Oleh:
Oktaviani Angella Budiman
Oleh:
Oktaviani Angella Budiman
11 2015 418
Email: ester_octaviani@yahoo.com
Abstrak
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif
sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi tekanan hidup yang
wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam
lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa nyaman bersama dengan
orang lain. Menurut data WHO tahun 2016 terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan
berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus
gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke
atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi
gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk. Data Riskesdas 2013 di Jabar menyebutkan, pasien gangguan jiwa ringan hingga berat
mencapai 465.975 orang naik signifikan dari 2012 sebesar 296.943 orang yang berarti naik sekitar 63%.
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Pedes, cakupan program upaya kesehatan jiwa masih rendah.
Cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa di Puskesmas Pedes Kabupaten Karawang periode Januari
2017 sampai dengan Desember 2017 adalah sebesar 1,02 % dengan besar masalah 94,90%. Rendahnya
cakupan untuk deteksi dini gangguan kesehatan jiwa di Puskesmas Pedes dapat disebabkan oleh beberapa
hal, seperti kurangnya tenaga ahli di bidang kesehatan jiwa, kurangnya edukasi mengenai gangguan
kesehatan jiwa, dan masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penanganan kondisi tersebut.
Program upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Pedes masih belum berjalan dengan optimal dan masih
memerlukan peningkatan.
Kata Kunci: evaluasi program, upaya kesehatan jiwa, deteksi dini, Puskesmas, Pedes
Bab I
Pendahuluan
1
padahal sesungguhnya Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menggalangkan
program ‘Indonesia Bebas Pasung’.7
Gangguan jiwa dalam pandangan masyarakat masih identik dengan “gila” (psikotik)
sementara kelompok gangguan jiwa lain seperti ansietas, depresi dan gangguan jiwa yang
tampil dalam bentuk berbagai keluhan fisik kurang dikenal. Kelompok gangguan jiwa
inilah yang banyak ditemukan di masyarakat. Mereka ini akan datang ke pelayanan
kesehatan umum dengan keluhan fisiknya, sehingga petugas kesehatan sering kali
terfokus pada keluhan fisik, melakukan berbagai pemeriksaan dan memberikan berbagai
jenis obat untuk mengatasinya. Masalah kesehatan jiwa yang melatarbelakangi keluhan
fisik tersebut sering kali terabaikan, sehingga pengobatan menjadi tidak efektif.8
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
2
Diketahuinya cakupan penanganan pasien yang terdeteksi gangguan kesehatan jiwa di
Puskesmas Pedes Kabupaten Karawang periode Januari 2017 sampai dengan
Desember 2017.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Evaluator
Menerapkan ilmu pengetahuan mengenai program puskesmas yang telah diperoleh
selama duduk dibangku kuliah.
Melatih serta mempersiapkan diri dalam mengevaluasi suatu program puskesmas
melalui pendekatan sistem.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam mengevaluasi program
puskesmas.
Membina bakat terutama dalam bidang manager yang diperlukan sebagai modal untuk
menjadi dokter puskesmas nantinya
3
Meningkatkan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kegiatan upaya kesehatan
jiwa di wilayah kerja Puskesmas Pedes, Kabupaten Karawang.
Meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pedes,
Kabupaten Karawang.
Menurunkan dan mempertahankan prevalensi angka kejadian gangguan jiwa pada
masyarakat.
1.5 Sasaran
Semua masyarakat yang belum terdeteksi gangguan jiwa dan masyarakat yang sudah
terdeteksi gangguan jiwa namun belum mendapatkan penanganan yang tepat di wilayah kerja
Puskesmas Pedes, Kabupaten Karawang periode Januari 2017 sampai dengan Desember
2017.
4
Bab II
2.1. Materi
Materi yang dievaluasi dalam program ini terdiri dari laporan hasil kegiatan bulanan
puskesmas mengenai program upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Pedes, Kabupaten
Karawang periode Januari 2017 sampai dengan Desember 2017, yang berisi kegiatan sebagai
berikut:
2.2. Metode
Evaluasi program ini dilaksanakan dengan pengumpulan data, pengolahan data, dan
analisis data sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan pelaksanaan program
upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Pedes periode Januari 2017 sampai dengan Desember
2017 dengan cara membandingkan cakupan hasil program terhadap tolak ukur yang telah
ditetapkan dan menemukan penyebab masalah dengan menggunakan pendekatan sistem.
5
Bab III
Kerangka Teori
Bagan di atas menerangkan sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling
dihubungkan dengan suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan
organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan. Bagian atau elemen
tersebut dapat dikelompokkan dalam lima unsur, yaitu:7
1. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem
dan dibutuhkan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut, terdiri dari tenaga (man),
dana (money), sarana (material), metode (method).
2. Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang ada di dalam sistem dan
berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Terdiri dari
unsur perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
(actuating), dan pemantauan (controlling).
3. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
6
4. Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh
sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem, terdiri dari lingkungan fisik
dan non fisik.
5. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan
keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan dari sistem tersebut, berupa rapat
bulanan.
6. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran dari suatu sistem.
Tolak ukur merupakan nilai acuan atau standar yang telah ditetapkan dan digunakan sebagai
target yang harus dicapai pada tiap-tiap variabel sistem, yang meliputi masukan, proses,
keluaran, lingkungan dan umpan balik pada program upaya kesehatan jiwa seperti yang
tertera pada lampiran.
7
Bab IV
Penyajian Data
Sumber data yang digunakan untuk evaluasi program ini berasal dari data sekunder
dan tersier berupa:
a) Data geografis dari data Puskesmas Pedes Kabupaten Karawang tahun 2017
b) Data demografis dari data Puskesmas Pedes Kabupaten Karawang tahun 2017
c) Data laporan bulanan program upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Pedes
Kabupaten Karawang periode Januari 2017 sampai dengan Desember 2017,
yang terdiri dari:
i. Data penemuan penderita baru gangguan kesehatan jiwa di Puskesmas
Pedes, Kabupaten Karawang.
ii. Data pelayanan pemeriksaan dan pengobatan pasien yang terdeteksi
mengalami gangguan kesehatan jiwa di Puskesmas Pedes, Kabupaten
Karawang.
a. Lokasi
Puskesmas Pedes terletak di Jalan Raya Pedes Kecamatan Pedes, Desa Payungsari,
Kabupaten Karawang.
b. Wilayah Kerja
Batas wilayah kerja Puskesmas Pedes :
Sebelah Utara : Wilayah kerja UPTD Puskesmas Sungai Buntu
Sebelah Selatan : Wilayah kerja UPTD Puskesmas Kutamukti
Sebelah Barat : Wilayah kerja UPTD Puskesmas Cibuaya
Sebelah Timur : Wilayah kerja UPTD Puskesmas Kertamukti
c. Wilayah Administrasi
Luas wilayah Kecamatan Pedes 5115 Ha yang terdiri dari daerah pesawahan dan
sebagian untuk perumahan. Puskesmas Pedes memiliki wilayah kerja 8 desa, 68
8
RW dan 126 RT dengan jarak desa terjauh 7 km dari Puskesmas dengan waktu
tempuh 25 menit dengan roda 2 dan 40 menit dengan roda 4.
Berikut nama – nama desa yaitu :
1. Desa Payungsari jarak dari puskesmas 1 km, dapat dicapai semua jenis
kendaraan.
2. Desa Karangjaya jarak dari puskesmas 3 km, dapat dicapai semua jenis
kendaraan.
3. Desa Kertaraharja jarak dari puskesmas 3 km, dapat dicapai semua jenis
kendaraan.
4. Desa Rangdumulya jarak dari puskesmas 5 km, dapat dicapai semua jenis
kendaraan.
5. Desa Labanjaya jarak dari puskesmas 6 km, dapat dicapai semua jenis
kendaraan.
6. Desa Jatimulya jarak dari puskesmas 4.5 km, dapat dicapai semua jenis
kendaraan.
7. Desa Kertamulya jarak dari puskesmas 6 km, dapat dicapai semua jenis
kendaraan.
8. Desa Malangsari jarak dari puskesmas 7 km, dapat dicapai semua jenis
kendaraan.
c. Geologi
9
4.2.2 Data Demografis
4.2.2.1 Jumlah Penduduk
Penduduk
No Nama Desa
Laki-laki Perempuan Total
1 PAYUNGSARI 5037 4782 9819
2 KARANGJAYA 4785 4544 9329
3 KERTAHARJA 4168 3964 8132
4 RANGDUMULYA 3431 3266 6697
5 LABANJAYA 3281 3130 6411
6 JATIMULYA 5079 4821 4821
7 KERTAMULYA 3553 3386 6939
8 MALANGSARI 3066 2929 5995
Jumlah 32400 30822 63222
(Sumber : Data Demografi wilayah kerja Puskesmas Pedes Tahun 2017)
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Pedes adalah
petani sebanyak 55%, pedagang sebanyak 10%, buruh/pegawai swasta 15%, nelayan sebesar
2%, PNS/TNI/POLRI 4%, dan lain-lain 14%. (Sumber: Data Demografi wilayah kerja
Puskesmas Pedes Tahun 2017)
10
4.2.2.4 Tingkat Pendidikan
Jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada wilayah kerja Puskesmas Pedes,
antara lain :
- Puskesmas Induk : 1 buah
- Pustu : 1 buah (Puskesmas Kertamulya)
- Puskesdes : 1 buah
- Pusling : 6 buah
- Ambulans : 2 buah
- Posyandu : 49 buah
- Posbindu : 8 buah
- Klinik Bersalin : 1 buah
- PONED : 1 buah
- Klinik 24 jam : 2 buah
- Apotek : 4 buah
- Paraji : 23 orang
- Kesehatan tradisional : 12 orang
- BPS : 4 buah
11
Perawat : 17 orang
Bidan : 26 orang
Farmasi : 1 orang
Analis Lab : 1 orang
Nutrisionis : 1 orang
Admin dan Keuangan : 4 orang
Tenaga Umum (supir, kebersihan dll) : 9 orang
Koordinator Program Kesehatan Jiwa : 1 orang
b) Dana (money)
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) : ada
c) Sarana (material)
Medis
Meja : ada
Kursi : ada
Tempat tidur : ada
Stetoskop : ada
Sphygnomanometer : ada
Termometer : ada
Timbangan : ada
Spuit : ada
Kapas alkohol : ada
Obat
Haloperidol : tersedia cukup
Clorpromazin : tersedia cukup
Diazepam : tersedia cukup
Triheksilfenidil : tidak ada
Non Medis
Leaflet : Tidak ada
Poster : Tidak ada
Gedung Puskesmas
• Ruang Pendaftaran : 1 ruang
• Ruang Tunggu : 1 ruang
• Ruang Periksa : 2 ruang
• Kamar Obat : 1 ruang
12
Buku pedoman kesehatan jiwa : tidak ada
Kartu berobat pasien : tidak ada
Formulir pencatatan dan pelaporan : tidak ada
d) Metode (method)
A. Deteksi dini gangguan kesehatan jiwa
Deteksi dini gangguan kesehatan jiwa adalah kegiatan pemeriksaan untuk
melihat adanya gejala awal gangguan kesehatan jiwa, dengan menggunakan
metode 2 menit.6
Pasien datang ke pusat pelayanan kesehatan dasar, mendaftar ke loket, di sana
dicatat identitas pasien pada kartu berobat.
Pasien dengan membawa kartu
berobat menuju kamar periksa, di sana pasien diterima oleh perawat yang akan
melakukan anamnesis dan pemeriksaan tanda- tanda vital. Dengan pemeriksaan
metode 2 menit ini dapat menentukan cakupan deteksi dini gangguan kesehatan
jiwa.
Bila pasien datang dengan keluhan fisik murni, di kartu berobat pasien
diberi tanda F1
Bila pasien datang dengan keluhan fisik disertai keluhan mental-
emosional diberi tanda F2 (fisik ganda) (komorbiditas)
Bila datang dengan keluhan psikosomatik diberi tanda PS
Bila dengan keluhan mental emosional diberi tanda ME.
Untuk keluhan PS, di samping hal-hal yang berkaitan dengan organ tubuh
mengenai sistem respiratorius, sistem kardiovaskuler, sistem muskuloskeletal,
sistem urogenital, sistem gastrointestinal, sistem dermatologi, sistem
endokrinologi, sistem serebrovaskuler, ditanyakan juga mengenai:
Kesadaran seperti penurunan kesadaran, perubahan kesadaran.
Daya ingat
Kemampuan mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan
mengalihkan perhatian
Kejang: kejang umum, kejang fokal yang berulang
13
Khusus untuk keluhan ME ditanyakan hal-hal yang berkaitan dengan:
Gejala psikotik seperti halusinasi, waham, inkoherensi, perilaku katatonik
atau perilaku kacau lainnya.
Gejala ansietas seperti was-was, cemas, takut, panik.
Gejala depresi seperti murung, sedih, tak bergairah, tak bersemangat.
Gejala manik seperti gembira, semangat tinggi, tak kenal risiko,
kebutuhan tidur berkurang.
Gejala retardasi mental seperti kecerdasan yang kurang, kurang bisa
beradaptasi dengan lingkungan.
Gejala kejiwaan pada anak dan remaja seperti sulit berinteraksi sosial,
hiperaktif, kurang dapat memusatkan perhatian, gangguan tingkah laku,
mengompol pada usia 5 tahun atau lebih.
Setelah itu diajukan pertanyaan:
Apakah ada stressor organobiologik seperti penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan SSP, termasuk penggunaan NAPZA.
Apakah ada distres/penderitaan dari pihak pasien atau keluarga.
Apakah ada gangguan fungsi pekerjaan/akademik, fungsi sosial dan fungsi
sehari-hari.
Kemudian dibuatlah diagnosis yang merujuk pada ICD-10 (International
Classification of Diseases, 10th Revision) dari WHO tahun 1992.
14
C. Rujukan penderita gangguan jiwa
Rujukan adalah upaya pelimpahan tanggung jawab timbal balik dari tingkat
pelayanan dasar kepada tingkat pelayanan rujukan atau sebaliknya, sehingga
gangguan jiwa memperoleh pelayanan yang lebih sesuai dengan kebutuhan.6
Pada kasus yang berat (yang membahayakan pasien atau orang lain) yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit, dapat dirujuk ke sarana pelayanan rawat-
inap. Begitu juga pasien yang sudah diberikan terapi secara optimal namun belum
ada kemajuan, atau pasien yang membutuhkan terapi yang lebih mendalam
(psikoterapi) dapat dirujuk kepada dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater) atau
psikolog.6
Ada 3 tiga aspek dalam pelaksanaan proses rujukan. Ketiga aspek tersebut
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:6
Aspek unit yang merujuk:
Penderita dirujuk karena tidak dapat diatasi setempat
Pemeriksaan terhadap penderita memerlukan pemeriksaan
penunjang medis yang lebih lengkap
Penderita setelah diobati memerlukan pengobatan/ perawatan di unit
pelayanan yang lebih mampu/ lengkap
Unit penerima rujukan:
Mempunyai sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Tata cara pelaksanaan rujukan:
Pelaksanaan rujukan meliputi alur rujukan dan tata cara administrasi
rujukan.
Dalam hal administrasi rujukan, unit pengirim mencatat dalam
register rujukan, membuat surat rujukan dan memberikan penjelasan
yang
diperlukan yang berkaitan dengan kasus yang dirujuk.
Unit penerima rujukan mencatat hasil pengobatan/ perawatan pada
kartu perawatan dan kartu catatan medik, mengembalikan kasus
rujukan kepada unit yang merujuk untuk kepentingan pembinaan/
pengawasan selanjutnya disertai laporan umpan balik, dan bila
diperlukan dapat merujuk lebih lanjut.
15
D. Pencatatan dan pelaporan program upaya kesehatan jiwa
Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas merupakan
suatu alat untuk memantau kegiatan pelayanan kesehatan jiwa, baik bagi
kepentingan pasien yang bersangkutan, maupun bagi petugas kesehatan yang
melayani serta pihak perencana dan penyusun kebijakan.6
Pencatatan adalah cara yang dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mencatat
data yang penting mengenai pelayanan tersebut dan selanjutnya disimpan sebagai
arsip di Puskesmas.
Terdapat 2 macam pencatatan dalam pelayanan kesehatan
jiwa di Puskesmas.6
a) Kartu rawat jalan: untuk mencatat data mengenai pasien
b) Pencatatan harian rutin: untuk mencatat data pasien yang dikumpulkan
selama sehari.
Pelaporan adalah mekanisme yang digunakan oleh petugas kesehatan untuk
melaporkan kegiatan pelayanan yang dilakukannya kepada instansi yang lebih
tinggi (dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota).
16
2.3.2.2. Pengorganisasian (organizing)
Adanya pembagian dan pemberian tugas yang teratur dalam melaksanakan tugasnya.
17
Kepala Puskesmas
H. Warno Sumarno
SKM.MM.KES
Koordinator Program
Kesehatan Jiwa
Obay Sobarna, SKM
Pelaksana Program
Upaya Kesehatan Jiwa
Obay Sobarna, SKM
18
3. Rujukan penderita gangguan jiwa terlaksana
Terhadap kasus jiwa yang berat, sistem rujukan telah dilaksanakan sesuai dengan
jenjang sistem rujukan.
4. Pencatan dan pelaporan program upaya kesehatan jiwa
Pencatatan dan pelaporan mengenai pasien yang baru terdeteksi maupun pasien yang
sudah mendapat penanganan dilakukan secara rutin setiap bulannya. Namun hal ini
tidak berjalan secara optimal karena kurangnya upaya deteksi dini gangguan
kesehatan jiwa dan pelaporan dari masyarakat yang masih tidak tersampaikan ke
Puskesmas.
Januari 2017 43
Februari 2017 43
Maret 2017 43
April 2017 44
Mei 2017 49
Juni 2017 42
Juli 2017 42
Agustus 2017 44
September 2017 44
Oktober 2017 43
November 2017 43
Desember 2017 30
19
Total 510
Sumber : Data Laporan Bulanan Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Jiwa di Puskesmas Pedes
periode Januari 2017 sampai dengan Desember 2017
Tabel 2. Data Kunjungan Pasien di Puskesmas Pedes Periode Januari 2017 sampai dengan
Desember 2017
Total 49689
Sumber : Data Laporan Bulanan Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Jiwa di Puskesmas Pedes
periode Januari 2017 sampai dengan Desember 2017
Cakupan Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Jiwa di Puskesmas Pedes Periode Januari 2017
sampai dengan Desember 2017 adalah:
𝑎ℎ 𝑎 𝑦𝑎 𝑔 𝑎 𝑔𝑎 𝑔𝑔 𝑎 ℎ𝑎 𝑎 𝑤𝑎
Persentase: 𝑎ℎ ℎ 𝑔𝑎 𝑎 𝐽𝑎 𝑎 −𝐽
x 100 %
= x 100 % = 1,02 %
20
4.3.3.2. Cakupan Penanganan Pasien Terdeteksi Gangguan Jiwa
Tabel 3. Data Cakupan Penanganan Pasien Terdeteksi Gangguan Jiwa di Puskesmas Pedes
Periode Januari 2017 sampai dengan Desember 2017
Januari 2017 41
Februari 2017 42
Maret 2017 43
April 2017 47
Mei 2017 45
Juni 2017 41
Juli 2017 44
Agustus 2017 42
September 2017 41
Oktober 2017 41
November 2017 45
Desember 2017 55
Total 527
Sumber : Data Laporan Bulanan Penanganan Pasien Terdeteksi Gangguan Kesehatan Jiwa di
Puskesmas Pedes periode Januari 2017 sampai dengan Desember 2017
Persentase:
𝐽 𝑎ℎ 𝑝𝑎 𝑔𝑎 𝑔𝑔 𝑎 ℎ𝑎 𝑎 𝑤𝑎 𝑦𝑎 𝑔 𝑎 𝑔𝑎 𝑤 𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑎𝑃 𝑎
= x 100%
𝑎ℎ 𝑎 𝑦𝑎 𝑔 𝑔𝑎 𝑔𝑔 𝑎 ℎ𝑎 𝑎 𝑤𝑎 𝑤 𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑎𝑃 𝑎 𝐽𝑎 𝑎 −𝐽
= x 100 %
= 1,06 %
Target cakupan penanganan pasien terdeteksi gangguan kesehatan jiwa selama 1
tahun = 100 %
%− , %
Besarnya masalah x 100 % = 98,94%
%
21
4.3.3.3. Rujukan Penderita Gangguan Jiwa
Semua pasien dengan gangguan jiwa yang berat telah dirujuk untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut. Sistem rujukan telah dilakukan sesuai dengan jenjang sistem
rujukan. Rujukan kembali dari rumah sakit ke puskesmas masih sangat kurang, seharusnya
rumah sakit melakukan rujukan kembali pasien yang sudah stabil ke puskesmas.
Lingkungan Fisik
Lingkungan Non-Fisik
Pencatatan dan pelaporan : adanya pencatatan dan pelaporan setiap bulan secara
lengkap mengenai program upaya kesehatan jiwa
Rapat kerja dalam bentuk lokakarya mini : 1 bulan sekali
22
4.3.6. Dampak (impact)
23
Bab V
Pembahasan
24
5.1.3. Masalah Menurut Proses
25
Bab VI
Perumusan Masalah
a) Cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa adalah 1,02% dengan besar
masalah 94,90% dari target 20%
b) Cakupan penanganan pasien terdeteksi gangguan jiwa adalah 1,06% dengan besar
masalah 98,94% dari target 100%
6.2.1.1 Man
a) Tidak adanya petugas medis yang sudah dilatih mengenai deteksi dini gangguan
kesehatan jiwa.
6.2.1.2 Material
6.2.1.3 Method
a) Tidak adanya pelatihan metode deteksi dini gangguan jiwa (Metode 2 Menit).
a) Pelaksanaan deteksi dini dengan metode 2 menit tidak berjalan efektif tenaga
medis tidak mengetahui cara melakukan deteksi dini dengan metode 2 menit.
b) Penanganan pasien terdeteksi gangguan jiwa tidak berjalan efektif karena
penjangkauan penanganan melalui home visit/kunjungan rumah tidak berjalan
secara rutin.
a) Lingkungan Fisik
Kurangnya pencatatan dan pelaporan penderita gangguan jiwa dari luar
puskesmas khususnya dari fasilitas kesehatan lain, belum dilaporkan ke
puskesmas tempat dimana penderita tinggal.
26
b) Lingkungan non fisik
Terdapat perbedaan persepsi masyarakat dan petugas medis mengenai gangguan
jiwa. Masyarakat menganggap orang dengan gangguan jiwa hanya yang disebut
“orang gila” saja. Masyarakat juga menganggap pasien dengan gangguan jiwa
tidak perlu melakukan pengobatan secara rutin. Orang dengan gangguan jiwa
dianggap akibat ulah “guna-guna/santet”.
27
Bab VII
Prioritas Masalah
28
Bab VIII
Penyelesaian Masalah
8.1.Masalah Pertama
Cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa sebesar 1,02% dengan target 20%
sehingga besar masalah 94,90%.
Penyebab :
a) Belum dilatihnya tenaga medis dibidang kesehatan jiwa sehingga dalam deteksi
dini tidak berjalan dengan baik.
b) Tidak adanya leaflet dan poster tentang kesehatan jiwa sehingga informasi
kesehatan jiwa yang didapatkan masyarakat sangat kurang.
c) Tidak adanya tersedianya buku pedoman kesehatan jiwa.
d) Tidak adanya SOP dalam pelaksanaan upaya kesehatan jiwa diwilayah kerja
puskesmas sehingga program berjalan kurang maksimal.
e) Pelaksanaan deteksi dini dengan metode 2 menit kurang efektif. Sengkali hanya
mengobati keluhan pasien saja tanpa menggali lebih jauh mengenai penyakit
dasarnya.
f) Terdapatnya stigma di masyarakat yang masih menganggap gangguan jiwa
sebagai orang gila sehingga merasa malu untuk mencari pengobatan medis,
adanya anggapan bahwa gangguan jiwa dapat diobati oleh dukun atau alternatif
lain.
Penyelesaian masalah:
a) Diadakan pelatihan petugas kesehatan mengenai upaya kesehatan jiwa sehingga
dapat melakukan deteksi dini terhadap gangguan kesehatan jiwa.
b) Membuat leaflet dan poster tentang kesehatan jiwa sehingga pengunjung
puskesmas dapat mengetahui informasi tentang kesehatan jiwa.
c) Mengajukan permohonan disediakannya satu buku pedoman kesehatan jiwa.
d) Membuat SOP dalam melaksanakan upaya kesehatan jiwa sehingga program yang
dilaksanakan sesuai dengan standar yang diinginkan.
e) Meningkatkan pencarian penderita secara aktif dengan kunjungan rumah.
f) Melakukan pelatihan kader untuk masyarakat untuk kesehatan jiwa.
29
g) Melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar mengetahui tentang gangguan
jiwa dan dapat mencari pengobatan ke puskesmas dengan kerja sama lintas
program bagian promkes untuk melakukan penyuluhan upaya kesehatan jiwa yang
terjadwal satu bulan sekali.
8.2.Masalah Kedua
Cakupan penanganan pasien terdeteksi gangguan jiwa sebesar 1,06% dengan target
100%, sehingga besar masalah 98,94%.
Penyebab :
a) Tenaga medis kurang kompeten dalam penggunaan metode 2 menit, sehingga tidak
dapat mendiagnosa penyakit pasien dengan tepat.
b) Tidak adanya rujukan kembali ke puskesmas dari rumah sakit rujukan untuk pasien
dengan gangguan jiwa yang sudah stabil.
c) Tidak adanya SOP dalam pelaksanaan upaya kesehatan jiwa diwilayah kerja
puskesmas sehingga program berjalan kurang maksimal.
d) Masih adanya masyarakat yang tidak mau datang berobat ke puskesmas serta sulitnya
membawa pasien ke puskesmas.
Penyelesaian masalah:
a) Diadakan pelatihan mengenai diagnosa gangguan kejiwaan menggunakan metode 2
menit sehingga tenaga medis mampu mendiagnosa gangguan kejiwaan dengan tepat.
b) Menyarankan kepada rumah sakit rujukan untuk merujuk kembali pasien dengan
gangguan jiwa yang stabil dan memungkinkan untuk dilakukan terapi rutin di
puskesmas.
c) Membuat SOP dalam melaksanakan upaya kesehatan jiwa sehingga program yang
dilaksanakan sesuai dengan standar yang diinginkan.
d) Melakukan kunjungan rumah pada pasien yang tidak mau datang ke puskesmas atau
tidak bisa datang ke puskesmas untuk mendapatkan penanganan.
30
Bab IX
Penutup
9.1. Kesimpulan
a) Cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa sebesar 1,02% dari tolak ukur 20%.
b) Cakupan penanganan pasien terdeteksi gangguan kesehatan jiwa sebesar 1,06%
dengan tolak ukur 100%.
9.2 Saran
Agar program upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Pedes pada periode yang akan
datang dapat berhasil dan berjalan dengan baik, maka Puskesmas sebaiknya
memperbaiki masalah yang ada dengan penyelesaian masalah sebagai berikut:
a) Melakukan pelatihan kepada petugas kesehatan yang berada di balai pengobatan agar
mengetahui metode 2 menit.
b) Membuat poster atau leaflet tantang upaya kesehatan jiwa.
c) Meningkatkan upaya penyuluhan kepada masyarakat mengenai deteksi dini kesehatan
jiwa.
d) Meningkatkan pencarian penderita secara aktif dengan kunjungan rumah secara rutin
dan terjadwal.
31
Daftar Pustaka
1. Depkes RI. Buku pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas. Direktorat bina
pelayanan kesehatan jiwa. 2009.
2. Depkes RI. Peran keluarga dukung kesehatan jiwa masyarakat.[cited 2017 dec 17]
Available from: http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-
dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html
3. WHO. Prevalence of mental disorders. World Health Organization. 2012 [cited 2017
Dec 17]. Available from: http://www.euro.who.int/en/healthtopics/noncommunicable-
diseases/mental-health/data-and-statistics
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta;
2013.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar Provinsi
Jawa Barat. Jakarta; 2009.
6. Susanti R. Penderita gangguan jiwa di Jawa Barat. 2014 [cited 2017 Dec 19].
Available from: http://pusdalisbang.jabarprov.go.id/pusdalisbang/infojabar-51.html
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Menuju masyarakat sehat yang mandiri
dan berkeadilan. Jakarta; 2011.
8. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa. Panduan umum pemberdayaan
masyarakat dibidang kesehatan jiwa. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005.
32
Lampiran 1
Penduduk
No Nama Desa
Laki-laki Perempuan Total
1 Petani 55
2 Pedagang 10
3 Buruh/Swasta 15
4 Nelayan 2
5 PNS/TNI/POLRI 4
6 Lain-lain 14
Total 100
1 PUSKESMAS INDUK 1
3 PUSKESDES 1
4 PUSLING 6
5 AMBULANS 2
6 POSYANDU 49
7 POSBINDU 8
8 KLINIK BERSALIN 1
9 PONED 1
10 KLINIK 24 JAM 2
11 APOTEK 4
12 PARAJI 23
13 KESEHATAN TRADISIONAL 12
14 BPS 4
Alloanamnesis:
Pasien O menderita schizophrenia sejak 15 tahun yang lalu. Dahulu pasien
bekerja merantau sebagai teknisi listrik. Lalu beberapa lama kemudian pasien pulang
ke rumahnya dan tidak bekerja lagi disana dikarenakan epilepsi yang pasien derita
sering kambuh. Sejak itu pasien menjadi tidak produktif dan lebih sering berdiam
serta melamun. Pasien juga terkadang sering berbicara dan tertawa sendiri. Pasien
sempat dibawa ke Rumah Sakit Jiwa dan dirawat selama beberapa bulan lalu pulang
ke rumahnya kembali. Namun, menurut ibu pasien, pasien masih memiliki gejala
yang sama.
2. Kunjungan rumah pasien Ny. K 53 tahun, penderita Schizophrenia di Desa Jatimulya,
Kecamatan Pedes
Alloanamnesis:
Pasien K menderita schizophrenia sejak 10 tahun yang lalu. Dahulu pasien
bekerja merantau sebagai TKI di Arab. Lalu beberapa lama kemudian pasien pulang
ke rumahnya dan tidak bekerja lagi disana namun tidak diketahui penyebab ia
berhenti menjadi TKI. Tidak berapa lama, suami pasien meninggal. Menurut
keponakannya, pasien menjadi sering berdiam serta melamun setelahnya. Pasien juga
terkadang sering berbicara dan menangis sendiri. Pasien selalu diberi obat yang
diambil keponakannya dari Puskesmas karena ia tidak mau dibawa berobat ke
Puskesmas. Tetapi, setiap kali akan diberi obat, obatnya selalu dilempar dan pasien
juga menjadi marah dan menangis.
3. Kunjungan rumah pasien Ny. K 40 tahun, penderita Schizophrenia di Desa Labanjaya,
Kecamatan Pedes
Alloanamnesis:
Pasien K menderita schizophrenia sejak 15 tahun yang lalu. Dahulu pasien
mempunyai keluarga yang baik dan harmonis. Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu
rumah tangga sebelum ia memutuskan untuk bekerja merantau sebagai TKI di Arab.
Lalu beberapa lama kemudian pasien pulang ke rumahnya. Saat ia pulang, suaminya
meminta cerai. Setelah bercerai, pasien merasa sangat sedih, Menurut ibunya, pasien
menjadi sering berdiam serta melamun setelahnya. Pasien juga terkadang sering
berbicara sendiri dan mengaku sebagai orang kaya yang memiliki banyak rumah dan
uang. Pasien selalu dibawa berobat oleh ibunya ke Puskesmas dan rutin meminum
obat. Tetapi menurut ibunya, ia tidak menunjukkan adanya perubahan. Pasien belum
pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa.
4. Kunjungan rumah pasien Tn. P 32 tahun, penderita Schizophrenia di Desa Payungsari,
Kecamatan Pedes.
Alloanamnesis:
Pasien P menderita schizophrenia sejak 8 tahun yang lalu. Menurut kakaknya,
pasien adalah seorang murid di pesantren. Pasien merupakan anak yang baik dan tidak
suka berbuat yang aneh-aneh. Namun suatu hari, pasien pulang dari pesantren dan
tidak kembali lagi kesana. Keluarga pasien tidak mengetahui apa yang terjadi pada
pasien selama di pesantren. Awalnya pasien menjadi diam, mudah marah dan suka
membanting-banting barang. Pasien juga terkadang tak segan untuk memukul
keluarganya. Pasien juga terkadang berkeliaran ke jalan dan tak jarang berjalan kaki
ke tempat yang jauh seperti Cirebon. Kakak pasien mengetahui karena ternyata pasien
berjalan kaki ke tempat saudaranya di Cirebon. Keluarga pasien sudah mencoba
berbagai cara untuk membawa pasien ke fasilitas kesehatan terdekat, namun pasien
selalu menolak dengan cara marah-marah dan membanting barang.
Metode 2 Menit untuk Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Pedes
No Kegiatan Jumlah
L P Σ
I PENEMUAN PENDERITA BARU
1 Psikosis 10 10 20
2 Neurosis 11 12 23
3 Penyalahgunaan obat/napza
4 Retardasi mental
5 Epilepsi
6 Gangguan jiwa lainnya
JUMLAH TOTAL 21 22 43