Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN PENDAHULUAN, LAPORAN KASUS DAN ARTIKEL

NEONATUS DENGAN BBLR

OLEH
Reisti Aan Savitri

04064822124007

PEMBIMBING
Antarini Inriansari, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An

NIP. 198104182006042003

PROGRAM PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

A. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram tanpa memerhatikan usia gestasi (Wong, 2009).

B. Klasifikasi
Klasifikasi BBLR dibagi menjadi 2 macam (Proverawati & Ismawati, 2010):
1. Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu 1000-1500 gram.
2. Banyi dengan berat badan lahir amat sangat rendah (BBLASR) yaitu dengan berat
lahir kurang dari 1000 gram.

Penilaian APGAR score (Ghai, 2010)

Tanda Nilai
0 1 2
Appearance Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
Warna kulit ekstremitas biru ekstremitas
kemerahan
Pulse Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Denyut nadi
Grimance Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Reflek
Activity Lumpuh Fleksi lemah Aktif
Tonus otot
Respiration Tidak ada Lemah, merintih Tangisan kuat
Usaha napas

Penilaian APGAR SKOR

1. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-10)


Bayi dianggap tidak sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang (Nilai APGAR 4-6)
Bayi memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas
kembali.
3. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Bayi memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen terkendali.

C. Etiologi
Penyebab terjadinya BBLR dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain (Maryuni,
2009):
1. Berat badan ibu yang rendah.
2. Usia ibu hamil yang belum dewasa atau masih remaja.
3. Kehamilan dengan bayi kembar
4. Riwayat ibu sebelumnya pernah melahirkan bayi prematur atau bayi bera badan
rendah.
5. Ibu yang mulut rahimnya lemah (inkompeten serviks) sehingga tidak mampu
menahan berat bayi dalam rahim
6. Ibu hamil yang sedang sakit
7. Penyebab lain yang tidak diketahui

Menurut proverawati (2010) penyebab bayi BBLR antara lain:

1. Penyakit
a. Pada ibu hamil yang mengalami komplikasi kehamilan seperit anemia sel berat,
perdarahan ante partum, hipertensi, preeclampsia berat, eklampsia dan infeksi
kandung kemih dan ginjal.
b. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS.
TORCH

2. Keadaan Ibu
a. Ibu dengan usia <20 tahun atau lebih dari 35 tahun menjadi faktor prematuritas
tertinggi
b. Kehamilan ganda
c. Jarak antar kehamilan sebelunnya pendek yaitu kurang dari satu tahun
d. Memiliki riwayat BBLR sebelumnya

3. Keadaan sosial dan ekonomi


a. Kejadian tertinggi biasanya pada keadaan social ekonomi rendah
b. Gizi yang kurang
c. Bayi lahir dari pernikahan yang tidak sah angka kejadian BBLR lebih tinggi
dibanding dari kelahiran bayi dari pernikahan yang sah

4. Sebab lain
a. Ibu perokok
b. lbu peminum alkohol
c. Ibu pecandu obat narkotik

5. Faktor janin
a. Infeksi janin kronik
b. Radiasi
c. Kehamilan ganda

6. Faktor plasenta
a. Berat plasenta kurang, berongga atau keduanya (hidramnion)
b. Plasentitis vilus (bakteri, virus, parasite
c. Plasenta yang lepas

7. Faktor lingkungan
a. Terkena radiasi
b. Terpapar zat beracun

D. Patofisiologi
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk dapat
beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Secara umum bayi berat badan lahir rendah
ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belun cukup bulan atau prematur dan
disebabkan karena dismaturitas. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan
pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh faktor ibu,
komplikasi-hamil, komplikasi janin, plasenta yang menyebabkan suplai makanan ibu ke
bayi berkurang. Faktor lainnya yang menyebabkan bayi berat badan lahir rendah yaitu
faktor genetik atau kromosom, infeksi, kehamilan ganda, perokok, peminum alkohol,dan
sebagainya (Mochtar, 2012).
Dampak dari anatomi dan fisiologi yang belum matang,bayi prematur cenderung
mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa
neonatal. Berkaitan denganhal itu, maka menghadapi bayi prematur harus memperhatikan
masalah masalah sebagai berikut:
1. Sistem pengaturan suhu tubuh (Hipoternia)
Dalam kandungan, bayi berada dalami suhu lingkungan yang normal dan stabil
yaitu 36°C sampai dengan 37°C. Segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu
lingkungan yang umumnya lebilh rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada
kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia terjadi apabila suhu tubuh turun dibawah
36,5° C (Pantiawat, 2010).

2. Ganguan pernafasan
Asfiksia adalah suatu keadaan kegagalan bernafas secara spontan dan teratur
beberapa saat setelah lahir. Kegagalan ini menyebabkan terjadinya hipoksia yang
diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel
dalam suasana anaerob akan menyebabkan asidosis metabolik yang selanjutnya
terjadi perubahan kardiovaskuler. Menurunnya atau terhentinyadenyut jantung
menyebabkan iskemia. Iskemia setelah mengalami asfiksia selama 5 menit
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah kecil dimana akan mengakibatkan
kerusakan-kerusakan menetap (Maryunani & Puspita 2014).

3. Hipoglikemia
Glukosa merupakan sumber utama energi selama masa janin.Kecepatan glukosa
yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan
plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm dapat
mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72 jam pertama, sedangkan
bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan
glikogen yang belum mencukupi. Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan
atau kurang dari 20 mg/dL (Pantiawati, 2010).

4. Sistem imunologi
Kemungkinan terjadi kerentanan pada bayi dengan berat lahirrendah terhadap
infeksi mengalami peningkatan. Konsentrasi Ig G serum pada bayi sama dengan bayi
matur. Imunoglobulin G ibuditransfer secara aktif melalui plasenta ke janin pada
trimester terakhir. Konsentrasi Ig G yang rendah mencerminkan fungsi plasenta yang
buruk berakibat pertumbuhan janin intra uterin yang buruk dan meningkatkan risiko
infeksi post natal. Oleh karena itu bayi dengan berat lahir rendah berpotensi
mengalami infeksi lebih banyak dibandingkan bayi matur (Maryunani, Puspita 2014).

5. Perdarahan intrakranial
Pada bayi dengan berat badan lahir rendah pembuluh darah masih sangat rapuh
hingga mudah pecah. Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma lahir,
disseminated intravascularcoagulopathy atau trombositopenia idiopatik. Matriks
germinal epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat rentan
terhadap perdarahan selama minggu pertama kehidupan (Pantiawati, 2010).

6. Rentan terhadpa infeksi


Pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir
masa kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir rendah mudah menderita infeksi
karena imunitas humoral dan seluler masih kurang hingga bayi mudah menderita
infeksi. Selain itu, karena kulit dan selaput membran bayi dengan berat badan lahir
rendah tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan (Pantiawati, 2010).
7. Hiperbilirubinemia
Pada bayi dengan berat badan lahir rendah lebih sering mengalami
hiperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Hiperbilirubinemia
merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah ditandai dengan
jaundis dan ikterus. Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat peningkatan bilirubin
tidak terkonjugasi dan terkonjugasi (Wong, 2009).

E. Tanda dan Gejala BBLR


Adapun tanda dan gejala bayi BBLR menurut Maryuni (2009) antara lain:
1. Berat badan <2500 gram
2. Letak telinga lebih menurun
3. Terjadi pembesaran dari salah satu atau kedua ginjal
4. Ukuran kepala lebih kecil
5. Terjadi masalah dalam pemberian makan karena reflek menghisap dan menelan
kurang
6. Ketidakstabilan suhu
7. Kulit tipis dan transparan

Adapun tanda dan gejala bayi BBLR menurut Proverawati (2010) antara lain:

1. Berat badan <2500 gram


2. Panjang badan < 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6. Kepala lebih besar dari pada badan
7. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
8. Otot hipotonik lemah
9. Kepala tidak mampu tegak
10. Pernapasan 40-50 x/menit
11. Nadi 100-140 x/menit

F. Reflek pada BBLR


1. Reflek morrow: bayi terkejut bila dikejutkan (tangan mengenggam)
2. Reflek menghisap : suckling
3. Reflek menelan swallowing: masih buruk atau kurang
4. Reflek batuk yang belum sempurna

Reflek menyusu pada bayi

1. Reflek mencari (rooting reflex)


Payudara ibu yang menempel pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan
rangsangan yang menumbulkan reflek mencari Bayi pada bayi. Ini menyebabkan
kepala bayi berputar menuju puting susu yang menempel tadi diikuti dengan
membuka mulut dan kemudian puting susu ditarik kedalam mulut (Rini & Feti,
2016).

2. Reflek menelan (sucking reflex)


Puting susu yang sudah masuk kedalam mulut dengan bantuan lidah, puting susu
ditarik lebih jauh dan rahang meekan kalang payudara dibelakang puting susu yang
pada saat itu sudah terletak pada langitlangit keras dengan tekanan bibir dan gerakan
rahang secara berirama, maka gusi akan menjepit kalang payudara dan sinus
laktiferus, sehingga air susu akan mengalir keputing susu, selanjutnya bagian
belakang lidah menekan puting susu keluar dari puting susu. Cara yang dilakukan
oleh bayi tidak akan menimbulkan cidera pada puting susu (Rini dan Feti,
2016).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada bayi BBLR antara lain (Nurarif,
Huda, Kusuma & Hardi, 2015):
1. Periksa jumlah sel darah putih18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis)
2. Hematokrit (Ht) : 43%-61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan
polisetmia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic perinatal).
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/di kadar lebih rendah berhubungan lengan anemia atau
hemolisis berlebih ).
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/di 1-2 hari, dan 12 mg/dl
pada 3-5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran ratarata
40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
6. Pemantauan elektrolit (Na, K, C): biasanya dalam batas normal pada awalnya.
7. Pemeriksaan analisa gas darah.
H. WOC

Faktor janin, Kkelainan Faktor ibu, penyakit, usia Faktor lingkungan, tempat
kromosom, infeksi janin Faktor Plasenta, hidramnion
ibu, keadaan gizi ibu saat tinggal di dataran tinggi,
kronik plasenta previa, solution
hamil, keadaan sosial dan terkena radiasi, serta
plasenta, kehamilan kembar
ekonomi terpapar zat beracun

BBLR

Manifestasi klinis BBLR Berat badan kurang dari 2500 gram, Masa gestasi kurang dari 37 minggu, Kulit
tipis, transparan, lanugo banyak, dan lema subkutan sedikit, Pergerakan kurang dan lemah, pernafasan
belum teratur, dan sering mendapatkan serangan apnea.

Sedikitnya lemak dibawah


Pertumbuhan dinding dada Sistem imun yang belum
Organ pencernaan jaringan kulit sedangkan
belum sempurna matang
permukaan tubuh relatif luas
Perkembangan dinding dada
Peristaltik belum sempurna, belum sempurna Kehilangan panas melalui Penurunan daya tahan tubuh
reflek menghisap dan kulit
menelan belum sempurna
Paparan organisme patogen
Vaskuler paru imatur dari lingkungan
Sistem termogulasi imatur
Defisit nutrisi
Risiko infeksi
Peningkatan kerja nafas
Hipotermi
Penggunaan otot bant
pernapasan, pernapasan
cuping idung

Pola napas tidak efektif

Sumber: Mitayani(2009), Wong (2008), Nelson (2010), Proverawati dan Ismawati (2010)
DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, A., & Nurhayati. (2009). Asuhan kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus.
Jakarta: Trans Info Media.

Mochtar, R. (2012). Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC.

Pantiawati, I. (2010). Bayi dengan BBLR (Berat badan Lahir Rendah). Yogyakarta: Nuha
Medika.

Proverawati, A., & Ismawati C. (2010). Bblr: berat badan lahir rendah. Yogyakarta: Nha
Medika.

Proverawati, A & S, (2010). BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Dilengkapi dengan ASUHAN
PADA BBLR dan PIJAT BAYI. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wong. (2009). Berat Badan Lahir Rendah. Jakarta: EGC


SKENARIO BBLR

Pada tanggal 29 Maret 2021, seorang bayi perempuan bernama bayi A di lahir spontan
dengan presentasi kepala di puskesmas dibantu oleh bidan. Orang tua bayi A bernama ibu A dan
ayah A. Bayi A lahir dengan berat 1800 gram panjang badan 40 cm, skor Ballard 20 usia
kehamilan 32 minggu. Saat lahir, bayi A menangis, ketuban pecah saat lahir jernih dan tidak ada
mekonium, bayi menangis, tonus otot lemah, nilai APGAR score 6. Lemak pada tubuh sedikit,
lanugo banyak. Dilakukan IMD setelah bayi lahir selama 2 jam, isapan bayi tampak lemah
karena refleks menghisap dan menelan masih lemah. Setelah 24 jam kelahiran, ibu A mengeluh
mengatakan bayinya tampak sesak dan dingin, bayi A juga tampak lemah dan hanya tertidur
tidak mau menyusu ASI. Dilakukan pengkajian TTV tanggal 30 Maret 2021 dengan frekuensi
pernapasan 70x/menit dan terdapat adanya retraksi dinding dada, adanya otot bantu pernapasan,
napas cuping hidung, frekuensi nadi 120x/menit, suhu 36°C. Dilakukan anamnesis pada ibu A,
selama kehamilan, ibu selalu memeriksakan kehamilannya ke puskesmas tiap trimester, ibu A
mengatakan tidak nafsu makan dan mengalami mual muntah selama kehamilan, saat melahirkan
ibu A berusia 17 tahun tidak lulus SMA dengan status gizi ibu KEK, setelah melahirkan, bayi A
dilakukan imunisasi hepatitis. Selama 24 jam pertama kelahiran bayi A minum ASI 100 CC dan
lebih banyak tidur. Frekuensi buang air kecil 3x dan besar 1x dalam 24 jam. Akral bayi A dingin
dan sianosis, lingkar kepala bayi 32 cm. mata bersih dengan konjungtiva anemis. Bayi
didiagnosa BBLR.
LAPORAN KASUS ANAK DENGAN BBLR

A. Pengkajian

1. Identitas pasien
Inisial pasien : Anak A
Usia : 1 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Dianosa medis : BBLR
Tanggal masuk rumah sakit : 29 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 30 Maret 2021
Nama Ayah/Ibu : Ayah A/Ibu A
Pendidikan Ayah/Ibu : SMA/SMP
Alamat : Jalan Jendral Sudirman

2. Keluhan utama
Ibu A mengeluh mengatakan bayinya tampak sesak dan dingin, bayi A juga tampak
lemah dan hanya tertidur tidak mau menyusu ASI, bayi bernapas menggunakan napas
cuping hidung, ada retraksi dinding dada dan otot bantu pernapasan, refleks menghisap
dan menelan masih lemah, akral bayi dingin. Bayi A lahir dengan berat 1800 gram
panjang badan 40 cm.

3. Riwayat prenatal
a. Kenaikan berat badan ibu selama hamil : Sebelum hamil BB ibu 50 kg, selama hamil
BB Ibu A naik menjadi 56 kg, kenaikan BB sebanyak 6 kg.

b. Komplikasi kehamilan : Ibu A mengatakan tidak mengalami


komplikasi selama kehamilan.
c. Obat-obat yang didapat : selama hamil, ibu A mengonsumsi vitamin
A,B,C,D dan banyak minum zat besi yang diberikan di puskesmas dekat rumahnya
setiap pemeriksaan kehamilan.

d. Imunisasi TT : ibu A melakukan imunsasi TT

e. Golongan darah ibu hamil : O, Rhesus +

f. Riwayat trauma selama kehamilan : ibu A mengatakan selama kehamilan tidak


pernah mengalami trauma seperti terjatuh, menumbur benda dan terpeleset.

g. Lain-lain yang didapat :-

4. Riwayat persalinan
a. Partus : Ibu A melahirkan normal pervagina, tidak ada penyulit
selama persalinan, uia gestasi 32 minggu
b. Presentasi : Kepala
c. Obat-obat yang didapat : Diberikan oksitosin 10 u
d. Truama lahir : tidak ada
e. Lain-lain yang didapat :-

5. Riwayat post natal


a. APGAR Score menit 1 :6
APGAR Score menit 2 :7

Tanda Nilai
0 1 2
Appearance Tubuh kemerahan, akral sianosis
Warna kulit
Pulse 120 x/menit
Denyut nadi
Grimance Reflek menghisap dan menelan
Reflek lemah
Activity Fleksi lemah
Tonus otot
Respiration Lemah, adanya otot bantu
Usaha napas pernapasan dan retraksi dinding dada

b. Resusitasi (bila pernah dilakukan, jelaskan) : diberikan resusitasi pada bayi A


karena bayi lahir tidak menangis selama 30 detik dan pemberian oksigen sampai bayi
dapat bernafas normal kembali kemudian dilakukan perawatan bayi baru lahir.
c. lain-lain yang di dapat

6. Genogram

Anak A

: perempuan

: laki-laki
: meninggal
X
: tinggal serumah

7. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : Bayi A tampak lemah, lemak pada tubuh sedikit, lanugo
banyak pada wajah dan perut, tampak sesak, akral dingin dan sianosis.
Berat badan : 1800 gram
Panjang badan : 40 cm
Lingkar kepala : 32 cm
Lingkar dada : 25 cm
Lingkar abdomen : 24 cm
Denyut nadi : 120x/menit
Frekuensi napas : 70 x/menit
Temperatur kulit : 36°C

b. Refleks

Refleks Ada Tidak ada


Kuat Lemah
Menggenggam V
Menghisap V
Babinski V
Moro V

c. Kepala
1) Fontonel anterior : teraba lunak, belum menutup, diameter 0,6 cm
2) Sutura sagitalis : sutura melintang
3) Jejas trauma : tidak ada trauma
4) Lain-lain yang ditemukan
d. Mata : mata bersih, sklera tidak ikterik, konjungtiva
anemis
e. Telinga : telinga bersih, simetris, warna kemerahan
f. Hidung : hidung bersih, septum nasal simetris, tidak ada
sekret, ada napas cuping hidung
g. Mulut : mukosa lembab, kemerahan, tidak labiopalatokisis,
reflek sucking lemah, reflek rooting lemah, mulut terpasang selang OGT
h. Thorak
Inspeksi : bentuk dada simetris, terlihat ada retraksi dinding
dada dan otot bantu pernapasan
Askultasi : bunyi nafas vesikuler
Bunyi jantung S1 dan S2
i. Abdomen dan umbilikus
Inspeksi : abdomen cekung, warna kemerahan, umbilikus,
terpasang kasa, tidak ada benjolan dan perdarahan tali pusat.
Palpasi : tidak ada benjolan
j. Ekstremitas :
Inspeksi : ekstremitas lengkap, jari tangan dan kaki lengkap
kanan dan kiri, tidak ada kelainan polidaptili, tangan kanan dan kiri dapat
menggengam, tangan dan kaki fleksi lemah, akral sianosis
k. Genetalia : perempuan, ada lubang uretra, labia mayora dan
minora bersih, BAK 3x dalam 24 jam
l. Anus : ada lubang anus, BAB 1x dalam 24 jam
m. Kulit : kemerahan, lanugo area kulit wajah dan perut,
teraba hangat.

8. Pemeriksaan diagnostik
(tidak ada pemeriksaan diagnostik)

9. Terapi yang didapat


a. Diberikan terapi trofik feeding dengan selang OGT karena bayi memiliki reflek
menghisap yang lemah

10. Rumusan masalah

Data Analisa data Masalah keperawatan


DS: Faktor ibu : usia 17 tahun, Pola napas tidak efektif
- Ibu A mengatakan status gizi KEK, tidak nafsu
anaknya tampak makan selama kehamilan
sesak menagalami mual muntah,
DO: kelahiran 32 minggu
- Teradapat adanya
penggunaan otot Bayi lahir prematur
bantu pernapasan
- Adanya retraksi
dinding dada BBLR
- Frekuensi
pernapasan Perkembangan dinding dada
70x/menit belum sempurna
- Ada pernapasan
cuping hidung Vaskuler paru imatur
- Akral sianosis
Peningkatan kerja pernapasan

Penggunaan otot bantu


pernapasan, pernapasan cuping
hidung

Pola napas tidak efektif


DS: Faktor ibu : usia 17 tahun, Hipotermi
- Ibu A mengatakan status gizi KEK, tidak nafsu
kulit anaknya dingin makan selama kehamilan
DO: menagalami mual muntah,
- Kulit teraba dingin kelahiran 32 minggu
- Suhu tubuh anak A
36°C Bayi lahir prematur
- Lemak pada tubuh
sedikit BBLR

Jaringan lemak subkutan lebih


tipis sedangkan permukaan
tubuh relatif luas

Kehilangan panas

Hipotermi
DS: Faktor ibu : usia 17 tahun, Risiko defisit nutrisi
- Ibu A mengatakan status gizi KEK, tidak nafsu
anak A tidak mau makan selama kehamilan
menyusu ASI dan menagalami mual muntah,
hanya tertidur kelahiran 32 minggu
- Ibu A mengatakan
selama kehamilan Bayi lahir prematur
tidak nafsu makan
dan mengalami mual BBLR
muntah
DO: Reflek menghisap dan menelan
- Berat badan bayi A : belum sempurna
1800 gram
- Reflek menghisap Organ pencernaan belum
dan menelan bayi A berkembang sempurna
lemah
- Selama 24 jam Peristaltik belum sempurna
pertama kelahiran
bayi A minum ASI Risiko defisit nutrisi
100 CC
- Abdomen cekung
- Lingkar abdomen 24
cm
- Anak A terpasang
selang OGT
DS: - Faktor ibu : usia 17 tahun, Risiko infeksi
DO: status gizi KEK, tidak nafsu
- Umbilikus masih makan selama kehamilan
terpasang kasa menagalami mual muntah,
- Usia kelahiran 32 kelahiran 32 minggu
minggu
- Anak A tepasang Bayi lahir prematur
selang OGT
BBLR

Sistem imun yang belum


matang

Penurunan daya tahan tubuh

Paparan organisme patogen


dari lingkungan

Risiko infeksi

11. Diagnosa keperawatan


a. Pola napas tidak efektif b.d imaturitas neurologis d.d
DS:
- Ibu A mengatakan anaknya tampak sesak
DO:
- Teradapat adanya penggunaan otot bantu pernapasan
- Adanya retraksi dinding dada
- Frekuensi pernapasan 70x/menit
- Ada pernapasan cuping hidung
- Akral sianosis

b. Hipotermi b.d kekurangan lemak subkutan d.d


DS:
- Ibu A mengatakan kulit anaknya dingin

DO:

- Kulit teraba dingin


- Suhu tubuh anak A 36°C
- Lemak pada tubuh sedikit

c. Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan mencerna makanan


d. Risiko infeksi d.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
12. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran/kriteria hasil Intervensi


.
1. Pola napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Pemantauan respirasi
imaturitas neurologis d.d maka pola napas anak A membaik Observasi
DS: dengan kriteria hasil: - Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
- Ibu A mengatakan - Dispnea tidak ada dan upaya napas
anaknya tampak sesak - Penggunaan otot bantu - Monitor pola napas (dispnea dan
DO: pernapasan tidak ada takipnea)
- Teradapat adanya - Frekuensi napas normal 30-60 - Auskultasi bunyi napas (vesikuler)
penggunaan otot x/menit - Monitor saturasi oksigen
bantu pernapasan - Pernapasan cuping hidung tidak Terapeutik
- Adanya retraksi ada - Atur interval pemantauan respirasi sesuai
dinding dada kondisi pasien
- Frekuensi pernapasan - Dokumentasikan hasil pemantauan
70x/menit Edukasi
- Ada pernapasan - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
cuping hidung kepada keluarga
- Akral sianosis Dukungan ventilasi
Observasi
- Identifikasi adanya kelelahan otot bantu
napas adanya dispnea, penggunaan otot
bantu napas meningkat, volume tidal
menurun, PCO2 meningkat, PO2
menurun, SaO2 menurun.
Terpeutik
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan
pertahankan SaO2 88-92% menggunakan
nasal kanul 1L/menit
2. Hipotermi b.d kekurangan Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Manajemen hipotermia
lemak subkutan d.d jam maka termogulasi neonatus anak A Observasi
DS: membaik dengan kriteria hasil: - Monitor suhu tubuh
- Ibu A mengatakan - Suhu tubuh normal 36,5-37,5 °C - Identifikasi penyebab hipotermia
kulit anaknya dingin - Kulit teraba hangat (konduksi, konveksi, radiasi, evaporasi)
DO: - Monitor tanda dan gejala akibat
- Kulit teraba dingin hipotermia seperti kulit pucat dan terasa
- Suhu tubuh anak A dingin jika disentuh, menggigil, respon
36°C menurun, penurunan kesadaran, sesak
- Lemak pada tubuh napas
sedikit Terpeutik
- Sediakan lingkungan yang hangat, atur
suhu ruangan
- Lakukan penghangatan pasif seperti
selimut dan menutup kepala
- Lakukan penghangatan aktif eksternal
seperti perawatan metode kanguru
- Ganti pakaian atau linen yang basah
Perawatan kanguru
Observasi
- Monitor faktor orang tua yang
memengaruhi keterlibatannya dalam
perawatan
Terpeutik
- Sediakan lingkungan yang tenang,
nyaman dan hangat
- Posisikan bayi telungkup tegak lurus di
dada orang tua
- Biarkan bayi telanjang hanya
mengenakan popok, kaus kaki dan topi
- Posisikan pangul dan lengan bayi dalam
posisi fleksi
- Posisikan bayi diamankan dengan kain
panjang atau pengikat lainnya
- Buat ujung pengikat tepat berada di
bawah kuping bayi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur perawatan
kanguru pada orang tua
- Jelaskan keuntukngan kontak kulit ke
kulit orang tua dan bayi
- Anjurkan orang tua menggunakan
pakaian yang nyaman dengan bagian
depan terbuka
3. Risiko defisit nutrisi d.d Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Manajemen nutrisi
ketidakmampuan mencerna jam maka status nutrisi bayi meningkat Observasi
makanan dengan kriteria hasil: - Monitor asupan makan
- Terjadi peningkatan berat badan - Monitor berat badan
200 gram per minggu Terapeutik
- Target peningkatan berat badan - Hentikan pemberian makan melalui
>2000 gram selang jika asupan oral dapat ditoleransi,
- Pola makan membaik dengan reflek menghisap dan menelan sudah ada
frekuensi minum ASI 8-12 Edukasi nutrisi bayi
kali/hari dan banyak tidur Observasi
- Identifikasi kesiapan kemampuan ibu
menerima informasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan berupa leaflet
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan ibu untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan tanda-tanda awal rasa lapar
(bayi gelisah, membuka mulut,
menggeleng-gelengkan kepala, menjulur-
julurkan lidah, mengidap jari atau tangan)
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
(cuci tangan sebelum dan sesuah makan,
cuci sabun setelah ke toilet)
- Ajarkan cara memilih makanan sesuai
dengan usia bayi, bayi baru lahir
diberikan ASI eksklusif selama 2 bulan
- Anjurkan cara mengatur frekuensi makan
sesuai usia bayi, diminggu pertama
kehamilan ibu menyusui bayi baru lahir
10-12 kali/hari

Pijat bayi blend artikel Pengaruh Pijat Bayi


Terhadap Peningkatan Berat Badan Neonatus
(Daniati & Novayelinda, 2011)

- Monitor berat badan sebelum dan setelah


dilakukan intervensi pijat bayi
- Sediakan lingkungan yang tenang dan
nyaman untuk pemijatan
- Ajarkan cara melakukan pijat bayi pada
orang tua dengan media video edukasi
selama 3 menit dan demonstrasikan
selama 15 menit, pemijatan dilakukan
mulai dari kepala, bahu, dada, perut dan
ekstremitas
- Berikan kesempatan orang tua bertanya
- Orang tua melakukan pijat bayi
didampingi oleh perawat
- Ingatkan kepada orang tua untuk
melakukan pemijatan dengan lembut dan
tidak tergesa-gesa
- Perbaiki kesalahan –kesalahan cara
oemijatan
- Lakukan pemijatan selama 15 menit
dilakukan selama 3x (pagi, siang, sore)
selama 10 hari

4. Risiko infeksi d.d Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Pencegahan infeksi
peningkatan paparan jam maka tingkat infeksi menurun Observasi
organisme patogen dengan kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala indiksi lokal
lingkungan - Kebersihan badan meningkat pada dan sistemik pada area umbilikus bayi
area umbilikus yang terpasang Terapeutik
kasa - Batasi jumlah pengunjung
- Kebersihan penggunaan selang - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
OGT terjaga dengan pasien dan lingkungan pasien
- Nafsu makan meningkat dengan - Pertahankan teknik aseptik
minum ASI 8-12 x/hari. Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi pada
orang tua
- Ajarkan cara mencuci tangan yang benar

14. Catatan perkembangan

No Tanggal Diagnosa keperawatan Jam Implementasi Jam Evaluasi


.
1. 30 Maret Pola napas tidak efektif 09.0 1. Monitor frekuensi, irama, 14.0 S:
2021 b.d imaturitas neurologis 0 kedalaman dan upaya napas 0 - Ibu A mengatakan
d.d -) Frekuensi napas anak A anaknya tidak lagi
DS: 70x/menit tampak sesak
- Ibu A -) Adanya retraksi dinding dada O:
mengatakan -) Adanya otot bantu pernapasan - Penggunaan otot
anaknya tampak -) Adanya napas cuping hidung bantu napas tidak ada
sesak - Frekuensi napas anak
DO: 2. Mendengarkan suara napas anak A 50x/menit
- Teradapat adanya 09.0 A - Tidak ada pergerakan
penggunaan otot 3 -) Suara napas anak A vesikuler napas cuping hidung
bantu pernapasan - Tidak ada retraksi
- Adanya retraksi 3. Menjelaskan tujuan dan prosdur dinding dada
dinding dada pemantauan respirasi kepada - Akral kemerahan
- Frekuensi 09.0 keluarga A:
pernapasan 5 -) Tujuan pemantuan respirasi - Masalah teratasi
70x/menit untuk mengetahui keadaan napas P:
- Ada pernapasan anak A apakah teratur atau tidak, - Lanjutkan intevensi
cuping hidung selain itu mengetaui keadaan paru- dengan diagnosa lain
- Akral sianosis paru anak A

4. Mencatat hasil pemantauan


respirasi
-) Frekuensi pernapasan 70 x/menit
09.1 -) Ada pergerakan napas cuping
0 hidung
-) terdapat retraksi dinding dada
dan pergerakan otot bantu
pernapasan
-) Akral sianosis
5. Mengidentifikasi adanya
kelelahan otot bantu napas
-) Anak A tampak sesak dengan
penggunaan otot bantu napas
09.1 meningkat
2
6. Memberikan oksigen 1L/menit
dan mempertahankan SaO2 88-
92%

09.1
5

2. 30 Maret Hipotermi b.d 09.0 1. Memonitor suhu tubuh 14.0 S:


2021 kekurangan lemak 0 -) Suhu tubuh anak A 36°C 0 - Ayah dan Ibu A
subkutan d.d mengatakan kulit
DS: 2. Mengidentifikasi penyebab anaknya teraba hangat
- Ibu A 09.0 hipotermia O:
mengatakan kulit 3 -) Lemak pada tubuh anak A yang - Suhu tubuh anak A
anaknya dingin prematur masih sedikit 36.5 °C
DO: - Kulita anak A teraba
- Kulit teraba 3. Memonitor tanda dan gejala hangat
dingin akibat hipotermia A:
- Suhu tubuh anak 09.0 -) Anak A mengalami takipneu, - Masalah teratasi
A 36°C 5 kulit dingin P:
- Lemak pada - Lanjutkan intervensi
tubuh sedikit 4. Sediakan lingkungan yang dengan diagnosa lain
hangat, atur suhu ruangan
-) Mengatur suhu ruangan tidak
09.0 kurang dari 26°C
7
5. Memberikan selimut dan topi
kepada anak A

6. Melakukan penghangatan dengan


09.0 metode kanguru bersama ayah A
8

10.1
0

3. 30 Maret Risiko defisit nutrisi d.d 09.0 1. Memonitor asupan makan 14.0 S:
2021 ketidakmampuan 0 -) 24 jam pertama anak A minum 0 O
mencerna makanan ASI menggunakan selang OGT - Frekuensi anak A
sebanyak 100 CC minum ASI
menggunakan selang
2. Memonitor berat badan OGT sebanyak 150
09.0 -) Berat badan anak A 1800 gram CC kali/hari
2 A:
3. Membersihkan selang OGT dan - Masalah teratasi
menjaga selang agar tidak sebagian
09.0 terkontaminasi dengan patogen P:
3 lingkungan - Lanjutkan intervensi
manajemen nutrisi
4. Memberikan penkes kepada
orang tua anak A menggunakan
leaflet tentang
09.1 -) Tanda-tanda awal bayi merasa
0 lapar seperti : bayi gelisah,
membuka mulut, menggeleng-
gelengkan kepala, menjulur-
julurkan lidah, mengidap jari atau
tangan
-) Mengingatkan kepada orang tua
bahwa bayi baik mengunakan ASI
eksklusif selama 2 bulan
-)Mengingatkan kepada ibu untuk
menjaga makan dan mengatur
frekuensi makan bayi pada minggu
pertama ibu menyusui bayi 10-12
kali/hari.

Monitor berat badan anak A 1800


gram sebelum dilakukan pijat bayi

Mengatur suhu ruangan yang


09.1 hangat tidak kurang dari 26°C
5 untuk memberikan kenyamanan
pada bayi A

09.0 Mengajarkan cara melakukan pijat


6 bayi pada orang tua dengan media
video edukasi

Mendemonstrasikan cara pemijatan


dengan boneka. Pemijatan mulai
09.0 dari area kepala, bahu, dada, perut
6 dan ekstremitas bayi A
Memberikan kesempatan orang tua
untuk bertanya
09.0 -) Ayah A bertanya mengenai
9 berapa kali di lakukan pemijatan
dalam sehari

Mendampingi orang tua bayi A


melakukan proses pemijatan
09.2 -) Mengingatkan ibu untuk
4 melakukan pemijatan dengan
lembut dan tidak tergesa-gesa

09.2
6
4. 30 Maret Risiko infeksi d.d 09.0 1. Memonitor tanda dan gejala 14.0 S:
2021 peningkatan paparan 0 indikasi lokal dan sistemik pada 0 O:
organisme patogen area umbilikus - Tubuh bayi bersih,
lingkungan -) Kasa bersih, area umbilikus wangi, area umbilikus
bersih, warna kemerahan terpasang kasa steril
baru
2. Mencuci tangan sebelum dan - Selang OGT bersih
09.0 sesudah kontak dengan pasien dna tidak ada sisa-sisa
1 lingkungan pasien susu yang menempel
-) Melakukan cuci tangan 6 langkah pada permukaan
berdasarkan WHO selang
- Orang tua dapat
3. Mempertahankan teknik aseptik, mengulagi kembali
mengganti kasa umbilikus dengan penkes yang diajarkan
09.0 kasa steril baru tentang tanda-tanda
2 infeksi dan langkah
4. Memonitor selang OGT tetap mencuci tangan yang
bersih dan tidak terpapar patogen benar
lingkungan setelah digunakan dan A:
09.1 sebelum digunakan - Masalah teratasi
0 P:
5. Menjelaskan tanda dan gejala - Lanjutkan intervensi
infeksi pada orang tua jika da dengan diagnosa lain
kemerahan, suhu meningkat, bayi
rewel
09.1
2 6. Mengajarkan cara mencuci
tangan yang benar 6 langkah
kepada orang tua
-) Ibu A dan ayan A dapat
mengulangi langkah cuci tangan
berdasarkan WHO

09.1
7

Tabel PICO

Jurnal Population Intervensi Compare Outcome


Populasi dalam Intervensi yang Penelitian ini Hasil penelitian
Pengaruh Pijat Bayi
penelitian ini yaitu bayi dlakukan dalam membandingkan berat menunjukkan rata-rata
yang ada di rumah sakit penelitian ini adalah badan bayi sebelum dan berat badan pada kelompol
Terhadap
umum Arifin Achmad dengan melakukan pijat setelah dilakukan eksperimen sebelum terapi
Peningkatan Berat
dan rumah bersalin. bayi yang dilakukan intervensi pijat bayi. adalah 3016,67 gram
Badan Neonatus
Sampel dalam penelitian oleh orang tua dalam dengan standar deviasi
ini sebanyak 30 orang meningkatkan berat Membandingkan berat 402,078 sedangkan mean
dengan rincian 15 orang badan neonatus. badan neonatus pada berat badan pada
(Daniati & sebagai kelompok Setiap kelompok kelompok yang diberi kelompok sebelum terapi
Novayelinda, 2011) eksperimen dan 15 orang dilakukan pre-test yaitu intevrensi dengan adalah 3006,67 gram
sebagai kelompok dilakukan pengukuran kelompok kontrol dengan standar deviasi
kontrol. berat badan dan pos-test 415,532.
Jurnal Ners setelah dilakukan
Indonesia, 2(1), 11- intervensi yaitu dengan Mean berat badan sesudah
20 pengukurna kembali. terpai pada kelompok
Dalam penelitian ini eksperimen adalah
kelompok eksperimen 3696,67 gram dengan
diberi perlakuan pijat standar deviasi 415, 532,
bayi sebanyak 3 kali edangkan mean berat
dalam sehari selama 15 badan pada kelompok
menit. Intervensi kontrol sesudah terapi
dilakukan selama 10 adalah 3243, 33 gram
hari, sedangkan dengan standar deviasi
kelompok kontrol tidak 336,933.
diberikan pijat bayi.
Pemijatan oleh orang Perbedaan berat
tua didampingi perawat, badaneonatus pada
dilakukan mulai dari kelompok yang diberi
area kepala bayi, bahu intervensi dengan kelomok
dan dada, perut dan kontrol, didapatkan nilai p
ekstremitas. Pemijatan 0,003 lebih kecil dari alpha
dilakukan dengan (5%) maka Ho ditolak, hal
lembut dan tidak ini menunjukkan bahwa
tergesa-gesa. ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata
berat abdan sesudah
intervensi pada kelompok
eksperimen dengan
kempok kontrol
LAPORAN PENDAHULUAN, LAPORAN KASUS DAN ARTIKEL ANAK
DENGAN EPISPADIA

OLEH
Reisti Aan Savitri

04064822124007

PEMBIMBING
Antarini Inriansari, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An

NIP. 198104182006042003

PROGRAM PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN ANAK DENGAN EPISPADIA

A. Definisi
Epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis (Price, 2005). Epispadia adalah kelainan letak lubang uretra
kongenital ke sisi dorsal penis, kejadiannya lebih sedikit dibanding hipospadia (Corwin,
2009). Epispadia adalah meatus uretra tidak meluas ke ujung penis karena tidak adanya
dinding dorsal uretra (Gruendemann, 2005).

B. Klasifikasi
Klasifikasi epispadia berdasarkan meatus kemih di sepanjang penis (Price, 2005):
1. Epispadia glandular (pada glans bagian dorsal)
Epispadia glandular adalah malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak
pada permukaan, alur dari meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis epispadias
kurang sering dan lebih mudah diperbaiki.

2. Epispadias penis (antara simfisis pubis dan sulkus koronarius)


Epispadias penis adalah derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra
terletak di titik variabel antara kelenjar dan simfisis pubis.

3. Epispadias penopubis (pada permukaan antara penis dan pubis)


Epispadias penopubis adalah varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra
terbuka sepanjang perpanjangan seluruh hingga leher kandung kemih yang lebar dan
pendek.

C. Etiologi
Etiologi dari epispadia, antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria) atau dapat juga
karena reseptor hormon androgen sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.
Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Selain itu, enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak
mencukupi akan berdampak sama.

2. Genetik atau idiopatik terjadi karena gagalnya sintesis androgen


Hal ini dapat terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen
tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.

3. Lingkungan
Faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

D. Patofosiologi
Epispadia merupakan kelainan kongenital pada bayi laki-laki ataupun perempuan
karena suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra terdapat di
bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka. Gangguan dan
ketidakseimbangan hormon juga memicu terjadinya epistasia dimana hormon androgen
yang mengatur organogenesis kelamin (pria) atau karena reseptor hormon androgen
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon
eandrogen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya atau enzim yang berperan dalam
sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama. Keadaan
epispadia atau letak lubang uretra kongenital ke sisi dorsal penis menyebabkan kesulitan
atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri (Corwin, 2009).

E. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari epispadia antara lain (Price, 2005):
1. Uretra terbuka pada saat lahir, posisi dorsal
2. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri
3. Meatus uretra meluas dan perluasan alur dorsal dari meatus terletak di atas glans
4. Prepusium menggantung dari sisi ventral penis
5. Terdapat penis yang melengkung ke arah dorsal, tampak jelas pada saat ereksi
6. Penis pipih dan kecil dan mungkin akan melengkung ke dorsal akibat adanya chordae
7. Terdapat lekukan pada ujung penis
8. Inkontinesia urin timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%) karena
perkembangan yang salah dari sfingter urinarius.

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk epispadia, yaitu:
1. Radiologis (IVP)
2. USG sistem kemih-kelamin.
3. Epispadia biasanya diperbaiki melalui pembedahan.

G. Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan bedah dari epispadia adalah merekomendasikan penis
menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga
aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal (Behrman,
Kliegman, Arwin, 2000). Selain itu perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk
memperbaiki inkontinensia, membuang chordee, dan memperluas uretra ke glans (Price,
2005). Ada beberapa tahap pembedahan yang dialakukan untuk penatalaksanaan
epispadia :
1. One stage Uretroplasty
One step uretroplasty adalah teknik operasi sederhana yang sering digunakan,
terutam untuk epispadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau yang
middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat.
Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap.

2. Operasi epispadia 2 tahap


Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunneling dilakukan untuk
meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang tempat keluar kencing)nantinya
letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak yang normal), memobilisasi kulit
dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya (tahap
kedua) dilakukan uretroplasty (pembuatan saluran kencing buatan/uretra) sesudah 6
bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua
tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat epispadia (Corwin, 2009), yaitu:
1. Disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee-nya parah, maka penetrasi
selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan.
2. Pada epispadia, apabila lubang uretra di dorsalnya luas, maka dapat terjadi ekstrofi
(pemajanan melalui kulit) kandung kemih.

Komplikasi pasca operasi epispadia:


1. Edema/ pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi,
juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah
dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi
dari anastomosisrambut dalam uretra, yang dapat mengakibat infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas
3. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai
parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka
kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%.
4. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari riliskorde yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan ereksi artificial saat operasi atau pembentukan skar yang
berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
5. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
I. WOC

Idiopatik Genetik : kelainan Lingkungan: obat, zat Ketidak seimbangan


kromosom kimia, radiasi, dan infeksi hormon estrogen saat
hamil

Mutasi gen sehingga Sel struktur genital di janin


ekspresi gen tidak terjadi kekurangan androgen

Produksi androgen
Gagalnya sintesis turun
androgen

Proliferasi sel tidak adekuat dan defisiensi jaringan organ


kelamin tidak sempurna

Malformasi
kongenital

Pertumbuhan meatus uretra abnormal (dorsal


penis/epispadia)

Epispadia

Pembedahan

Luka Pemasangan kateter

Terputusnya kontinuitas jaringan Terpajan lingkungan


Menekan persarafan Risiko infeksi
Gangguan eliminasi
urin
Impuls disampaikan ke korteks serebri

Thalamus

Nyeri akut
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku. Ed.3. Jakarta: EGC.


Gruendemann, B, J. (2005). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Vol.2. Jakarta: EGC.
Price, S, A. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6. Jakarta: EGC.
Skenario Anak Epispadia

Seorang anak A laki-laki berusia 3 tahun tanggal 28 Maret 2021 datang ke RSMH bersama
dengan ibu nya bernama A yang berasal dari desa terpencil bernama desa Mawar. Anak A datang
dengan keluhan ketika anak A buang air kecil, pancaran urin tidak keluar dari ujung penis
melainkan dari atas namun tidak terasa nyeri. Hal ini diketahui ketika di desa tersebut
kedatangan perawat untuk melaksanakan pengabdian masyarakat yaitu sunat gratis. Saat
dilakukan pemeriksaan perawat mengatakan lubang uretra anak A mengalami kelainan
kongenital yaitu lubang uretra berada di bagian atas punggung penis. Diketahui ayah dari anak A
sudah meninggal sebelum anak A lahir, anak A hanya tinggal bersama Ibunya yang hanya
lulusan SD. Dilakukan pengkajian pada Ibu A yang berusia 25 tahun dan bekerja sebagai petani.
Ibu A mengatakan saat hamil tidak nafsu makan dan mengalami mual mutah. Ibu A mengatakan
tidak pernah memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan karena tinggal di desa terpencil.
Ibu A mengatakan melakukan persalinan normal di bantu oleh dukun beranak di desanya dengan
presentasi kepala. Ibu A mengatakan adik laki-lakinya juga memiliki lubang uretra yang berada
pada bagian atas penis, sehingga ibu A menganggap hal yang terjadi pada anaknya adalah hal
yang normal.

Dilakukan pengkajian pada anak A tanggal 28 Maret 2021, TB 120 cm, BB 30 kg, lubang
uretra berada di bagian atas penis, warna urin kuning jernih tidak ada darah, tidak nyeri dan tidak
demam. Anak A di diagnosa epispadia. Pada tanggal 30 Maret 2021 anak A dilakukan operasi
pembedahan untuk membuat saluran uretra ke ujung penis dengan hasil pemeriksaan TTV, TD
110/70 mmHg, HR 80 x/menit, suhu 37°C, RR 18 x/menit.

Pada tanggal 31 Maret 2021 pukul 09.00 perawat melakukan pengkajian, anak A tampak
lemah, diketahui pasien mengeluhkan nyeri pada area operasi, nyeri skala 6 nyeri sambil
memegangi selimutnya takut kalau tubuhnya disentuh semakin bertambah ketika akan bergerak,
nyeri seperti di remas-remas, rasa nyeri menetap dan menjalar sampai ke area perut dan paha.
Anak A tampak meringis dan gelisah serta tidak nafsu makan dan minum karena nyeri yang di
rasakan. Anak A terpasang kateter dan seharian hanya berada di tempat tidur, anak A hanya
menghabiskan makan setengah porsi dan minum hanya 5 gelas/ hari. Ditemikan adnaya dstensi
kandung kemih. Didapatkan TTV, TD 120/80 mmHg, HR 90 x/menit, RR 18x/menit, suhu 38°C.
Anak A mengatakan ingin kembali bermain bersama teman-temannya lagi di desanya.
LAPORAN KASUS ANAK A DENGAN EPISPADIA

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien
Inisial pasien : Anak A
Usia : 3 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Dianosa medis : Epispadia
Operasi : Post operasi uretra
Tanggal masuk rumah sakit : 28 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 31 Maret 2021
Nama Ayah/Ibu : Ayah A/Ibu A
Pendidikan Ayah/Ibu : SD/SD
Alamat : Desa Mawar

2. Keluhan Utama
Anak A tampak lemah, anak A mengeluh nyeri pada area operasi, nyeri skala 6
sambil memegangi selimutnya takut kalau tubuhnya disentuh, nyeri semakin bertambah
ketika akan bergerak, nyeri seperti di remas-remas, rasa nyeri menetap dan menjalar
sampai ke area perut dan paha. Anak A tampak meringis dan gelisah serta tidak nafsu
makan dan minum karena nyeri yang di rasakan. Anak A terpasang kateter dan seharian
hanya berada di tempat tidur, anak A hanya menghabiskan makan setengah porsi dan
minum hanya 5 gelas/ hari.
P: Anak A mengatakan nyeri akan bertambah ketika bergerak
Q: Anak A mengatakan nyeri seperti diremas-remas
R: Anak A mengatakan nyeri pada area operasi dan menjalar sampai ke area perut dan
paha
S: Anak A mengatakan skala nyeri 6
T: Anak A mengatakan rasa nyeri menetap
3. Riwayat Kehamilan
a. Prenatal : Ibu anak A mengatakan saat hamil mengalami mual dan muntah. Ibu A
mengatakan tidak pernah memeriksakan kehamilaknnya ke tenaga kesehatan
karena tingal di desa terpencil. Ibu A tidak memiliki riwayat trauma, tidak
mengonsumsi vitamin dan zat besi. Ibu A mengonsumsi makanan yang tersedia di
kebunnya. Ibu A tidak mengalami komplikasi selama kehamilan
b. Intranatal: Ibu anak A mengatakan persalinan dilakukan di rumahnya sedniri
dibantu oleh dukun beranak, persalinan dilakukan secara pervagina dengan
presentasi kepala, tidak ada penyulit selama persalinan.
c. Postnatal : Ibu anak A mengatakan tidak ada keluhan setelah melahirkan. Anak A
belum diberikan imuniasi

4. Riwayat Kesehatan Yang Lalu


a. Riwayat yang pernah diderita :
Ibu anak A mengatakan anak A tidak pernah sakit sebelumnya, hanya sakit ringan
seperti demam.
b. Riwayat dirawat di RS :
Ibu anak A mengatakan anak A tidak pernah dirawat dirumah sakit sebeumnya.
c. Obat-obatan yang digunakan :
Ttidak ada
d. Riwayat operasi :
Tidak ada riwayat operasi
e. Riwayat alergi :
Tidak ada riwayat alergi
f. Riwayat imunisasi :
Ibu anak A mengatakan anak A belum diimunisasi.
g. Lain lain

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu A mengatakan adik laki-lakinya juga memiliki lubang uretra yang berada pada bagian
atas penis, sehingga ibu A menganggap hal yang terjadi pada anaknya adalah hal yang
normal. Suami ibu A sudah meninggal dunia sebelum anak A lahir. Ibu A hanya tinggal
berdua dengan anaknya.

6. Genogram

X X

ANAK A

: perempuan

: laki-laki
: meninggal
X
: tinggal serumah

7. Riwayat Sosial
Anak A tinggal bersama Ibu nya, anak A belum bersekolah. Anak A senang bermain
dengan teman sebayanya, biasanya anak A bermain bola kaki dan kejar-kejaran. Anak A
pandai menyebutkan angka 1-5, menyebutkan huruf alfabet A-J, anak A mengatakan
ingin cepat sembuh dan bermain bersama teman-temannya lagi.
8. Kebutuhan Dasar

Makan Minum Tidur Eliminasi Aktivitas


Sebelu Sebelum sakit Minum 8 Sebelum Anak A BAK Anak A
m sakit anak A gelas sakit, anak 4-5x sehari. belum
menghabiskan 1 sehari, 250 A tidur Tidak terasa bersekolah
porsi piring CC malam nyeri namun suka
makan selama 8 pancaran urin bermain
jam sehari keluar dari bola kaki
bagian atas dan kejar-
penis. kejaran
BAB 1-2x bersama
sehari teman-
teman
tsebaya di
desanya.
Saat Setelah di Minum 5 Setelah Setelah Hanya
sakit lakukan operasi gelas dioperasi operasi, anak ditempat
anak A tidak sehari, total anak A A terpasang tidur
nafsu makan dna 150 CC mengalami kateter untuk
hanya kesulitan mengeluarkan
menghabiskan tidur karena urin. Volume
setengah porsi nyeri, anak urin yang di
piring makan A merasa keluarkan
yang di antarkan gelisah 300 CC,
oleh perawat. warna urin
kuning pekat,
tidak ada
darah.

9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Kesadaran komposmentis pasien tampak lemah, meringis,
mengeluh nyeri pada area operasi sambil memegangi selimutnya takut kalau
tubuhnya disentuh.
b. Lingkar kepala : tidak terkaji
c. Tanda vital :
- TD : 120/80 mmHg
- HR : 90 x/menit
- RR : 18 x/menit
- Suhu : 38 °C

d. Mata
Inspeksi : Mata bersih, mata kanan dan kiri simetris konjungtiva
tidak anemis, tidak ada edema pada palpebra, tidak ada kemerahan, pandangan
mata fokus, reflek kornea (mata berkedip).

e. Hidung
Inspeksi : Tidak ditemukan sekret pada saluran pernapasan, tidak
ada sumbatan jalan napas, septum nasal sejajar, tidak ada napas cuping hidung.

f. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir pucat, gigi tidak berlubang, lidah bersih,
jumlah gigi susu 20 buah.

g. Telinga
Inspeksi : Telinga bersih, bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada pina dan tidak ada benjolan
dibelakang telinga

h. Dada (paru-paru)
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada pergerakan otot bantu
pernapasan, tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi : Vokal fremitus teraba kanan kiri
Perkusi : Suara paru sonor
Auskultasi : Suara vesikuler

i. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis teratur
Palpasi : Tidak ada pulpasi
Auskultasi : Suara jatung S1 dan S2

j. Abdomen
Inspeksi : tidak ada pembengkakan, tidak ada kemerahan, kulit
bersih
Auskultasi : Bising usus 20x/menit
Palpasi : Ada distensi kandung kemih, nyeri apabila di tekan,
hepar tidak teraba.
Perkusi : Terdengar suara timpani

k. Punggung
Inspeksi : Tidak ada kelainan bentuk

l. Genetalia
Inspeksi : Genetalia laki-laki, terpasang kateter, area luka operasi
terpasang kasa steril tampak bersih, warna kemerahan
Palpasi : ada nyeri

m. Ekstremitas
Inspeksi : lengkap, tidak ada lesi, adanya edema pada ekstremitas
kaki kanan dan kiri karena adanya kelebihan beban sirkulasi yang diakibatkan
oleh retensi natrium dan air.
Kekuatan otot
4 4
4 4
n. Kulit
Inspeksi : Warna kulit kemerahan, turgor kulit elastis
Palpasi : Teraba hangat

o. Lain-lain :

10. Pemeriksaan Status Nutrisi


IMT : 20
Interpretasi : berat badan normal
Z skor IMT/U : nilai rill- nilai median
nilai median – (1 SD)
: (20 – 15,4)
( 16,8- 15,4)
: 4,6
1,4
: 3,2
Status gizi anak adalah obesitas

11. Pemeriksaan Penunjang


Tanggal 28 Maret 2021

1) USG : Ditemukan distensi kandung kemih, saluran uretra tidak


sampai ke ujung penis. Saluran uretra ada pada bagian atas penis

Terapi yang di dapat, tanggal 30 Maret 2021


1) Kateter : Anak A terpasang kateter setelah dilakukan pembedahan.

12. Pemeriksaan Riwayat Tingkat Perkembangan Sebelum Dirawat


a. Kemandirian dalam bergaul
Anak A suka bermain dengan anak-anak sebayanya di desa. Anak A suka bermain
bola kaki dan kejar-kejaran.
b. Motorik halus
Anak A dapat menyebutkna angka 1-5 dan menyebutkan huruf alfabet A-J.
c. Motorik kasar
Anak A suka bermain bola kaki dan kejar-kejaran
d. Kognitif dan bahasa
Anak A dapat berbicara dengan suara yang jelas dan intonasi sedang.

13. Rumusan Masalah

a. Analisa data

No Data Analisa data Masalah


. Keperawatan
1. DS: Kelaninan genetika: kelainan Nyeri Akut
- Anak A mengeluh pada kromosom
nyeri pada area
operasi
- P: Anak A Mutasi gen sehingga ekspresi
mengatakan nyeri gen tidak terjadi
akan bertambah ketika
akan bergerak
- Q: Anak A
mengatakan nyeri kegagalan sintesis androgen
seperti diremas-remas
- R: Anak A
mengatakan nyeri Proliferasi sel tidka adekuat
pada area operasi dan defisiensi jaringan organ
(penis) menjalar ke kelamin tidak sempurna
area perut dan paha
- S: Anak A
mengatakan skala Malformasi kongenital
nyeri 6
- T: Anak A
mengatakan rasa nyeri Pertumbuhan meatus uretra
menetap abnormal

DO:
- Wajah anak A tampak Epispadia
meringis
- Anak A memegangi
selimutnya takut kalau Pembedahan uretra
tubuhnya disentuh
- Anak A tampak
gelisah Luka
- Setelah dioperasi anak
A mengalami
kesulitan tidur karena Terputusnya kontinuitas
nyeri jaringan

Menekan persarafan

Impuls disampaikan ke korteks


serebri

Thalamus

Nyeri Akut
2. DS: Kelaninan genetika: kelainan Hipertermi
- Anak A mengatakan pada kromosom
tidak nafsu makan
dan minum setelah
operasi Mutasi gen sehingga ekspresi
DO: gen tidak terjadi
- Suhu tubuh 38°C
- Kulit teraba hangat
- Warna kulit kegagalan sintesis androgen
kemerahan
- Minum 5 gelas sehari,
(total 150 CC) Proliferasi sel tidak adekuat
- Warna urin kuning dan defisiensi jaringan organ
pekat kelamin tidak sempurna

Malformasi kongenital

Pertumbuhan meatus uretra


abnormal

Epispadia

Pembedahan uretra

Penurunan nafsu makan dan


minum

Kekurangan cairan
Dehidrasi

Hipertermi
3. DS: Kelaninan genetika: kelainan Gangguan
- Anak A mengatakan pada kromosom Eliminasi Urin
nyeri pada area
operasi
DO: Mutasi gen sehingga ekspresi
- Distensi kandung gen tidak terjadi
kemih
- Anak A terpasang
kateter karena belum kegagalan sintesis androgen
mampu berkemih
secara mandiri
- Volume urin yang di Proliferasi sel tidka adekuat
keluarkan 300 CC, dan defisiensi jaringan organ
warna urin kuning kelamin tidak sempurna
pekat, tidak ada darah.

Malformasi kongenital

Pertumbuhan meatus uretra


abnormal

Epispadia
Pembedahan uretra

Gangguan eliminasi urin


4. DS: - Kelaninan genetika: kelainan Risiko infeksi
DO: pada kromosom
- Penis anak A masih
terpasang kasa
menutup luka post Mutasi gen sehingga ekspresi
operasi gen tidak terjadi
- Anak A terpasang
kateter
kegagalan sintesis androgen

Proliferasi sel tidka adekuat


dan defisiensi jaringan organ
kelamin tidak sempurna

Malformasi kongenital

Pertumbuhan meatus uretra


abnormal

Epispadia

Pembedahan uretra
Pemasangan kateter

Terpajan patogen dari


lingkungan

Risiko infeksi

b. Masalah Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik prosedur operasi d.d


DS:
- Anak A mengeluh nyeri pada area operasi
- P: Anak A mengatakan nyeri akan bertambah ketika akan bergerak
- Q: Anak A mengatakan nyeri seperti diremas-remas
- R: Anak A mengatakan nyeri pada area operasi (penis) menjalar ke area perut dan
paha
- S: Anak A mengatakan skala nyeri 6
- T: Anak A mengatakan rasa nyeri menetap

DO:
- Wajah anak A tampak meringis
- Anak A memegangi selimutnya takut kalau tubuhnya disentuh
- Anak A tampak gelisah
Setelah dioperasi anak A mengalami kesulitan tidur karena nyeri

2. Hipertermi b.d dehidrasi d.d


DS:
- Anak A mengatakan tidak nafsu makan dan minum setelah operasi
DO:
- Suhu tubuh 38°C
- Kulit teraba hangat
- Warna kulit kemerahan
Minum 5 gelas sehari, (total 150 CC)
- Warna urin kuning pekat

3. Gangguan eliminasi urin b.d efek tindakan medis dan diagnostik operasi saluran kemih
d.d
DS:
- Anak A mengatakan nyeri pada area operasi

DO:

- Distensi kandung kemih


- Anak A terpasang kateter karena belum mampu berkemih secara mandiri
Volume urin yang di keluarkan 300 CC, warna urin kuning pekat, tidak ada darah.

4. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan d.d


DS: -
DO:
- Penis anak A masih terpasang kasa menutup luka post operasi
Anak A terpasang kateter
14. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatn Luaran/ kriteria hasil Intervensi keperawatan


.
1. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen nyeri
fisik prosedur operasi d.d 1x24 jam maka tingkat nyeri pasien Observasi
DS: menurun dengan kriteria hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
- Anak A mengeluh - Keluhan nyeri menurun frekuensi kualitas, intensitas nyeri (PQRST)
nyeri pada area operasi - Skala nyeri menurun dari 6 - Identifikasi skala nyeri
- P: Anak A mengatakan menjadi 1 - Identifikasi respon nyeri nonverbal seperti
nyeri akan bertambah - Meringis tidak ada meringis dan bersikap protektif
ketika akan bergerak - Sikap protektif memegangi - Identifikasi faktor yang memperberat dan
- Q: Anak A mengatakan selimut takut kalau tubuhnya meringankan nyeri
nyeri seperti diremas- disentuh tidak ada Terapeutik
remas - Gelisah tidak ada - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
- R: Anak A mengatakan - Kesulitan tidur menurun mengurangi rasa nyeri (distraksi visual
nyeri pada area operasi seperti menonton film kartun atau animasi)
(penis) menjalar ke - Fasilitasi istirahat dan tidur
area perut dan paha Edukasi
- S: Anak A mengatakan - Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
skala nyeri 6 nyeri kepada pasien dan keluarga
- T: Anak A mengatakan - Jelaskan strategi meredakan nyeri kepada
rasa nyeri menetap keluarga.
DO: Teknik distraksi
- Wajah anak A tampak Observasi
meringis - Identifikasi pilihan teknik distraksi yang
- Anak A memegangi diinginkan seperti menonton, bermain,
selimutnya takut kalau mendengarkan cerita, bernyanyi
tubuhnya disentuh Terapeutik
- Anak A tampak gelisah - Gunakan teknik distraksi menonton film
- Setelah dioperasi anak kartun dan animasi
A mengalami kesulitan Edukasi
tidur karena nyeri - Jelaskan manfaat teknik distraksi kepada
keluarga, yakni dapat mengalihkan perhatian
atau mengurangi emosi dan pikiran negatif
terhadap sensasi yang tidak diinginkan.
2. Hipertermi b.d dehidrasi d.d Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam Manajemen hipertermia
DS: maka termogulasi membaik dengan Observasi
- Anak A mengatakan kriteria hasil: - Identifikasi penyebab hipertermia yaitu karena
tidak nafsu makan dan - Suhu tubuh membaik dengan nilai dehidrasi
minum setelah operasi normal 36,5-37,5°C - Monitor suhu tubuh
DO: - Kulit tidak teraba hangat Terapeutik
- Suhu tubuh 38°C - Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Kulit teraba hangat - Basahi permukaan tubuh
- Warna kulit kemerahan - Berikan cairan oral
Minum 5 gelas sehari, - Ingatkan kepada pasien dan keluarga untuk
(total 150 CC) minum cukup 8 gelas sehari
- Warna urin kuning - Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
pekat mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
3. Gangguan eliminasi urin b.d Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen eliminasi urin
efek tindakan medis dan 2x24 jam maka eliminasi urin Observasi
diagnostik operasi saluran membaik dengan kriteria hasil: - Monitor eliminasi urin (frekuensi, konsistensi,
kemih d.d - Distensi kandung kemih tidak ada aroma, volume dan warna)
DS: - Selang kateter dilepas dan dapat Terapeutik
- Anak A mengatakan BAK secara mandiri - Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
nyeri pada area operasi Edukasi
DO: - Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
- Distensi kandung kepada keluarga
kemih Kolaborasi
- Anak A terpasang - Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra,
kateter karena belum jika perlu
mampu berkemih Perawatan kateter urin
secara mandiri Observasi
- Volume urin yang di - Monitor kepatenan kateter urin
keluarkan 300 CC, - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran kemih
warna urin kuning - Monitor tanda dan gejala adanya obstruksi
pekat, tidak ada darah aliran urin, jika ada gelembung atau sumbatan
- Monitor kebocoran kateter, selang dan kantong
urin
Terapeutik
- Gunakan teknik aseptik selama perawatan
kateter urin, mencuci tangan, menggunakan
handscoon
- Pastikan selang kateter dan kantung urin
terbebas dari lipatan
- Pastikan kantung urin diletakkan dibawah
ketinggian kandung kemih dan tidak di lantai
- Kosongkan kantung urin jika kantung urin telah
terisi setengahnya
- Ganti kateter dan kantung urin secara rutin.
Kantung urin diganti paling lama 1 minggu
sekali dan kateter diganti paling lama 3 bulan
setelah pemasangan.
4. Risiko infeksi d.d peningkatan Setelah dilakukan intervensi selama Pencegahan infeksi
paparan organisme patogen 2x24 jam maka tingkat infeksi Observasi
lingkungan menurun dengan kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
- Kebersihan badan meningkat sistemik pada area penis post operasi uretra.
pada area penis yang terpasang Tanda infeksi antara lain:
kasa post operasi uretra Redness (kemerahan)
- Kebersihan penggunaan selang Edema (bengkak)
kateter terjaga Echimosis
- Tidak ada tanda-tanda infeksi Drainage (rembes)
seperti: Approximatly (jahitan tidak menyatu)
1. Tidak ada kemerahan pada Terapeutik
area post operasi - Batasi jumlah pengunjung
2. Tidak ada bengkak - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Tidak ada lebam dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Tidak ada rembesan pada are - Pertahankan teknik aseptik
luka Edukasi
5. Jahitan post operasi menyatu - Jelaskan tanda dan gejala infeksi pada orang
. tua
- Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
kepada pasien dan keluarga

Perawatan luka (Blend artikel Pengaruh


Pencucian Luka Operasi Elektif Bedah Saraf
Menggunakan Dilusi Povidone Iodine dan
Pemberian Madu untuk Mencegah Infeksi
Daerah Operasi di RSUD dr. Zainoel Abidin
Tahun 2018 (jurnal tahun 2020))
Observasi
- Monitor karakteristik luka operasi (adanya
drainase, warna area luka operasi, ukuran
luka dan bau)
Terapeutik
- Pertahankan teknik stertil (mencuci tangan
dan menggunakan handscoon steril)
- Posisikan pasien ke ke posisi semi fowler
dengan kaki lutut fleksi
- Observasi selang kateter dan penampakan
luka operasi
- Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
- Bersihkan kulit di sekitar area luka
menggukanan NaCl
- Bersihkan luka dengan cairan NaCl
- Keringkan luka dengan kasa steril
- Tutup luka menggunakan kasa steril kering
- Gunakan balutan plester non alergi untuk
mengfiksasi balutan luka

15. Catatan Perkembangan


No Tangga Diagnosa keperawatan Jam Implementasi Jam Evaluasi
. l
1. 31 Nyeri akut b.d agen pencedera 09.0 1. Mengidentifikasi lokasi, 14.00 S:
Maret fisik prosedur operasi d.d 0 karakteristik, durasi, frekuensi - Anak A mengatakan
2021 DS: kualitas, intensitas nyeri nyeri berkurang saat
- Anak A mengeluh nyeri - P: Anak A mengatakan nyeri sendnag menonton
pada area operasi akan bertambah berat ketika film tom and jerry
- P: Anak A mengatakan berpindah posisi - P: Anak A
nyeri akan bertambah ketika - Q: Anak A mangatakan nyeri mengatakan nyeri
akan bergerak seperti direms-remas bertambah berat
- Q: Anak A mengatakan - R: Anak A mengatakan nyeri ketika berpindah
nyeri seperti diremas-remas pada area post operasi (penis) posisi
- R: Anak A mengatakan menalar ke area perut dan - Q: Anak A
nyeri pada area operasi paha mengatakan nyeri
(penis) menjalar ke area - S: Anak A mengatakan skala seperti diremas-
perut dan paha nyeri 6 remas
- S: Anak A mengatakan - T: Anak A mengatakan rasa - R: anak A
skala nyeri 6 nyeri menetap mengatakan nyeri
- T: Anak A mengatakan rasa berada pada area
nyeri menetap 2. Mengidentifikasi respon nyeri luka post operasi
DO: 09.0 nonverbal menjalar ke perut
- Wajah anak A tampak 3 -) Anak A tampak gelisah dan paha
meringis -) Wajah anak A meringis - S: Anak A
- Anak A memegangi -) Anak A memegangi selimutnya mengatakan skala
selimutnya takut kalau takut kalau ada yang menyentuh nyeri 2
tubuhnya disentuh tubuhnya - T: anak A
- Anak A tampak gelisah mengatakan rasa
- Setelah dioperasi anak A 3. Mengidentifikasi faktor yang nyeri menetap
mengalami kesulitan tidur memperberat dan meringankan nyeri O:
karena nyeri 09.0 -) Anak A mengatakan nyeri - Meringis berkurang
5 bertambah ketika berpindah posisi - Anak A tampak
-) Anak A mengatakan nyeri masih memegangi
berkurang setelah menonton film selimutnya
tom and jery karena perhatian A:
terfokus pada film bukan pada nyeri - Masalah teratasi
sebagian
4. Mengidentifikasi pilihan teknik P:
distraksi yang diinginkan anak A - Lanjutkan intervensi
-) Anak A suka menonton film teknik distraksi
09.0 kartun
7
5. Memfasilitasi film-film kartun
lucu sebagai tontonan, memberikan
password wifi untuk memudahkan
anak searching menonton
09.0
9 6. Menganjurkan anak A untuk
beristirahat dan tidur

7. Menjelaskan manfaat teknik


distraksi kepada orang tua
09.1 -) Teknik distraksi kepada keluarga,
0 yakni dapat mengalihkan perhatian
atau mengurangi emosi dan pikiran
negatif terhadap sensasi yang tidak
09.1 diinginkan.
1
8. Mengajarkan strategi meredakan
nyeri kepada orang tua
-) Ketika rasa nyeri anak A muncul
dengan tanda-tanda anak mulai
meringis atau menangis, sediakan
film kartun kesukaannya untuk
mendistraksi rasa nyeri
09.1
5

2. 31 Hipertermi b.d dehidrasi d.d 08.0 1. Mengidentifikasi penyebab 14.00 S: -


Maret DS: 0 hipertermia O:
2021 - Anak A mengatakan tidak -) Anak A mengalami dehidrasi - Suhu tubuh anak A
nafsu makan dan minum karena masukan cairan yang kurang 37,5°C
setelah operasi - Kulit teraba tidak
DO: 2. Memonitor suhu tubuh hangat
- Suhu tubuh 38°C 08.0 -) Suhu tubuh anak A 38°C - Anak A minum air
- Kulit teraba hangat 8 sebanyak 8 gelas
- Warna kulit kemerahan 3. Melonggarkan pakaian anak A (total 1500 CC)
Minum 5 gelas sehari, (total - Warna urin kuning
150 CC) 08.0 4. Memberikan minum kepada anak jernih
- Warna urin kuning pekat 9 A A:
-) Anak A minum 2 gelas yang baru - Masalah teratasi
08.1 saja diberikan oleh perawat P:
0 - Lanjutkan intervensi
5. Mengingatkan kepada anak A dan pada diagnosa lain
keluarga untuk minum cukup 8 gelas
sehari

08.1
4

3. 31 Gangguan eliminasi urin b.d 08.0 1. Memonitor eliminasi urin 14.00 S:


Maret efek tindakan medis dan 0 -) Pengeluaran urin menggunakan - Anak A mengatakan
2021 diagnostik operasi saluran selang kateter masih merasa nyeri
kemih d.d -) Dalam waktu 24 jam volume urin pada luka area
DS: yang dikeluarkan anak A sebanyak operasi uretra
- Anak A mengatakan nyeri 300 CC O:
pada area operasi -) Warna urin kuning pekat - Distensi kandung
DO: -) Tidak ada darah kemih berkurang
- Distensi kandung kemih -) Ada distensi kandung kemih - Masih terpasang
- Anak A terpasang kateter selang kateter
karena belum mampu 2. Memonitor kepatenan kateter urin - Volume urin yang
berkemih secara mandiri 08.0 -) Kateter urin belum kadaluarsa dan dikeluarkan
- Volume urin yang di 5 tidak ada komponen (selang, kantung sebanyak 1000 CC
keluarkan 300 CC, warna urin) kateter lengkap. Selang kateter - Warna urin kuning
urin kuning pekat, tidak ada masuk ke dalam uretra anak A jenih
darah A:
3. Memonitor apakah ada sumbatan - Masalah teratasi
dalam selang yang bisa menghambat sebagian
08.0 laju aliran urin ke kantung urin P:
5 -) Tidak ada sumbatan dalam selang - Lanjutkan intervensi
kateter manajemen eliminasi
urin
4. Memonitor apakah ada kebocoran
pada selang dan kantung urin
-) Tidak ada bagian selang yang
08.0 bocor, tidak ada kebocoran pada
6 kantung urin

5. Memastikan selang dan kantung


urin tidak terlipat

6. Memastikan kantung urin berada


08.0 tergantung pada tempat tidur anak A
6
7. Mencuci tangan 6 langkah setelah
memeriksa kateter
08.0
6

08.0
7
4. 31 Risiko infeksi d.d peningkatan 08.0 1. Memonitor tanda dan gejala 14.00 S:
Maret paparan organisme patogen 0 infeksi pada area luka post operasi O:
2021 lingkungan -) Kasa bersih - Tubuh anak A
-) Kulit penis bersih bersih, area luka post
-) Warna kemerahan operasi terpasang
-) Tidak ada bengkak kasa steril yang
-) Tidak ada rembesan masih baru
-) Jahitan post operasi menyatu - Kateter urin bersih,
tidak bocor
2. Meningatkan kepada ibu A untuk - Kantung urin terletak
08.0 mengurangi jumlah orang yang mengantung pada
4 menjenguk tiang tempat tidur
dna tidak bocor,
3. Mencuci tangan 6 langkah belum terisi setengah
sebelum dan sesudah kontak dengan - Anak A dan Ibu A
08.0 pasien dan lingkungan pasien bisa mengulangi
5 kembali 6 langkah
4. Melakukan perawatan luka post cuci tangan
operasi A:
-) Mencuci tangan 6 langkah dan - Masalah teratasi
08.0 menggunakan sarung tangan steril sebagian
6 P:
5. Memposisikan anak A ke posisi - Lanjutkan intervensi
semi fowler dengan lutut fleksi

6. Mengobservasi selang kateter


08.0 -) Selang kateter terpasang pada
7 uretra anak A, tidak bocor, keadaan
selang bersih
7. Melepaskan balutan luka operasi
08.0 dengan perlahan
9
8. Membersihkan kulit sekitar luka
operasi dengan NaCl

08.1 9. Membersihkan luka operasi


0 dengan NaCl

10. Mengeringkan luka operasi


08.1 menggunakan kasa steril kering
2
11. Menutup luka operasi
menggunakan kasa steril
08.1
3 12. Menggunakan plester nonalergik
untuk mengfiksasi balutan luka

08.1 13. Mengajarkan teknik mencuci


5 tangan 6 langkah berdasarkan WHO
kepada pasien dan keluarga

08.1 14. Mengajarkan tanda dan gejala


6 infeksi saluran kemih kepada
keluarga

08.1
7

08.2
0

08.2
3
Tabel PICO

Jurnal Population Intervensi Compare Outcome


Pengaruh Pencucian Populasi penelitian ini Intervensi yang dilakukan Penelitian ini Hasil penelitian
Luka Operasi Elektif adalah seluruh pasien dalam penelitian ini dibagi membandingkan skor menunjukkan:
Bedah Saraf yang akan melakukan menjadi 2 kelompok: rata-rata infeksi daerah 1) Nilai rata-rata skor IDO
Menggunakan Dilusi bedah elektif 1. Kelompok A merupakan operasi (IDO) antara kelompok A yaitu 2,30
Povidone Iodine dan Ventriculoperitoneal kelompok subjek kedua kelompok sedangkan nilai rata-rata
Pemberian Madu (VP) Shunt di RSUD penelitian yang diberikan IDO kelompok B yaitu
untuk Mencegah Dr. Zainoel Abidin intervensi dilusi povidone Melihat apakah ada 3,22. Selisih skor antara
Infeksi Daerah Banda Aceh. iodine dan perawatan luka pengaruh intervensi kedua kelompok tersebut
Operasi di RSUD dr. Sampel dalam menggukan kasa madu. dilusi povidone iodine sebanyak 0,92. Kelompok
Zainoel Abidin penelitian ini Pengolesan madu dan perawatan luka kontrol memiliki tingkat
Tahun 2018 sebanyak 54 orang dilakukan 2x sehari pagi menggukan kasa madu risiko infeksi lebih tingi
yang di bagi menjadi dan sore saat bersamaan terhadap perawatan daripada kelompok
(Hidayat, Iskandar
2 kelompok : dengan perawatan luka. luka post operasi intevrensi
Bustami & Pratama,
1. Kelompok A Intervensi dilakukan
2020)
merupakan kelompok dengan prinsip steril 2. Setelah dilakukan

Journal of Medical intervensi (27 orang) terhadap kedua kelompok. intervensi didapatkan p

Science, 1(1), 8-13. 2. Kelompok B a. Menggunakan sarung value <0,005 yang


merupakan kelompok tangan steril artinyaadanya pengaruh
kontrol (27 orang) b. Mengkaji keadaan luka intervensi dilusi povidone
dan jahitan apakah ada iodine dan perawatan luka
tanda infeksi, menggukan kasa madu
c. Membersihkan luka terhadap perawatan luka
menggunakan cairan post operasi
NaCl.
d. Mengoleskan madu
pada area kulit sekitar luka
operasi
e. Tutup dengan kasa steril
kering

2. Kelompok B merupakan
kelompok subjek
penelitian dengan prosedur
cuci luka standar
menggunakan NaCl 0,9%
dan perawatan luka
menggunakan kasa steril
biasa

Anda mungkin juga menyukai