Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

Memahami Dispareunia
Dito Anurogo
Brain and Circulation Institute of Indonesia, Surya University, Indonesia

ABSTRAK
Dispareunia adalah nyeri rekuren atau persisten yang dikaitkan dengan percobaan atau masuknya penis dalam vagina. Prevalensinya di
masyarakat sekitar 0.4-61%; di praktik ginekologik, prevalensinya sampai 15%. Tujuan tinjauan ini ialah untuk mengulas pustaka dan data mengenai
tata laksana dispareunia. Metode yang digunakan berupa telusur pustaka melalui Pubmed, Medline, dan Embase. Hasilnya menunjukkan
bahwa terdapat banyak etiologi dan patofisiologi dispareunia. Diperlukan penatalaksanaan menyeluruh. Simpulannya, dispareunia sangat
memengaruhi kualitas kehidupan perempuan. Penatalaksanaannya berupa pendekatan komprehensif, sistematik, dan multidisipliner. Riset
masih dilakukan untuk mendapatkan cara penatalaksanaan berbasis-bukti.

Kata kunci: dispareunia, tata laksana, komprehensif

ABSTRACT
Dyspareunia (painful sexual intercourse) is a recurrent or persistent acute pain associated with attempted or complete vaginal entry and/or
penile vaginal intercourse. Prevalence in the community is between 0,4-61%. In general gynecological practice, the prevalence is up to 15%. The
objective of this review is to provide a review of literature and to review current data or issue regarding state-of-the-art comprehensive assessment
and management of dyspareunia. The methods used was databases (Pubmed, Medline and Embase) searching as well as bibliographies for
information on management of dyspareunia. Some recent publications and guidelines (Pubmed, Medline and Embase) are discussed. The
result showed that there are many potential etiologies and pathophysiologies of dyspareunia. No single treatment is successful in all women
with dyspareunia. A comprehensive and thorough management of dyspareunia are discussed. In conclusion, dyspareunia significantly affects
the quality of women’s life. Management of dyspareunia includes a comprehensive, systematic, and multidisciplinary approach. Research is
being undertaken internationally to develop evidence-based methods of treatment. Dito Anurogo. Understanding Dyspareunia.

Key words: dyspareunia, management, comprehensive

PENDAHULUAN DEFINISI sebelum, selama, atau setelah senggama.6


Masalah nyeri selama berhubungan seksual Dispareunia berasal dari kata Yunani kuno Secara singkat, dispareunia ialah hubungan
telah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. yang berarti «sulit kawin atau menikah seksual yang menimbulkan rasa nyeri pada
Deskripsi detail tentang dispareunia bermula (difficult mating)» atau «jodoh yang buruk» kelamin atau sekitar kelamin.
dari surat papirus Ramesseum dari jaman apapun penyebabnya, “pasangan buruk
Mesir kuno dan kondisi dispareunia berat yang tidak selalu serasi/harmonis”. Istilah Dispareunia dapat dialami oleh pria maupun
disebutkan di Talmud sebagai penyebab (yang dyspareunia dahulu pernah dipakai di Inggris wanita, wanita lebih sering. Dispareunia dapat
cukup dijadikan alasan) untuk bercerai. Lebih hanya untuk mengacu ke nyeri senggama bersifat dangkal (superficial) atau dalam (deep),
lanjut, Ramesseum Papyri menghubungkan dengan penyebab organik.3 akut atau kronis, sementara atau sepanjang
antara nyeri vulva selama bersenggama waktu. Dispareunia bersama vaginismus dan
dengan nyeri haid dan ketidakteraturan Dispareunia berarti nyeri alat kelamin yang nyeri seksual nonkoitus (Noncoital Sexual
haid. Hubungan tradisional antara semua menetap atau berulang, yang berkaitan Pain) dikelompokkan sebagai gangguan
permasalahan wanita dengan rahim (uterus) dengan hubungan seksual (masuknya penis nyeri seksual (Sexual Pain Disorders, SPD). SPD
dan menstruasi rupanya ditolak oleh Soranus ke vagina) atau upaya memasukkan objek ke adalah salah satu kelompok dari gangguan
dari Ephesus, seorang dokter Romawi, vagina (baik sebagian atau keseluruhan), yang fungsi seksual pada wanita (Female Sexual
yang mendeskripsikan kondisi vulva yang menyulitkan diri sendiri atau menimbulkan Dysfunctions).7,8 Terminologi dispareunia
menyebabkan nyeri selama bersenggama.1 ketidaknyamanan. Makna lain dispareunia bersinonim dengan dyspareunia, painful
adalah sensasi nyeri saat vagina sedang atau coitus, painful vaginal intercourse, pain during
Istilah «dyspareunia» dirumuskan oleh Barnes telah lengkap dimasuki,4 pengalaman nyeri sexual intercourse. 9
pada tahun 1874, yang mengacu ke berbagai selama persetubuhan (sexual intercourse)
kondisi/gangguan/penyakit fisik yang dapat dan/atau nyeri nonseksual dengan penetrasi EPIDEMIOLOGI
menyebabkan nyeri.2 vagina,5 atau nyeri alat kelamin yang dialami Dickinson menemukan 4% dari 4100 wanita

Alamat korespondensi email: ditoanurogo@gmail.com

508 CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

Disebut superficial dyspareunia bila sensasi


nyeri dirasakan di vaginal introitus. Mayoritas
wanita merasakan subtipe ini. Disebut deep
dyspareunia bila sensasi nyeri dirasakan di
bagian dalam pelvis selama masuknya penis.

Dispareunia juga diklasifikasikan menjadi


primer (nyeri muncul dari saat mulai
bersenggama) dan sekunder (rasa tak nyaman
bersenggama dirasakan setelah dimulainya
sensasi bebas-nyeri saat senggama), dengan
kategorisasi lebih lanjut: komplet/lengkap
(selama semua episode) atau situasional/
sesaat (hanya selama persetubuhan tertentu
atau dengan pasangan tertentu).25

KONSEP
Spano and Lamont (1975) memperkenalkan
model circular dispareunia yang memiliki
konsep bahwa nyeri selama penetrasi
(masuknya penis ke vagina), atau ingatan-
ingatan (memories) nyeri, memicu dan
memacu ketakutan rasa nyeri di hubungan
Gambar Model circular dyspareunia26 seks berikutnya, yang pada gilirannya akan
menghasilkan penurunan hasrat/bangkitan
telah menikah mengalami dispareunia, dan Reflux dyspareunia merujuk pada rasa dada seksual (sexual arousal) selama aktivitas seksual,
73% di antara mereka memiliki penyebab terbakar (heartburn) saat bersenggama. sehingga terjadi kekeringan vagina dan/atau
fisik primer. Wanita berusia 20-29 tahun Biasanya penderita reflux dyspareunia adalah meningkatnya tonus otot dasar panggul
menderita dispareunia dua kali lebih sering perokok sigaret dan memiliki berat badan sebagai suatu reaksi antisipasi nyeri. Kombinasi
dibandingkan wanita berusia 50-60 tahun.10 berlebih (overweight). Prevalensi kasus ini kekeringan vagina dan meningkatnya kerja
Studi prevalensi di Swedia yang melibatkan 5-12%.20 otot dasar panggul meningkatkan gesekan
3017 wanita, menunjukkan puncak insiden antara penis dan vulva, menimbulkan rasa
4,3% di kelompok usia 20–29 tahun.11 Wanita Di Indonesia, angka dispareunia belum nyeri dan bahkan kerusakan jaringan (vulvar
dengan endometriosis empat kali lebih sering diketahui pasti mengingat hambatan vestibulitis syndrome).26
mengalami dispareunia daripada wanita sehat. sosiokultural, sebagian masyarakat masih
Dispareunia juga lima kali lebih sering pada tabu membicarakan masalah/problematika ETIOLOGI
wanita dengan diagnosis peritoneal focuses seks, banyak wanita enggan berbicara terbuka Beberapa penyebab dispareunia27-29:
of endometriosis daripada penderita kista dengan pasangannya, terlebih lagi untuk ke A. Vulva
endometrioid.12 Dispareunia kronis (menahun) dokter. Hal ini merupakan hambatan terbesar Beberapa kondisi di vulva yang dapat
dialami sekitar 15% wanita. penatalaksanaan kasus ini.21 menyebabkan dispareunia: (1) Selaput dara
tertutup (imperforate hymen); kejadian ini
Systematic review (WHO) melaporkan insiden KLASIFIKASI dialami 1 dari 1000 hingga 1 dari 10.000
dispareunia berkisar antara 8% hingga 22%.13 Problematika seksual umum biasanya wanita,30 (2) Radang vulva menahun disertai
Prevalensi (angka kejadian) dispareunia sekitar diklasifikasikan menjadi empat kategori jamur (chronic yeast vulvitis), (3) Penyakit
1% (di Swedia) hingga 46% (di USA). Berbagai utama: (1) gangguan hasrat seksual atau vulvar vestibulitis, (4) Penyakit kulit apa pun
studi internasional menyebutkan prevalensi sexual desire disorders, (2) gangguan bangkitan di vulva (eksim, psoriasis, dsb.), (5) Episiotomi
berkisar 3-18%.14 Studi lain menyebutkan seksual atau sexual arousal disorders, (3) yang kurang sempurna, (6) Inflamasi dan/atau
bahwa dispareunia mengenai 3-43% wanita. gangguan orgasme atau orgasmic disorders, infeksi, (7) Perlekatan (adhesi) klitoris, (8) Kista
Referensi lain menyatakan angka 9,3% hingga dan (4) gangguan nyeri seksual atau sexual atau abses kelenjar Bartholini, (9) Condyloma
15,5%.15-17 Di dalam suatu systematic literature pain disorders. Dispareunia termasuk dalam acuminata, (10) Kraurosis vulvae, (11) Kurang
review, prevalensi dispareunia sekitar 0,4% golongan terakhir.23 menjaga kesehatan dan kebersihan kelamin.
hingga 61%.18 Variasi angka ini bukan hanya
dipengaruhi oleh wilayah (negara-negara Upaya empiris pertama untuk menggambar- B. Vagina
Eropa Utara dan USA), melainkan juga kan subtipe dispareunia dilakukan oleh Meana Beberapa kondisi di vagina yang dapat
berkaitan dengan budaya, jumlah penduduk, dkk (1997).24 Dua subtipe dispareunia adalah menyebabkan dispareunia: (1) Kurang
penyedia layanan kesehatan.19 superficial dyspareunia dan deep dyspareunia. lubrikasi (2) Infeksi jamur menahun, (3)

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013 509


TINJAUAN PUSTAKA

Vaginismus, (4) Alergi terhadap douche atau Beberapa faktor psikis pencetus dispareunia, 2. Bagian benang alat kontrasepsi dalam
kontrasepsi, (5) Radiasi (6) neoplasma, (7) seperti38-41: (1) Riwayat trauma seksual, rahim (IUD atau spiral). Bisa pula karena
Iatrogen, misalnya operasi perbaikan ruang misalnya: incest, diperkosa. Ada yang gesekan kondom, atau iritasi/rangsangan zat
anterior, posterior terlalu sempit/rapat, (8) beranggapan hal ini tidak berperan penting kimia yang ada pada kondom.
Atrofi pascamenopause (terjadi penurunan menyebabkan dispareunia, (2) Persetubuhan 3. Psikis; rasa bersalah, cemas berlebihan,
lubrikasi dan elastisitas). sebelumnya nyeri, dengan alasan/penyebab takut pasangan menjadi hamil.
apapun, (3) Rasa takut, cemas (ansietas)
Anatomi vagina yang diukur dengan kaliber berlebihan, (4) Rasa bersalah (konflik dengan Kondisi fisik yang berkaitan dengan
introital, panjang (jarak), dan vulvovaginal keluarga, agama, sistem nilai, adat-istiadat, dispareunia kronis (menahun)21,27-29,48,49:
atrophy, tidak berkorelasi dengan fungsi sahabat, kerabat, dsb), ketidaktahuan a. Yang dirasakan di permukaan (superfisial)
seksual, juga dengan gejala dispareunia dan (harapan penampilan yang tak realistik, fantasi antara lain vulvitis, vulvovaginitis, Bartholinitis,
kekeringan vagina (vaginal dryness).31 seksual berlebihan, misinformasi seksualitas kondilomata, atrofia, penyakit kulit, radang
dan hubungan sosial, dsb), faktor lingkungan non-infeksi, defek epitel, labia minora yang
C. Pelvis (rongga panggul) (kejenuhan, tidak ada keleluasaan pribadi luas, vulvar intraepithelial neoplasia (VIN),
Beberapa kondisi di pelvis dan sekitarnya atau privacy, preokupasi karir atau orangtua, sindrom vestibulitis vulvar, bekas luka atau
yang dapat menyebabkan dispareunia: (1) kurangnya waktu, kurangnya kehangatan jaringan parut, ukuran penis, uretritis, sistitis,
sembelit/konstipasi; proctitis, (2) interstitial dan kebersamaan), (5) Problematika variasi anatomis, sisa himen, episiotomi/
cystitis (3) pelvic varicosities, (4) endometriosis, pernikahan, misalnya: penderitaan, tekanan, ruptur, radiasi.
(5) sel telur di dalam cul-de-sac, (6) perlekatan ketidakharmonisan, dan sebagainya. b. Yang dirasakan sampai ke dalam (profunda)
peritoneum. antara lain kekurangan estrogen, vaginitis,
F. Faktor psikososial iritasi kimiawi atau mekanis, profil vagina
Wanita dispareunia memperlihatkan reaksi Meliputi faktor perilaku (behavioural), kognitif, yang berubah, jaringan parut, endometriosis,
protective-like defensive dari otot dasar pelvis dan afektif. Pada studi yang melibatkan vaginal septum, uretritis, sistitis, retroversi
(pelvic floor muscles) selama upaya penetrasi lebih dari 1400 remaja wanita, mereka uterus, fibroid uterus, tumor ovarium, sindrom
vagina. Studi lain menunjukkan kekurangan yang dispareunia setidaknya dalam 6 bulan sisa ovarium, nyeri perut kronis, nyeri dinding
kapasitas kontraksi otot dasar pelvis.32,33 terakhir, lebih banyak melaporkan riwayat perut, irritable bowel syndrome, hemoroid.
Endometriosis, sindrom kongesti pelvis, dan siksaan seksual di masa lalu (past sexual
interstitial cystitis berkaitan erat dengan deep abuse), ketakutan terhadap siksaan fisik, ANAMNESIS50-52
dyspareunia.34 dan ansietas bila dibandingkan dengan 1. Kapan (saja) dan di mana lokasi nyeri?
kontrol.42,43 Penyiksaan atau trauma seksual 2. Apakah nyeri di awal penetrasi atau
D. Obat dan fisik di masa anak (severe physical or setelahnya?
Penggunaan antihistamin jangka panjang sexual childhood abuse) berisiko 4-6 kali lipat 3. Apakah ada nyeri perut? Bagaimana
dapat menghambat lubrikasi vagina. menjadi dispareunia dan nyeri genital di masa dengan nyeri di sekitar perut?
Penggunaan antibiotik jangka panjang dewasa.44 4. Apakah penderita merasakan ”terlalu
memungkinkan timbulnya infeksi jamur sempit” untuk penetrasi?
kronis. Kontrasepsi hormonal (kontrasepsi G. Penyebab Lain 5. Apakah nyeri setiap saat senggama?
oral, transdermal patch, vaginal ring) berkaitan Pseudokista pankreas adalah komplikasi 6. Keluhan lain. Apakah penderita depresi/
erat dengan vestibulodynia (dahulu disebut pankreatitis akut dan biasanya bermanifes stres? Apakah disertai keputihan?
vestibulitis), penyebab paling umum nyeri abdomen. Ada laporan kasus pria 45 7. Apakah didahului dengan foreplay.
dispareunia pada wanita premenopause. tahun dengan riwayat pankreatitis akut Apakah lubrikasi sudah mencukupi?
Pada studi kasus kontrol, wanita pengguna merasakan nyeri abdomen, dispareunia, dan 8. Bagaimana relasi pasangan?
kontrasepsi oral berpeluang 9,3 kali terkena ada massa di inguinal yang teraba dengan 9. Bagaimana arti menjadi orang tua? Apakah
vestibulodynia dibandingkan kontrol. palpasi. Hasil pemeriksaan mengungkapkan kehamilannya dikehendaki, direncanakan,
Kontrasepsi oral dapat menyebabkan pseudokista di rongga pelvis menuju kanalis atau tidak pernah diinginkan? Apakah bayi
vestibulodynia karena menurunkan kadar inguinalis, menekan struktur pelvis dan tidur bersama? Apakah sedang menggunakan
testosteron bebas bersirkulasi yang inguinal.45 Mioma uteri dan adenomiosis kontrasepsi? Apakah sedang menyusui?
membahayakan epitel vestibuli vulva.35,36 belum dapat dipastikan sebagai penyebab 10. Riwayat trauma seksual masa lalu
utama deep dyspareunia.34 11. Riwayat dispareunia sebelumnya
Medikasi psikotropik juga dapat menjadi 12. Riwayat persalinan, episiotomi
penyebab hypoactive sexual desire disorder Penyebab dispareunia multidimensi, berkaitan 13. Riwayat konsumsi obat: golongan
(HSDD) dan female sexual arousal disorder dengan aspek biologis, medis, psikologis, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs),
(FSAD). Baik HSDD maupun FSAD dapat sosiokultural, dan interpersonal.46 serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors
berkontribusi terhadap dispareunia karena (SNRIs), monoamine oxidase inhibitors (MAOIs),
efek pada lubrikasi vagina.37 Pada pria, dispareunia disebabkan oleh21,47: antipsikotik, benzodiazepin (BZD), beta-bloker,
1. Radang/infeksi penis, skrotum, saluran alfa-bloker, diuretik, digoxin, antihistamin
E. Psikis (Psikogenik) kemih, kelenjar prostat. H2-receptor blockers, antikonvulsan, dan/atau

510 CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

steroid. penderita dispareunia. Pengukuran aliran Index (FSFI). Kuesioner ini adalah suatu
Dispareunia dapat dijumpai pada kasus: darah vestibuler dengan teknik termal dan multidimensional self-report instrument, berisi
postpartum female sexual dysfunction, laser Doppler digunakan untuk mengetahui 19 pertanyaan singkat, mencerminkan
endometriosis, perdarahan vagina, keputihan pengaruh rangsangan seksual pada genital kondisi seksual selama 4 minggu terakhir,
(vaginal discharge), atrophic vaginitis, bacterial (alat kelamin) dan sensasi nongenital.52,61 telah divalidasi reliabilitas dan validitasnya,
vaginosis (BV), kandidiasis (jamur), Chlamydia, terutama untuk studi epidemiologi dan uji
pelvic inflammatory disease (PID), trikomoniasis; Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai klinis. FSFI terdiri dari 6 dimensi atau domain
41,3% dispareunia terjadi pada 60-180 hari indikasi. Pemeriksaan darah diperlukan pokok, yaitu: (1) orgasme (meliputi frekuensi,
setelah melahirkan.53,54 Meskipun jarang, untuk mengevaluasi kadar serum estradiol, kesulitan, kepuasan), (2) nyeri (meliputi
dispareunia dapat menjadi keluhan utama testosteron total, testosteron bebas, frekuensi selama penetrasi vagina, frekuensi
gastrointestinal stromal tumors (GIST).59 albumin, sex hormone-binding globulin, follicle yang mengikuti penetrasi vagina, tingkat
stimulating hormone, dan prolaktin.62,63 selama atau mengikuti penetrasi vagina), (3)
GAMBARAN KLINIS bangkitan atau arousal (meliputi frekuensi,
Pada persistent dyspareunia, beberapa lokasi Glikoprotein, sex hormone binding globulin tingkat, kepercayaan diri, kepuasan), (4) hasrat
paling nyeri seperti: di daerah introitus vagina, (SHBG), perlu diukur jika mengonsumsi atau desire (meliputi: frekuensi, tingkat), (5)
vagina, uretra, kandung kemih, pelvis, atau steroid estrogen eksogen, seperti etinil pelumasan atau lubrikasi (meliputi frekuensi,
tersebar dan tak dapat ditentukan pasti estradiol atau estradiol, atau memiliki riwayat kesulitan, frekuensi serta kesulitan di dalam
lokasinya. Penderita dispareunia bisa memiliki hipertiroidisme, penyakit hati, anoreksia pemeliharaan atau mempertahankan), dan
pendapat negatif tentang interaksi seksual. nervosa, atau pemakaian obat nonestradiol (6) kepuasan (meliputi rata-rata kehidupan
Bila berlangsung lama pada wanita bisa lainnya (misal: fenitoin). Berbagai keadaan ini seksual, dengan partner seksual, kedekatan/
menyebabkan vaginismus, pada pria bisa diketahui dapat meningkatkan nilai SHBG.62,63 keintiman).68-70
menyebabkan ejakulasi dini atau disfungsi
ereksi. Hanya sedikit wanita dispareunia Terdapat beragam kuesioner untuk tujuan Untuk menilai profil biopsikososial wanita
disertai depresi dan gangguan cemas. Depresi spesifik pada penderita dispareunia. Untuk dengan dyspareunia, perlu dilakukan
bukan penyebab rasa nyeri dispareunia.56-58 menilai automatic affective sex-related pemeriksaan ginekologis standar, endovaginal
associations, digunakan Affective Simon Task ultrasound, dan colposcopy. Dilakukan
Pendekatan klinis dilematis karena kurangnya (AST). McGill-Melzack Pain Questionnaire juga interview terstruktur tentang nyeri
standarisasi temuan pemeriksaan fisik, menilai tingkat keparahan nyeri. Changes selain dyspareunia, fungsi seksual, riwayat
ketidaksesuaian antara temuan fisik yang Sexual Functioning Questionnaire, Female penyiksaan/trauma, penggunaan kuesioner
objektif dengan keluhan penderita yang Sexual Function Index, McCoy Female Sexuality Brief Symptom Inventory, Sexual Opinion
subjektif, kurangnya pilihan terapi terutama Questionnaire, dan Female Sexual Distress Scale Survey, dan Locke-Wallace Marital Adjustment
dengan diagnosis yang belum jelas. Model untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis Scale.39,42
psychogenic-biogenic yang terintegrasi perlu individu dengan disfungsi seksual. Golombok-
dikembangkan dan diimplementasikan untuk Rust Inventory of Sexual Satisfaction (GRISS) DIAGNOSIS BANDING
diagnosis dan penatalaksanaan dispareunia dan The Sexual Satisfaction Scale for Woman (1) Atrophic vaginitis dan kesulitan lubrikasi, (2)
yang efektif.60 untuk mengukur perbaikan atau peningkatan Bentuk uterus retroversi, (3) Endometriosis, (4)
atau kepuasan terapi. Jika disertai depresi atau Fibroid uterine, (5) Infeksi (human papillomavirus,
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG cemas, maka dapat digunakan Beck Anxiety herpes simplex virus, pelvic inflammatory disease,
Pemeriksaan fisik terutama evaluasi perut, Inventory. The Female Sexual Distress Scale chronic salpingitis, endometritis), (6) Kelainan
pelvis/panggul serviks, dan vagina untuk (FSDS) untuk mengukur penderitaan (distress) genitourinarius (uretritis, sistitis, sistitis
memastikan penyebab dispareunia. individu yang berkaitan dengan seksual.52,64-66 interstitial), (7) Kondisi patologis adnexa, (8)
Pemeriksaan colposcopic vulva, pemeriksaan Kondisi pelvis saat relaksasi, (9) Kongesti pelvis,
sensoris menggunakan kapas lembap untuk Untuk membedakan aspek kognisi wanita (10) Perlengketan (adhesi) pelvis, (11) Servisitis
menentukan area nyeri dilakukan secara dengan dan tanpa female sexual disorder, kronis, (12) Vaginismus, (13) vestibulitis vulvar,
sistematis di semua area anogenital, termasuk: terutama pada kasus dyspareunia dan (14) vulvodinia.71,72
labia majora, preputium klitoris, perineum, vaginismus, digunakan kuesioner Vaginal
dan intralabial sulci. Pemeriksaan spekulum Penetration Cognition Questionnaire Di dalam praktik, dispareunia sulit dibedakan
vagina (biasanya menggunakan spekulum (VPCQ). Kuesioner ini memiliki lima dari vaginismus, dengan asumsi keduanya
Graves ukuran pediatrik) juga diperlukan. subskala: pengendalian kognisi (kesadaran, memiliki persamaan di lima elemen, yaitu:
Pemeriksaan manual dilakukan dengan satu pemahaman), malapetaka (catastrophic) dan persentase sukses penetrasi vagina, sensasi
jari. Vaginal discharge dapat diperiksa dengan kognisi (pengenalan) nyeri, kognisi self-image, nyeri atau takut saat (atau selama) penetrasi
mikroskop.61 kognisi genital incompatibility. Reliabilitas vagina, disfungsi otot dasar pelvis, dan
subskala ini berkisar dari 0,70 hingga 0,83.67 komorbiditas medis. Rekomendasi Diagnostic
Uji peningkatan sensitivitas vestibula vulva and Statistical Manual of Mental Disorders V
meliputi uji pelvis dan evaluasi vagina Untuk menilai fungsi seksual perempuan, menyarankan dispareunia dan vaginismus
bertujuan untuk menjelaskan gejala awal digunakan kuesioner Female Sexual Function digabung menjadi satu kesatuan diagnostik

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013 511


TINJAUAN PUSTAKA

disebut genito-pelvic pain/penetration dyspareunia, tindakan laparoscopic excision mengatasi dispareunia. Bila perlu, boleh
disorder.25 lesi endometriosis profunda tidak hanya dipadukan dengan terapi seks, psikoterapi,
menyembuhkan deep dyspareunia namun dan konseling.87,89
KOMORBIDITAS juga memperbaiki kualitas kehidupan seksual.
Dispareunia sering disertai74-76: (1) Gejala traktus Kasus deep dyspareunia yang berkaitan dengan Konseling efektif untuk pasien dispareunia
urinarius bagian bawah (2) Sistitis berulang sindrom kongesti pelvis dapat diobati dengan memakai model konseling seksual PLISSIT,
dan berkaitan dengan seks, (3) Vulvodynia, (4) pendekatan pelvic vein embolization. Terapi meliputi P-Permission (memberikan ijin kepada
Infeksi Candida berulang, (5) Vaginal dryness intravesical efektif untuk deep dyspareunia pasien untuk memulai diskusi seksual dan
(6) Obstructive constipation, (7) Mialgia levator pada wanita dengan interstitial cystitis. Pada memberi kuasa/wewenang untuk membuat
ani, (8) Endometriosis, (9) Desire and arousal prinsipnya, penatalaksanaan deep dyspareunia pilihan dan perubahan, semua penyedia
disorders, (10) Interstitial cystitis, (11) Kolitis, sebaiknya langsung ditujukan kepada faktor layanan kesehatan haruslah berfungsi
(12) Chronic urinary tract infection, (13) Chronic kausatif karena disfungsi seksual sekunder pada tingkat ini). LI-Limited Information
pelvic pain, (14) Pelvic inflammatory disease, dapat muncul dari patologi pelvis organik.34 (menyediakan informasi faktual kepada
(15) Irritable bowel syndrome, (16) Riwayat pasien sebagai respons terhadap pertanyaan
penyakit menular seksual, (17) Riwayat pelvic Pada kasus atrofi genitouretral atau atau observasi, mengajarkan dasar anatomi
inflammatory disease, (18) Trauma seksual atau vagina pada wanita pascamenopause, jika organ genital dan respons fisiologis fungsi
sexual abuse. hormone replacement therapy (HRT) tidak seksual dan menjelaskan bahwa penyakit dan
direkomendasikan, dapat digunakan vaginal terapi dapat mempengaruhi fungsi seksual,
PENANGANAN suppository mengandung asam hialuronat, sebagian besar penyedia layanan kesehatan
Terapi dilakukan sesuai penyebab atau faktor vitamin E, dan vitamin A per hari selama 14 hari dapat memberikan informasi tipe ini). SS-
yang mendasarinya. Intervensi terapi medis pertama, dapat dilanjutkan 14 hari berikutnya. Specific Suggestions (menjelaskan penyebab
(farmakoterapi) meliputi pemakaian anestesi Terapi ini terbukti aman dan efektif mengatasi problem kepada pasien dan membantu
lokal (misalnya lidokain topikal) atau salep tanda-gejala yang berkaitan dengan atrofi pasien dengan petunjuk sangat spesifik
kortikosteroid. Alternatif medikamentosa vagina (dispareunia, gatal, sensasi terbakar, menemukan solusi, termasuk memberikan
lainnya berupa fluconazole dan cromolyn inflamasi atau pembengkakan vagina, pemahaman tentang intervensi farmakologis
cream. Pada kasus vulvar vestibulitis syndrome iritasi, terdapat abrasi dan iritasi vagina). dan/atau psikologis). IT-Intensive Therapy
(VVS), pembedahan/operasi (misalnya Tidak ada efek samping berat selama masa (menyediakan terapi bagi problematika
dengan terapi laser, vestibulectomy atau pem- pengobatan.85 dispareunia yang sedang dihadapi pasien,
buangan jaringan vestibular yang nyeri). penyedia layanan kesehatan mengidentifikasi
Untuk mengatasi kekeringan vagina, dapat Terapi nonmedis meliputi terapi fisik situasi yang memerlukan terapi intensif dan
diberikan kontrasepsi oral estrogen dosis (seperti electromyographic biofeedback) dan membuat rujukan medis yang diperlukan).90
rendah, histamine-1 blockers generasi pertama, cognitive-behavioral therapy (CBT). Terapi Pendekatan hypno-analgesia dan glove
tamoxifen, dan agen antikolinergik (misalnya: fisik ini bertujuan untuk mengendalikan dan anasthesia untuk membangkitkan ereksi
diphenhydramine HCl). Untuk mengatasi nyeri merelaksasikan otot dasar panggul. Sedangkan penis pada pria penderita dispareunia dapat
vulva, dipertimbangkan pemberian kromolin fokus utama program CBT adalah manajemen dilakukan sebagai alternatif. Pendekatan
sulfat topikal; salep likokain 5% dipakai malam nyeri, perbaikan, sekaligus peningkatan yang sama disertai hypno-exploration juga
hari untuk 7 minggu, krim capsaicin 0,025%, fungsi seksual terutama peningkatan hasrat dapat digunakan pada perempuan penderita
dipakai selama 20 menit setiap hari, selama 12 seksual.86 dispareunia. Efektivitas pendekatan hipnosis
minggu. atau gabapentin topikal (2% hingga ini masih memerlukan riset lanjutan.91
6%).77-81 Gel aplikasi vagina yang mengandung Cara lain yakni dengan program “penetration Pendekatan phytomedicine (herbal), ekstrak
ekstrak tanaman Hops (Humulus lupulus) desensitization”, yaitu: penderita didukung Trifolium pratense dan Cimicifuga racemosa
dapat efektif mengatasi dispareunia.82 Untuk penuh untuk memasukkan satu jarinya, lalu berpotensi mengatasi dispareunia, namun
kasus entry dyspareunia yang disebabkan dua, kemudian tiga, ke dalam vaginanya, masih memerlukan riset lanjutan.92,93
provoked vestibulodynia, obat pilihannya sambil merelaksasi otot-otot organ bagian
adalah amitriptilin topikal 2% di dalam krim bawah (seperti: vagina dan panggul), dilakukan PENCEGAHAN
sorbolene (cetomacrogol aqueous).84 secara bertahap dan teratur. Program ini hanya Dispareunia dapat dicegah dengan cara21,55,94-
96
disarankan untuk wanita yang telah menikah, :
Terapi estrogen lokal efektif mengurangi bukan untuk mereka yang masih gadis/ 1. Menciptakan suasana dan mencari
dispareunia dan kekeringan vagina (vaginal perawan.87 Penting diingat dan ditekankan lingkungan romantis.
dryness). Terapi hormon sistemik dengan untuk mengendalikan spasme otot involunter 2. Membina dan menjalin komunikasi
estrogen, estrogen/progesteron, estrogen/ yang terjadi.88 seksual yang terbuka baik sebelum, selama,
testosteron dan tibolon memiliki pengaruh dan setelah melakukan hubungan seks.
positif pada disfungsi seksual selama masa Terapi desensitisasi berupa latihan 3. Mencoba berbagai variasi atau metode
peri- dan pascamenopause.83 merelaksasikan vagina dapat mengurangi alternatif tentang ekspresi seksual termasuk
nyeri. Senam Kegel diperlukan untuk otot berfokus kepada sensasi seksual; mencatat
Terapi medis dapat memperbaiki deep perineum. Terapi dasar panggul juga efektif munculnya pikiran-pikiran negatif dan

512 CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

menganalisis saat nyeri seksual muncul; sebagai pemuas nafsu seks semata. rasa, jiwa, hati, dan pikiran secara totalitas di
memperlama foreplay; menggunakan 6. Saling mencintai, saling mengasihi, dalam aktivitas seksual amatlah penting untuk
aromaterapi, kemenyan, lilin, musik untuk saling memahami, saling setia, saling dilakukan secara berkesinambungan.
meningkatkan kualitas pengalaman seksual; pengertian, saling memiliki, sehingga tercipta 11. Edukasi seksualitas secara holistik.
memakai pelumas vagina berbasis air untuk keharmonisan dan tidak menimbulkan
vaginal moisturizers; menggunakan fantasi kesalahpahaman. UCAPAN TERIMAKASIH
yang disetujui bersama; memakai alat 7. Sosialisasi kesehatan reproduksi sesuai Penulis berterimakasih kepada Endah
perangsang. tingkat pendidikan dan pemahaman Rahmawati, MD, MA (PhD candidate in
4. Menghindari ego seksual terhadap masyarakat. Diperlukan kerjasama lintas- Specialist on Reproductive Medicine, Taipei
pasangan, yakni: hanya baik kepada pasangan, sektoral dan multidisiplin ilmu. Medical University, Taiwan), Taruna Ikrar, MD.
hanya mau memuji, bersikap mesra dan 8. Edukasi dan konseling berkesinambungan M.Pharm, PhD (School of Medicine, University
romantis, bersikap baik hanya bila mau dan berkelanjutan guna mengubah California, Irvine, USA), Irawan Satriotomo,
mengajak berhubungan intim. paradigma negatif masyarakat tentang seks MD, PhD (Center for Translational Research
5. Menghindari mengajak berhubungan (misalnya, bicara seks itu tabu). in Neurodegenerative Disease, Department
intim bila ia merasa lelah, tidak sedang 9. Konseling dan terapi kesehatan seksual of Anesthesiology, College of Medicine,
bergairah, kurang mood, sedang banyak sebelum, selama, dan setelah masa persalinan University of Florida, Gainesville, FL, USA),
masalah, atau sedang tidur. Bila istri atau melahirkan. dan Arli Aditya Parikesit,.M.Sc (University of
dibangunkan hanya untuk bersenggama, 10. Keintiman seksual adalah aspek Leipzig, Germany) atas bimbingan, dukungan,
akan memiliki anggapan dirinya hanya fundamental kemanusiaan. Keterlibatan dan bantuan akses referensi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Barnes JWB.Five Ramesseum papyri.Oxford: Griffith Institute.1956.
2. Barnes RA. Clinical History of the Medical and Surgical Diseases of Women. 1874. Henry C. Lea, Philadelphia.
3. Basson R, Berman J, Burnett A, Derogatis L, Ferguson D, Fourcroy J, et al. Report of the international consensus development conference on female sexual dysfunction: Definitions and
classification. Journal of Urology 2003;163:888-893.
4. Basson R, Shultz WCW, Binik YM, Brotto LA, Eschenbach DA, Laan E, et al. Women’s sexual desire and arousal disorders and sexual pain. In: Lue TF, Bassoon R, Rosen R, Giuliano F, Khoury S,
Montorris F, editors. Sexual medicine: sexual dysfunctions in men and women. Paris, France: Health Publications; 2004. p.851-974.
5. Binik YM. Should dyspareunia be retained as a sexual dysfunction in DSM-V? A painful classification decision. Arch Sex Behav 2005;34:11-21.
6. American College of Obstetricians and Gynecologists. Sexual dysfunction. Technical bulletin no. 211. Washington, D.C.: ACOG,1995.
7. American Psychiatric Association. APA diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Press; 2000.
8. World Health Organization. Manual of the international statistical classification of disease and related health problems, 10th revision (ICD-10). Geneva: World Health Organization; 2000.
9. Kinch RAH. Painful Coitus. Medical Aspects of Human Sexuality (American). October 1967,Vol 1.
10. Danielsson I., Sjoberg I., Stenlund H., Wikman M. Prevalence and incidence of prolonged and severe dyspareunia in women: results from a population study. Scand. J. Public Health.
2003;31(2):113-8.
11. Glatt AE, Zinner SH, McCormack WM. The Prevalence of Dyspareunia. Obstet Gynecol 1990;75(3):433-6.
12. Dunn KM, Croft PR, Hackett GI. Sexual problems: a study of the prevalence and need for health care in the general population. Fam Pract. 1998 Dec;15(6):519-24.
13. Latthe P, Latthe M, Say L, Gulmezoglu M, Khan KS. WHO systematic review of prevalence of chronic pelvic pain: a neglected reproductive health morbidity. BMC Public Health 2006;6:177–
83.
14. Simons JS, Carey MP. Prevalence of sexual dysfunctions: Results from a decade of research. Archives of Sexual Behavior.2001;30:177–219.
15. Colson M, Lemaire A, Pinton P, Hamidi K, Klein P. Sexual behaviours and mental perception, satisfaction and expectations of sex life in men and women in France. Journal of Sexual Medi-
cine 2005;3:121-31.
16. Danielsson I. Dyspareunia in women with special reference to vulvar vestibulitis. Scandinavian Journal of Sexology 2001;4:235-237.
17. Johnson SD, Phelps DL, Cottler LB. The association of sexual dysfunction and substance use among a community epidemiological sample. Archives of Sexual Behavior 2004;33:55-63.
18. Hayes RD, Bennett CM, Dennerstein L, et al. Are aspects of study associated with the reported prevalence of female sexual difficulties? Fertility and Sterility 2008;90:497-505.
19. Laumann EO, Paik A, Rosen RC. Sexual dysfunction in the United States: prevalence and predictors. JAMA. 1999;281:537-44.
20. Kirk AJ. Reflux dyspareunia. Thorax 1986;41:215-6.
21. Windhu BSC. Disfungsi Seksual: Tinjauan Fisiologis dan Patologis terhadap Seksualitas. Penerbit Andi. Yogyakarta. 2009. Bab VIII. Hlm 177-200.
22. Glatt AE, Zinner SH, McCormack WM. The prevalence of dyspareunia. Obstet Gynecol. 1990;75:433-6.
23. Halvorsen JG, Metz ME. Sexual dysfunction, Part II: Diagnosis, management, and prognosis. J Am Board Fam Pract. 1992;5:177-92.
24. Meana M, Binik I, Khalife S, et al. Dyspareunia: sexual dysfunction or pain syndrome? The Journal of Nervous Nad Mental Disease. 1997;185:561-9.
25. Binik YM. The DSM diagnostic criteria for dyspareunia. Arch Sex Behav. 2010;39:292-303.
26. Spano L, Lamont JA. Dyspareunia: A symptom of female sexual dysfunction. The Canadian Nurse 1975;8:22-25.
27. Lamont J. Female Dyspareunia. Canadian Family Physician 1974;8:53-6.
28. Ryan L, Hawton K. Female dyspareunia. BMJ 2004;328:1357.
29. Sarazin SK, Seymour SF. Causes and treatment options for women with dyspareunia. Nurse Practitioner 1991;16,30,35-36,38,41.
30. Mou JWC, Tang PMY, Chan KW, Tam YH, Lee KH. Imperforate hymen: cause of lower abdominal pain in teenage girls. Singapore Med J 2009;50(7):e378.

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013 513


TINJAUAN PUSTAKA

31. Weber AM, Walters MD, Schover LR, Mitchinson A. Vaginal anatomy and sexual function. Obstet Gynecol. 1995 Dec;86(6):946-9.
32. Reissing ED, Binik YM, Khalifé S, Cohen D, Amsel R. Vaginal spasm, pain, and behavior: an empirical investigation of the diagnosis of vaginismus. Arch Sex Behav 2004;33:5–17.
33. Reissing ED, Brown C, Lord MJ, Binik YM, Khalifé S. Pelvic floor muscle functioning in women with vulvar vestibulitis syndrome. J Psychosom Obstet Gynaecol 2005;26:107–13.
34. Ferrero S, Ragni N, Remorgida V. Deep dyspareunia: causes, treatments, and results. Curr Opin Obstet Gynecol. 2008 Aug;20(4):394-9.
35. Bouchard C, Brisson J, Fortier M, et al. Use of oral contraceptive pills and vulvar vestibulitis: a case-control study. American Journal of Epidemiology 2002;156:254-61.
36. Greenstein A, Ben-Aroya Z, Fass O, et al. Vulvar vestibulitis syndrome and estrogen dose of oral contraceptive pills. The Journal of Sexual Medicine 2007;4:1679-83.
37. Clayton AH, Campbell BJ, Favit A, et al. Symptoms of sexual dysfunction in patients treated for major depressive disorder: a meta-analysis comparing selegiline transdermal system and
plasebo using a patient-rated scale. Journal of Clinical Psychiatry 2007;68:1860-6.
38. Meana M, Binik I, Khalife S, Cohen D. Affect and marital adjustment in women’s ratings of dyspareunic pain. Can J Psychiatry 1998;43:381–5.
9. Meana M, Binik YM, Khalife S, Cohen D. Biopsychosocial profile of women with dyspareunia. Obstet Gynecol 1997;90:583–9.
40. Laumann EO, Paik A, Rosen RC. Sexual dysfunction in the United States: prevalence and predictors [published erratum appears in JAMA 1999;281:1174]. JAMA 1999;281:537–44.
41. Butcher S, Ling FW. Sexual Pain Disorders: Both a Psychogenic and Biologic Diagnosis. Primary Psychiatry. 2008;15(9):53-60.
42. Landry T, Bergeron S. Biopsychosocial factors associated with dyspareunia in a community sample of adolescent girls. Arch Sex Behav 2010 [Epub ahead of print].
43. Bergeron S, Rosen NO, Morin M. Genital pain in women: Beyond interference with intercourse. Pain 2011;152:1223–5.
44. Harlow BL, Stewart EG. Adult-onset vulvodynia in relation to childhood violence victimization. Am J Epidemiol 2005;161:871–80.
45. Mundra V, Zapatier J. An unusual cause of dyspareunia. Rev Gastroenterol Mex. 2012 Apr-Jun;77(2):93-5.
46. Sung SC, Jeng CJ, Lin YC. Sexual health care for women with dyspareunia. Taiwan J Obstet Gynecol. 2011 Sep;50(3):268-74.
47. Graziottin A. Etiology and diagnosis of coital pain. J Endocrinol Invest 2003;26:115-21.
48. Farage MA, Galask RP. Vulvar vestibulitis syndrome: a review. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 2005;123:9-16.
49. Denny E, Mann CH. Endometriosis-associated dyspareunia: the impact on women’s lives. J Fam Plann Reprod Health Care 2007;33(3):189-93.
50. Brauer M. Dyspareunia in women. A Painful Affair: The Role of Fear of Pain and Sexual Arousal. Thesis. 2008.
51. Goldstein AT, Pukall CF, Goldstein I (Eds). Female Sexual Pain Disorders: Evaluation and Management. Willey-Blackwell. 2009. UK.
52. Kinsberg S, Althof SE. Evaluation and treatment of female sexual disorders. Int Urogynecol J 2009;20:33-43.
53. Sayasneh A, Pandeva I. Postpartum Sexual Dysfunction: A literature review of risk factors and role of mode of delivery. British Journal of Medical Practitioners [BJMP] 2010;3(2):316-20.
54. Solana-Arellano E, Villegas-Arrizon A, Legorreta-Soberanis J, et al. Women’s dyspareunia after childbirth: a case study in a hospital in Acapulco, Mexico. Revista Panamericana de Salud
Publica. 2008;23:44-51.
55. Boardman LA, Stockdale CK. Sexual Pain. Clin Obstet Gynaecol. 2009; 52(4): 682–690.
56. Graziottin A. Clinical approach to dyspareunia. J Sex Marital Ther 2001;27: 489-501.
57. Pukall CF, Payne KA, Kao A, Khalife S, Binik YM. Dyspareunia. See Handbook of Sexual Dysfunction, ed. R Balon, RT Segraves. New York: Taylor & Francis. 2005.pp 249–72.
58. Graziottin A, Bottanelli M, Bertolasi L. Vaginismus: a clinical and neurophysiological study. Urodinamica 2004;14:117-21.
59. Akbulut S, Cakabay B, Sezgin A, Ozmen C. A rare cause of severe dyspareunia: a case report and literature review. Arch Gynecol Obstet 2010; 281:153–155.
60. Phillips NA. The clinical evaluation of dyspareunia. Int J Impot Res. 1998 May;10 Suppl 2:S117-20.
61. Su-Ching Sung, Cherng-Jye Jeng, Yen-Chin Lin. Sexual health care for women with dyspareunia. Taiwanese Journal of Obstetrics & Gynecology 2011;50:268-274.
62. Davis SR, Guay AT, Shifren JL, Mazer NA. Endocrine aspects of female sexual dysfunction. In: Lue TF, Bassoon R, Rosen R, Giuliano F, Khoury S, Montorris F, editors. Sexual medicine: sexual
dysfunctions in men and women. Paris, France: Health Publications; 2004. p.749-81.
63. Goldstein AT. Medical history, physical examination, and laboratory tests for the evaluation of dyspareunia. In: Goldstein A, Pukall C, Goldstein I, editors. Female sexual pain disorders. 1st
ed. West Sussex, UK: Blackwell Publishing; 2009. p.14-20.
64. De Houwer J. The Extrinsic Affective Simon task. Experimental Psychology 2003;50:77-85.
65. Pukall CF, Meana M, Sutton KS. Psychological evaluation and measurement of dyspareunia. In: Goldstein A, Pukall C, Goldstein I, eds. Female sexual pain disorders. 1st ed. West Sussex, UK:
Blackwell Publishing; 2009. p. 21-6.
66. Derogatis LR, Rosen R, Leiblum S, Burnett A, Heiman J. The Female Sexual Distress Scale (FSDS): Initial validation of a standardized scale for assessment of sexually related personal distress
in women. J Sex Marital Ther. 2002;28:317-330.
67. Klaassen M, Ter Kuile MM. Development and initial validation of the vaginal penetration cognition questionnaire (VPCQ) in a sample of women with vaginismus and dyspareunia. J Sex
Med. 2009 Jun;6(6):1617-27.
68. Rosen R, Brown C, Heiman J, et al. The female sexual function index (FSFI): a multidimensional self-report instrument for the assessment of female sexual function. J. Sex Marital Ther.
2000;26:191-208.
69. Jones le RA. The use of validated questionnaires to assess female sexual dysfunction. World J Urol. 2002;20:89-92.
70. Meston CM. Validation of the female sexual function index (FSFI) in women with female orgasmic disorder and in women with hypoactive sexual desire disorder. J Sex Marital Ther.
2003;29:39-46.
71. Heim LJ. Evaluation and differential diagnosis of dyspareunia. Am Fam Physician. 2001 Apr 15;63(8):1535-44.
72. Jarzabek-Bielecka G, Radomski D, Pawlaczyk M, Friebe Z, Biedermann K. Dyspareunia as a sexual problem in women with endometriosis. Arch Perinatal Med2010;16(1):51-53.
73. de Kruiff ME, ter Kuile MM, Weijenborg PT, van Lankveld JJ. Vaginismus and dyspareunia: is there a difference in clinical presentation? J Psychosom Obstet Gynaecol. 2000 Sep;21(3):149-
55.
74. Graziottin A. Dyspareunia and vaginismus: Review of the literature and treatment. Current Sexual Health Reports March 2008, Volume 5, Issue 1, pp 43-50.
75. Meana M, Benuto L, Donaldson RL. The relevance of dyspareunia. In: Goldstein A, Pukall C, Goldstein I, eds. Female sexual pain disorders. 1st ed. West Sussex, UK: Blackwell Publishing; 2009.
p.9-13.

514 CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

76. Garcia-Perez H, Harlow SD. When coitus produces pain: an exploration of female sexuality in northwest Mexico. Salud Publica Mex 2010;52:148-55.
77. Danielsson I, Torstensson T, Brodda-Jansen G, Bohm-Starke N. EMG biofeedback versus topical lidocaine gel: a randomized study for the treatment of women with vulvar vestibulitis. Acta
Obstetr et Gynecol Scand 2006;85:1360-1367.
78. Biggs WS. Sexual pain disorders. In: Rakel RE. Textbook of Family Medicine. 8th ed. Philadelphia, Pa.: Saunders Elsevier; 2011.
79. Kurss DI, et al. Dyspareunia. In: Ferri FF. Ferri’s Clinical Advisor 2012: 5 Books in 1. Philadelphia, Pa.: Mosby Elsevier; 2012.
80. Schultz WW, Basson R, Binik Y, Eschenbach D, Wesselmann U, Lankveld JV. Women’s Sexual Pain and Its Management.J Sex Med 2005;2:301–16.
81. Queensland Sexual Health. Clinical Management Guidelines. Queensland, Australia 2010:1-551.
82. Morali G, Polatti F, Metelitsa EN, Mascarucci P, Magnani P, Marre GB. Open, non-controlled clinical studies to assess the efficacy and safety of a medical device in form of gel topically and
intravaginally used in postmenopausal women with genital atrophy. Arzneimittelforschung. 2006;56(3):230-8.
83. Gregersen N, Jensen PT, Giraldi AE. Sexual dysfunction in the peri- and postmenopause. Status of incidence, pharmacological treatment and possible risks. A secondary publication. Dan
Med Bull. 2006 Aug;53(3):349-53.
84. Pagano R, Wong S. Use of amitriptyline cream in the management of entry dyspareunia due to provoked vestibulodynia. J Low Genit Tract Dis. 2012 Oct;16(4):394-7.
85. Costantino D, Guaraldi C. Effectiveness and safety of vaginal suppositories for the treatment of the vaginal atrophy in postmenopausal women: an open, non-controlled clinical trial. Eur
Rev Med Pharmacol Sci 2008;12(6):411-6.
86. Bergeron S, Binik YM, Khalifé S, et al. A randomized comparison group cognitive-behavioral therapy, surface electromyographic biofeedback, and vestibulectomy in the treatment of
dyspareunia resulting from vulvar vestibulitis. Pain 2001;91:297-306.
87. Weijmar Schultz W, Basson R, Binik Y, Eschenbach D, Wesselman U, van Lankveld J. Women’s sexual pain and its management. J Sexual Med 2005;2:301-16.
88. Binik YM, Bergeron S, Khalifé S. Dyspareunia. In Leiblum SR, Rosen RC, eds. Practice of Sex Therapy. 3rd ed. New Guilford Press, 2000:154-80.
89. Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER). Painful intercourse (dyspareunia). Cited from: http://www.mayoclinic.com/health/painful-intercourse/DS01044, accessed
on December 27, 2012.
90. Annon JS. The PLISSIT model: a proposed conceptual scheme for the behavioral treatment of sexual problems. J Sex Educ Ther 1976;5:1-15.
91. Graham D. Burrows, Robb O. Stanley, Peter B. Bloom (Ed). International Handbook of Clinical Hypnosis. John Wiley & Sons. USA. 2002:243.
92. Del Giorno C, da Fonseca AM, Bagnoli VR, de Assis JS, Soares Jr JM, Baracat EC. Effects of trifolium pratense on climimacteric and sexual symptoms in postmenopausal women. Rev Assoc
Med Bras 2010;56(5):558-62.
93. Frei-Kleiner S, Schaffner W, Rahlfs VW, Bodmer Ch, Birkhäuser M. Cimicifuga racemosa dried ethanolic extract in menopausal disorders: a double-blind placebo-controlled clinical trial.
Maturitas.2005;51(4):397-404.
94. Campbell C, Monga A. Gynaecology by Ten Teachers (17th edn). London, UK: Edward Arnold, 2000.
95. Ohl LE. Essentials of female sexual dysfunction from a sex therapy perspective. Urol Nurs 2007;27:57-63
96. Pangkahila W. Bahagia Tanpa Gangguan Fungsi Seksual. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. 2001. Bab 7. p. 81-6.

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013 515

Anda mungkin juga menyukai