Anda di halaman 1dari 13

BAB I

TINJAUAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. H
Umur : 51 tahun
Nomor RM : 13xxxx
Tanggal masuk IGD : 06 Januari 2019

1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Borok pada kaki kanan sejak 2 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Dua bulan SMRS pasien mengatakan tampak luka pada ibu jari kaki
kanannya, pasien tidak menyadari penyebab dari luka tersebut. Beberapa hari
kemudian luka tesebut membesar dan berpindah ke jari kaki sebelahnya. Lama
kelamaan luka-luka tersebut menghitam, berdarah dan berbau. Pasien sudah
berobat ke bidan untuk membersihkan lukanya, tetapi lukanya semakin membesar.
Pasien juga berobat ke klinik untuk mendapatkan obat diabetesnya.
Empat tahun yang lalu pasien di diagnosis Diabetes Melitus oleh dokter.
Pasien sering mengeluhkan lemas, kebas-kebas pada kaki serta berat badannya
berkurang, dari beratnya 60 kg menjadi 55 kg. Pasien juga sering mengeluhkan
BAK pada malam hari, sering merasa lapar dan haus, pandangan mata yang
semakin kabur. Kemudian pasien memeriksaan kesehatannya ke Puskesmas dan
di cek gula darahnya didapatkan 300 lebih. pasien tidak minum obat teratur dan
hanya minum obat gula jika sakit. Biasanya obat yang dimakan pasien adalah
glibenklamid dan metformin

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada

1
Riwayat diabetes melitus (+) sejak ± 4 tahun yang lalu, tidak terkontrol
Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada
Riwayat diabetes melitus pada ibu kandung (+)

Riwayat pekerjaan :
Pasien petani
Pasien jarang olahraga
Pasien mempunyai pola makan yang tidak teratur

1.3 Pemeriksaan fisik


Keadaan umum : tampak sakit sedang, gizi kesan cukup
Vital sign
Tekanan darah : 155/75 mmHg
Nadi : 90 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 38,2° C per aksilla
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 55 kg
BMI : 21.48 kg/m2

Status generalis
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera kuning -/-, RCL/RCTL +/+,
pupil isokor (3mm/3 mm)
Mulut : mukosa basah (+)
Leher : pembesaran kelenjar tak teraba
Thoraks
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ iktus kordis di SIC V 2 jari medial LMCS

2
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru, C/ batas jantung normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, suara tambahan (-)
C/ S1-2 reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Auskultasi : peristaltik (+) N
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas
Edema : -/-/-/-
Akral dingin : -/-/-/-
Capillary refill time : 1-2 detik

Status lokalis
Pada pemeriksaan fisik di ekstremitas bawah dextra terdapat ulkus pada digiti
I – V. Pemeriksaan fisik status lokalis pedis dextra didapatkan inspeksi pada digiti
I – V didapatkan ulkus (+), jaringan nekrotik (+), pus (+), bleeding (+) . Palpasi
didapatkan nyeri tekan (+), hangat, pulsasi arteri dorsalis pedis (+), arteri tibialis
posterior (+) dan arteri poplitea (+). Sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan
nyeri (jarum) terdapat sensasi. Suhu kulit teraba panas dan pemeriksaan Ankle
Brachial Index (ABI) = 1.

1.3 Diagnosis kerja


DM tipe 2 tidak terkontrol dengan normoweight
Ulkus diabetikum

1.4 Usulan pemeriksaan penunjang


 Darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
 Gula darah puasa dan sewaktu
 HbAIc
 Fungsi ginjal

3
 Profil lipid
 Rontgen pedis

1.6 Hasil pemeriksaan penunjang


Laboratorium
Leukosit : 28,8 x103/ul
Eritrosit : 4.1x106/ul
Hemoglobin : 11,5 g/dl
Hematokrit : 32,2%
Trombosit : 359.000/ul
Ureum : 45 mg/dl
GDS : 503 mg/dl

1.7 Diagnosis akhir


DM tipe 2 tidak terkontrol dengan normoweight
Ulkus diabetikum

1.8 Rencana Terapi


a. Umum
 Tirah baring
 Observasi KU, TTV
 Bedrest
 Menjaga kebersihan luka
 Ganti perban 2 x sehari
 Pemakaian alas kaki khusus
b. Khusus
 IVFD NaCl 0.9 % loading 2 kolf lanjut 20 tpm
 Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Lantus 0-0-10
 Apidra 6-6-6
 Paracetamol 500 mg 3 x 1 tab

4
 Konsul bedah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.1

2.1.2 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi


Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai
dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 2007,
dapat dilihat pada tabel 1 berikut :2
 Diabetes Melitus tipe 1  Hasil dari kehancuran sel β pankreas, biasanya
menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.
 Diabetes Melitus tipe 2  Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif
yang menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin.
 Diabetes tipe spesifik lain  Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel β,
gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti
cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam
pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

2.1.3 Diagnosis
American Diabetes Association menganjurkan skrining DM sebaiknya
dilakukan terhadap orang yang berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3 tahun
sekali. Interval ini dapat lebih pendek pada pasien berisiko tinggi (terutama
dengan hipertensi dan dislipidemia). Menurut American Diabetes Association,
kriteria diagnostik untuk DM sebagai berikut:

5
• Gejala diabetes disertai kadar glukosa darah ad random ≥ 11,1 mmol/L (200
mg/dL), atau
• Kadar glukosa darah puasa ≥ 7,0 mmol/L (126 mg/dL), atau
• Kadar glukosa darah dua jam pascaprandial ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) selama
tes toleransi glukosa oral
Hasil tes terhadap DM perlu diulang untuk menyingkirkan kesalahan
laboratorium, kecuali diagnosis DM dibuat berdasarkan keadaan klinis seperti
pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia. Tes
yang sama dapat juga diulang untuk kepentingan konfirmasi. Jika nilai dari kedua
hasil tes tersebut melampaui ambang diagnostik DM, maka pasien tersebut dapat
dipastikan menderita DM. Namun, jika terdapat ketidaksesuaian (diskordansi)
pada hasil dari kedua tes tersebut, maka tes yang melampaui ambang diagnostik
untuk DM perlu diulang kembali dan diagnosis dibuat berdasarkan hasil tes
ulangan.6

2.2 Ulkus Diabetikum


2.2.1 Pengertian
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
disertai kematian jaringaan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus
diabetikum adalah salah satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada
permukaan kulit yang yang disertai adanya kematian jaringan setempat.8

2.2.2 Faktor risiko


Beberapa faktor risiko terjadinya ulkus diabetikum pada penderita DM
antara lain terdapat gangguan saraf tepi, kelainan pembuluh darah, trauma,
deformitas pada kaki, riwayat ulkus kaki sebelumnya atau amputasi, lamanya
menderita diabetes dan kontrol diabetes yang tidak adekuat.9

2.2.3 Patofisiologi
Neuropati perifer
Neuropati sensorik mengakibatkan terjadinya kehilangan sensasi proteksi
yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan termal sehingga
meningkatkan resiko ulkus kaki. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot-

6
otot di kaki, mengakibatkan penonjolan tulang-tulang abnormal, deformitas yang
khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Sedangkan neuropati autonom
ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, hal ini mencetuskan timbulnya
fisura, kerak kulit sehingga kaki menjadi rentan terhadap trauma yang minimal.7,9
Gangguan aliran darah
Kelainan pembuluh darah perifer seperti adanya obstruksi arteri tungkai
bawah ditandai dengan keluhan nyeri saat berjalan dan berkurang dengan istirahat,
kulit membiru, dingin, ulkus dan gangren. Iskemia menyebabkan terganggunya
distribusi oksigen dan nutrisi sehingga ulkus sulit sembuh. Secara klinis adanya
oklusi dapat dinilai melalui perabaan arteri poplitea, arteri tibialis posterior dan
arteri dorsalis pedis.9

2.2.4 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini
seperti, klasifikasi Wagner dan PEDIS (Perfusion, Extent /size, Depth/tissue loss,
Infection, Sensation). Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas,
menggambarkan derajat luas dan berat ulkus.9
Tabel. 2.1 Derajat ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner

Grade Lesi

1 Kulit intak/utuh, tidak ada ulkus pada kaki risiko tinggi


I Ulkus superfisial terlokalisir
II Ulkus dalam, mengenai tendon, ligamen, otot, sendi, belum mengenai
tulang, tanpa selulitis atau abses
III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering terjadi komplikasi abses,
osteomyelitis atau selulitis
IV Ulkus dengan gangren terbatas yaitu pada jari kaki atau kaki bagian distal
V Ulkus dengan gangren luas seluruh kaki

Klasifikasi lain yang juga digunakan dalam pengelolaan kaki diabetik


adalah menurut Edmons, yaitu berdasarkan perjalananan alamiah kaki diabetes.10
Stage 1: normal foot

7
Stage 2: high risk foot
Stage 3: ulceerated foot
Stage 4: infected foot
Stage 5: necrotic foot
Stage 6: unsalvable foot

2.2.5 Diagnosis
Pendekatan anamnesis yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi kondisi
kaki dan risiko timbulnya luka pada pasien DM antara lain keluhan lamanya
menderita DM, kontrol glukosa dan riwayat pengobatan, riwayat trauma pada
kaki, serta perawatan luka sebelumnya.9
Penilaian neuropati berdasarkan riwayat tentang gejala-gejala neuropati,
pemeriksaan sensasi tekanan dengan Semmes-Weinstein monofilament 10 g,
pemeriksaan sensasi vibrasi dengan garpu tala 128 Hz. Penilaian struktur dengan
mengidentifikasi kelainan struktur atau deformitas seperti penonjolan tulang di
plantar pedis: claw toes, flat toe, hammer toe, callus, hallux rigidus, charcot
foot.11
Penilaian vaskuler meliptui riwayat klaudikasio intermiten, pemeriksaan
pulsasi arteri, ABI, Doppler arteri, dilakukan secara sistematis. Iskemia berat atau
kritis, apabila ditemukan tanda infeksi, kaki teraba dingin, pucat, tidak ada
pulsasi, adanya nekrosis, tekanan darah ankle < 50 mmHg dan Ankle Brachial
Index <0,5.12 Selanjutnya penilaian ulkus harus dilakukan secara cermat, teliti
dan sistematis. Inspeksi harus bisa menjawab pertanyaan, apakah ulkusnya
superfisial atau dalam, apakah mengenai tulang, sehingga bisa ditetapkan derajat
ulkus secara akurat.13

2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan holistik kaki diabetik meliputi 6 aspek kontrol yaitu
mekanik, kontrol metabolik, kontrol vaskular, kontrol luka, kontrol infeksi dan
kontrol edukasi. Pada kaki yang masih normal, kontrol yang berperan adalah
kontrol mekanik, kontrol metabolik dan kontrol edukasi. Sedangkan pada kaki

8
yang sudah berisiko dan telah terjadi luka, perlu dilakukan kontrol vaskular,
kontrol luka dan kontrol infeksi.7
Kontrol mekanik meliputi mengistirahatkan kaki, menghindari tekanan
pada daerah kaki yang luka dan menggunakan bantal pada kaki saat berbaring
untuk mencegah lecet pada luka.7
Kontrol metabolik meliputi perencananaan asupan gizi yang memadai
selama proses infeksi dan penyembuhan luka, regulasi glukosa darah yang
adekuat serta mengendalikan komorbiditas yang menyertai seperti hipertensi,
dislipidemia, anemia, hipoalbuminemia, dan gangguan fungsi ginjal.7,9
Kontrol vaskular meliputi pemeriksaan ankle brachial index (ABI) dan
angiografi. Gangguan vaskular dapat memperlama penyembuhan luka sehingga
diperlukan tatalaksana kelainan vaskular yang adekuat.7
Kontrol luka meliputi evakuasi jaringan nekrotik dan pus yang adekuat
baik dengan debridemen atau nekrotomi, pembalutan luka untuk sampai dengan
tindakan amputasi bila ekstremitas yang terkena tidak dapat dipertahankan.7
Kontrol infeksi meliputi terapi empirik dengan pemberian antibiotik
spektrum luas dari awal hingga didapatkan hasil kultur resistensi mikroorganisme.
Kontrol edukasi meliputi penjelasan mengenai kondisi saat ini, rencana
terapi serta bagaimana prognosis selanjutnya. Pemberian edukasi penting
mengingat kerja sama pasien dan keluarga mutlak diperlukan dalam
penatalaksanaan yang optimal.7,9

9
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


yang dilakukan pada pasien Tn. H, ulkus diabetikum digiti I – V pedis dextra,
DM tipe 2 tidak terkontrol dengan normoweight.
Diagnosis Diabetes melitus tipe 2 pada pasien ini ditegakkan dengan
Riwayat DM 4 tahun yang lalu, riwayat pemakaian obat glibenklamid. Gula darah
sewaktu 503 gr/dl. Perencanaan pemeriksaan pada kasus ini adalah HbA1c, Cek
Ureum, dan Kreatinin, dan profil lipid. Tata laksananya yaitu loading NaCl 0,9%
dan pemberian insulin.
Pada pasien ini salah satu komplikasi dari penyakit diabetes mellitusnya
adalah ulkus diabetikum, hal ini terjadi karena peningkatan gula darah yang tidak
terkontrol.
Ulkus diabetikum digiti I – V pedis dextra ditegakkan dengan dasar
adanya riwayat ulkus diabetikum (+) . Terapi pada diagnosis ini adalah Injeksi
Ceftriaxone I gram tiap 12 jam. Edukasi yang diberikan kepada pasien yaitu
perawatan luka dan kaki.
Prinsip dasar pengelolaan ulkus diabetik, adalah (1) evaluasi keadaan kaki
dengan cermat, keadaan klinis luka, gambaran luka radiologi (adakah benda asing,
osteomielitis, gas subkutis), lokasi luka, vaskularisasi luka; (2) pengendalian
keadaan metabolik sebaik-baiknya; (3) debridement luka yang adekuat dan
radikal, sampai bagian yang hidup; (4) biakan kuman baik aerob maupun anaerob,
(5) antibiotik yang adekuat; (6) perawatan luka yang baik, balutan yang memadai
sesuai dengan keadaaan luka; (7) mengurangi oedema; (8) non weight bearing :
tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total contact
casting; (9) perbaikan sirkulasi-vakuler; (10) tindakan bedah atau rehabilitatif
untuk mencegah perluasan luka dan kecepatan penyembuhan; (11) rehabilitasi.

10
BAB IV

KESIMPULAN

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah. Salah satu komplikasinya adalah ulkus diabetikum.
Penatalaksanaan holistik kaki diabetik meliputi 6 aspek kontrol yaitu mekanik,
kontrol metabolik, kontrol vaskular, kontrol luka, kontrol infeksi dan kontrol
edukasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrara M, Setiati T. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2009.

2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe II. Perkumpulan


Endokrinologi Indonesia (PERKENI).2015.

3. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am


FamPhysician, Vol 66, Number 9.2002. p 1655-62.

4. Bernard, L. Clinical practice guidelines: Management of diabetic foot


infections. Medicine et maladies infectieuses, 2007;37:14-25.

5. Muliawan, M., Semadi, N., Yasa, K.P. Pola Kuman dan Korelasi Klinis
Ulkus Kaki Diabetikum di RSUP Sanglah Denpasar. Universitas Udayana.
2007.

6. Tellechea A, Leal E, VevesA, CarvalhoE. 2010. Inflammatory and


Angiogenic abnormalities in Diabetikum Wound Healing: Role of
Neuropeptides and Therapeutic Perspectives. The Open Circulation and
Vascular Journal, 3: p.43-55.

7. Hastuti, Rini. 2008. Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetikum pada Penderita


Diabetes Melitus. Universitas Diponegoro, Semarang.

8. Yunir E, Purnamasari D, Ilyas W, Widyahening IS, Mardani RA, Sukardji K;


Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pedoman
penatalaksanaan kaki diabetik. Jakarta. 2009.

9. Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar imu penyakit dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. h. 1961–95.

10. Waspadi, S.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed. IV. Jakarta

11. Khanolkar, MP., Bain, SC., Stephens, JW. 2008. The diabetic foot. QJM,
101: 685-95.

12
12. Yunir E, Purnamasari D, Ilyas W, Widyahening IS, Mardani RA, Sukardji K;
Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pedoman
penatalaksanaan kaki diabetik. Jakarta. 2009.

13. Guntur A. Sepsis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,


Setiati S, editor. Buku ajar imu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. h. 2889–95

13

Anda mungkin juga menyukai