OLEH
Reisti Aan Savitri
04064822124007
PEMBIMBING
Antarini Inriansari, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An
NIP. 198104182006042003
2021
LAPORAN PENDAHULUAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH
A. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram tanpa memerhatikan usia gestasi (Wong, 2009).
B. Klasifikasi
Klasifikasi BBLR dibagi menjadi 2 macam (Proverawati & Ismawati, 2010):
1. Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu 1000-1500 gram.
2. Banyi dengan berat badan lahir amat sangat rendah (BBLASR) yaitu dengan berat
lahir kurang dari 1000 gram.
Tanda Nilai
0 1 2
Appearance Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
Warna kulit ekstremitas biru ekstremitas
kemerahan
Pulse Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Denyut nadi
Grimance Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Reflek
Activity Lumpuh Fleksi lemah Aktif
Tonus otot
Respiration Tidak ada Lemah, merintih Tangisan kuat
Usaha napas
C. Etiologi
Penyebab terjadinya BBLR dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain (Maryuni,
2009):
1. Berat badan ibu yang rendah.
2. Usia ibu hamil yang belum dewasa atau masih remaja.
3. Kehamilan dengan bayi kembar
4. Riwayat ibu sebelumnya pernah melahirkan bayi prematur atau bayi bera badan
rendah.
5. Ibu yang mulut rahimnya lemah (inkompeten serviks) sehingga tidak mampu
menahan berat bayi dalam rahim
6. Ibu hamil yang sedang sakit
7. Penyebab lain yang tidak diketahui
1. Penyakit
a. Pada ibu hamil yang mengalami komplikasi kehamilan seperit anemia sel berat,
perdarahan ante partum, hipertensi, preeclampsia berat, eklampsia dan infeksi
kandung kemih dan ginjal.
b. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS.
TORCH
2. Keadaan Ibu
a. Ibu dengan usia <20 tahun atau lebih dari 35 tahun menjadi faktor prematuritas
tertinggi
b. Kehamilan ganda
c. Jarak antar kehamilan sebelunnya pendek yaitu kurang dari satu tahun
d. Memiliki riwayat BBLR sebelumnya
4. Sebab lain
a. Ibu perokok
b. lbu peminum alkohol
c. Ibu pecandu obat narkotik
5. Faktor janin
a. Infeksi janin kronik
b. Radiasi
c. Kehamilan ganda
6. Faktor plasenta
a. Berat plasenta kurang, berongga atau keduanya (hidramnion)
b. Plasentitis vilus (bakteri, virus, parasite
c. Plasenta yang lepas
7. Faktor lingkungan
a. Terkena radiasi
b. Terpapar zat beracun
D. Patofisiologi
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk dapat
beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Secara umum bayi berat badan lahir rendah
ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belun cukup bulan atau prematur dan
disebabkan karena dismaturitas. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan
pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh faktor ibu,
komplikasi-hamil, komplikasi janin, plasenta yang menyebabkan suplai makanan ibu ke
bayi berkurang. Faktor lainnya yang menyebabkan bayi berat badan lahir rendah yaitu
faktor genetik atau kromosom, infeksi, kehamilan ganda, perokok, peminum alkohol,dan
sebagainya (Mochtar, 2012).
Dampak dari anatomi dan fisiologi yang belum matang,bayi prematur cenderung
mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa
neonatal. Berkaitan denganhal itu, maka menghadapi bayi prematur harus memperhatikan
masalah masalah sebagai berikut:
1. Sistem pengaturan suhu tubuh (Hipoternia)
Dalam kandungan, bayi berada dalami suhu lingkungan yang normal dan stabil
yaitu 36°C sampai dengan 37°C. Segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu
lingkungan yang umumnya lebilh rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada
kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia terjadi apabila suhu tubuh turun dibawah
36,5° C (Pantiawat, 2010).
2. Ganguan pernafasan
Asfiksia adalah suatu keadaan kegagalan bernafas secara spontan dan teratur
beberapa saat setelah lahir. Kegagalan ini menyebabkan terjadinya hipoksia yang
diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel
dalam suasana anaerob akan menyebabkan asidosis metabolik yang selanjutnya
terjadi perubahan kardiovaskuler. Menurunnya atau terhentinyadenyut jantung
menyebabkan iskemia. Iskemia setelah mengalami asfiksia selama 5 menit
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah kecil dimana akan mengakibatkan
kerusakan-kerusakan menetap (Maryunani & Puspita 2014).
3. Hipoglikemia
Glukosa merupakan sumber utama energi selama masa janin.Kecepatan glukosa
yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan
plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm dapat
mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72 jam pertama, sedangkan
bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan
glikogen yang belum mencukupi. Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan
atau kurang dari 20 mg/dL (Pantiawati, 2010).
4. Sistem imunologi
Kemungkinan terjadi kerentanan pada bayi dengan berat lahirrendah terhadap
infeksi mengalami peningkatan. Konsentrasi Ig G serum pada bayi sama dengan bayi
matur. Imunoglobulin G ibuditransfer secara aktif melalui plasenta ke janin pada
trimester terakhir. Konsentrasi Ig G yang rendah mencerminkan fungsi plasenta yang
buruk berakibat pertumbuhan janin intra uterin yang buruk dan meningkatkan risiko
infeksi post natal. Oleh karena itu bayi dengan berat lahir rendah berpotensi
mengalami infeksi lebih banyak dibandingkan bayi matur (Maryunani, Puspita 2014).
5. Perdarahan intrakranial
Pada bayi dengan berat badan lahir rendah pembuluh darah masih sangat rapuh
hingga mudah pecah. Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma lahir,
disseminated intravascularcoagulopathy atau trombositopenia idiopatik. Matriks
germinal epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat rentan
terhadap perdarahan selama minggu pertama kehidupan (Pantiawati, 2010).
Adapun tanda dan gejala bayi BBLR menurut Proverawati (2010) antara lain:
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada bayi BBLR antara lain (Nurarif,
Huda, Kusuma & Hardi, 2015):
1. Periksa jumlah sel darah putih18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis)
2. Hematokrit (Ht) : 43%-61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan
polisetmia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic perinatal).
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/di kadar lebih rendah berhubungan lengan anemia atau
hemolisis berlebih ).
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/di 1-2 hari, dan 12 mg/dl
pada 3-5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran ratarata
40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
6. Pemantauan elektrolit (Na, K, C): biasanya dalam batas normal pada awalnya.
7. Pemeriksaan analisa gas darah.
H. WOC
Faktor janin, Kkelainan Faktor ibu, penyakit, usia Faktor lingkungan, tempat
kromosom, infeksi janin Faktor Plasenta, hidramnion
ibu, keadaan gizi ibu saat tinggal di dataran tinggi,
kronik plasenta previa, solution
hamil, keadaan sosial dan terkena radiasi, serta
plasenta, kehamilan kembar
ekonomi terpapar zat beracun
BBLR
Manifestasi klinis BBLR Berat badan kurang dari 2500 gram, Masa gestasi kurang dari 37 minggu, Kulit
tipis, transparan, lanugo banyak, dan lema subkutan sedikit, Pergerakan kurang dan lemah, pernafasan
belum teratur, dan sering mendapatkan serangan apnea.
Sumber: Mitayani(2009), Wong (2008), Nelson (2010), Proverawati dan Ismawati (2010)
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani, A., & Nurhayati. (2009). Asuhan kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus.
Jakarta: Trans Info Media.
Pantiawati, I. (2010). Bayi dengan BBLR (Berat badan Lahir Rendah). Yogyakarta: Nuha
Medika.
Proverawati, A., & Ismawati C. (2010). Bblr: berat badan lahir rendah. Yogyakarta: Nha
Medika.
Proverawati, A & S, (2010). BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Dilengkapi dengan ASUHAN
PADA BBLR dan PIJAT BAYI. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pada tanggal 29 Maret 2021, seorang bayi perempuan bernama bayi A di lahir spontan
dengan presentasi kepala di puskesmas dibantu oleh bidan. Orang tua bayi A bernama ibu A dan
ayah A. Bayi A lahir dengan berat 1800 gram panjang badan 40 cm, skor Ballard 20 usia
kehamilan 32 minggu. Saat lahir, bayi A menangis, ketuban pecah saat lahir jernih dan tidak ada
mekonium, bayi menangis, tonus otot lemah, nilai APGAR score 6. Lemak pada tubuh sedikit,
lanugo banyak. Dilakukan IMD setelah bayi lahir selama 2 jam, isapan bayi tampak lemah
karena refleks menghisap dan menelan masih lemah. Setelah 24 jam kelahiran, ibu A mengeluh
mengatakan bayinya tampak sesak dan dingin, bayi A juga tampak lemah dan hanya tertidur
tidak mau menyusu ASI. Dilakukan pengkajian TTV tanggal 30 Maret 2021 dengan frekuensi
pernapasan 70x/menit dan terdapat adanya retraksi dinding dada, adanya otot bantu pernapasan,
napas cuping hidung, frekuensi nadi 120x/menit, suhu 36°C. Dilakukan anamnesis pada ibu A,
selama kehamilan, ibu selalu memeriksakan kehamilannya ke puskesmas tiap trimester, ibu A
mengatakan tidak nafsu makan dan mengalami mual muntah selama kehamilan, saat melahirkan
ibu A berusia 17 tahun tidak lulus SMA dengan status gizi ibu KEK, setelah melahirkan, bayi A
dilakukan imunisasi hepatitis. Selama 24 jam pertama kelahiran bayi A minum ASI 100 CC dan
lebih banyak tidur. Frekuensi buang air kecil 3x dan besar 1x dalam 24 jam. Akral bayi A dingin
dan sianosis, lingkar kepala bayi 32 cm. mata bersih dengan konjungtiva anemis. Bayi
didiagnosa BBLR.
LAPORAN KASUS ANAK DENGAN BBLR
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Inisial pasien : Anak A
Usia : 1 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Dianosa medis : BBLR
Tanggal masuk rumah sakit : 29 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 30 Maret 2021
Nama Ayah/Ibu : Ayah A/Ibu A
Pendidikan Ayah/Ibu : SMA/SMP
Alamat : Jalan Jendral Sudirman
2. Keluhan utama
Ibu A mengeluh mengatakan bayinya tampak sesak dan dingin, bayi A juga tampak
lemah dan hanya tertidur tidak mau menyusu ASI, bayi bernapas menggunakan napas
cuping hidung, ada retraksi dinding dada dan otot bantu pernapasan, refleks menghisap
dan menelan masih lemah, akral bayi dingin. Bayi A lahir dengan berat 1800 gram
panjang badan 40 cm.
3. Riwayat prenatal
a. Kenaikan berat badan ibu selama hamil : Sebelum hamil BB ibu 50 kg, selama hamil
BB Ibu A naik menjadi 56 kg, kenaikan BB sebanyak 6 kg.
4. Riwayat persalinan
a. Partus : Ibu A melahirkan normal pervagina, tidak ada penyulit
selama persalinan, uia gestasi 32 minggu
b. Presentasi : Kepala
c. Obat-obat yang didapat : Diberikan oksitosin 10 u
d. Truama lahir : tidak ada
e. Lain-lain yang didapat :-
Tanda Nilai
0 1 2
Appearance Tubuh kemerahan, akral sianosis
Warna kulit
Pulse 120 x/menit
Denyut nadi
Grimance Reflek menghisap dan menelan
Reflek lemah
Activity Fleksi lemah
Tonus otot
Respiration Lemah, adanya otot bantu
Usaha napas pernapasan dan retraksi dinding dada
6. Genogram
Anak A
: perempuan
: laki-laki
: meninggal
X
: tinggal serumah
7. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : Bayi A tampak lemah, lemak pada tubuh sedikit, lanugo
banyak pada wajah dan perut, tampak sesak, akral dingin dan sianosis.
Berat badan : 1800 gram
Panjang badan : 40 cm
Lingkar kepala : 32 cm
Lingkar dada : 25 cm
Lingkar abdomen : 24 cm
Denyut nadi : 120x/menit
Frekuensi napas : 70 x/menit
Temperatur kulit : 36°C
b. Refleks
c. Kepala
1) Fontonel anterior : teraba lunak, belum menutup, diameter 0,6 cm
2) Sutura sagitalis : sutura melintang
3) Jejas trauma : tidak ada trauma
4) Lain-lain yang ditemukan
d. Mata : mata bersih, sklera tidak ikterik, konjungtiva
anemis
e. Telinga : telinga bersih, simetris, warna kemerahan
f. Hidung : hidung bersih, septum nasal simetris, tidak ada
sekret, ada napas cuping hidung
g. Mulut : mukosa lembab, kemerahan, tidak labiopalatokisis,
reflek sucking lemah, reflek rooting lemah, mulut terpasang selang OGT
h. Thorak
Inspeksi : bentuk dada simetris, terlihat ada retraksi dinding
dada dan otot bantu pernapasan
Askultasi : bunyi nafas vesikuler
Bunyi jantung S1 dan S2
i. Abdomen dan umbilikus
Inspeksi : abdomen cekung, warna kemerahan, umbilikus,
terpasang kasa, tidak ada benjolan dan perdarahan tali pusat.
Palpasi : tidak ada benjolan
j. Ekstremitas :
Inspeksi : ekstremitas lengkap, jari tangan dan kaki lengkap
kanan dan kiri, tidak ada kelainan polidaptili, tangan kanan dan kiri dapat
menggengam, tangan dan kaki fleksi lemah, akral sianosis
k. Genetalia : perempuan, ada lubang uretra, labia mayora dan
minora bersih, BAK 3x dalam 24 jam
l. Anus : ada lubang anus, BAB 1x dalam 24 jam
m. Kulit : kemerahan, lanugo area kulit wajah dan perut,
teraba hangat.
8. Pemeriksaan diagnostik
(tidak ada pemeriksaan diagnostik)
Kehilangan panas
Hipotermi
DS: Faktor ibu : usia 17 tahun, Risiko defisit nutrisi
- Ibu A mengatakan status gizi KEK, tidak nafsu
anak A tidak mau makan selama kehamilan
menyusu ASI dan menagalami mual muntah,
hanya tertidur kelahiran 32 minggu
- Ibu A mengatakan
selama kehamilan Bayi lahir prematur
tidak nafsu makan
dan mengalami mual BBLR
muntah
DO: Reflek menghisap dan menelan
- Berat badan bayi A : belum sempurna
1800 gram
- Reflek menghisap Organ pencernaan belum
dan menelan bayi A berkembang sempurna
lemah
- Selama 24 jam Peristaltik belum sempurna
pertama kelahiran
bayi A minum ASI Risiko defisit nutrisi
100 CC
- Abdomen cekung
- Lingkar abdomen 24
cm
- Anak A terpasang
selang OGT
DS: - Faktor ibu : usia 17 tahun, Risiko infeksi
DO: status gizi KEK, tidak nafsu
- Umbilikus masih makan selama kehamilan
terpasang kasa menagalami mual muntah,
- Usia kelahiran 32 kelahiran 32 minggu
minggu
- Anak A tepasang Bayi lahir prematur
selang OGT
BBLR
Risiko infeksi
DO:
4. Risiko infeksi d.d Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Pencegahan infeksi
peningkatan paparan jam maka tingkat infeksi menurun Observasi
organisme patogen dengan kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala indiksi lokal
lingkungan - Kebersihan badan meningkat pada dan sistemik pada area umbilikus bayi
area umbilikus yang terpasang Terapeutik
kasa - Batasi jumlah pengunjung
- Kebersihan penggunaan selang - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
OGT terjaga dengan pasien dan lingkungan pasien
- Nafsu makan meningkat dengan - Pertahankan teknik aseptik
minum ASI 8-12 x/hari. Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi pada
orang tua
- Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
09.1
5
10.1
0
3. 30 Maret Risiko defisit nutrisi d.d 09.0 1. Memonitor asupan makan 14.0 S:
2021 ketidakmampuan 0 -) 24 jam pertama anak A minum 0 O
mencerna makanan ASI menggunakan selang OGT - Frekuensi anak A
sebanyak 100 CC minum ASI
menggunakan selang
2. Memonitor berat badan OGT sebanyak 150
09.0 -) Berat badan anak A 1800 gram CC kali/hari
2 A:
3. Membersihkan selang OGT dan - Masalah teratasi
menjaga selang agar tidak sebagian
09.0 terkontaminasi dengan patogen P:
3 lingkungan - Lanjutkan intervensi
manajemen nutrisi
4. Memberikan penkes kepada
orang tua anak A menggunakan
leaflet tentang
09.1 -) Tanda-tanda awal bayi merasa
0 lapar seperti : bayi gelisah,
membuka mulut, menggeleng-
gelengkan kepala, menjulur-
julurkan lidah, mengidap jari atau
tangan
-) Mengingatkan kepada orang tua
bahwa bayi baik mengunakan ASI
eksklusif selama 2 bulan
-)Mengingatkan kepada ibu untuk
menjaga makan dan mengatur
frekuensi makan bayi pada minggu
pertama ibu menyusui bayi 10-12
kali/hari.
09.2
6
4. 30 Maret Risiko infeksi d.d 09.0 1. Memonitor tanda dan gejala 14.0 S:
2021 peningkatan paparan 0 indikasi lokal dan sistemik pada 0 O:
organisme patogen area umbilikus - Tubuh bayi bersih,
lingkungan -) Kasa bersih, area umbilikus wangi, area umbilikus
bersih, warna kemerahan terpasang kasa steril
baru
2. Mencuci tangan sebelum dan - Selang OGT bersih
09.0 sesudah kontak dengan pasien dna tidak ada sisa-sisa
1 lingkungan pasien susu yang menempel
-) Melakukan cuci tangan 6 langkah pada permukaan
berdasarkan WHO selang
- Orang tua dapat
3. Mempertahankan teknik aseptik, mengulagi kembali
mengganti kasa umbilikus dengan penkes yang diajarkan
09.0 kasa steril baru tentang tanda-tanda
2 infeksi dan langkah
4. Memonitor selang OGT tetap mencuci tangan yang
bersih dan tidak terpapar patogen benar
lingkungan setelah digunakan dan A:
09.1 sebelum digunakan - Masalah teratasi
0 P:
5. Menjelaskan tanda dan gejala - Lanjutkan intervensi
infeksi pada orang tua jika da dengan diagnosa lain
kemerahan, suhu meningkat, bayi
rewel
09.1
2 6. Mengajarkan cara mencuci
tangan yang benar 6 langkah
kepada orang tua
-) Ibu A dan ayan A dapat
mengulangi langkah cuci tangan
berdasarkan WHO
09.1
7
Tabel PICO
OLEH
Reisti Aan Savitri
04064822124007
PEMBIMBING
Antarini Inriansari, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An
NIP. 198104182006042003
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ANAK DENGAN EPISPADIA
A. Definisi
Epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis (Price, 2005). Epispadia adalah kelainan letak lubang uretra
kongenital ke sisi dorsal penis, kejadiannya lebih sedikit dibanding hipospadia (Corwin,
2009). Epispadia adalah meatus uretra tidak meluas ke ujung penis karena tidak adanya
dinding dorsal uretra (Gruendemann, 2005).
B. Klasifikasi
Klasifikasi epispadia berdasarkan meatus kemih di sepanjang penis (Price, 2005):
1. Epispadia glandular (pada glans bagian dorsal)
Epispadia glandular adalah malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak
pada permukaan, alur dari meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis epispadias
kurang sering dan lebih mudah diperbaiki.
C. Etiologi
Etiologi dari epispadia, antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria) atau dapat juga
karena reseptor hormon androgen sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.
Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Selain itu, enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak
mencukupi akan berdampak sama.
3. Lingkungan
Faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
D. Patofosiologi
Epispadia merupakan kelainan kongenital pada bayi laki-laki ataupun perempuan
karena suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra terdapat di
bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka. Gangguan dan
ketidakseimbangan hormon juga memicu terjadinya epistasia dimana hormon androgen
yang mengatur organogenesis kelamin (pria) atau karena reseptor hormon androgen
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon
eandrogen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya atau enzim yang berperan dalam
sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama. Keadaan
epispadia atau letak lubang uretra kongenital ke sisi dorsal penis menyebabkan kesulitan
atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri (Corwin, 2009).
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk epispadia, yaitu:
1. Radiologis (IVP)
2. USG sistem kemih-kelamin.
3. Epispadia biasanya diperbaiki melalui pembedahan.
G. Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan bedah dari epispadia adalah merekomendasikan penis
menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga
aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal (Behrman,
Kliegman, Arwin, 2000). Selain itu perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk
memperbaiki inkontinensia, membuang chordee, dan memperluas uretra ke glans (Price,
2005). Ada beberapa tahap pembedahan yang dialakukan untuk penatalaksanaan
epispadia :
1. One stage Uretroplasty
One step uretroplasty adalah teknik operasi sederhana yang sering digunakan,
terutam untuk epispadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau yang
middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat.
Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat epispadia (Corwin, 2009), yaitu:
1. Disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee-nya parah, maka penetrasi
selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan.
2. Pada epispadia, apabila lubang uretra di dorsalnya luas, maka dapat terjadi ekstrofi
(pemajanan melalui kulit) kandung kemih.
Produksi androgen
Gagalnya sintesis turun
androgen
Malformasi
kongenital
Epispadia
Pembedahan
Thalamus
Nyeri akut
DAFTAR PUSTAKA
Seorang anak A laki-laki berusia 3 tahun tanggal 28 Maret 2021 datang ke RSMH bersama
dengan ibu nya bernama A yang berasal dari desa terpencil bernama desa Mawar. Anak A datang
dengan keluhan ketika anak A buang air kecil, pancaran urin tidak keluar dari ujung penis
melainkan dari atas namun tidak terasa nyeri. Hal ini diketahui ketika di desa tersebut
kedatangan perawat untuk melaksanakan pengabdian masyarakat yaitu sunat gratis. Saat
dilakukan pemeriksaan perawat mengatakan lubang uretra anak A mengalami kelainan
kongenital yaitu lubang uretra berada di bagian atas punggung penis. Diketahui ayah dari anak A
sudah meninggal sebelum anak A lahir, anak A hanya tinggal bersama Ibunya yang hanya
lulusan SD. Dilakukan pengkajian pada Ibu A yang berusia 25 tahun dan bekerja sebagai petani.
Ibu A mengatakan saat hamil tidak nafsu makan dan mengalami mual mutah. Ibu A mengatakan
tidak pernah memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan karena tinggal di desa terpencil.
Ibu A mengatakan melakukan persalinan normal di bantu oleh dukun beranak di desanya dengan
presentasi kepala. Ibu A mengatakan adik laki-lakinya juga memiliki lubang uretra yang berada
pada bagian atas penis, sehingga ibu A menganggap hal yang terjadi pada anaknya adalah hal
yang normal.
Dilakukan pengkajian pada anak A tanggal 28 Maret 2021, TB 120 cm, BB 30 kg, lubang
uretra berada di bagian atas penis, warna urin kuning jernih tidak ada darah, tidak nyeri dan tidak
demam. Anak A di diagnosa epispadia. Pada tanggal 30 Maret 2021 anak A dilakukan operasi
pembedahan untuk membuat saluran uretra ke ujung penis dengan hasil pemeriksaan TTV, TD
110/70 mmHg, HR 80 x/menit, suhu 37°C, RR 18 x/menit.
Pada tanggal 31 Maret 2021 pukul 09.00 perawat melakukan pengkajian, anak A tampak
lemah, diketahui pasien mengeluhkan nyeri pada area operasi, nyeri skala 6 nyeri sambil
memegangi selimutnya takut kalau tubuhnya disentuh semakin bertambah ketika akan bergerak,
nyeri seperti di remas-remas, rasa nyeri menetap dan menjalar sampai ke area perut dan paha.
Anak A tampak meringis dan gelisah serta tidak nafsu makan dan minum karena nyeri yang di
rasakan. Anak A terpasang kateter dan seharian hanya berada di tempat tidur, anak A hanya
menghabiskan makan setengah porsi dan minum hanya 5 gelas/ hari. Ditemikan adnaya dstensi
kandung kemih. Didapatkan TTV, TD 120/80 mmHg, HR 90 x/menit, RR 18x/menit, suhu 38°C.
Anak A mengatakan ingin kembali bermain bersama teman-temannya lagi di desanya.
LAPORAN KASUS ANAK A DENGAN EPISPADIA
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Inisial pasien : Anak A
Usia : 3 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Dianosa medis : Epispadia
Operasi : Post operasi uretra
Tanggal masuk rumah sakit : 28 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 31 Maret 2021
Nama Ayah/Ibu : Ayah A/Ibu A
Pendidikan Ayah/Ibu : SD/SD
Alamat : Desa Mawar
2. Keluhan Utama
Anak A tampak lemah, anak A mengeluh nyeri pada area operasi, nyeri skala 6
sambil memegangi selimutnya takut kalau tubuhnya disentuh, nyeri semakin bertambah
ketika akan bergerak, nyeri seperti di remas-remas, rasa nyeri menetap dan menjalar
sampai ke area perut dan paha. Anak A tampak meringis dan gelisah serta tidak nafsu
makan dan minum karena nyeri yang di rasakan. Anak A terpasang kateter dan seharian
hanya berada di tempat tidur, anak A hanya menghabiskan makan setengah porsi dan
minum hanya 5 gelas/ hari.
P: Anak A mengatakan nyeri akan bertambah ketika bergerak
Q: Anak A mengatakan nyeri seperti diremas-remas
R: Anak A mengatakan nyeri pada area operasi dan menjalar sampai ke area perut dan
paha
S: Anak A mengatakan skala nyeri 6
T: Anak A mengatakan rasa nyeri menetap
3. Riwayat Kehamilan
a. Prenatal : Ibu anak A mengatakan saat hamil mengalami mual dan muntah. Ibu A
mengatakan tidak pernah memeriksakan kehamilaknnya ke tenaga kesehatan
karena tingal di desa terpencil. Ibu A tidak memiliki riwayat trauma, tidak
mengonsumsi vitamin dan zat besi. Ibu A mengonsumsi makanan yang tersedia di
kebunnya. Ibu A tidak mengalami komplikasi selama kehamilan
b. Intranatal: Ibu anak A mengatakan persalinan dilakukan di rumahnya sedniri
dibantu oleh dukun beranak, persalinan dilakukan secara pervagina dengan
presentasi kepala, tidak ada penyulit selama persalinan.
c. Postnatal : Ibu anak A mengatakan tidak ada keluhan setelah melahirkan. Anak A
belum diberikan imuniasi
6. Genogram
X X
ANAK A
: perempuan
: laki-laki
: meninggal
X
: tinggal serumah
7. Riwayat Sosial
Anak A tinggal bersama Ibu nya, anak A belum bersekolah. Anak A senang bermain
dengan teman sebayanya, biasanya anak A bermain bola kaki dan kejar-kejaran. Anak A
pandai menyebutkan angka 1-5, menyebutkan huruf alfabet A-J, anak A mengatakan
ingin cepat sembuh dan bermain bersama teman-temannya lagi.
8. Kebutuhan Dasar
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Kesadaran komposmentis pasien tampak lemah, meringis,
mengeluh nyeri pada area operasi sambil memegangi selimutnya takut kalau
tubuhnya disentuh.
b. Lingkar kepala : tidak terkaji
c. Tanda vital :
- TD : 120/80 mmHg
- HR : 90 x/menit
- RR : 18 x/menit
- Suhu : 38 °C
d. Mata
Inspeksi : Mata bersih, mata kanan dan kiri simetris konjungtiva
tidak anemis, tidak ada edema pada palpebra, tidak ada kemerahan, pandangan
mata fokus, reflek kornea (mata berkedip).
e. Hidung
Inspeksi : Tidak ditemukan sekret pada saluran pernapasan, tidak
ada sumbatan jalan napas, septum nasal sejajar, tidak ada napas cuping hidung.
f. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir pucat, gigi tidak berlubang, lidah bersih,
jumlah gigi susu 20 buah.
g. Telinga
Inspeksi : Telinga bersih, bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada pina dan tidak ada benjolan
dibelakang telinga
h. Dada (paru-paru)
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada pergerakan otot bantu
pernapasan, tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi : Vokal fremitus teraba kanan kiri
Perkusi : Suara paru sonor
Auskultasi : Suara vesikuler
i. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis teratur
Palpasi : Tidak ada pulpasi
Auskultasi : Suara jatung S1 dan S2
j. Abdomen
Inspeksi : tidak ada pembengkakan, tidak ada kemerahan, kulit
bersih
Auskultasi : Bising usus 20x/menit
Palpasi : Ada distensi kandung kemih, nyeri apabila di tekan,
hepar tidak teraba.
Perkusi : Terdengar suara timpani
k. Punggung
Inspeksi : Tidak ada kelainan bentuk
l. Genetalia
Inspeksi : Genetalia laki-laki, terpasang kateter, area luka operasi
terpasang kasa steril tampak bersih, warna kemerahan
Palpasi : ada nyeri
m. Ekstremitas
Inspeksi : lengkap, tidak ada lesi, adanya edema pada ekstremitas
kaki kanan dan kiri karena adanya kelebihan beban sirkulasi yang diakibatkan
oleh retensi natrium dan air.
Kekuatan otot
4 4
4 4
n. Kulit
Inspeksi : Warna kulit kemerahan, turgor kulit elastis
Palpasi : Teraba hangat
o. Lain-lain :
a. Analisa data
DO:
- Wajah anak A tampak Epispadia
meringis
- Anak A memegangi
selimutnya takut kalau Pembedahan uretra
tubuhnya disentuh
- Anak A tampak
gelisah Luka
- Setelah dioperasi anak
A mengalami
kesulitan tidur karena Terputusnya kontinuitas
nyeri jaringan
Menekan persarafan
Thalamus
Nyeri Akut
2. DS: Kelaninan genetika: kelainan Hipertermi
- Anak A mengatakan pada kromosom
tidak nafsu makan
dan minum setelah
operasi Mutasi gen sehingga ekspresi
DO: gen tidak terjadi
- Suhu tubuh 38°C
- Kulit teraba hangat
- Warna kulit kegagalan sintesis androgen
kemerahan
- Minum 5 gelas sehari,
(total 150 CC) Proliferasi sel tidak adekuat
- Warna urin kuning dan defisiensi jaringan organ
pekat kelamin tidak sempurna
Malformasi kongenital
Epispadia
Pembedahan uretra
Kekurangan cairan
Dehidrasi
Hipertermi
3. DS: Kelaninan genetika: kelainan Gangguan
- Anak A mengatakan pada kromosom Eliminasi Urin
nyeri pada area
operasi
DO: Mutasi gen sehingga ekspresi
- Distensi kandung gen tidak terjadi
kemih
- Anak A terpasang
kateter karena belum kegagalan sintesis androgen
mampu berkemih
secara mandiri
- Volume urin yang di Proliferasi sel tidka adekuat
keluarkan 300 CC, dan defisiensi jaringan organ
warna urin kuning kelamin tidak sempurna
pekat, tidak ada darah.
Malformasi kongenital
Epispadia
Pembedahan uretra
Malformasi kongenital
Epispadia
Pembedahan uretra
Pemasangan kateter
Risiko infeksi
b. Masalah Keperawatan
DO:
- Wajah anak A tampak meringis
- Anak A memegangi selimutnya takut kalau tubuhnya disentuh
- Anak A tampak gelisah
Setelah dioperasi anak A mengalami kesulitan tidur karena nyeri
3. Gangguan eliminasi urin b.d efek tindakan medis dan diagnostik operasi saluran kemih
d.d
DS:
- Anak A mengatakan nyeri pada area operasi
DO:
08.1
4
08.0
7
4. 31 Risiko infeksi d.d peningkatan 08.0 1. Memonitor tanda dan gejala 14.00 S:
Maret paparan organisme patogen 0 infeksi pada area luka post operasi O:
2021 lingkungan -) Kasa bersih - Tubuh anak A
-) Kulit penis bersih bersih, area luka post
-) Warna kemerahan operasi terpasang
-) Tidak ada bengkak kasa steril yang
-) Tidak ada rembesan masih baru
-) Jahitan post operasi menyatu - Kateter urin bersih,
tidak bocor
2. Meningatkan kepada ibu A untuk - Kantung urin terletak
08.0 mengurangi jumlah orang yang mengantung pada
4 menjenguk tiang tempat tidur
dna tidak bocor,
3. Mencuci tangan 6 langkah belum terisi setengah
sebelum dan sesudah kontak dengan - Anak A dan Ibu A
08.0 pasien dan lingkungan pasien bisa mengulangi
5 kembali 6 langkah
4. Melakukan perawatan luka post cuci tangan
operasi A:
-) Mencuci tangan 6 langkah dan - Masalah teratasi
08.0 menggunakan sarung tangan steril sebagian
6 P:
5. Memposisikan anak A ke posisi - Lanjutkan intervensi
semi fowler dengan lutut fleksi
08.1
7
08.2
0
08.2
3
Tabel PICO
Journal of Medical intervensi (27 orang) terhadap kedua kelompok. intervensi didapatkan p
2. Kelompok B merupakan
kelompok subjek
penelitian dengan prosedur
cuci luka standar
menggunakan NaCl 0,9%
dan perawatan luka
menggunakan kasa steril
biasa