Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS Juli 2017

Berat Badan Lahir Rendah dan


Respiratory Distress Sindrome

Nama : Feby Cicilia. T


No. Stambuk : N111 16 071
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
PENDAHULUAN

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction).1

Gangguan napas dapat merupakan suatu keadaan lanjutan dari suatu asfiksia,
terutama pada neonatus. Gangguan napas ditandai dengan adanya peningkatan
frekuensi napas lebih dari normal, adanya tarikan dada saat bernafas, kulit dan bibir
membiru serta merintih. Selain menilai dari pemeriksaan fisik, informasi mengenai
umur kehamilan bayi sangat penting diketahui untuk dapat menegakkan diagnosis
etiologik kasus pada gangguan nafas sehingga penanganan yang diberikan tepat dan
rasional.2

Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas


(Respiratory Distress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi
pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan
dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru.3
Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease
(HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan
membran hialin yang melapisi alveoli. Sindrom gangguan pernapasan adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi
pernapasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan
otot- otot pernapasan pada inspirasi.4
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik
dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu,
semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah pula kejadian RDS atau sindrome gangguan napas.
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang
lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36
minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur). Insidens pada
bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan sering lebih
terjadi pada bayi laki-laki dari pada bayi perempuan.4
Selain itu, kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu
yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya : Ibu
penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.4
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : By. Ny.Z
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 hari
Tanggal lahir : 16 Mei 2017/ pukul 12.20 WITA
Alamat : Ds. Berdikari, Kec. Palolo
Agama : Islam
Waktu Masuk : 12 Mei 2017/ pukul 20.00 WITA
Tempat Pemeriksaan : Ruang Peristi RS Undata
Identitas Orang Tua :
Nama Ibu : Ny. Z
Pekerjaan : URT
Alamat : Ds. Berdikari, Kec. Palolo

B. ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
a. Keluhan utama : Sianosis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi perempuan berusia 26 hari rujukan dari RS Nasanapura, masuk
kamar perawatan bayi Peristi pada tanggal 12 Juni 2017 pukul 20.00 WITA
dengan keluhan sianosis sentral, merintih (+) dan terdapat retraksi dinding
dada.
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Bayi lahir tanggal 16 Mei 2017 pukul 12.20 WITA lahir secara
spontan dengan usia kehamilan 36 minggu . Bayi lahir tidak langsung
menangis. Badan Lahir 2020 gram, Panjang badan lahir 34 cm. A/S : 3/5. Air
ketuban warna putih keruh. Kelainan kongenital tidak ada.
Riwayat kehamilan ibu G4P4A0, usia ibu sewaktu mengandung 34
tahun, usia kehamilan kurang bulan. Ibu memiliki riwayat hipertensi, tidak
ada demam selama kehamilan,pemeriksaan kehamilan setiap bulan selama
hamil di dokter spesialis. Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan selama hamil.
Sehari-hari ibu layaknya ibu rumah tangga melakukan kegiatan rumah, selama
kehamilan ibu menghindari mengangkat beban yang berat dan pekerjaan
rumah terlalu keras.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Denyut Jantung : 143 kali/menit
Pernapasan : 63 kali/menit
Suhu : 37,1o C
Pemeriksaan Antropometrik
Berat badan lahir : 2020 gram
Panjang badan : 34 cm

Kepala : Normocephal, ubun-ubun besar datar dan lunak, simetris.


Mata : mata cowong (-), konjungtiva anemis (-/-), palpebra ikterik (-
/-), reflex cahaya (+/+),
Hidung : sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-)
Telinga : sekret (-/-)
Mulut : bibir tampak sianosis, bibir kering (-)

Sistem Neurologi
Tingkat keadaran : composmentis
Aktivitas : menurun
Fontanela : belum menyatu
Sutura : belum menutup
Kejang : (-)
Refleks cahaya : (+)
- Tonus otot :N N
N N
Sistem Pernapasan
Sianosis : (+)
Merintih : (+)
Apnea : (-)
Retraksi dinding dada : (+)
Pergerakan dinding dada : simetris bilateral
Pernapasan cuping hidung : (-)
Stridor : (-)
Bunyi napas : Bronkovesikular (+/+)
Bunyi nafas tambahan : (-)

SKOR DOWN
Frekuensi napas :0
Retraksi :2
Sianosis :2
Udara masuk :1
Merintih :2
Total :7
Kesimpulan : Gawat napas
WHO : Gangguan napas berat

Sistem Kardiovaskular
Bunyi jantung : S1, S2 murni reguler
Murmur & Gallop : (-)

Sistem Hematologis
Pucat : (+)
Anemia : (-)
Sistem Gastrointestinal
Kelainan dinding abdomen : (-)
Muntah : (-)
Diare : (-)
Organomegali : (-)
Bising usus : (+) kesan normal
Umbilikus : keluaran (-), edema (-), warna keluaran (-)

Sistem Genitalia
Keluaran : (-)
Anus : (+)

Pemeriksaan Lain
Ekstremitas : normal, lengkap akral hangat
Turgor : kembali segera,baik
Tulang belakang : normal
Kelainan kongenital : (-)

RESUME

Bayi perempuan berusia 26 hari rujukan dari RS Nasanapura, masuk kamar


perawatan bayi Peristi pada tanggal 12 Juni 2017 pukul 20.00 WITA dengan
keluhan sianosis sentral, merintih (+) dan terdapat retraksi dinding dada.

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Bayi lahir tanggal 16 Mei 2017 pukul 12.20 WITA lahir secara spontan. Bayi
lahir tidak langsung menangis. Badan Lahir 2020 gram, Panjang badan lahir 34
cm. A/S : 3/5. Air ketuban warna putih keruh. Kelainan kongenital tidak ada.
Riwayat kehamilan ibu G4P4A0, usia ibu sewaktu mengandung 33 tahun, usia
kehamilan kurang bulan. Ibu memiliki riwayat hipertensi, tidak ada demam
selama kehamilan,pemeriksaan kehamilan setiap bulan selama hamil di dokter
spesialis. Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan selama hamil. Sehari-hari ibu
layaknya ibu rumah tangga melakukan kegiatan rumah, selama kehamilan ibu
menghindari mengangkat beban yang berat dan pekerjaan rumah terlalu keras.

D. DIAGNOSIS : Berat Badan Lahir Rendah dan Respiratori Distress


Sindrom

E. TERAPI
Terapi di RS Nasanapura :
- IVFD dextrose 5%
- Inj. Cefotaxime 2 x 50 mg
- Inj. Dexamethason 2 x 1 mg

Terapi di RS Undata (Peristi) :


- Oksigen 1-2 lpm
- IVFD D5 % 16 tpm
- Inj. Cefotaxime 3x50 mg/ 12 jam/IV
- Observasi TTV/ jam

F. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan darah rutin

G. FOLLOW UP :

13 Juni 2017
Subject Sianosis (+), retraksi dinding dada (+), merintih (+), apneu (+), BAB
(+), BAK (+)
Object Tanda-tanda vital
Denyut jantung : 157 x/menit
Respirasi : SPO2 84%
Suhu : 37,20C
Berat badan : 2000 gram

Kepala : Normocephal, ubun-ubun besar datar dan lunak.


Sistem Pernapasan : merintih (+), apneu (+), retraksi dinding dada (+)
bronkovesikuler, bunyi tambahan (-)

Sistem Gastrointestinal
Kelainan dinding abdomen : Tidak ada
Muntah: Tidak ada
Diare: Tidak ada
Residu lambung : Tidak ada
Organomegali : Tidak ada
Bising usus : (+),kesan normal
Umbilikus
Keluaran : (-)
Warna kemerahan : (-)
Edema : (-)
Sistem Saraf
- Aktivitas : Kurang aktif
- Kesadaran : Letargi
- Fontanela : Datar
- Sutura : Belum fusi
- Refleks terhadap cahaya : RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+)
- Kejang : (-)
- Tonus otot :NN
NN

Sistem Genitalia
- Anus imperforata : (-)
- Perempuan :
Keluaran : (-)
Pemeriksaan Lain
Ekstremitas : normal, akral hangat
Turgor : baik
Tulang belakang : normal

Kelainan kongenital: Tidak ada

Assesment BBLR + RDS Berat


Plan - Oksigen 1-2 lpm
- IVFD D5 % 16 tpm
- Inj. Cefotaxime 3x50 mg/ 12 jam/IV
- Observasi TTV/ jam

Follow Up :
14 Juni 2017
Subject Letargi (+), Sianosis (+), Distensi abdomen (+), merintih (+), apneu
(+),BAB (+), BAK (+)
Object Tanda-tanda vital
Denyut jantung : 130 x/menit
Respirasi : SPO2 99%
Suhu : 37,20C
Berat badan : 2000 gram

Kepala : Normocephal, ubun-ubun besar datar dan lunak.


Sistem Pernapasan : merintih (+), apneu (+), retraksi dinding dada (+),
bronkovesikuler, bunyi tambahan (-)

Sistem Gastrointestinal
Kelainan dinding abdomen : Tidak ada
Muntah : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Residu lambung : Tidak ada
Organomegali : Tidak ada
Bising usus : (+),kesan normal
Umbilikus
Keluaran : (-)
Warna kemerahan : (-)
Edema : (-)

Sistem Saraf
- Aktivitas : Kurang aktif
- Kesadaran : Letargi
- Fontanela : Datar
- Sutura : Belum fusi
- Refleks terhadap cahaya : RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+)
- Kejang : (-)
- Tonus otot :NN
NN
Sistem Genitalia
- Anus imperforata : (-)
- Perempuan :
Keluaran : (-)
Pemeriksaan Lain
Ekstremitas : normal, akral hangat
Turgor : baik
Tulang belakang : normal
Kelainan kongenital: Tidak ada
Assesment BBLR + RDS Berat

Plan - Oksigen 3-4 lpm


- IVFD D5 % 16 tpm
- Inj. Cefotaxime 3x50 mg/IV
- VTP O2
- Observasi TTV/ jam

Follow Up :
15 Juni 2017
Subject Sianosis (+), retraksi dinding dada (+), merintih (+), apneu (+), BAB
(+), BAK (+)
Object Tanda-tanda vital
Denyut jantung : 157 x/menit
Respirasi : SPO2 99%
Suhu : 36,70C
Berat badan : 1900 gram

Kepala : Normocephal, ubun-ubun besar datar dan lunak


Sistem Pernapasan : merintih (+), apneu (+), retraksi dinding dada (+),
sianosis (+), bronkovesikuler, bunyi tambahan (-
)
Sistem Gastrointestinal
Kelainan dinding abdomen : Tidak ada
Muntah : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Residu lambung : Tidak ada
Organomegali : Tidak ada
Bising usus : (+),kesan normal
Umbilikus
Keluaran : (-)
Warna kemerahan : (-)
Edema : (-)
Sistem Saraf
- Aktivitas : kurang aktif
- Kesadaran : Letargi
- Fontanela : Datar
- Sutura : Belum fusi
- Refleks terhadap cahaya : RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+)
- Kejang : (-)
- Tonus otot :NN
NN

Sistem Genitalia
- Anus imperforata : (-)
- Perempuan :
Keluaran : (-)

Pemeriksaan Lain
Ekstremitas : normal, akral hangat
Turgor : baik
Tulang belakang : normal
Kelainan kongenital: Tidak ada
Assesment BBLR + RDS Berat
Plan - Oksigen 3-4 lpm
- IVFD D5 % 16 tpm
- Inj. Cefotaxime 50 mg/8 jam/IV
- VTP O2
- Puasakan bayi
DISKUSI

Bayi berat lahir rendah yaitu bayi yang dilahirkan dengan berat lahir <2500
gram tanpa memandang masa gestasi. BBLR dapat disebabkan oleh: kehamilan
kurang bulan, bayi kecil untuk masa kehamilan atau kombinasi keduanya.Bayi BBLR
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu : prematuritas murni dan dismaturitas. Bayi
prematur secara umum ialah bayi dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
Penentuan usia kehamilan dapat ditentukan dengan menggunakan skor Ballard dan
Lubchenco. Bayi prematur memiliki berbagai masalah akibat belum berkembangnya
organ-organ tubuh, sehingga belum siap untuk berfungsi di luar rahim. Masalah yang
sering dijumpai pada bayi kurang bulan dan BBLR adalah: Asfiksia, gangguan nafas,
hipoglikemia, hipotermia, masalah pemberian ASI, ikterus, infeksi, masalah
perdarahan. Penatalaksanaan didasarkan pada masalah yang muncul yang berkaitan
dengan berat badan lahir rendah.5

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR: 1

a. Menurut harapan hidupnya:


- Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir <2500 gram.
- Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir <1500 gram.
- Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir < 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya
- Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut
neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
- Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).

Presentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi
yang lahir dengan usia kehilangan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara
32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Insiden pada
bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering terjadi
pada bayi laki-laki dari pada perempuan. Selain itu kenaikan frekuensi juga sering
terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus
selama kehamilan, misalnya ibu menderita penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi,
seksio serta pendarahan antepartum.5

Gagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress)


merupakan diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan tidak
mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Terminologi
respiratory distress digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien masih dapat
menggunakan mekanisme kompensasi untuk mengembalikan pertukaran gas yang
adekuat, sedangkan respiratory failure merupakan keadaan klinis yang lanjut akibat
kegagalan mekanisme kompensasi dalam mempertahankan pertukaran gas atau
tercukupinya aliran oksigen. Gagal nafas dapat disebabkan oleh penyakit paru yang
melibatkan jalan nafas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya. Gagal nafas
juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan
neuromuskular dan gangguan sistem saraf pusat.6
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas
(Respiratory Distress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi
pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan
dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru.7
Sindrom gangguan napas atau Respiratory Distress Syndrome adalah
penyebab utama dari mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Angka
kejadiannya berhubungan dengan usia gestasi dan juga berat badan lahir dari bayi.
Menurut EuroNeoStat Annual Report for Very Low Gestational Age Infants 2010
menunjukkan angka kejadian Sindrom gawat napas pada bayi baru lahir yaitu 92%
dengan usia gestasi 24-25 minggu, 88% pada usia gestasi 26-27 minggu, 76% pada
usia gestasi 28-29 minggu dan 57% pada usia gestasi 30-31 minggu.8
Faktor resiko lainnya dapat diperoleh dari diabetes maternal dan perinatal
asfiksia dan sering menjadi komplikasi dengan penyakit intrapulmonal dan ekstra
pulmonal (Pneumonia, Patent duktus arteriosus, area ektrapulmonal collection,
hipertensi pulmonari, dan perdarahan pulmonari). Faktror resiko dari RDS bervariasi
tergantung dari ras, grup etnis, dan faktor genetik. Mutasi dan variasi gen yang
berlangsung menyusun produksi dan struktur surfaktan atau yang berkontribusi
terhadap regulasi pengembangan paru dari respon inflamasi dapat menjadi faktor
resiko dari RDS.8
Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease
(HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan
membran hialin yang melapisi alveoli. Sindrom gangguan pernapasan adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi
pernapasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan
otot- otot pernapasan pada inspirasi.3
Persalinan prematur merupakan penyebab utama kematian neonatal dini dan
memberikan kontribusi lebih dari 70% penyebab kematian perinatal pada bayi tanpa
kelainan bawaan. Pada bayi kurang bulan (prematur) sering timbul penyulit yang
berhubungan dengan kekurang-matangan organ. Penyakit membran hialin (PMH)
merupakan penyebab terbanyak angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur. Di
Amerika Serikat, PMH didapatkan pada sekitar 10% dari seluruh bayi prematur.
Angka kematian PMH di Amerika Serikat adalah 21,3 per 100.000. Selain
berhubungan dengan usia kehamilan, angka kejadian PMH juga berhubungan dengan
berat badan lahir. Lima puluh sampai enam puluh persen bayi yang lahir kurang dari
usia kehamilan 29 minggu menderita PMH, dan 44% kasus didapatkan pada bayi
dengan berat lahir antara 5011500 gram.9
Penyakit membran hialin pada bayi kurang bulan (BKB) terjadi karena
pematangan paru yang belum sempurna akibat kekurangan surfaktan. Tanpa
surfaktan, alveoli menjadi kolaps pada akhir ekspirasi, sehingga menyebabkan gagal
nafas pada neonatus. Berbagai faktor ibu dan bayi berperan sebagai faktor risiko
untuk terjadinya PMH pada BKB namun sebagian di antaranya masih kontroversial.
PMH yang terjadi pada bayi kurang bulan tersebut bervariasi dari yang ringan sampai
yang berat. Pada PMH ringan tidak memerlukan ventilasi mekanik sedangkan PMH
berat memerlukan ventilasi mekanik. Semakin berat derajat PMH, semakin berat
keterlibatan kardiovaskular. Terapi optimal PMH menuntut teknologi canggih yakni
pemberian ventilasi mekanik dengan atau tanpa pemberian surfaktan eksogen.10
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan
kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel
epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada
kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari
fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan
permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara
fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya
ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.11
Kekurangan surfaktan, baik oleh karena kurangnya produksi dan sekresi,
adalah penyebab utama PMH. Unsur utama dari surfaktan adalah lesitin,
fosfotidilgliserol, apoprotein (surfaktan protein SPA,B,C,D), dan kolesterol. Dengan
pertambahan usia kehamilan, bertambah pula jumlah sintesis fosfolipid dan disimpan
di sel alveolar tipe II. Jumlah ini tidak mencukupi pada keadaan prematur. Surfaktan
dalam konsentrasi tinggi didapatkan di dalam paru-paru fetus pada usia 20 minggu
kehamilan. Tingkat kematangan surfaktan paru biasanya terlihat sesudah 35 minggu.
Sintesis surfaktan bergantung dari pH yang normal, temperatur dan perfusi. Asfiksia,
hipoksemia dan iskemia pulmonal terutama yang berhubungan dengan hipovolemia,
hipotensi, stres dingin, bisa menekan sintesis surfaktan. Kekurangan sintesis atau
pelepasan surfaktan menyebabkan atelektasis paru. Bergantung pada luas atelektasis,
secara keseluruhan kelenturan paru menjadi berkurang seperlima sampai
sepersepuluh nilai normal. Pada keadaan defisiensi surfaktan, paru bayi akan gagal
mempertahankan fungsinya setelah bayi lahir dan juga gagal mempertahankan
kestabilan alveolus pada akhir ekspirasi, sehingga pada saat inspirasi berikutnya
dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan alveolus yang kolaps.
Kelainan tadi menyebabkan terjadinya gangguan ventilasi dan perfusi dalam paru
hingga timbul hipoksemia pada bayi.10
Gejala dan tanda klinis yang ditemui pada Sindrom Gawat Napas (RDS)
adalah: dispnu, merintih (grunting), takipnu (pernafasan lebih 60x/menit), retraksi
dinding toraks dan sianosis. Gejala gejala ini timbul dalam 24 jam pertama sesudah
lahir dengan derajat yang berbeda, tetapi biasanya gambaran sindrom gawat nafas
sudah nyata pada usia 4 jam. Tanda yang hampir selalu didapat adalah dispnu yang
akan diikuti dengan takipnu, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding toraks, dan
sianosis. Diagnosis dini dapat ditegakkan bila telah ada gambaran sindrom tersebut,
terlebih lagi bila disertai dengan adanya faktor-faktor risiko.8
Biasanya ditemukan takipnea, grunting, retraksi intercostal dan subcostal, dan
pernafasan cuping hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif
terhadap oksigen. Suara nafas dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular yang
kasar, dan pada inspirasi dalam dapat terdengan ronkhi basah halus, terutama pada
basis paru posterior. Terjadi perburukan yang progresif dari sianosis dan dyspnea.
Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun, terjadi
peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang seiring
memburuknya penyakit.apnea dan pernafasan iregular mucul saat bayi lelah, dan
merupakan tanda perlunya intervensi segera. Dapat juga ditemukan gabungan dengan
asidosis metabolik, edema, ileus, dan oliguria. Tanda asfiksia sekunder dari apnea
atau kegagalan respirasi muncul bila ada progresi yang cepat dari penyakit. Kondisi
ini jarang menyebakan kematian pada bayi dengan kasus berat. Tapi pada kasus
ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam 3 hari. Setelah periode inisial
tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi mulai membaik. Bayi yang
lahir pada 32 33 minggu kehamilan, fungsi paru akan kembali normal dalam 1
minggu kehidupan. Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26-28 minggu) biasanya
memerlukan ventilasi mekanik.12
Terapi terutama ditujukan pada pertukaran O2 dan CO2 yang tidak adekuat di
paru-paru, asidosis metabolik dan kegagalan sirkulasi adalah manifestasi sekunder.
Beratnya HMD akan berkurang bila dilakukan penanganan dini pada bayi BBLR,
terutama terapi asidosis, hipoksia, hipotensi dan hipotermia.
Manajemen Umum:13
- Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka.
- Terapi oksigen sesuai dengan kondisi:
a. Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup
untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50-70 mmHg.
b. Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg pada konsentrasi
oksigen inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continuos
Positive Airway Pressure) terindikasi. Penggunaan NCPAP sedini mungkin
(early NCPAP) untuk stabilisasi bayi BBLSR sejak di ruang persalinan juga
direkomendasikan untuk mencegah kolaps Alveoli. Pada pemakaian nasal
prong, perlu lebih hati-hati karena pemakaian yang terlalu ketat dapat merusak
septum nasi.
c. Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau komplikasi
yang menimbulkan apneu persisten.

- Jaga kehangatan.
- Pemberian infus cairan intravena dengan dosis rumatan.
- Pemberian nutrisi bertahap, diutamakan ASI.
- Antibiotik: diberikan antibiotik dengan spektrum luas, biasanya dimulai dengan
ampisilin 50mg/kg intravena tiap 12 jam dan gentamisin, untuk berat lahir <2 kg
dosis 3 mg/kgBB per hari. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian antibiotik
dihentikan.
- Analisis gas darah dilakukan berulang untuk manajemen respirasi. Tekanan
parsial O2 diharapkan antara 50-70 mmHg, paCO2 diperbolehkan antara 45-60
mmHg (permissive hypercapnia). pH diharapkan tetap di atas 7,25 dengan
saturasi oksigen antara 88-92%.

Manajemen Khusus

Pemberian sufaktan dilakukan bila memenuhi persyaratan, obat tersedia, dan lebih
disukai bila tersedia fasilitas NICU. Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika
bayi terbukti mengalami penyakit membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis
berulang melalui pipa endotrakea setiap 6-12 jam untuk total 2-4 dosis, tergantung
jenis preparat yang dipergunakan. Selama pemberian surfaktan dapat terjadi obstruksi
jalan napas yang disebabkan oleh viskositas obat. Efek samping dapat berupa
perdarahan dan infeksi paru.13
PEMBAHASAN

Pada kasus diagnosa kerja yang diangkat adalah Berat Badan Lahir Rendah
dan Respiratori Distress Sindrom. Diagnosa ini didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang selama 3 hari perawatan di ruang
Peristi.
Diagnosa Bayi Prematur (BKB SMK) ditegakkan berdasarkan anamnesis
didapat kehamilan kurang bulan, serta pada pengukuran berat badan berbanding usia
gestasi didapatkan pada kurva Lubschenco Bayi Kurang Bulan Sesuai Masa
Kehamilan.
Respiratori Distress Sindrom diangkat sebagai diagnosa karena berdasarkan
anamnesis dari ibu pasien, pasien sejak lahir telah mengalami sianosis (badan
biru) dan juga adanya retraksi dinding dada. Gejala gejala RDS ini timbul
dalam 24 jam pertama sesudah lahir dengan derajat yang berbeda, tetapi biasanya
gambaran sindrom gawat nafas sudah nyata pada usia 4 jam. Tanda yang hampir
selalu didapat adalah dispnu yang akan diikuti dengan takipnu, pernafasan cuping
hidung, retraksi dinding toraks, dan sianosis. Diagnosis dini dapat ditegakkan bila
telah ada gambaran sindrom tersebut, terlebih lagi bila disertai dengan adanya faktor-
faktor risiko.
Penilaian gawat napas berdasarkan skor DOWNE, didapatkan nilai Skor
DOWNE 7 yang menandakan kondisi bayi yaitu gangguan napas berat (Skor Downe
> 6 gangguan napas berat).
Selanjutnya pada kasus ini bayi masuk ke peristi dengan keluhan sianosis,
merintih dan terdapat retraksi dinding dada yang merupakan tanda bahwa bayi
mengalami gangguan napas berat yakni frekuensi napas >60 kali / meni tdengan
retraksi dinding dada, merintih saat ekspirasi serta sianosis sentral. Manajemen
pada gangguan napas sedang pasien ini yakni melanjutkan pemberian Oksigen 1-2
lpm, IVFD D5 % 16 tpm, Inj. Cefotaxime 3x50 mg/ 12 jam/IV.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim M.S. 2008. Buku Ajar Neonatologi. ed I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
2. Djoko W dkk. Buku Acuan Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar. Depkes RI. 2006
3. Presentasi TIM PONED UKK PERINATOLOGI IDAI, 2007. Gangguan napas
pada bayi baru lahir. Palu. Perinatologi IDAI.
4. Presenatasi TIM PONED UKK PERINATOLOGI IDAI, 2007. Termoregulasi
bayi baru lahir. Palu. Perinatologi IDAI.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI., 2011. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. Jilid 3. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
6. Wratney A, Chifetz I, Fortenberry J, Paden M. 2006. Pediatric critical care medicine.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
7. IDAI, 2010. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI.
8. Grappone, L, 2014, Hyaline Membrane Disease or Respiratory Distress
Syndrome? A New Approach for an Old Disease, www.jpnim.com Open Access
Journal of Pediatric and Neonatal Individualized Medicine.
9. Sumadiono, 2013, Faktor Resiko Kematian Neonatus dengan Penyakit Membran
Hyalin, Sari Pediatri, Vol. 15, No. 2, Agustus.
10. Tobing, R, 2014, Kelainan Kardiovaskular pada Sindrom Gawat Napas
Neonatus, Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, Juni.
11. Yulius, I, 2013, Mortalitas Sindrom Gawat Pernapasan Akut Neonatus di Unit
Perawatan Intensif Neonatus RSUP Sanglah, JURNALIKA Vol. 1 No.2, Juni.
12. Kamath BD, MacGuire ER, McClure EM, Goldenberg RL, Jobe AH. 2011.
Neonatal mortality from respiratory distress syndrome: Lessons for low-resource
countries. Pediatrics.
13.Pramanik, A, 2015, Respiratory Distress Syndrome Treatment & Management,
Medscape, http://emedicine.medscape.com/article/976034-treatment

Anda mungkin juga menyukai