyakit Obesitas, Gaya


Autoimun Hidup, Usia,
(genetik) Riwayat Keluarga
DM, Pola Makan

Insufisiensi Insulin
Resistensi insulin

DM Tipe I DM Tipe II

Glukosa Penggunaan Glukosa


Otot & Hati ↓ Pankreas berhenti
Intrasel ↓
Glukoneogenesis ↑ memproduksi insulin
Produksi Glukosa Hati ↑
Pembentukan Peningkatan
ATP Terganggu Hiperglikemia
metabolisme protein
Intoleransi Aktivitas dan lemak Keseimbangan
Glukosuria Komplikasi
kalori
Mikrovaskuler
Lema
h Cadangan Lemak Diuresis osmotik↑
& Protein ↓ Polifagi
Retinopati Nefropati Neoropati
Metabolisme

Polidipsi Poliuria
Suhu BB
tubuh
Menurun Ketidakseimbangan
Nutrisi Lebih Parastesia, Sesibilitas
DariKebutuhan Dehidrasi Nyeri, Suhu Menurun
Gangguan Pola Tidur
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Risiko Kekurangan Volume Cairan
DariKebutuhan hipertermia Resiko Infeksi

Anda mungkin juga menyukai