DENGAN TB PARU
OLEH
Reisti Aan Savitri
04064822124007
PEMBIMBING
Antarini Inriansari, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An
NIP. 198104182006042003
2021
LAPORAN PENDAHULUAN KASUS ANAK DENGAN TB PARU
A. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan mycrobacterium
tuberculosi yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri
ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri tersebut (Price & Lorraine, 2006).
B. Klasifikasi TB
Klasifikasi menurut WHO 1991, TB dibagi menjadi 4 kategori yaitu (Aru, 2009):
1. Kategori 1, ditujukan terhadap
- Kasus baru dengan sputum positif
- Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2 ditujukan terhadap
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3, ditujukan terhadap
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4. Kategori 4 ditujukan terhadap
Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan
makrobiologis:
1. Tuberkulosis paru
2. Berkas uberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam
- TB tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lai positif
- TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain
meragukan
Ada beberapa klasifikasi TB menurut Depkes (2007), yaitu:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain
C. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycrobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pamanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada 2
macam mikrobakterium yaitu Tipe Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Human bisa
berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang
yang terkena rentan terinfeks bila menghirupnya.Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi
yang menderita mastitis tuberkolosis usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar kenodus limfatikus lokal. Penvebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-
tahun (Davey, 2005).
Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase (Sjamsuhidajat & Jong, 2005):
1. Fase 1 (Fase Tuberculosis Primer): masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa
menimbulkan reaksi pertahanan tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3 (Fase Laten): fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur hidup)
dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa
terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjar limf hilus, leher dan
ginjal.
4. Fase 4: dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ
yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru.
D. Patofisiologi
Terinfeksinya dari awal di karena seseorang yang menghirup basil Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini menyebar dari jalan napas menuju alveoli lalu berkembangbiak.
Perkembangan Mycobacteriun tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain
dari paru (lobus atas). Basil juga bisa menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan daya tubuh nemberikan suatu respon dengan cara reaksi
inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri).
sementara: limifositspesifik-tuberkulosis menghancurkan dengan (melisiskan) basil dan
jaringannya nomal. Infeksi dari awal biasanya timbul sekitar 2-10 minggu setelah itu
terpapar bakteri Interaksi antara Mycobacrerium luberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada penderita awalnya infcksi membentuk suatu massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terbagi atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
bentuknya seperti keju. Hal ini akan menjadi klasifikasi dan juga membentuk kolagen
kemudian bakteri itu menjadi nonaktif.
Setelah terinfeksi awal jika respon sistemnya imun tidak adekuat maka penyakitnya
akan semakin parah. Penyakit scmakin parah akan menimbulkan infeksi ulang atau
bakteri yang scbelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif lagi. Ghon tubercle
mengalami ulserasi sehingga dapat nenghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.
Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-
paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembangbiak di
dalam sel. Makrofag yang mengadakan infilrasi/ menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu membentuk sel tuberkelepiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan
10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirmya
membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Somantri, 2009).
E. Manifestasi Klinis
1. Demam 40-41°C, serta ada batuk/batuk darah
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Malaise, Keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
6. Pada anak
- Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
- Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
- Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB anak
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dilakukar6 pada klien dengan tuberkulosis paru,
yaitu (Mansjoer, 2000):
1. Laboratorium darah rutin: LED normal/ meningkat, limfositosis
2. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastlkan dlagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70 % pasien yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini
3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) merupakan uji serologi imunoperoksidase
memakai alat histogen staining untuk menentukan adanva lgG spesifik terhadan basil
TE
4. Tes Mantoux/Tuberkulin
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction merupakan deteksi DNA kuman secara spesifik
melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen
juga dapat mendeteksi adanya resistensi
6. Becton Dickinson Diagnostic Instrument Sistem (BACTEC) merupakan deteksi
growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mikobakterium tuberculosis
7. MYCODOT merupakan deteksi antibodi memakai antigen liporabinomannan vang
direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam
jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah.
8. Pemeriksaan radiology: Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax vang menuniang diagnosis TB. yaitu:
- Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segmen apikal lobus bawah
- Bayangan berwarna (patchy)atau bercak (nodular)
- Adanya kavitas, tunggal atau ganda
- Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
- Adanva klasifikasi
- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
- Bayangan millie
G. Penatalaksanaan
1. Obat anti tuberkulosis
2. Pengobatan suportif
3. Terapi pembedahan
4. Tindakna invasif
H. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut Depkes (2005):
1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
3. Bronkiektasis (pelcbarar bronkus setempat) T dan fibrosis pembentukan jaringan ikat
pada proscs pemulihan atau retraktif) pada paru
4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolapsspontan karena
kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,ginjal dan sebagainya
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
I. WOC
Dahak yang mengandung basil
mycrobacterium tuberculosis
Batuk, bersin
Mycrobacterium menetap
Defisit pengetahuan TB
Distres pernapasan
Peradangan pada bronkus
Terjadi gesekan inspirasi dan
ekspirasi Gangguan pertukaran gas
batuk Pembul
malaise
uh
darah Nyeri dada
anoreks Adanya pecah
ia sekret
Nyeri kronis
Batuk
Bb menurun berdarah
Bersihan jalan
Defisit nutrisi
napas tidak efektif
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W.S. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Aryayuni, C., & Siregar, T. (2015). Pengaruh fisioterapi dada terhadap pengeluaran sputum pada
anak dengan penyakit ganguan pernafasan di poli anak rsud kota depok. Jurnal
Keperawatan, 2(2), 34-42.
Corwin. (2001). Rehabilitasi Paru; Dalam Gorrison, S (ed); Dasar – Dasar Terapi dan
Rehabilitasi Fisik; Cetakan ke 1. Jakarta: Hipokrates.
Depkes RI. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis, cetakan II. Jakarta:
Depkes.
Depkes RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, edisi 2 cetakan pertama.
Jakarta: Depkes
Nuratif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Asuhan keperawatan praktis berdasarkan penerapan
diagnosis nanda , nic, noc dalam berbagai kasus. Jogja: Mediaction.
Sjamsuhidajat., & Jong, W.D. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC.
Somantri, I. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Anak A seorang perempuan usia 10 tahun datang bersama neneknya ke Rumah Sakit Moh.
Husein tanggal 22 Maret 2021. Dilakukan pengkajian tanggal 22 Maret 2021 dengan keluhan
batuk berdahak sejak 3 bulan lalu dan terkadang mengalami sesak napas. Sputum berwarna putih
kekuningan disertai bercak darah. Keluhan ini semakin lama dirasakan semakin memberat sejak
pasien demam 2 minggu yang lalu. Pasien mengeluh berkeringat dingin pada malam hari, sulit
mengeluarkan dahaknya, berat badan menurun akibat penurunan nafsu makan. Pasien mengaku
mengalami penurunan berat badan sebanyak 6 kg dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Pasien
tinggal bersama dengan neneknya yang mengalami TB paru. Anak A mengatakan tinggal dengan
tinggal dengan nenek tanpa perlindungan apapun seperti masker, dan alat makan dan minum
tetap dipakai bersama-sama. Kondisi rumah anak A kurang ventilasi hanya ada 1 jendela.
Keadaan umum pasien tampak lemah, suhu tubuh 40°C, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi
nadi 80x/menit, frekuensi napas 24x/menit. Terdengar suara ronki pada saluran pernapasan
pasien, BB 24 kg, TB 138 cm. Kesadaran compos mentis. Saat dilakukan pemeriksaan fisik
ditemukan adanya benjolan pada leher pasien. Pemeriksaan penunjang dilakukan tanggal 22
Maret 2021 untuk melihat bakteri pada sputum pasien, didapatkan 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif. Anak A di diagnosa TB paru.
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Inisial pasien : Anak A
Usia : 10 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Dianosa medis : TB paru
Tanggal masuk rumah sakit : 22 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 22 Maret 2021
Nama Ayah/Ibu : Bapak A
Pendidikan Ayah/Ibu : SMP
Alamat : Jalan Sentosa
2. Keluhan Utama
Nenek dari anak A mengatakan bahwa anak A batuk berdahak sejak 3 bulan lalu dan
terkadang mengalami sesak napas, anak A juga mengalami demam sejak 2 minggu yang
lalu. Nenek telah memberikan obat batuk yang dijual di warung tetangga namun batuk
anak A tidak kunjung membaik dan nenek telah mengompres anak A untuk menurunkan
panas nya, tetapi tidak kunjung membaik sehingga anak A dibawa ke rumah sakit RSMH
untuk mendapatkan pengobatan.
3. Riwayat Kehamilan
a. Prenatal : ayah pasien mengatakan istrinya tidak memiliki riwayat trauma dan
selama kehamilan istrinya mengonsumsi vitamin dan zat besi.
b. Intranatal: ayah pasien mengatakan persalinan dilakukan pervagina, tidak ada
penyulit selama persalinan, presentasi terbawah kepala, persalinan ditolong oleh
dokter dan bidan di rumah sakit.
c. Postnatal : ibu pasien meninggal setelah melahirkan, pasien dibesarkan oleh ayah
dan neneknya, pasien belum diberikan imunisasi TB.
6. Genogram
X X X
Anak A
: perempuan
: laki-laki
: meninggal
X
: tinggal serumah
7. Riwayat Sosial
Pasien tinggal bersama ayah dan neneknya di lingkungan dengat pembuangan sampah.
Tidur bersama neneknya yang menderita TB, terdapat satu kamar mandi di rumah
tersebut yang di pakai bersama. Rumah tidak memilikki ventilasi yang baik, hanya
memiliki 1 jendela. Penerangan rumah kurang, hanya menggunakan 1 lampu.
8. Kebutuhan Dasar
Saat sakit Sejak sakit 3 Minum 8 Pasien tidur Pasien tidak Pasien lebih
bulan terakhir gelas atau 8 jam di mengalami banyak diam
anak A 250 CC malam hari konstipasi, dirumah,
mengalami perhari dan tidak BAB 1x tampak tidak
penurunan tidur siang sehati, BAK bersemangat
nafsu makan, 5 kali sehari, beraktivitas
anak A hanya warna urin
menghabiskan kuning
setengah porsi jernih, warna
saja. feses kuning
kecoklatan.
9. Pemeriksaan Fisik
b. Tb/bb :138cm/24kg
d. Tanda vital
- TD : 110/70 mmhg
- HR : 80 x/menit
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 40 °c
e. Mata
Inspeksi : mata bersih, mata kanan dan kiri simetris konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada kemerahan, mandangan mata fokus, reflek
kornea (mata berkedip)
f. Hidung
Inspeksi : ditemukan sekret, tidak bengkak, septum nasal sejajar,
kekuatan hembusan kanan kiri sama
g. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir pucat, gigi tidak berlubang, lidah bersih
h. Telinga
Inspeksi :telinga simetris, ada serumen
Palpasi :tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan di belakang
telinga.
i. Dada (paru-paru)
Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada pergerakan otot bantu
pernapasan
Palpasi :vokal fremitus kanan kiri
Perkusi :suara paru sonor
Auskultasi :suara napas ronki
j. Jantung
Inspeksi : ictus cordis teratur
Palpasi : tidak ada pulpasi
Auskultasi : suara jatung 1
k. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan
Auskultasi : bising usus 20x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar tidak teraba
Perkusi : suara timpani
l. Punggung
Inspeksi : tidak ada kelainan bentuk
m. Genetalia
Inspeksi :bersih, genetalia perempuan, labia mayor dan minor
bersih.
n. Ekstremitas
Inspeksi : lengkap, tida ada lesi, tidak ada edema
Kekuatan otot
4 4
4 4
o. Kulit
Inspeksi : kemerahan, turgor kulit elastis
Palpasi : kulit teraba hangat
p. Lain-lain :
1) SCORING TB
Riwayat kontak :3
Batuk ≥ 3 minggu :1
Demam ≥ 2 minggu : 1
Pembesaran KGB :1
Gizi kurang :1
TOTAL SKOR :7
2) Rotgen : tidak ada
3) Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 Maret 2021: sputum berwarna putih
kekuningan disertai bercak darah, ada bakteri pada sputum pasien, didapatkan 2 dari 3
spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
Batuk
Memengaruhi hipotalamus
Memengaruhi sel point
Hipertermi
DO: Mycrobacterium tuberkulosis Defisit nutrisi
- IMT pasien 12,6 (berat
badan kurang)
- Penurunan berat badan Droplet infection
sebanyak 6 kg dalam kurun
waktu 3 bulan terakhir
- Mukosa bibir pucat Bakteri masuk melalui
DS: pernapasan
- Pasien mengatakan nafsu
makan menurun
- Ibu pasien mengatakan Menempel pada bronkus
sebelum sakit pasien makan
1 piring dan selalu
menghabiskan makanannya. Iritasi bronkus
Sejak sakit 3 bulan terakhir
anak A mengalami
penurunan nafsu makan, Proses peradangan paru
anak A hanya
menghabiskan setengah
porsi saja. Malaise
Anoreksia
BB menurun
Defisit nutrisi
DO: Kurang informasi dari Defisit
DS: lingkungan pengetahuan
- Pasien mengatakan tinggal
dengan keluarga yang
menderita TB tanpa Tinggal bersama penderita TB
perlindungan apapun seperti tana perlindungan
masker, peralatan makan
tetap dipakai secara
bersama-sama dengan Terpapar Mycrobacterium
anggota keluarga lain. tuberkulosis
- Pasien mengatakan rumah
pasien kurang ventilasi
hanya ada 1 jendela
- Pasien mengatakan sehari Droplet infection
hari pasien pulang sekolah
hanya bermain dengan
neneknya Bakteri masuk melalui
pernapasan
TB Paru
Defisit pengetahuan
Mycrobacterium tuberkulosis Risiko infeksi
Droplet infection
Droplet infection
Risiko infeksi
b. Masalah Keperawatan
DS:
DS: -
DS:
Observasi
- Identifikasi indikasi dilakukan
fisioterapi dada (sputum kental dan
tertahan)
- Monitor status pernapasan
- Periksa segmen paru yang mengandung
sekresi berlebihan
- Monitor jumlah dan karakter sputum
(volume, bau, warna)
Terapeutik
- Posisikan pasien sesuai dengan area
paru yang mengalami penumpukan
sputum
- Gunakan bantal untuk membantu
pengaturan posisi
- Lakukan perkusi dengan posisi telapak
tangan ditangkupkan selama 3-5 menit
- Lakukan vibrasi dengan posisi telapak
tangan rata bersamaan ekspirasi melalui
mulut
- Lakukan fisioterapi dada setidaknya 2
jam setelah makan
- Hindari perkusi pada tulang belakang,
ginjal payudara wanita, insisi dan
tulang rusuk yang patah
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur fisoterapi
dada
- Anjurkan batuk segera setelah prosedur
selesai
- Ajarkan inspirasi perlahan dan dalam
melalui hidung selama proses
fisioterapi
2. Hipertermi b.d proses penyakit Setelah dilakukan intervensi Manajemen hipertermia
d.d 2x24 jam maka termogulasi Observasi
DO: membaik dengan kriteria hasil: - Identifikasi penyebab hipertermia
- Suhu tubuh 40°C, - Suhu tubuh membaik - Monitor suhu tubuh
- Terasa hangat dengan nilai normal 36,5- Terapeutik
- Kulit kemerahan 37,5°C - Longgarkan atau lepaskan pakaian
DS: - Kulit tidak terasa hangat - Basahi permukaan tubuh
- - Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhidrosis (keringat
berlebih)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
3. Defisit nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan intervensi Manajemen nutrisi
psikologis keengganan untuk 1x24 jam maka status nutrisi Observasi
makan d.d membaik dengan kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
DO: - Porsi makan yang - Identifikasi makanan yang disukai
- IMT pasien 12,6 (berat dihabiskan meningkat dari - Monitor asupan makan
badan kurang), jam makan sebelumnya - Monitor berat badan
- Penurunan berat badan - Frekuensi makan membaik Terapeutik
sebanyak 6 kg dalam kurun dengan makan sedikit tapi - Lakukan oral hygiene, sebelum makan,
waktu 3 bulan terakhir, sering jika perlu
- Mukosa bibir pucat - Nafsu makan meningkat - Sajikan makanan yang menarik dengan
DS: suhu yang sesuai
- Pasien mengatakan nafsu Edukasi
makan menurun - Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ibu pasien mengatakan Kolaborasi
sebelum sakit pasien makan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
1 piring dan selalu menentukan jumlah kalori dan jenis
menghabiskan makanannya. nutrien yang dibutuhkan
Sejak sakit 3 bulan terakhir
anak A mengalami
penurunan nafsu makan,
anak A hanya
menghabiskan setengah
porsi saja.
-
4. Defisit pengetahuan b.d kurang Setelah dilakukan intervensi Edukasi kesehatan
terpapar informasi d.d selama 30 menit maka tingkat Observasi
DO: pengetahuan membaik dengan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
- kriteria hasil: menerima informasi pasien dan
DS: - Perilaku sesuai anjuran keluarga.
- Pasien mengatakan tinggal meningkat seperti tidak - Identifikasi faktor-faktor yang dapat
dengan keluarga yang mengunakan peralatan meningkatkan dan menurunkan motivasi
menderita TB tanpa minum dan makan dengan perilaku hidup bersih dan sehat
perlindungan apapun orang lain, menggunakan Terpeutik
masker - Sediakan materi dan media pendidikan
- Perilaku sesuai dengan kesehatan
pengetahuan meningkat - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
seperti menerapkan etika kesepakatan
batuk, mencuci tangan 6 - Berikan kesempatan untuk bertanya
langkah Edukasi
- Jelaskan faktor risiko yang dapat
memengaruhi kesehatan
- Jelaskan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat
5. Risiko infeksi d.d peningkatan Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi
paparan organisme patogen 1x24 jam maka tingkat infeksi Observasi
lingkungan menurun dengan kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
- Kebersihan tangan dan sistemik
meningkat dengan Terapeutik
menerapkan mencuci tangan - Batasi jumlah pengunjung
6 langkah setelah melakukan - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
aktivitas sepeti makan, dengan pasien dan lingkungan pasien
minum, bermain Edukasi
- Kebersihan badan meningkat - Ajarkan cara mencuci tangan dengan
- Nafsu makan meningkat benar
- Ajarkan etika batuk
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
15. Catatan Perkembangan
OLEH
Reisti Aan Savitri
04064822124007
PEMBIMBING
Antarini Inriansari, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An
NIP. 198104182006042003
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ANAK DENGAN WILM’S TUMOR
A. Definisi
Tumor Wilms adalah tumor ginjal campuran ganas yang tumbuh dengan cepat,
terbentuk dari unsur embrional, biasanya mengeai anak-anak sebelum usia 5 tahun
(Dorlan, 2000). Tumor Wilms adalah tumor pada intraabdomen yang paling sering
dijumpai pada anak. Tumor ini merupakan neoplasma embrional dari ginjal, biasanya
muncul sebagai massa asistomatik di abdomen atas atau pinggang Tumor sering
ditemukan saat orang tua memandikan atau mengenakan baju anak nya atau saat dokteri
melakukan pemeriksaan fisik terhadap anak vang tampak sehat (Basuki, 2011).
B. Klasifikasi
1. Berdasarkan Gambaran Histologi
Tumor Wilms dapat dibedakan menjadi dua kelompok prognostik dengan
dasar histopatologinya, yaitu:
a.Histologi baik (favorable histology)
Pada jenis ini didapatkan tumor yang menyerupai perkembangan ginjal normal
dengan tiga tipe sel, yaitu blastemal, epitelial (tubulus), dan stromal. Tidak
semua tumor mengandung ketiga jenis sel secara bersamaan, tetapi dapat pula
ditemukan tumor yang hanya mengandung satu jenis sel yang membuat
diagnosis menjadi lebih sulit
b. Histologi anaplastik (anaplastic histology
Pada jenis ini didapatkan pleomorfisme dan atipia yang hebat pada sel-sel
tumor yang dapat bersifat fokal maupun difus. Anaplasia fokal tidak selalu
berhubungan dengan prognosis yang buruk, tetapi anaplasia difus selalu
mempunyai prognosis yang buruk (kecuali pada stadium I). Anaplasia
berhubungan pula dengan resistensi terhadap kemoterapi dan masih dapat
terdeteksi setelah kemoterapi preoperatif.
2. Berdasarkan Stadium
Stadium tumor Wilms ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan pencitraan,
terapi operatif dan pemeriksaan patologis yang didapatkan pada saat nefrektomi.
Tumor dengan histologi baik dan histologi anaplastik memiliki stadium penyakit
yang sama sehingga dalam mendiagnosis tumor Wilms, kedua kriteria klasifikasi
(misalnya: stadium II dengan histologi baik atau stadium Il dengan histologi
anaplastik) harus disebutkan. Sistem klasifikasi berdasarkan stadium penyakit ini
dibuat oleh National Wilms Tumor Study Group yang ke-V (NWTSG-V), sebagai
berikut:
a. Stadium I (43% pasien)
Untuk tumor Wilms stadium 1 harus didapatkan satu atau lebih kriteria di
bawah ini:
1) Tumor terbatas pada ginjal dan telah dieksisi seluruhnya
2) Permukaan kapsula renalis intak
3) Tumor tidak ruptur atau telah dibiopsi (biopsi terbuka atau biopsi jarum)
sebelim pengangkatan
4) Tidak ada keterlibatan pembuluh darah sinus renailis
5) Tidak ada sisa tumori yang terlihat di belakang batas-batas eksisi.
b. Stadium II (23% pasien)
Untuk tumor Wilms stadium II, harus didapatkan satu atau lebih kriteria
di bawah ini:
1) Tumor meluas ke luar dari ginjal tetapi telah dieksisi seluruhnya
2) Terdapat ekstensi regional tumor (misalnya penetrasi ke kapsula renalis
atau invasi ekstensif ke sinus renalis).
3) Pembuluh darah sinus renalis dan/atau di luar parenkim ginjal
mengandung tumor
4) Tumor sudah pernah dibiopsi sebelum pengangkatan atau terdapat bagian
tumor yang pecah selama operasi yang mengalir ke pinggang, tetapi tidak
melibatkan peritoneum
c. Stadium III (23% pasien)
Terdapat tumor residual non hematogen dan melibatkan abdomen dengan
satu atau lebih dari kriteria di bawah ini dapat ditemukan:
1) Tumor primer tidak dapat direseksi karena adanya infiltrasi lokal ke
struktur-struktur vital
2) Metastasis ke kelenjat getah bening abdominal atau pelvis chilus irenalis,
paraaorta, atau di belakangnya).
3) Tumor telah berpenetrasi ke permukaan peritoneum
4) Dapat ditemukan implan-implan tumor di per mukaan peritoneum.
5) Tetap ditemukan tumor baik secara makroskopis maupun mikroskopis
pasca operasi
6) Pecahnya tumor yang melibatkan permukaan peritoneum baik sebelum
atau saat operasi, tau trombus tumor yang transeksi.
d. Stadium IV (10% pasien)
Tumor Wilms stadium IV didefinisikan sebagai adanya metastasis
hematogen (paru-paru, hepar, tulang, atau otak), atau metastasis kelenjar
getah bening di luar regio abdominopelvis.
e. Stadium V (5% pasien)
Tumor Wilms stadium V didefinisikan sebagai ditemukannya
keterlibatan ginjal bilateral padai Saat seseorang didiagnosis pertama kalinya.
Pada pasien dengan tumor Wilms bilateral stadium untuki masing-masing
ginjal sesuai dengan kriteria di atas (stadium I- II harus ditentukan berdasar
kan luasnya penyakit sebelum dilakukan biopsi.
C. Etiologi
Penyebab pasti tumor Wilms tidak diketahui, tetapi penyakit ini merupakan akibat
dari perubahan-perubahan pada satu atau beberapa gen. Pada sel-sel dari sekitar 30%
kasus tumor Wilms didapatkan delesi yang melibatkan setidaknya dua lokus pada
kromosom 11. Delesi-delesi konstitusional hemizigous pada satu dari lokus ini, yaitu
11P13, juga berhubungan dengan dua jenis kelainan yang jarang terjadi yang berkaitan
dengan tumor Wilms, yaitu sindroma WAGR (tumor Wilms, aniridia, malformasi
genitourinarius, dan retardasi mental) dan sindroma Denys-Drash (tumor Wilms,
nefropati, dan kelainan genital). Keberadaan lokus kedua, 11p15 dapat menjelaskan
hubungan antara tumor Wilms dengan sindroma Beckwith-Wiedemann suatu sindroma
kongenital yang ditandai dengan beberapa tipe neoplasma embrional, hemihipertrofi,
makroglosia, dan Viseromegali. Terdapat kemungkinan adanya keterlibatan lokus ketiga
pada tumor Wilms yang bersifat familial. Lebih dari 85% tumor Wilms dengan anaplasia
didapatkan adanya mutasi pada gen supresor p53, vang hampir tidak pernah ditemukan
pada tumor Wilms tanpa anaplasia (dengan gambaran histologi yang lebih baik).
D. Patofisiologi
Tumor Wilms ini terjadi pada parenkim ginjal. Tumor tersebut tumbuh dengan cepat
di lokasi yang dapat unilateral atau bilateral. Pertumbuhan tumor tersebut akani meluas
atau menyimpang ke luar renal. Mempunyai gambaran khas berupa glomerulus dan
tubulus yang primitif dan abortif dengan ruangan bowman yang tidak nyata, dan tubulus
abortif dikelilingi stroma sel kumparan.
Pertama-tama jaringan ginjal hanya mengalami distorsi, tetapi kemudian di invasi
oleh sel tumor. Tumor ini pada sistem memperlihatkan warna yang putih atau
keabuabuan homogen, lunak dan encepaloid. Tumor tersebut akan menyebar hingga ke
abdomen dan dikatakan sebagai suatu massa abdomen. Akan teraba pada abdominal
dengan dilakukan palpasi. Wilms Tumor seperti pada retinoblastoma disebabkan oleh dua
trauma mutasi pada gen supresor tumor. Mutasi pertama adalah inaktivasi alel pertama
dari gen supressor tumor yang menyangkut aspek prozigot dan postzigot. Mutasi kedua
inaktivasi alel kedua dari gen turnor supresor spesifik. Munculnya tomor wilms sejak
dalam perkembangan embrio dan akan tumbuh dengan cepat setelah lahir. Pertumbuhan
tumor akan mengenai ginjal atau pembuluh vena renal dan menyebar ke organ lain.
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering didapatkan pada tumor Wilms adalah (Hartano & Supriana,
2014):
1. Massa abdominal yang asimtomatik, yang dilaporkan oleh orang tua pasien atau
ditemukan oleh dokter saat pemeriksaan fisik untuk penyakit lain. Massa biasanya lunak
dan terfiksir, serta jarang melewati garis tengah. Sekitar 50% pasien mengeluh nyeri
abdomen dan muntah.
2. Pada 5 -30% pasien, dapat ditemukan adanya hipertensi, gross hematuria, dan demam
3. Gejala hipotensi, anemia, dan febris dapat ditemukan pada sebagian kecil pasien yang
mengalami perdarahan.
4. Pasien dengan penyakit stadium lanjut dapat datang dengan gejala gangguan saluran
pernapasan, yang berhubungan dengan adanya metastasis ke paru.
5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa abdomen yang dapat dipalpasi. Pemeriksaan
terhadap massa abdomen harus dilakukan dengan hati-hati, karena palpasi yang terlalu
berlebihan dapat berakibat ruptunya tumor yang besar kel kavum abdomen.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis tumor Wilms, di
antaranya adalah hitung darah lengkap, profil kimia, yang mencakup pemeriksaan
fungsi ginjal dan elektrolisis rutin, urinalisis pemeriksaan fungsi koagulasi, dan
pemeriksaan sitogenik, yang mencakup:
a. Adanya delesi pada kromosom 11pl3 seperti pada sindroma WAGR
b. Duplikasi alel 11p15 seperti pada sindroma Beckwith-Wiedemann
c. Analisis mutasional gen WTI dalam kasus dicurigai adanya sindroma Denys-
Drash
2. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan pencitraan terpilih dalam
mendiagnosis massa pada ginjal atau abdomen, mendeteksi kemungkinan adan ya
trombus pada vena renalis atau vena cava inferior, dan dapat memberikan informasi
mengenai kondisi hepar dan ginjal kontralateral358 Pada tumor Wilms, pemerik saan
USG ginjal menunjukkan adanya massa besar vang tidak homogen dan area-area
multipel dengan echogenisitas yang menurun vang menunjukkan adanya nekrosis.
3. CT Scan
Pemeriksaan CT scan abdomen dapat membantu menentukan asal mula tumor,
keterlibatan kelenjar getah bening, keterlibatan ginjal bilateral, kondisi ginjal
kontralateral, adanya invasi ke pembuluh-pembuluh darah besar (misalnya vena cava
inferior), dan adanya metastasis ke organ-organ lain (misalnya hepar).
4. Foto X-Ray
Toraks Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya metastasis ke organ
paru.
G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
2. Terapi adjuvan
H. Prognosis
Sekitar 80% anak-anak yag didiagnosis tumor wilms dapat bertahan hidup dengan terapi
yang ada saat ini. Histologi dan stadium tumor merupakan faktor-faktor prognostik yang
paling penting dalam kasus tumor Eilms unilateral. Tumor wilms bilateral dengan
stadium tinggi berhubungan dengan prognosis yang butuk. Penderita tumor Wilms
dengan histologi baik mempunyai paling sedikit 80% harapan hisup dalam 4 tahun
setelah diagnosis, bahkan penderita tumor Wilms stadium IV. Prognosis untuk penderita
tumor Wilms yang mengalami kekambuhan adalah buruk dengan kemungkinan hidup
rata-rata hanya 30-40% setelah menjalani terapi ulang (Hartano & Supriana, 2014).
I. WOC
Kelainan Genetika
Blastema renalis
TUMOR WILMS
Basuki B. P. (2011). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Katalog Dalam
Terbitan (KTO).
Company, W. S. (2000). Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Hartanto, A., & Suprina, N. (2014). Radioterapi & onkologi Indonesia tatalaksana tumor wilms.
Journal of the indonesian radion oncology society, 5(2), 61-69.
Marcdante K.J., Kliegman R.M., Jenson H.B., Behrman R.E. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial Edisi Keenam. Singapore: Saunders Elsevier
LAPORAN KASUS ANAK A DENGAN WILMS TUMOR
Anak A laki-laki usia 4 tahun datang ke rumah sakit bersama Ibu nya yang beinisial A tanggal 24
Maret 2021 dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah sebelah kanan, perut membesar dan
kembung demam sejak 2 minggu yang lalu. Pengkajian dilakukan 24 Meret 2021 keadaan anak
A tampak lemah, wajah anak A tampak meringis dan mengeluh nyeri pada perutnya sambil
memegangi perutnya, kulit anak A terasa hangat, warna kulit kemerahan, anak A mengeluh nyeri
saat buang air kecil. Ibu anak A mengatakan pembengkakan pada perut anaknya terjadi sejak 2
bulan yang lalu. Ibu anak A mengatakan sejak 1 bulan yang lalu berat badan anak A tidak
bertambah, BB 15kg, TB 100 cm. Anak A mengatakan tidak mau makan karena takut merasakan
nyeri pada perutnya. Anak A menjadi pendiam dan mengatakan tidak mau bermain bersama
teman-temannya karena malu dengan perutnya yang membesar (buncit). Didapatkan
pemeriksaan fisik perut membesar, teraba keras adanya benjolan pada perut bagian bawah
sebelah kanan, terdapat distensi kandung kemih. Didapatkan tanda-tanda vital TD 140/100
mmHg, HR 130x/menit, RR 23x/menit, suhu 39°C. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
urin lengkap, ditemukan adanya darah pada urin (hematuria), hitung darah lengkap, profil kimia
mencakup pemeriksaan fungsi ginjal dan pemeriksaan fungsi koaguasi adanya delesi pada
kromoson 11p13, adanya duplikasi alel 11p15 dan analisis mutasional gekn WTI. Anak A
didiagnosa Wilm’s Tumor.
LAPORAN KASUS ANAK A DENGAN WILM’S TUMOR
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Inisial pasien : Anak A
Usia : 4 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Dianosa medis : Wilm’s Tumor
Tanggal masuk rumah sakit : 24 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 24 Maret 2021
Nama Ayah/Ibu : Ayah B/Ibu A
Pendidikan Ayah/Ibu : SMA/SMA
Alamat : Jalan Kenanga
2. Keluhan Utama
Anak A mengeluh nyeri pada perut bagian bawah sebelah kanan, perut membear dan
kembung, mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu dan kesultan buang air kecil
karena nyeri yang dirasakannya saat ingin buang air kecil. Ibu anak A mengatakan
pembengkakan pada perutnya sejak 2 bulan lalu. Anak A tampak lemah dan tidak mau
makan dan minum.
P: Anak A mengatakan nyeri akan bertambah berat ketika ingin buang air kecil
Q: Anak A emngatakan nyeri seperti ditekan-tekan
R: Anak A mengatakan nyeri pada perut bawah sebelah kanan
S: Anak A mengatakan skala nyeri 7
T: Anak A mengatakan nyeri hilang timbul
3. Riwayat Kehamilan
a. Prenatal : Ibu anak A mengatakan saat hamil mengalami mual dan muntah. Ibu anak
A sering memeriksakan kehamilannya ke bidan. Tidak ada riwayat trauma selama
kehamilan, ibu A tidak mengonsumsi vitamin apapun selama kehamilan, ibu A hanya
mengonsumsi zat besiyang dibagikan oleh puskesmas selama kehamilan.
b. Intranatal:Ibu anak A mengatakan persalinan dilakukan di rumah sakit dibantu oleh
bidan, persalinan dilakukan secara pervagina dengan presentasi kepala, tidak ada
penyulit selama persalinan.
c. Postnatal : Ibu anak A mengatakan tidak ada keluhan setelah melahirkan. Anak A
diberikan imunisasi lengkap, tidak ada pendarahan, dilakukan IMD
4. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
a. Riwayat yang pernah diderita :
Ibu anak A mengatakan anak A tidak pernah sakit sebelumnya, hanya sakit ringan
seperti sakit perut dan tidak nafsu makan.
b. Riwayat dirawat di RS :
Ibu anak A mengatakan anak A tidak pernah dirawat dirumah sakit sebeumnya.
c. Obat-obatan yang digunakan :
Ttidak ada
d. Riwayat operasi :
Tidak ada riwayat operasi
e. Riwayat alergi :
Tidak ada riwayat alergi
f. Riwayat imunisasi :
Ibu anak A mengatakan anak A mendapatkan imunisasi lengkap.
g. Lain lain
6. Genogram
Anak A
: perempuan
: laki-laki
: meninggal
X
: tinggal serumah
7. Riwayat Sosial
Anak A tinggal bersama Ibu nya, anak A belum bersekolah, biasanya suka bermain
dengan anak tetangga namun semenjak perutnya membesar (buncit) 2 bulan yang lalu
anak A menjadi murung dan tidak mau bermain dengan teman sebayanya. Anak A lebh
suka bermain dirumah sendirian mengambar dan mewarnai saat ibu anak A bekerja
dengan berjualan makanan di rumah. Anak A sudah pandai berhitung dan menyebutkan
huruf, anak A hobi bermain bola.
8. Kebutuhan Dasar
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Kesadaran komposmentis pasien tampak lemah, meringis,
mengeluh nyeri pada perutnya sambil memegangi perutnya, kulit anak A terasa
hangat, warna kulit kemerahan.
b. Lingkar kepala : tidak terkaji
c. Tanda vital :
- TD : 140/100 mmhg
- HR : 130 x/menit
- RR : 23 x/menit
- Suhu : 39 °C
d. Mata :
Inspeksi : Mata bersih, mata kanan dan kiri simetris konjungtiva
tidak anemis, ada edema pada palpebra akibat retensi natrium dan air, tidak ada
kemerahan, pandangan mata fokus, reflek kornea (mata berkedip).
e. Hidung
Inspeksi : Tidak ditemukan sekret pada saluran pernapasan, tidak
ada sumbatan jalan napas, septum nasal sejajar.
f. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir pucat, gigi tidak berlubang, lidah bersih,
jumlah gigi susu 20 buah.
g. Telinga
Inspeksi : Telinga bersih, bentuk imetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada pina dan tidak ada benjolan
dibelakang telinga
h. Dada (paru-paru)
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada pergerakan otot bantu
pernapasan
Palpasi : Vokal fremitus teraba kanan kiri
Perkusi : Suara paru sonor
Auskultasi : Suara vesikuler
i. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis teratur
Palpasi : Tidak ada pulpasi
Auskultasi : Suara jatung 2
j. Abdomen
Inspeksi : Adanya pembengkakan pada perut bagian bawah sebelah
kanan, perut tampak buncit, tidak ada lesi
Auskultasi : Bising usus 20x/menit
Palpasi : Pasien mengeluh nyeri, adanya distensi kandung kemih,
teraba massa, hepar teraba.
Perkusi : Terdengar suara timpani
k. Punggung
Inspeksi : Tidak ada kelainan bentuk
l. Genetalia
Inspeksi : Bersih, genetalia laki-laki
m. Ekstremitas
Inspeksi : lengkap, tidak ada lesi, adanya edema pada ekstremitas
karena adanya kelebihan beban sirkulasi yang diakibatkan oleh retensi natrium
dan air.
Kekuatan otot
4 4
4 4
n. Kulit
Inspeksi : Warna kulit kemerahan, turgor kulit elastis
Palpasi : Teraba hangat
o. Lain-lain :
a. Analisa data
Blastema renalis
Tumor Wilms
Hipotalamus anterior
maningkatkan sel point
Hipertermi
Disfungsi ginjal
Hematuria
Difungsi ginjal
Asidosis metabolik
Defisit Nutrisi
5. DS: Kelaninan genetika Gangguan citra
- Anak A mengeluhkan tubuh
perutnya yang
membesar sehingga Delesi pada kromoson 11p13,
merasa malu duplikasi alel 11p15, analisis
DO: mutasional gen WTI
- Bentuk perut anak A
membesar (buncit)
Tumor Wilms
b. Masalah Keperawatan
6. Nyeri Akut
7. Hipertermi
8. Defisit Nutrisi
9. Ganguan Eliminasi Urin
10. Gangguan Citra Tubuh
DO:
DO:
DO:
Observasi
- Identifikasi pilihan aroma terapi yang disukai dan
yang tidak disukai
- Monitor nafsu makan sebelum dan setelah
dilakukan intervensi aroma terapi
Terapeutik
- Pilih minyak esensial yang tepat sesuai dengan
indikasi yaitu citronella
- Berikan minyak esensial dengan metode yang
tepat (inhalasi)
Edukasi
- Ajarkan cara menyimpan minyak esensial
dengan tepat
5. Gangguan citra tubuh b.d Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Promosi citra tubuh
perubahan bentuk tubuh d.d maka citra tubuh meningkat dengan Observasi
DS: kriteria hasil: - Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan
- Anak A mengeluhkan
- Verbalisasi perasaan negatif tidak tahap perkembangan
perutnya yang membesar
sehingga merasa malu ada - Monitor pernyataan kritik terhadap diri sendiri
DO: - Verbalisasi kekhawatiran pada Terapeutik
- Bentuk perut anak A penolakan reaksi orang lain tidak - Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
membesar (buncit) ada - Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
Edukasi
- Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan
perubahan citra tubuh
16. Catatan Perkembangan
09.5
0
2. 24 Maret Hipertermi b.d dehidrasi d.d 10.0 1. Memonitor suhu tubuh 14.00 S:
2021 proses penyakit d.d 0 -) Suhu tubuh 39°C - Ibu A mengatakan
DS: - kulit anak A tidak
DO: 2. Melonggarkan pakaian pasien panas lagi
- Suhu tubuh 39°C, 10.0 O:
- Kulit teraba hangat, 2 3. Melakukan kompres dengan air - Suhu tubuh anak A
- Warna kulit biasa diletakkan di dahi anak A 37,5°C
kemerahan. 10.0 -) Suhu tubuh anak menurun - Kulit teraba tidak
4 menjadi 37,5°C hangat
3. 24 Maret Gangguan eliminasi urin b.d 10.1 1. Mengidentitifikasi tanda dan 14.00 S:
2021 iritasi kandung kemih d.d 5 gejala retensi atau inkontinensia urin - Anak A masih
DS: -) Anak A merasakan nyeri saat mengeluh nyeri ketika
- Anak A mengeluh ingin buang air kecil ingin buang air kecil,
nyeri saat buang air tetapi nyeri sudah
kecil 2. Memonitor eliminasi urin menurun
DO: 10.1 -) Anak A buang air kecil sering O:
- Distensi kandung 7 tapi sedikit, berkemih tidak tuntas, - Distensi kandung
kemih aroma bau obat-obatan yang di kemih berkurang
- Sering buang air kecil konsumsi, warna pekat. A: Masalah teratasi
tetapi sedikit sebagian
- Adanya tanda tanda 3. Mencatat waktu-waktu dan
infeksi saluran kemih haluaran berkemih P: Lanjutkan intervensi
seperti nyeri saat buang 10.1 -) Waktu-waktu berkemih anak A manajemen eliminasi
air kecil, nyeri pada 9 berkemih tidak menentu urin
perut, ada hematuia dan
demam. 4. Mengajarkan tanda dan gejala
- Terdapat edema pada infeksi saluran kemih kepada Ibu A
ekstremitas
- Terdapat edema pada 10.2
pelpebra 1
4. 24 Maret Defisit nutrisi b.d faktor 10.3 1. Menghitung status nutrisi 14.00 S:
2021 psikologis keengganan untuk 0 -) Nilai IMT pada anak A adalah 15 - Anak A mengatakan
makan d.d -) Nilai z score pada anak A adalah : nafsu makannya
DS: -0,23 (normal) meningkat setelah
- Anak A mengeluh diberikan makanan
nafsu makannya 2. Menanyakan makanan yang di kesukaannya yaitu
menurun 10.3 sukai anak A roti coklat dan setelah
- Ibu A mengatakan 5 -) Anak A suka makanan yang manis dilakukan aromaterapi
Sebelum sakit anak A seperti permen dan roti. Anak A citronella
menghabiskan 1 porsi tidak suka makan makanan pedas
piring makan. Sejak 2 O:
bulan yang lalu anak A 3. Menanyakan hari ini sudah makan - Anak A
mengatakan tidak nafsu apa saja menghabiskan 1 porsi
makan karena nyeri 10.3 -) Anak A mengatakan hari ini sudah bubur ayam dan
perut yang di alaminya. 7 makan bubur ayam setengah porsi, setengah piring nasi
DO: makan sarapakn yang dibagikan A: masalah teratasi
- BB 15kg, TB 100 cm, perawat setengah porsi dan minum sebagian
IMT 15 air 1 gelas P: lanjutkan intervensi
manajemen nutrisi
4. Menimbang berat badan pasien
-) Berat badan anak A 15 kg
10.5
5
5. 24 Maret Gangguan citra tubuh b.d 11.0 1. Mengidentifikasi harapan citra 14.00 S:
2021 perubahan bentuk tubuh d.d 0 tubuh - Anak A tidak lagi
DS: -) Anak A mengatakan ingin mengeluhkan
- Anak A mengeluhkan perutnya segera mengempes dan perutnya yang
perutnya yang tidak sakit lagi sehingga anak A membuncit
membesar sehingga dapat bermain dengan teman- O:
merasa malu temannya lagi - Distensi kandung
DO: kemih berkurnag,
- Bentuk perut anak A 2. Memonitor pernyataan kritik sehingga buncit
membesar (buncit) 11.0 terhadap diri sendiri berkurang
5 -) Anak A mengatakan tidak suka A: masalah teratasi
melihat perutnya yang membuncit sebagian
P: lanjutkan intervensi
3. Mendiskusikan perubahan promosi citra tubuh
tubuhnya
11.1
0 4. Mendiskusikan persepsi pasien
dan keluarga tentang perubahan citra
tubuh
11.1 -) Ibu A mengatakan sedih melihat
5 perut anak A yang membesar tapi
tetap menerima dan menjalani
pengobatan sesuai anjuran dokter
16. TABEL PICO
Kesehatan, 12(1), 2) Anak tidak 40ml air dimasukkan test setelah hari ke 8 untuk