Anda di halaman 1dari 56

1

Proposal Penelitian

GENOTIP VIRUS HUMAN PAPILLOMA TIPE RESIKO RENDAH


PADA WANITA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI MAKASSAR

Oleh :
Yurike Adehline Chandra Montolalu
C105217104

Pembimbing :
Dr. dr. Sharvianty Arifuddin, Sp.OG (K)
dr. Hj. Susiawaty, Sp.OG (K), M.Kes

Pembimbing Statistik :
Dr. dr. St. Nur Asni, Sp.OG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
2

DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi 2
Daftar Gambar/Tabel 4
Daftar Lampiran 5
BAB I 6
I. PENDAHULUAN 6
A. Latar Belakang 6
B. Rumusan Masalah 9
C. Hipotesis Penelitian 10
D. Tujuan Penelitian 10
E. Manfaat Penelitian 10
BAB II 11
II. TINJAUAN PUSTAKA 11
A. Virus Humanpapiloma Tipe Resiko Rendah 11
1. Etiologi 13
2. Epidemiologi 14
3. Faktor Risiko 15
4. Patogenesis 16
5. Manifestasi Klinis 20
6. Diagnosis 21
7. Komplikasi 23
8. Tatalaksana 25
9. Vaksinasi 26

B. Kerangka Teori 28
C. Kerangka Konsep 29
BAB III 30
III. METODELOGI PENELITIAN 30
A. Rancangan Penelitian 30
3

B. Tempat dan Waktu Penelitian 31


C. Populasi, Teknik, dan Besar Sampel Penelitian 31
D. Defenisi Operasional 34
E. Alur Penelitian 35
F. Pengolahan dan Analisa data 36
G. Izin penelitian dan kelayakan etik penelitian 36
H. Perkiraan Waktu Penelitian 36
I. Personalia Penelitian 36
J. Anggaran Penelitian 36
DAFTAR PUSTAKA 37
4

DAFTAR GAMBAR/TABEL
1. Infeksi HPV pada epitel skuamosa serviks
2. Siklus Hidup Virus Humanpapilloma
3. Diferensiasi sel epidermis pada infeksi HPV Kerangka teori
4. Kerangka Teori
5. Kerangka konsep
6. Alur penelitian
7. Dummy Tabel Penelitian
5

DAFTAR LAMPIRAN

1. Penjelasan Penelitian untuk Disetujui (Information for consent)


2. Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian (Informed consent)
3. Formulir Penelitian
6

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Human Papilloma virus (HPV) adalah kelompok virus non-
enveloped dengan genom DNA double- stranded yang dilapisi oleh kapsid
icosahedral dan merupakan family Papillomaviridae (Adekunle S, et al
2014). Genotipe HPV dibagi menjadi HPV “risiko-tinggi” (high risk) dan
“risiko rendah” (low risk). Pada genotipe risiko rendah dimana terjadinya lesi
kanker juga rendah, yaitu HPV tipe 6, 11, 42, 43, 44, 52, 53,72,73 dan 81 .
Beberapa genotipe risiko tinggi telah dihubungkan dengan kanker pada
vulva, vagina, serviks, anus, dan orofaring dengan HPV 16 dan 18 yang
merupakan penyebab kanker serviks sekitar 70% (Adekunle S, 2014).
Selama beberapa dekade akumulasi bukti epidemiologis, klinis, dan
eksperimental menunjukkan peran penting HPV terhadap terjadinya kanker
serviks (Bharti et al, 2009). Penelitian Human Papillomavirus (HPV) telah
didominasi oleh studi tentang subset dari Alpha papillomaviruses yang
secara bersama-sama menyebabkan hampir 5% kanker manusia di seluruh
dunia, dengan fokus pada HPV 16 dan 18 (Egawa et al,2010).
Prevalensi HPV pada wilayah Tasikmalaya, Jakarta dan Bali yang
dilakukan oleh JN Ivet et al , 2008 secara keseluruhan adalah 11,4% atau
11,6% dari jumlah populasi dunia. Jenis yang paling umum ditemukan
adalah HPV 52, HPV 16, HPV 18, dan HPV 39, masing-masing, 23,2%,
18,0%, 16,1%, dan 11,8% dari tipe HPV risiko tinggi. Pada daerah
Sumatera barat dan Riau, infeksi HPV tipe 18 dan disusul HPV tipe 16 lebih
mendominasi dibandingkan dengan tipe lainnya yaitu dengan persentase
40,4% dan 28,5% sedangkan HPV tipe lowrisk yaitu HPV tipe 45 (7,1%),
HPV tipe 52 (2,3%), HPV 31 dan HPV tipe 33 tidak terdeteksi (Mariani et al,
2010).
Jenis HPV low risk merupakan jenis paling banyak dari jenis
Papillomatous Virus terdapat lebih dari 200 jenis papillomavirus manusia,
7

menyebabkan lesi proliferatif jinak, dan tidak pernah menjadi penyebab


karsinoma ganas di antara populasi umum. Karena dampaknya yang
rendah sebagai agen karsinogenik, penelitian tentang jenis low risk HPV
belum diprioritaskan sebelumnya. Secara umum, lesi yang disebabkan oleh
low risk HPV adalah self-limited disease, dan biasanya langsung dibunuh
oleh sel-sel imun host, ada juga yang merupakan tipe high risk HPV yang
hanya menghasilkan infeksi tanpa gejala pada kebanyakan individu.
Penyakit akibat infeksi HPV dapat menyebabkan kanker serviks dan
dapat dicegah melalui vaksinasi HPV. Respon dan durasi antibodi pada
vaksinasi HPV memegang peranan penting dalam mencegah infeksi
papillomavirus. Pentingnya perlindungan aktif dan lama terhadap infeksi
HPV dikarenakan alasan berikut, yaitu (1) risiko infeksi HPV yang terjadi
pada wanita dengan seksual aktif (sekitar 70 -80% berisiko), tingginya
angka prevalensi dan insidensi infeksi HPV berisiko tinggi yang terjadi pada
wanita berumur 26 tahun. Pada penelitian kohort yang dilakukan di Amerika
Selatan menunjukkan tipe spesifik yang persisten seiring bertambahnya
umur, (2) masih merupakan hal yang krusial untuk menjadikan vaksinasi
HPV sebagai program kesehatan masyarakat, dan (3) vaksinasi
memberikan manfaat yang besar dalam mencegah infeksi, kanker serviks
dan kanker lain yang dapat disebabkan oleh HPV (Mariani L, Venuti A,
2010).
Review lainnya juga menunjukkan terdapat perbedaan prevalensi
HPV antara pekerja seks wanita dan populasi umum serta variasi
perbedaan prevalensi HPV di berbagai wilayah geografis di dunia yang
menunjukkan rata-rata prevalensi keseluruhan infeksi HPV pada pekerja
seks wanita sebesar 42,7% pada 6 wilayah yang didefinisikan oleh WHO
(Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara dan Pasifik
Barat) yang jauh lebih tinggi dari populasi umum wanita (Sohoo, 2013).
Pemeriksaan sitologi telah menjadi pemeriksaan standar skrining
lebih dari 50 tahun terakhir. Pemeriksaan skrining dengan sitologi telah
menurunkan insiden dan angka mortalitas akibat infeksi HPV dan kanker
8

serviks. Pemeriksaan sitologi konvensional memiliki tingkat sensitivitas


(70%-80%) dan spesifisitas (94-97%) untuk mendeteksi lesi prekanker
derajat tinggi (Warren, 2009). Hasil negatif palsu juga kerap ditemukan
pada pemeriksaan ini, dan pengambilan sampel yang tidak adekuat serta
standar prosedur yang tidak baik akan menurunkan tingkat sensitivitasnya.
Saat ini terdapat pemeriksaan sitologi berbasis cairan, yang mampu
memperbaiki kekurangan pada penyediaan preparat (Maryand et al., 2007;
Echelman, 2012).

Pemeriksaan sitologi sering kali terkendala oleh infrastruktur yang


cukup terutama pada negara-negara berkembang, sehingga hanya sedikit
wanita yang dapat memiliki akses terhadap program skrining atau
pengobatan kanker serviks. Alliance for Cervical Cancer Prevention
mencari alternatif lain dari pemeriksaan sitologi seperti inspeksi visual
asetat, dan test HPV DNA (Qiao et al., 2008).
Cakupan skrining selama hidup seorang wanita pada negara-negara
miskin tidaklah mencapai 10%. Penegakan diagnosis dan penanganan
pada negara berkembang juga masih dipersulit dengan adanya sistem
rujukan yang tidak efektif dan hambatan secara sosiokultural. Bahkan pada
beberapa negara miskin wanita masih tidak dapat mengerti alasan
pentingnya dilakukan skrining, karena masih ada yang berpendapat apabila
dirinya tidak sedang sakit mengapa memerlukan suatu pemeriksaan (Qiao
et al., 2008; Echelman, 2012).
Tingginya tingkat sensitifitas pemeriksaan DNA HPV memiliki
keuntungan nilai prediksi negatif yang sangat tinggi bahkan terhadap
prekursor neoplasia hingga adenokarsinoma, yang kerap kali tidak
terdeteksi melalui pemeriksaan sitologi (Arbyn et al., 2010). Pemeriksaan
DNA HPV memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dalam mendeteksi
lesi prekanker derajat tinggi, dan nilai prediksi positif lebih tinggi
dikarenakan masih tingginya angka kejadian kanker serviks pada negara
berkembang. Efektifitas dari program skrining ini dapat meningkat dengan
9

penggunaan pemeriksaan HPV mandiri. Pemeriksaan HPV mandiri ini


dapat diterima pada sebagian besar populasi, dan penerapanya terbukti
meningkatkan kepatuhan,cakupan skrining bahkan mengatasi berbagai
hambatan sosio-kultural di negara berkembang (Qiao et al.,2008).
Penelitian mengenai sitologi dan genotip HPV pada wanita pekerja
seks komersial belum pernah dilakukan di Sulawesi Selatan khususnya
Makassar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai sitologi dan
genotip HPV pada wanita pekerja seks komersial di Makassar sebagai data
pertimbangan Dinas Kesehatan dan bagi wanita pekerja seks komersial
mengenai risiko infeksi dan penularan HPV serta pentingnya program
edukasi untuk pencegahan dan penyebaran penyakit ini.
Penelitian mengenai sitologi dan genotipe HPV pada wanita pekerja
seks komersial belum pernah dilakukan di Sulawesi Selatan khususnya
Makassar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai sitologi dan
genotipe HPV pada wanita pekerja seks komersial di Makassar sebagai
data pertimbangan dinas kesehatan dan bagi pekerja seks komersial
mengenai resiko terkena infeksi HPV dengan cara mencegah penularan
infeksi HPV melalui prodram edukasi dan vaksinasi.

B. Rumusan Masalah
Apakah genotip DNA pada virus HPV lowrisk yang menginfeksi
wanita pekerja seks komersial di Makassar?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hasil pemeriksaan genotip HPV pada wanita pekerja
seks komersial di Makassar, Sulawesi Selatan.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tipe HPV resiko rendah yang menginfeksi wanita pekerja
seks komersial di Makassar melalui pemeriksaan DNA HPV (genotip)
10

b. Membandingkan hasil deteksi infeksi HPV antara pemeriksaan sitologi


dan genotip HPV

D. Manfaat Penelitian
a. Mengetahui tipe HPV yang menginfeksi HPV pada wanita pekerja seks
komersial di Makassar
b. Mengetahui metode skrining dan pengobatan untuk infeksi HPV jenis
resiko rendah
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media edukasi dan
menambah wawasan serta pemahaman wanita pekerja seks komersial
di Makassar
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pemahaman wanita pekerja seks komersial di Makassar yang lebih
baik mengenai pentingnya dilakukan vaksinasi HPV
e. Sebagai dasar data pertimbangan dinas kesehatan tentang skrining dan
edukasi untuk kanker serviks
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Infeksi HPV servikal sangat menular dan risiko


infeksi meningkat dengan meningkatnya aktivitas seksual (Boogards, 2010;
Javanbakht et al, 2010). Pekerja seks wanita termasuk kelompok berisiko
tinggi terinfeksi dan menularkan HPV karena memiliki pasangan seksual
lebih dari satu (Javanbakht et al., 2010).
Penelitian pada wanita pekerja seks di Kamboja menunjukkan
prevalensi HPV tipe 51 dan 70 paling dominan dibandingkan tipe 16, 71 dan
81 (Couture et al., 2012). Akan tetapi, penelitian lainnya di Turki
menunjukkan pekerja seks wanita sebagian besar terinfeksi HPV tipe-18,
16 dan 50 (Ersan et al., 2013). Sebuah meta-analisis tentang infeksi HPV
pada pekerja seks wanita di Asia menunjukkan terdapat perbedaan
prevalensi tipe HPV antara Asia Tenggara dan Asia bagian timur. Tipe HPV
yang dominan menginfeksi di Asia bagian timur terdiri dari tipe 16, 18, 58,
56 dan 52 sedang infeksi HPV di wilayah Asia Tenggara terutama
disebabkan oleh tipe- 2, 16, 58, 18 dan 66 (Peng, 2012). Review lainnya
juga menunjukkan terdapat perbedaan prevalensi HPV antara pekerja seks
wanita dan populasi umum serta variasi perbedaan prevalensi HPV di
berbagai wilayah geografis di dunia yang menunjukkan rata-rata prevalensi
keseluruhan infeksi HPV pada pekerja seks wanita sebesar 42,7% pada 6
wilayah yang didefinisikan oleh WHO (Afrika, Amerika, Mediterania Timur,
Eropa, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) yang jauh lebih tinggi dari populasi
umum wanita (Sohoo, 2013).
Saat ini, terdapat lebih dari 100 genotip HPV telah teridentifikasi dan
diperkirakan 50 tipe HPV ini diketahui menginfeksi saluran reproduksi
wanita (de Villiers, 2004; de Villiers, 2005; Burk, 2009). Secara
epidemiologis, HPV dikelompokkan atas tipe risiko rendah (low risk) yang
menyebabkan kutil pada kelamin, tipe risiko tinggi (high risk) yang sering
menyebabkan cervical intraepithelial neoplasia (CIN) dan keganasan
12

genitalia lainnya, dan tipe HPV yang belum terklasifikasi di mana


onkogenitasnya belum dipastikan (Munoz, 2003).

A. Virus Humanpapiloma Tipe Resiko Rendah


Virus Humanpapiloma (HPV) adalah virus DNA untai ganda yang
menginfeksi epitel skuamosa termasuk kulit dan selaput lendir atas
saluran pernapasan serta anogenital. Ada lebih dari 100 jenis HPV,
yang sebagian besar menginfeksi epitel kulit seperti kutil kulit yang
umum (veruka). Sekitar 40 jenis dapat menginfeksi saluran genitalia,
yang terkait dengan kutil kelamin, serta beberapa kanker di mana
kanker serviks adalah yang paling signifikan. Selain itu, HPV dikaitkan
dengan kanker vulva, vagina, anus, penis, dan dengan berbagai kanker
orofaringeal pada pria dan wanita.
Berdasarkan asosiasinya sebagai penyebab kanker, HPV genital
dibagi menjadi 2 grup:
 Infeksi HPV dengan tipe risiko rendah ( HPV Low risk) / tipe
nonkogenik dapat menyebabkan genital warts dan perubahan seluler
jinak atau derajat rendah (misalnya kelainan pada tes Papsmear
ringan), namun demikian tidak terkait dengan peningkatan risiko
kanker.
 Infeksi HPV dengan tipe risiko tinggi ( HPV High risk) / tipe onkogenik
dapat menyebabkan displasia serviks (perubahan seluler serviks
derajat rendah dan derajat tinggi), sedang hingga berat. Papsmear
abnormal test dan dalam kasus yang jarang, kanker serviks. Sebagai
tambahan, jenis infeksi HPV ini telah dikaitkan dengan kanker vulva
vagina, anus, penis, dan orofaring (bagian belakang tenggorokan
termasuk pangkal lidah) dan tonsil. .(Jain S, 2015, et al; CDC STD
Prevention, 2013)

Subtipe HPV risiko rendah (paling banyak 6 dan 11) cenderung


menginfeksi skrotum, penis, anal area, dan vulva. Jika subtipe ini
13

menyebabkan gejala, gejala klinis yang paling sering yaitu genital warts
atau "Papiloma," yang merupakan tumor non-kanker. Genital warts
seperti kutil berdaging, akan bertumbuh tanpa rasa sakit, yang mungkin
dapat berukuran kecil atau besar, dapat pula hanya satu (tunggal)
maupun banyak (ganda). Kutil sebenarnya tidak berbahaya tetapi dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman pada penderita. (Jain S, 2015, et al;
CDC STD Prevention, 2013)
Genital warts dikaitkan dengan ketidaknyamanan, rasa sakit, stres
emosional dan secara kosmetik tidak dapat diterima. Stres psikologis
akibat kutil kelamin sering kali lebih besar daripada efek medis penyakit
seperti yang dilaporkan. Beberapa hasil psikologis pasien dengan
infeksi HPV genital adalah ketakutan akan kanker, gangguan pada
kehidupan seks mereka dan memburuknya hubungan emosional
dengan pasangan mereka. Dalam survei internasional pasien, telah
dilaporkan bahwa 61% wanita 'cukup' atau 'sangat' khawatir tentang
genital warts mereka, dengan khawatir akan kekambuhan dan
penularan menjadi perhatian terbesar. Sebanyak 95% wanita percaya
bahwa ada risiko yang terkait dengan kutil kelamin, risiko paling umum
terkait dengan kanker serviks atau kanker kanker yang tidak spesifik.
Sekitar 40% wanita percaya bahwa memiliki kutil kelamin telah
mengubah mereka gaya hidup; khususnya perilaku seksual telah
berubah, menghasilkan peningkatan penggunaan kondom selama
hubungan seksual, pantang melakukan hubungan seksual,
peningkatan kehati-hatian tentang pasangan baru dan penurunan
jumlah pasangan seksual. (Jain S, 2015, et al)

1. Etiologi
Virus HPV termasuk famili papovavirus yaitu suatu virus DNA yang
mempunyai 2 rantai DNA dan mengandung 8000 pasangan genom, serta
mengadaan replikasi di dalam inti sel yang terinfeksi. Virus ini menginfeksi
membrana basalis pada daerah metaplasia dan zona transformasi serviks.
14

Dari hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda dikenal lebih dari 200
tipe HPV. Tiga puluh diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual
dengan masing-masing kemampuan mengubah sel epitel serviks. HPV
adalah virus DNA yang mukosotropik kutaneotropik yang umumnya
melibatkan kulit, traktus genital bagian bawah, larings, kavum oral, uretra
dan epitel perianal. Berdasarkan susunan gen, HPV dibagi menjadi
beberapa tipe dengan teknik hibridisasi DNA dan pemberian kode nomor
berdasarkan urutan penemuannya. Setiap tipe HPV menyebabkan
kerusakan epitel dan perubahan morfologi spesifik dari lesi yang
ditimbulkan. HPV mempunyai potensi onkogenik lebih besar jika
dibandingkan dengan virus papilloma spesies lainnya.
Tipe risiko rendah yaitu 6, 11, 40, 42, 43, 54, 61, 70, 72, dan 81;
kemungkinan risiko tinggi yaitu tipe 26, 53, 66, 68, 73, dan 82, serta risiko
sangat tinggi yaitu 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, dan 59.
Karsinoma serviks dihubungkan dengan infeksi HPV 16 dan HPV 18. Saat
ini penentuan genom DNA dapat dilakukan dengan teknik hibridisasi.
Rangkaian DNA yang terdapat pada virus papilloma termasuk HPV telah
diketahui dan secara umum gambaran genom virus papilloma adalah sama.
(Jain S et al, 2015; CDC STD Prevention, 2013)

2. Epidemiologi
Genital warts merupakan infeksi yang disebabkan oleh satu atau
lebih jenis 100 human papillomaviruses (HPVs) yang dikenal dan penyakit
ini adalah salah satu jenis penyakit infeksi menular seksual yang paling
sering ditemukan, dikenal juga sebagai kutil kelamin atau Condylomata
Acuminate.
Sebuah penelitian menemukan bahwa lebih dari 60% orang yang
melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang memiliki kutil
kelamin akan menjadi terinfeksi dan dapat menularkannya juga.
Diperkirakan 10% wanita muda di Inggris telah terinfeksi satu atau lebih
strain HPV pada usia 16 tahun. Studi lain menemukan bahwa 26% anak
15

perempuan di Amerika Serikat berusia 14-19 tahun memiliki setidaknya


satu penyakit menular seksual.
Prevalensi infeksi HPV telah meningkat secara stabil di 35 tahun
terakhir, dengan sebanyak 20 juta orang di Amerika Serikat diyakini
terinfeksi. Fenomena ini sering dikaitkan dengan usia seksual awal yang
lebih dini, kontak sesksual serta peningkatan jumlah mitra / pasangan
seksual yang lebih dari satu. Dengan demikian, hampir setengah dari
infeksi baru akan terjadi terjadi pada dewasa muda yakni pada usia 15
hingga 24 tahun.
Menurut hasil survey yang telah dilakukan, prevalensi genital warts
adalah yang tertinggi di antara kaum muda yaitu sekitar usia 20 tahun serta
ditemukan prevalensi kondiloma sebesar 5,2% dalam populasi siswa di
Amerika Serikat yang berusia 19 hingga 22 tahun. Setelah usia ini,
prevalensi akan berkurang, terlepas dari jenis kelamin dan perilaku,
mungkin disebabkan oleh perkembangan kekebalan tubuh terhadap
infeksi. Dalam populasi wanita berusia 15 hingga 49 tahun, prevalensi
kondiloma adalah sebesar 1,1%. Pada tahun 1987, sekitar 2% dari populasi
yang aktif secara seksual memiliki condylomata atau bentuk klinis lain yang
terlihat diakibatkan infeksi HPV. Risiko perkembangan klinis kondilomata
seumur hidup adalah sekitar 10%. (Jain S et al, 2015; CDC STD Prevention,
2013; Yanofsky V et al, 2013)

3. Faktor resiko
3.1 Faktor resiko pada wanita
- Usia muda
- Perilaku seksual
 Risiko meningkat dengan meningkatnya jumlah pasangan
seks baru dan pasangan seumur hidup
 Usia awal hubungan seksual pertama
 Perilaku seksual pasangan seks
16

- Risiko meningkat untuk wanita yang pasangan seksnya memiliki


banyak pasangan seks.
 Status kekebalan tubuh; HPV lebih mungkin terdeteksi pada
wanita yang mengalami immunosupressi (misalnya pada
wanita yang terinfeksi HIV, wanita yang menjalani
hemodialisis, atau setelah melakukan transplantasi ginjal).
- Faktor risiko yang kurang konsisten terkait dengan infeksi HPV
genital pada wanita
 Merokok
 Penggunaan kontrasepsi oral
 Faktor gizi (gizi buruk)
 Pasangan pria yang tidak disunat

3.1 Faktor resiko pada pria


- Lebih banyak pasangan seks baru dan pasangan seumur hidup
- Tidak disunat dapat meningkatkan risiko (Jain S et all, 2015; CDC
STD Prevention, 2013)

4. Patogenesis
HPV merupakan virus berukuran kecil mengandung 8000 pasangan
basa pada strukur DNA nya yang dikelilingi oleh selubung protein terdiri
atas 2 kapsid protein (L1dan L2). Terdapat 6 protein (E1,E2,E4-7) yang
memiliki peran penting pada replikasi virus, amplifikasi genom, proliferasi,
dan onkogenesis. Transmisi HPV memerlukan kontak langsung antara kulit
dengan kulit dan atau mukosa, dan transmisi HPV sebagian besar melalui
hubungan seksual. Kerusakan mikro pada kulit akan menyebabkan HPV
masuk ke dalam epitel, selanjutnya akan berikatan dengan membran basal
(protein kapsid L1). Setelah berikatan dengan permukaan keratinosit,
kapsid virus akan mengalami modifikasi dan terjadi pemisahan L2 sehingga
materi virus akan bergabung dengan sel tubuh host. Akibat adanya materi
HPV, maka membran basal sel epitel akan mengekspresikan protein non
17

struktur dari virus. Selama proses regulasi dari protein ini terjadi maka
pembelahan sel akan berlangsung terus menerus, dan proses diferensiasi
sel akan terhambat dan tidak selesai. Protein virus diekspresikan secara
berurutan dengan urutan berdasarkan maturitas virion, yang paling matur
akan berada pada lapisan permukaan epitel. Infeksi presisten seiring waktu
akan menyebabkan kerusakan materi genetik sehingga akan menyebabkan
hilangnya kontrol pada siklus sel dan mutasi yang berakibat terjadinya
perkembangan keganasan. (Arbyn et al.,2010;Mosckiki et al., 2012).

Gambar 1. Infeksi HPV pada epitel skuamosa serviks (Munoz, 2006).

HPV Genital menginfeksi lapisan sel basal epitel skuamosa


bertingkat dan akan merangsang proliferasi sel. Sel yang terpengaruh akan
menampilkan spektrum perubahan yang luas, mulai dari jinak hiperplasia,
ke displasia lalu menjadi karsinoma invasif. Masa inkubasi sekitar 3-4
minggu hingga beberapa tahun dan infeksi yang terjadi tidak bergejala.
Rata-rata lama infeksi HPV sekitar 4-10 bulan. Sebagian kecil infeksi HPV
ini akan presisten dan menjadi penyakit kutil kelamin sedangkan pada
wanita dengan infeksi presisten HPV tipe risiko tinggi akan memilki risiko
besar untuk mengalami lesi prekanker derajat tinggi.
Virus Humanpapilloma menginvasi melalui area epitel yang rusak
dan menginfeksi sel basal. Meskipun reseptor untuk infeksi HPV belum
sepenuhnya ditandai, virion awalnya menempel pada heparan sulfate
proteoglycan (HSPG) pada membran basal, dan mentransfer ke reseptor
18

yang diekspresikan pada keratinosit yang bergerak pada membran basal


dalam proses penyembuhan luka, kemudian memasuki sel (Kines et al.,
2009).
DNA genomik HPV diangkut ke dalam nukleus dan dipertahankan
pada jumlah salinan rendah dalam sel basal (50 ∼ 100 salinan per sel; pada
lapisan basal, (Moody dan Laimins, 2010 ). Pemeliharaan genom sebagai
status episom sangat penting untuk pembentukan fase awal siklus hidup
virus (McBride et al., 2006). Setelah meninggalkan membran basal, sel-sel
yang terinfeksi memulai proses diferensiasi. Karena HPV tidak
menyandikan aktivitas DNA polimerase untuk replikasi genom virus, mesin
replikasi DNA host diperlukan.).
HPV menginfeksi secara khusus sel-sel di lapisan basal epitel
berlapis melalui lesi. Genom virus dipertahankan sebagai DNA episom di
dalam inti sel yang terinfeksi. Siklus hidup virus dikontrol secara ketat oleh
diferensiasi sel inang, dan siklus hidup lanjut (siklus hidup produktif) terjadi
pada lapisan atas epitel yang terdiferensiasi secara terminal, dan sumber
awal virion dilepaskan dari sel keratinosit cornified (epidermis).

Gambar 2. Siklus Hidup Virus Humanpapiloma

Pada lapisan atas dari epitel bertingkat (dalam lapisan spinosus)


ekspresi gen virus yang diperlukan untuk replikasi genom virus sangat
dipercepat (Hummel et al., 1992; Ozbun dan Meyers, 1997 ), menginduksi
amplifikasi genom virus ke ribuan salinan per sel (Bedell et al., 1991).
Setelah amplifikasi genom, dalam sel-sel yang berdiferensiasi akhir,
19

sintesis protein kapsid dipicu. Protein kapsid berkumpul menjadi virion yang
merangkum DNA genom virus. Virien sebelumnya dilepaskan secara
eksternal dengan keratinosit yang dikupas.
Sel lapisan basal yang awalnya terinfeksi menggandakan dan
menyebar secara lateral. Selain itu, sel-sel anak mulai bermigrasi ke arah
surface, tetapi terus berkembang biak di lapisan sel prickle di bawah
pengaruh protein virus awal. Keratin yang berlebih disintesis dan seiring
dengan proliferasi sel yang berlanjut, pada akhirnya membentuk menjadi
lapisan sel mati terkonsentrasi yang menebal mengandung progeni infeksi.
Siklus replikasi dimulai dengan ekspresi gen awal ciral, diikuti oleh
penggandaan genom virus dan akhirnya perakitan virus progeni di lapisan
yang paling dangkal dari kutil.

Gambar 3. Diferensiasi sel epidermis pada infeksi HPV

Sebagian besar infeksi bersifat sementara, asimptomatik atau


subklinis, dan tidak memiliki konsekuensi klinis pada individu yang
imunokompeten. Waktu untuk perkembangan manifestasi klinis tidak jelas,
tetapi kemungkinan besar dapat digolongkan sebagai berikut:
 3 minggu hingga berbulan-bulan untuk manifestasi klinis berupa
genital warts
 Beberapa bulan hingga bertahun-tahun untuk kelainan seluler
serviks
20

 Puluhan tahun untuk manisfestasi klinis kanker serviks.


- Durasi rata-rata infeksi serviks baru (diukur dengan deteksi
HPV DNA) adalah 8 bulan, tetapi masih bervariasi.
o 70% infeksi baru hilang dalam 1 tahun.
o 90% infeksi baru hilang dalam 2 tahun.
o Perkembangan bertahap dari respon imun yang efektif
diperkirakan menjadi mekanisme yang mungkin untuk
pembersihan DNA HPV. (Jain S et al, 2015; CDC STD
Prevention, 2013)

5. Manifestasi Klinis Genital Warts


5.1 Tipe Morfologis Genital warts;
 Condylomata acuminata
o Penampilan mirip kembang kol
o Berwarna kulit, merah muda, atau hiperpigmentasi
o Mungkin keratotik pada kulit; umumnya non-keratin pada
permukaan mukosa.
 Papula halus
o Biasanya berbentuk kubah dan berwarna kulit
 Papula pipih
o Makula hingga sedikit terangkat
o Berwarna daging, dengan permukaan halus
o Lebih sering ditemukan pada struktur internal (misalnya
serviks), tetapi juga terjadi pada alat kelamin eksternal
 Kutil keratotik
o Lapisan tebal irreguler menyerupai kutil umum atau keratosis
seboroik

5.2 Lokasi Predisposisi Genital Warts:


Genital warts paling sering muncul di daerah terjadi gesekan koital
yaitu:
21

- Pria — penis, skrotum, meatus uretra, dan area perianal


- Wanita — introitus, vulva, perineum, dan area perianal
Lokasi Genital warts yang jarang ditemukan:
- Dinding rahim dan vagina pada wanita
- Daerah kemaluan, paha atas, atau lipatan crural pada pria dan
wanita
Genital warts tidak selalu menyiratkan hubungan seks anal, tetapi
mungkin merupakan suatu sekunder autoinokulasi, aktivitas seksual
selain hubungan intim, atau penyebaran dari dekat lokasi munculnya
Genital warts. Genital warts yang timbul pada intra-anal akan muncul
pada pasien yang pernah menjalani hubungan seks anal reseptif.
Jenis HPV yang menyebabkan Genital warts kadang-kadang dapat
menyebabkan lesi pada mulut, saluran pernapasan atas, saluran
cerna bagian atas, dan okular. (Jain S et al, 2015; CDC STD
Prevention, 2013)

5.3 Gejala Klinis Genital warts;


 Biasamya tidak menimbulkan gejala (asimptomatik)
 Genital warts pada vulva biasanya dapat menyebabkan
dispareunia, pruritis, dan rasa tidak nyaman seperti terbakar.
 Genital warts pada penis terkadang menyebabkan pruritis.
 Genital warts pada daerah meatal uretra kadang menyebabkan
hematuria atau gangguan aliran urin.
 Genital warts pada vagina kadang menyebabkan keluarnya
cairan, pendarahan, atau penyumbatan jalan lahir. (karena dapat
terjadi peningkatan pertumbuhan kutil (genital warts) pada periode
kehamilan).
 Genital warts pada perianal dan intra-anal kadang-kadang
menyebabkan rasa sakit, perdarahan saat buang air besar, atau
pruritis. (Jain S et al, 2015; CDC STD Prevention, 2013)
22

6. Diagnosis Genital warts


Diagnosis genital warts (kutil kelamin) dan pada anus
terutama melihat klinis, tetapi lesi khas harus dikonfirmasi secara
histologi. Diagnosis banding meliputi neoplasma jinak atau ganas
(misalnya Karsinoma sel skuamosa in situ, Penyakit Bowen),
Molluscum contagiosum (terutama pada pasien dengan human
immunodeficiency virus [HIV]), Condylomalata, Fibroepithelioma,
dan Papula penis mutiara. Genital warts adalah lesi eksofitik
berwarna daging genitalia eksterna, termasuk penis, skrotum,
perineum, vulva, dan kulit perianal. Kutil eksternal dapat muncul
sebagai benjolan kecil, atau mungkin rata, verukosa, atau
bertangkai. Kutil juga dapat muncul sebagai kemerahan atau cokelat
halus, papula yang terangkat atau sebagai lesi berbentuk kubah 1
sampai 4 mm pada kulit yang keratin.
Diagnosis kutil kelamin dengan biopsi dan viral typing tidak
dianjurkan untuk pasien dengan lesi rutin atau khas. Biopsi
diperlukan jika pasien mengalami immunocompromised, memiliki
respon yang buruk terhadap terapi yang sesuai dan jika diagnosis
tidak pasti atau memiliki kutil yang berpigmen, indurasi, menetap,
atau ulserasi, atau berisiko tinggi untuk keganasan terkait HPV
(misalnya kutil kelamin kronis, penggunaan tembakau, riwayat
Papanicolaou [Pap] smear).
Berikut karakteristik orang yang harus melakukan
pemeriksaan lebih lanjut:
• Pasien atau pasangannya memiliki gejala kutil kelamin
• Pasien baru-baru ini melakukan hubungan seks tanpa kondom
dengan pasangan baru
• Pasien atau pasangan melakukan hubungan seks tanpa pengaman
dengan orang lain
• Pasangan pasien memberi tahu dia bahwa dia menderita PMS
• Pasien menderita PMS
23

• Pasien sedang hamil


• Pasien berencana / program hamil
Seorang profesional kesehatan biasanya dapat mendiagnosis
kutil kelamin jika ada yang terlihat. Pemeriksaan mungkin melibatkan
pemeriksaan bagian dalam vagina atau anus. Kadang-kadang biopsi
kutil dapat dilakukan. Terkadang, bahkan jika tidak ada kutil yang
terdeteksi, dokter atau perawat dapat meminta pasien untuk kembali
lagi di kemudian hari. Kutil yang terlihat mungkin tidak muncul
langsung setelah infeksi. (Jain S et al, 2015; CDC STD Prevention,
2013)

7. Komplikasi
 Resiko kanker
Infeksi HPV terkait erat dengan kanker serviks, kanker vulva,
anus, dan penis. Sebagian besar kanker serviks disebabkan oleh
infeksi HPV secara global. Semua infeksi HPV tidak mengarah ke
kanker serviks tetapi sangat penting bagi kesehatan jangka panjang
seorang wanita bahwa ia harus melakukan tes Papsmear secara
teratur. Beberapa infeksi HPV juga terkait erat dengan kanker mulut,
kepala dan leher seperti yang dilaporkan.
 Masalah kehamilan
Wanita hamil dengan genital warts / kutil kelamin mungkin
memiliki masalah buang air kecil. Jaringan vaginanya mungkin akan
teregang lebih sedikit saat melahirkan jika ada kutil di dinding vagina.
Ada risiko yang sangat kecil pada seorang ibu dengan genital warts
saat melahirkan yakni dapat menyebabkan bayi memiliki kutil di
tenggorokannya (papilomatosis laring), jika demikian mungkin
diperlukan pembedahan untuk mencegah jalan nafas bayi akan
terhambat. Perubahan hormon selama kehamilan dapat
menyebabkan kutil kelamin tumbuh, berdarah, atau bertambah
jumlahnya. (Jain S et al, 2015; CDC STD Prevention, 2013)
24

8. Tatalaksana terapi Genital warts


Genital warts, manifestasi penyakit menular virus yang umum
didiagnosis dan diobati dengan klinisi meskipun pengobatan tidak
terbukti mengurangi penularan ke pasangan seksual atau untuk
mencegah perkembangan menuju displasia atau kanker. Wanita
dengan kutil kelamin atau yang pasangannya memiliki kutil kelamin
harus melakukan skrining rutin sitologi serviks (Papanicolaou smear)
untuk mendeteksi adanya displasia serviks.
Pasien dengan kutil yang terlihat hanya dirawat oleh dokter. Jenis
perawatan tergantung pada informasi berikut:
• Lokasi kutil
• Jumlah kutil
• Penampilan kutil
Kutil kelamin yang terlihat dan tidak diobati dapat sembuh secara
spontan, tetap sama, atau bertambah besar. Tujuan utama dari
pengobatan adalah menghilangkan kutil simptomatik tetapi juga
dapat mengurangi persistensi DNA HPV dalam jaringan genital, dan
karena itu dapat mengurangi infektivitas. Namun, saat ini tidak ada
bukti bahwa pengobatan kutil kelamin memiliki dampak yang
menguntungkan pada kejadian kanker serviks dan genital serta
belum ada studi terkontrol pada efek pengobatan kutil kelamin
eksternal dan tingkat penularan HPV.
Pilihan terapi oleh dokter didasarkan pada lokasi, ukuran,
jumlah dan morfologi lesi, serta preferensi pasien untuk dokter,
terkait biaya perawatan, kenyamanan dan efek samping. Tindak
lanjut rutin selama dua hingga tiga bulan disarankan untuk
memantau respons terhadap terapi dan untuk kekambuhan. Beralih
ke modalitas pengobatan baru adalah tepat jika tidak ada respons
setelah tiga siklus pengobatan jika diagnosis pasti. Tujuan utama
pengobatan adalah menghilangkan kutil yang terlihat dan
25

menurunkan jumlah virus yang ada. Sistem kekebalan tubuh pasien


memiliki peluang lebih baik untuk melawan virus jika jumlah virus
dapat diturunkan.

Terapi :
 Obat topikal - krim atau cairan dioleskan langsung ke kutil
selama beberapa hari setiap minggu. Perawatan mungkin
dilanjutkan selama beberapa minggu. Ini dapat diberikan oleh
pasien di rumah atau di klinik tergantung pada jenis
perawatan.
 Nitrogen cair cryotherapy - sering digunakan untuk
membekukan kutil, yang menyebabkan lepuh terbentuk di
sekitar kutil. Setelah kulit sembuh, lesi akan terlepas, dan
memungkinkan kulit baru muncul. Terkadang diperlukan
perawatan berulang.
 Electrocautery - pasien umumnya diberi bius lokal dan arus
listrik digunakan untuk menghancurkan kutil.
 Pembedahan - pasien diberikan bius lokal dan kutil akan
dipotong
 Perawatan laser - sinar cahaya intensif digunakan untuk
menghancurkan kutil.
Dokter dapat menggunakan lebih dari satu perawatan pada
saat bersamaan. Meskipun perawatannya tidak menyakitkan, tetapi
mungkin terkadang merasa tidak nyaman, dengan beberapa rasa
sakit dan iritasi selama satu atau dua hari. Obat penghilang rasa
sakit dapat dikonsumsi oleh pasien setelah perawatan. Mandi air
hangat dapat membantu beberapa pasien yang merasa sakit tetapi
pastikan untuk mengeringkan daerah yang terkena sepenuhnya
setelah mandi dan penggunaan sabun, krim, dll. harus dihindari
sampai perawatan selesai. Obat-obatan tanpa resep untuk kutil
26

biasa (kutil non genital) tidak cocok untuk pengobatan kutil genital.
(Stanley M, 2012; Jain S et al, 2015)

9. Vaksinasi
 Terdapat dua macam vaksin HPV yang selalu digunakan yaitu:
 Vaksin bivalen (HPV2), melindungi terhadap dua tipe HPV (16 dan
18) yang bertanggung jawab atas 70% kanker serviks
 Vaksin kuadrivalen (HPV4), melindungi terhadap empat jenis HPV
(6, 11, 16, 18), yang bertanggung jawab atas 70% kanker serviks
(16 dan 18) dan 90% kutil kelamin (6 dan 11).
 Vaksin Nanovalent, melindungi terhadap HPV tipe 6, 11, 16, 18,
31, 33, 45, 52, dan 58. Penilaian memperkirakan bahwa
penggunaan vaksin 9-valen akan meningkatkan persentase
kanker terkait HPV yang dapat dicegah dari 63,4% menjadi
73,5%. (David Yi,et all 2015). Vaksin HPV 9-valensi ditemukan
menghasilkan GMT (Geometric Mean Titre) non-inferior pada
anak perempuan dan anak laki-laki berusia 9 hingga 15 tahun
(tingkat I). 19–21 Studi lain menemukan bahwa vaksin 9-valen
juga efektif pada pria muda berusia 16 hingga 26 tahun (level I).
GMT untuk vaksin 9-valent tidak terpengaruh oleh infeksi
meningokokal (kelompok A, C, Y, dan W-135),polisakarida
diphtheria toxoid vaksin konjugat dan tetanus toksoid, toksoid
difteri berkurang, toksoid difteri berkurang, dan pertusis aseluler
vaksin (level I)

Vaksin manapun secara rutin direkomendasikan untuk anak


perempuan yang berusia 11 atau 12 tahun. HPV4 direkomendasikan
secara rutin untuk anak laki-laki berusia 11 atau 12 tahun. Vaksin
bisa diberikan kepada anak laki-laki atau perempuan mulai usia 9
tahun.Vaksinasi juga direkomendasikan untuk perempuan berusia
13–26 tahun dan 13–21 tahun laki-laki yang belum memiliki salah
27

satu atau semua dosis pada usia yang lebih muda. Lelaki penyuka
sesama jenis harus divaksinasi hingga usia 26 tahun. Orang yang
tidak dapat dikompromikan (termasuk orang dengan infeksi HIV)
seharusnya divaksinasi hingga usia 26 tahun. Idealnya, vaksin harus
diberikan sebelum aktivitas seksual dimulai. Namun, orang yang aktif
secara seksual juga dapat mengambil manfaat dari vaksinasi. Saat
ini, tidak ada tes yang tersedia untuk penggunaan klinis untuk
menentukan apakah seseorang telah memiliki salah satu atau
semua jenis vaksin HPV. (Stanley M, 2012; Jain S et al, 2015; CDC
STD prevention, 2013)

 Dosis
Tiga seri suntikan dosis intramuskular selama periode enam
bulan:
- Dosis kedua 1-2 bulan setelah dosis pertama (minimal empat
minggu setelah dosis pertama)
- Dosis ketiga enam bulan setelah dosis pertama (minimal dua belas
minggu setelah dosis kedua, dan minimum 24 minggu setelah dosis
pertama)
Produk vaksin yang sama harus digunakan untuk seluruh seri
tiga dosis.
Tersedia untuk anak-anak dan remaja yang memenuhi
syarat 19 dan lebih muda melalui Vaccine For Kids (VFC)

Wanita yang telah menerima vaksin HPV harus melanjutkan


skriing kanker serviks rutin
- 30% kanker serviks disebabkan oleh tipe HPV selain 16
dan 18.
- Vaksin tidak direkomendasikan untuk orang berusia > 26
tahun. (Stanley M, 2012; Jain S et al, 2015; CDC STD
prevention, 2013
28

B. KERANGKA TEORI

Gambar 1. Kerangka Teori


29

C. KERANGKA KONSEP

Umur, Paritas, Seksual Aktif,


Riwayat Coitarche, Riwayat
penyakit menular seksual,
Kontrasepsi, Gangguan
system imun, pekerjaan suami

Wanita PSK Infeksi HPV GENOTIP HPV

Gambar 2. Kerangka Konsep

Keterangan :

: variabel bebas

: variabel antara

: variabel terikat

: variabel perancu
30

D. Identifikasi Variabel
 Variabel bebas : Genotipe HPV
 Variabel perancu : coitarche, penyakit menular seksual (PMS),
gangguan sistem imun, umur, paritas, aktifitas seksual, merokok,
alkohol, penggunaan kontrasepsi
 Variabel terikat : Wanita Pekerja Seks Komersial
 Variabel antara : Infeksi HPV

E. Hipotesis Penelitian
Apakah jenis HPV yang menginfeksi pekerja seks komersial (PSK)
di kota Makassar adalah tipe resiko rendah?

F. Defenisi Operasional
1. Coitarche adalah kontak seksual pertama
2. Human papillomavirus (HPV) adalah virus genus famili Papilomaviridae
yang diidentifikasi melalui pemeriksaan PCR
3. Sekret servikal adalah sekret yang diambil dengan mengapus seluruh
permukaan porsio serviks sekitar orificium uteri eksternum dan juga
dengan mengapus permukaan mukosa endoserviks dan daerah
sambungan skuamokolumnar
4. Umur ditentukan dari hasil perhitungan tanggal lahir dengan tanggal
pengambilan data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan
responden atau kartu identitas responden.
5. Paritas adalah jumlah persalinan dengan usia kehamilan >20 minggu
yang pernah dialami oleh wanita
6. Seksual aktif adalah orang yang aktif berhubungan seksual dengan satu
atau lebih pasangan tanpa menggunakan kontrasepsi kondom.
7. Kontrasepsi adalah metode atau alat yang digunakan untuk mencegah
terjadinya kehamilan
8. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang muncul akibat infeksi
dari satu orang ke orang lain dengan cara kontak seks
31

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional.

B. Waktu Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di lokalisasi pekerja seks komersial di
kota Makassar. Pelaksanaan penelitian mulai bulan Agustus 2019 -
November 2019

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi penelitian adalah wanita usia reproduksi yang bekerja sebagai
pekerja seks komersial
2. Sampel penelitian adalah wanita usia reproduksi yang bekerja sebagai
pekerja seks komersial yang diidentifikasi melalui pertemuan atau
wawancara langsung atau informasi yang diperoleh dari responden
sebelumnya dan memenuhi kriteria inklusi dan eklusi
3. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling yaitu
subyek populasi di tempat penelitian yang memenuhi syarat inklusi
diambil sebagai sampel penelitian.
4. Perkiraan besar sampel (N) dihitung dengan rumus :

(Zα√2pq + Zβ√p1q1 + p2q2)2


(p1-p2)2

Keterangan:
Zα = deviat baku dari tingkat kesalahan I (1,96)
Zβ = deviat baku dari tingkat kesalahan II (0,84)
P = prevalensi kanker serviks di Sulawesi Selatan berdasarkan Data
Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 (0,8‰)
32

P1-P2 = perbedaan proporsi minimal yang dianggap bermakna di mana


q1 = 1 – p1; q2 = 1 – p2; dan q = 1 – p sehingga diperoleh :
P1 – P2 = 10% = 0,1 (perbedaan proporsi yang bermakna, ditentukan 10%),
P1 = 0,1 + P2 = 0,1 + 0,0008 = 0,1008
P = (p1 + p2)/2 = (0,1008 + 0,0008)/2 = 0,0508
q1 = 1 – p1 = 1 – 0,1008 = 0,8992
q2 = 1 – p2 = 1 – 0,0008 = 0,9992
q = 1 – p = 1 – 0,0508 = 0,9492
Zα√2pq = 1,96√2x0,0508x0,9492 = 0,60866985035
Zβ√p1q1 + p2q2 = 0,84√(0,1008 x 0,8992) + (0,0008 x 0,9992)
= 0,25400622203
Maka besar sampel yang dibutuhkan penelitian ini :
(Zα√2pq + Zβ√p1q1 + p2q2)2 = (0.60866985035 + 0,25400622203)2
(p1-p2)2 (0,1)2
= (0,86267607238)2 / (0,01)
= 74,4 ≈ 74

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 74,4


sampel (dibulatkan 74 sampel). Dengan memperhitungkan angka drop-out
sebesar 10% maka total jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah 80 sampel.

D. Kriteria Penelitian
1. Kriteria inklusi
a. Subyek wanita yang bekerja sebagai pekerja seks komersial
b. Berusia 15 – 45 tahun
c. Aktif melakukan hubungan seksual dengan lebih dari 1 pasangan
seksual dalam 1 bulan terakhir
d. Pasien tidak dalam keadaan menstruasi
33

e. Pasien tidak menggunakan tampon, obat – obatan vaginal,


kontrasepsi vaginal, douche vagina selama 48 jam sebelum
pemeriksaan
f. Pasien tidak diperkenankan melakukan hubungan seksual dalam
waktu 24 jam sebelum melakukan pemeriksaan
g. Pasien sedang tidak hamil

2. Kriteria eksklusi
a. Sampel mengalami lisis

3. Kriteria Drop Out


a. Subyek yang telah terdiagnosis kanker serviks dan telah menjalani
kemoterapi
b. Subyek yang menderita penyakit infeksi menular seksual seperti
HIV/AIDS.

E. Metode Pengumpulan Data


1. Alat dan bahan yang digunakan
a. Surat persetujuan untuk mengikuti penelitian
b. Lembar kuesioner
c. Alat tulis ( pulpen )
d. Cytobrush
e. Speculum disposible
f. Thin Prep Pap Test
g. Cervical Brush
h. Kassa steril
i. PCR kit for HPV genotyping
j. Meja ginekologi
k. Lampu periksa / lampu sorot
34

2. Cara kerja
a. Data kuesioner
Subyek diminta untuk mengisi kuesioner (Lampiran 3)
didampingi oleh asisten peneliti. Selanjutnya subyek diberikan
penjelasan secara lisan tentang pemeriksaan dan pengambilan
swab di endoserviks. Setelah subyek mengerti dapat ditanyakan
untuk kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian. Jika subyek
bersedia ikut dalam penelitian ini, subyek diminta untuk
menandatangani lembar informed consent.

b. Pemeriksaan genotip HPV


Spesimen dari pemeriksaan HPV (swab servikal)
dimasukkan ke larutan 1 ml Phosphate Buffered Saline (PBS)
steril lalu divorteks selama 3x15 detik. Selanjutnya 0,5 ml dari
masing-masing sampel digunakan untuk ekstraksi asam nukleat
dan sisa sediaan dibekukan pada suhu -20°C. Ekstraksi, deteksi
dan penentuan genotip tipe HPV dilakukan menggunakan metode
PCR
35

H. Alur Penelitian

Ethical clearance

Wanita pekerja seks komersial

Kriteria eksklusi

Kriteria inklusi

Pengambilan swab servikal

Polymerase chain
reaction (PCR)

Tipe HPV

Analisa data

HASIL

Gambar 7. Alur penelitian

I . Pengolahan dan Analisa Data


Pengolahan dan analisis data menggunakan program SPSS

J. Izin Penelitian dan Kelayakan Etik Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan surat rekomendasi
persetujuan etik yang diberikan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, RSPTN UH, RSUP dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Kepada semua sampel yang diikutkan dalam penelitian ini :


I. Dijelaskan maksud dan tujuan penelitian ini
36

II. Diminta kesediaan dan persetujuan secara tertulis


III. Semua biaya pemeriksaan ditanggung oleh peneliti

K. Perkiraan Waktu Penelitian


Persiapan : 2 minggu
Pengumpulan data : 12 minggu
Pengolahan dan analisis data : 2 minggu
Pelaporan : 2 minggu
Seminar hasil penelitian : 2 minggu

L. Personalia Penelitian
Pelaksana : dr. Yurike Adehline Chandra Montolalu
Pembantu pelaksana : Analis Laboratorium Prodia
Pembimbing pertama : Dr. dr. Sharvianty Arifuddin, SpOG(K)
Pembimbing kedua : dr. Hj. Susiawaty, SpOG (K)
Pembimbing statistik : Dr. dr. St. Nur Asni, SpOG

M. Anggaran Penelitian
Semua biaya yang diperlukan dalam penelitian ini ditanggung oleh peneliti
37

DAFTAR PUSTAKA
Adjorlolo-Johnson G, Unger ER, Boni-Ouattara E, et al. Assessing the
relationship between HIV infection and cervical cancer in Côte d’Ivoire:
A case-control study. BMC Infectious Diseases 2010;10:242.

American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG Committee


Opinion No. 463: Cervical cancer in adolescents: screening,
evaluation, and management. Obstet Gynecol. 2010;116(2 Pt 1):469-
72.

Andriono.Kanker Serviks. Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan


Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia edisi ke-3;
2010:1-21.

Akamatsu S, Kodama S, Himeji Y, Ikuta N, Shimagaki N. Comparison of


Liquid based cytology with conventional cytology in cervical cancer
screening. Acta Cytologica. 56:370-374. Acta Cytol. 2012;56(4):370-
4.

Andrae B, Kemetli L, Sparén P, Silfverdal L, Strander B, et al. Screening-


preventable cervical cancer risks: evidence from a nationwide audit in
Sweden. J Natl Cancer Inst. 2008;100(9):622-9.

Arbyn M, Anttila A, Jordan J, Ronco G, Schenck U, et al. European


guidelines for quality assurance in cervical cancer screening. Second
edition-summary document. Ann Oncol. 2010;21(3):448-58.

Arbyn M, Ronco G, Anttila A, Meijer CJ, Poljak M, et al. Evidence regarding


human papillomavirus testing in secondary prevention of
cervicalcancer. Vaccine. 2012:30(Suppl 5):F88-99.
38

Blade A, Cararach M, Castro M, Catalá-López F, Pérez-Escolano I, de


Sanjosé S. Clinical management of abnormal cytology test results and
costs associated with the prevention of cervical cancer in Spain.J Low
Genit Tract Dis. 2010;14(4):311-8.

Belinson JL, Hu S, Niyazi M, Pretorius RG, Wang H, et al. Prevalence of


type-specific human papillomavirus in endocervical, upper and lower
vaginal, perineal and vaginal self collected specimens: implications for
vaginal self-collection. Int J Cancer. 2010;127(5):1151-7.

Bhatla N, Singla S, Awasthi D. Human papillomavirus deoxyribonucleic acid


testing in developed countries. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol.
2012;26(2):209-20.

Bogaards JA, Xiridou M, Coupe VM, Meijer CJ, Wallinga J, Berkhof J.


Model-based estimation of viral transmissibility and infection induced
resistance from the age-dependent prevalence of infection for 14 high-
risk types of human papillomavirus. Am J Epidemiol 2010;171:817–
25.

Bosch FX, Lorincz A, Munoz N, Meijer CJ, Shah KV. The causal relation
between human papillomavirus and cervical cancer. J Clin
Pathol2002;55:244–65.

Burk RD, Chen Z, Van Doorslaer K. Human papillomaviruses: genetic basis


of carcinogenicity. Public Health Genomics. 2009;12:281–90.

Catarino R, Vassilakos P, Bilancioni A, Vanden Eynde M, Meyer-Hamme U,


et al. Randomized comparison of two vaginal self sampling method for
human papillomavirus detection: dry swab versus FTA cartridge. PLoS
One. 2015;10(12):e0143644.
39

CDC – STD Prevention. STD Curriculum For Clinical Educators. Genital


Human Papillomavirus (HPV) Module. March 2013. P1-6.

Chang A, Patricia A. Daniel, et al. Cervical Cancer Screening. Oncology: An


Evidence Based Approach. Springer Science. 2012;24:322-4.

Chung SH, Franceschi S, Lambert PF. Estrogen and ERα: culprits in


cervical cancer? Trends Endocrinol Metab. 2010;21(8):504-11.

Cogliano V, Baan R, Straif K, Grosse Y, Secretan B, El Ghissassi F.


Carcinogenicity of human papillomaviruses. Lancet Oncol 2005;6:204.

Couture MC, Page K, Stein ES, Sansothy N, Sichan K, et al. Cervical human
papillomavirus infection among young women engaged in sex work in
Phnom Penh, Cambodia: prevalence, genotypes, risk factors and
association with HIV infection. BMC Infect Dis. 2012;12:166.

Cuzick J, Clavel C, Petry KU, Meijer CJ, Hoyer H, et al. Overview of the
European and North American studies on HPV testing in primary
cervical cancer screening. Int J Cancer 2006;119(5):1095-101.

De Sanjose S, Wheeler CM, Quint WGV, et al.on behalf of the Retrospective


International Survey and HPV Time Trends Study Group. Age-specific
occurrence of HPV16- and HPV18-related cervical cancer. Cancer
Epidemiol Biomarkers Prev. 2013;22(7):1313–8.

De Villiers EM. Relationship between steroid hormone contraceptives and


HPV, cervical intraepithelial neoplasia and cervical carcinoma. Int J
Cancer. 2003;103:705-8.
40

De Villiers EM, Fauquet C, Broker TR, Bernard HU, zur Hausen H.


Classification of papillomaviruses. Virology.2004;324: 17–27.

De Villiers EM, Whitley C, Gunst K. Identification of new papillomavirus


types. Methods Mol Med. 2005;119:1–13.

Echelman D, Feldman S. Management of cervical precancers: aglobal


perspective. Hematol Oncol Clin North Am. 2012;26(1):31-44.

Eduardo LP, Attila T. Leticia T. Specimen self-collection and HPV DNA


screening in a pilotstudy of 100,242 women. Int. J. Cancer.
2014;135:109–16.

Elson DA, Riley RR, Lacey A, et al. Sensitivity of the cervical transformation
zone to estrogen induced squamous carcinogenesis. Cancer
Research 2000;60:1267-75.

Eperon I, Vassilakos P, Navarria I, Menoud PA, Gauthier A, et al.


Randomized comparison of vaginal self-sampling by standard vs. dry
swabs for Human papillomavirus testing. BMC Cancer. 2013;13:353.

Ersan G, Kose S, Senger SS, Gunes H, Sehirali S, Gurbuz I. The


prevalence and risk factors of human papillomavirus in female sex
workers. Eurasian J Med. 2013;45(1):16-20.

Ferlay J, Shin HR, Bray F, et al. GLOBOCAN 2008: Cancer incidence and
mortality worldwide: IARC Cancer Base No. 10. Lyon, France:
International Agency for Research on Cancer; 2010.

Forman D, de Martel C, Lacey CJ, et al. Global burden of human


papillomavirus and related diseases. Vaccine 2012;30:F12-F23.
41

Goldhaber-Fiebert JD, Stout NK, Salomon JA, Kuntz KM, Goldie SJ.Cost-
effectiveness of cervical cancer screening with human papillomavirus
DNA testing and HPV-16,18 vaccination. J Natl Cancer Inst.
2008;100(5):308-20.

Gravitt PE, Peyton CL, Alessi TQ, Wheeler CM, Coutlée F, et al. Improved
amplification of genital human papilloma viruses.J Clin Microbiol.
2000;38(1):357-61.

Howlader N, Noone AM, Krapcho M, et al. (2011). SEER cancer statistics


review,1975-2008, National Cancer Institute. Bethesda (MD).
Available at:http://seer.cancer.gov/csr/1975_2008/.

Jain Saroj, Diwan Anupama, Sardana Satish. 2015. Genital warts and
human papillomavirus: An update. Pelagia Research Library Der
Pharmacia Sinica, 2015, 6(6):16-26

Javanbakht M, Gorbach PM, Amani B, Walker S, Cranston RD, Datta SD,


et al. Concurrency, sex partner risk, and high-risk human
papillomavirus infection among African American, Asian, and Hispanic
women. Sex Transm Dis. 2010;37:68–74.

Kumar V.The Female Genital System and Breast. In: Kumar, Abbas,
Fausto, Mitchell; Robbins Basic Pathology. 8th edition. 2007:p.716- 21.

Kitchener HC, Almonte M, Wheeler P, Desai M, Gilham C, et al. HPV testing


in routine cervical screening: cross sectional data from the ARTISTIC
trial. Br J Cancer. 2006;95(1):56-61.
42

Lack N, West B, Jeffries D, Ekpo G, Morison L, et al. Comparison of non


invasive sampling method for detection of HPV in rural African
woman.Sex Transm Infect. 2005;81(3):239-41.

Lau S, Franco EL. Management of low-grade cervical lesions in young


women. CMAJ 2005;173(7):771-4.

Lazcano-Ponce E, Lőrincz AT, Torres L, Salmerón J, Cruz A, et al.


Specimen self-collection and HPV DNA screening in a pilot study of
100,242 women. Int J Cancer. 2014;135(1):109-16.

Lehoux M, D’Abramo CM, Archambault J. Molecular mechanisms of human


papillomavirus-induced carcinogenesis. Public Health Genomics.
2009;12:268–80.

Lu B, Kumar A, Castellsague X,Giuliano AR. Efficacy and safety of


prophylactic vaccines against cervical HPV infection and diseases
among women: a systematic review & meta-analysis. BMC Infect Dis.
2011;11:13.

Mayrand MH, Duarte-Franco E, Rodrigues I,Walter SD, Hanley J, et al.


Canadian Cervical CancerScreening Trial Study Group. Human
papillomavirus DNA versus papanicolaou screening tests for cervical
cancer. N Engl J Med. 2007;357(16):1579–88.

Meijer CJ, Berkhof J, Castle PE, Hesselink AT, Franco EL, et al. Guidelines
for human papillomavirus DNA test requirements for primary cervical
cancer screening in women 30 years and older. Int J Cancer.
2009;124(3):516-20.
43

Moscicki AB, Schiffman M, Burchell A, Albero G, Giuliano AR,et al. Updating


the natural history of human papillomavirus and anogenital
cancer.Vaccine. 2012;30(Suppl 5):F24-33.

Muñoz N, Bosch FX, de Sanjose S, Herrero R, Castellsague X, Shah KV,


et al. Epidemiologic classification of human papillomavirus types
associated with cervical cancer. N Engl J Med. 2003;348:518–27.

Muñoz N, Castellsagué X, de González AB, Gissman L. Chapter 1: HPV in


etiology of human cancer. Vaccine 2006;24:S3/1–S3/10.

Nurcahyo. Mengenal dan Mendeteksi Kanker Sedini Mungkin. Yayasan


Peduli Kanker Indonesia. 2010.

Ogilvie GS, Patrick DM, Schulzer M, Sellors JW, Petric M, et al. Diagnostic
accuracy of self collected vaginal specimen for human papilloma virus
compared to clinician collected human papillomavirus specimen: a
meta analysis. Sex Transm Infect. 2005;81(3):207-12.

Othman NH, Mohamad Zaki FH.Self collection tools for routine cervical
cancer screening: a review. Asian Pac J Cancer Prev.
2014;15(20):8563-9.

Peng RR, Li HM, Chang H, Li JH, Wang AL, Chen XS. Prevalence and
genotype distribution of cervical human papillomavirus infection
among female sex workers in Asia: a systematic literature review and
meta-analysis. Sex Health. 2012;9(2):113-9.

Petignat P, Faltin DL, Bruchim I, Tramèr MR, Franco EL, Coutlée F. Are
self-collected samples comparable to physician-collected cervical
44

specimens for human papillomavirus DNA testing? A systematic


review and meta-analysis. Gynecol Oncol. 2007;105(2):530-5.

Qiao YL, Sellors JW, Eder PS, Bao YP, Lim JM, et al. A new HPV-DNA test
for cervical-cancer screening in developing regions: a cross-sectional
study of clinical accuracy in rural China. Lancet Oncol.
2008;9(10):929-36.

Quincy, Brenda L. (2010). Acceptability and diagnostic accuracy in cervical


cancer screening: self collected human papilloma virus testing versus
liquid based cytology. Available from
http://search.proquest.com/docview/577071998

Rasjidi I. Epidemiologi Kanker Serviks. Divisi Ginekologi Onkologi,


Departemen Obstetri. Indonesian Journal of Cancer 2009:3(3):103-8.

Remschmidt C, Kaufmann AM, Hagemann I, Vartazarova E, Wichmann O,


Deleré Y. Risk factors for cervical human papillomavirus infection and
high-grade intraepithelial lesion in women aged 20 to 31 years in
Germany. Int J Gynecol Cancer. 2013;23(3):519-26.

Ronco G, Giorgi-Rossi P, Carozzi F, Confortini M, Dalla Palma P, et al.


Efficacy of human papillomavirus testing for the detection of invasive
cervical cancers and cervical intraepithelial neoplasia: a randomised
controlled trial. Lancet Oncol. 2010;11(3):249-57.

Sanner K, Wikström I, Strand A, Lindell M, Wilander E. Self-sampling of the


vaginal fl uid at home combined with high-risk HPV testing. Br J
Cancer. 2009;101(5):871-4.
45

Schiffman M, Doorbar J, Wentzensen N, Sanjose S, Fakhry C, et al.


Carcinogenic human papillomavirus infection Nat Rev Dis Primers.
2016:2:16086.

Soohoo M, Blas M, Byraiah G, Carcamo C, Brown B. Cervical HPV infection


in female sex workers: a global perspective. Open AIDS J. 2013;7:58–
66.

Stanley Margareth. 2012. Genital human papillomavirus infections: current


and prospective therapies. Journal of General Virology (2012), 93,
681–691

Stanley M, Jain S et al, 2015; CDC Sexually Transmitted Disease


prevention.

Tao L, Han L, Li X, Gao Q, Pan L, et al. Prevalence and risk factors for
cervical neoplasia:a cervical cancer screening program in Beijing.
BMC Public Health 2014;14:1185.

Tiggelaar SM, Lin MJ, Viscidi RP, et al. Age-specific human papillomavirus
antibody and DNA prevalence : a global review. J Adolesc Health.
2012;50(2):110–31.

Urban M, Banks E, Egger S, et al. Injectable and oral contraceptive use and
cancers of the breast, cervix, ovary, and endometrium in Black South
African women: case–control study. PLoS Med 2012;9(3):e1001182.

Wang J, Lin D, Peng H, et al. Cancer-derived immunoglobulin G promotes


LPS-induced proinflammatory cytokine production via binding to TLR4
in cervical cancer cells. Oncotarget 2014;5(20):9727–43.
46

Wang Z, Wang J, Fan J, Zhao W, Yang X, et al. Risk factors for cervical
intraepithelial neoplasia and cervical cancer in Chinese women: large
study in Jiexiu, Shanxi Province, China. J Cancer. 2017;8(6):924-32.

Warren JB, Gullett H, King VJ.Cervical cancer screening and updated Pap
guidelines. Prim Care. 2009;36(1):131-49.

WHO/ICO Information Centre on HPV and Cervical Cancer. HPV and


cervical cancer in the world: 2007 Report. Vaccine. 2007;25:C1–C26.

Woodman CB, Collins S, Winter H, et al. Natural history of cervical human


papillomavirus infection in young women: a longitudinal cohort study.
Lancet. 2001;357:1831-6.

Wright TC Jr, Massad LS, Dunton CJ, Spitzer M, Wilkinson EJ, et al. 2006
Consensus guidelines for the management of women with abnormal
cervical screening tests. J Low Genit Tract Dis. 2007;11(4):201-22.

Yanofsky Valerie, Patel Rita, Goldenberg Gery, et al. 2012. Literature


Review. Genital Warts – A Comprehensive Review. p25-36

Zhao FH, Lewkowitz AK, Chen F, Lin MJ, Hu SY, et al. Pooled analysis of
a self-sampling HPV DNA Test as a cervical cancer primary screening
method. J Natl Cancer Inst. 2012;104(3):178-88.

Zhu H, Shen Z, Luo H, Zhang W, Zhu X. Chlamydia trachomatis infection-


associated risk of cervical cancer: a meta-analysis. Medicine.
2016:95(13):e3077.
47

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

KOMITE ETIK PENELITIAN KESEHATAN


Sekretariat : Lantai 2 Gedung Laboratorium Terpadu
JL.PERINTIS KEMERDEKAAN KAMPUS TAMALANREA KM.10, Makassar. Telp.0411-5044671, Fax (0411) 586297.
Contact person dr. Agussalim Bukhari, Mmed, PhD, Sp.GK (HP. 081241850858, email: agussalimbukhari@
yahoo.com.

Lampiran 1
NASKAH PENJELASAN UNTUK RESPONDEN (SUBYEK)
Selamat pagi ibu, saya dr. Yurike Adehline , saat ini saya sedang menjalani
Program Pendidikan Dokter Spesialis di bidang Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan (OBGIN) Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin yang akan melakukan penelitian tentangyang akan melakukan
penelitian tentang genotip virus human papilloma tipe resiko rendah
(low risk) pada wanita pekerja seks komersial di Makassar.
Perlu ibu ketahui bahwa ibu menderita Infeksi daerah genital yang
kita curigai akibat virus jenis Humanpapiloma. Virus ini memiliki 2 tipe yaitu
resiko tinggi dan resiko rendah dimana yang resiko tinggi dapat
menyebabkan kanker serviks, dimana kanker serviks merupakan salah satu
jenis kanker yang memiliki perjalanan penyakit yang cukup lama. Pada
tahap awal, penyakit ini belum bergejala, sedangkan gejala nanti muncul
jika penyakit ini telah menjalar ke alat/organ tubuh yang lain (metastasis).
Pengobatan kanker serviks sampai saat ini belum memberikan hasil yang
memuaskan. Meskipun beberapa penderita dapat sembuh dari kanker
serviks; akan tetapi, beberapa di antaranya mengalami resistensi. Ada juga
yang resiko rendah yang bisa menyebabkan kutil kelamin dan keputihan
berbau. Walaupun jarang menyebabkan suatu penyakit keganasan tapi tipe
ini juga menyebabkan tumor jinak pada daerah genital. Oleh karena itu,
saya akan melakukan pengambilan cairan mulut rahim (serviks) ibu untuk
48

dilakukan pemeriksaan infeksi HPV dengan metode pemeriksaan tipe HPV


dengan metode PCR. Saya berharap akan memperoleh hasil yang
bermanfaat untuk pencegahan maupun pengobatan infeksi virus HPV ini
baik keputihan berbau, kutil kelamin, hingga kanker serviks..
Manfaat penelitian ini bagi ibu adalah setelah dilakukan pemeriksaan
ini ibu akan mengetahui hasil pemeriksaan apakah ibu terinfeksi salah satu
virus HPV yang merupakan penyebab terjadinya kanker leher rahim
sehingga dengan diketahui tipe HPV akan lebih mudah untuk memberikan
pengobatan lanjut.
Adapun prosedur yang akan saya lakukan adalah responden
mengisi kuesioner yang akan diberikan dan akan dilakukan pengambilan
swab di endoserviks ( bagian dalam leher rahim ). Saya akan memakai alat
pelindung diri. Ibu akan di minta untuk berbaring terlentang posisi litotomi (
posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki / disandarkan
ke penyangga tempat tidur ), masukkan spekulum vagina ke vagina
kemudian di buka hingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior,
serviks (leher rahim) vagina, dan kanalis servikalis (ibu akan merasa sedikit
tidak nyaman). Kemudian saya akan melakukan penilaian leher rahim ibu
normal atau tidak. Setelah itu dilakukan pengambilan sampel di endoserviks
(bagian dalam leher rahim). Setelah selesai pengambilan sampel spekulum
akan dilepaskan. Pengambilan sampel selesai. Efek samping yang
mungkin terjadi antara lain rasa nyeri dan rasa tidak nyaman di area sekitar
leher rahim dan nyeri akan hilang sendiri dalam 1 – 2 jam, bila nyeri masih
berlanjut dapat diberikan obat analgetik.
Saya sangat mengharapkan ibu bersedia untuk ikut dalam penelitian
ini dan bila bersedia diharapkan dapat memberikan persetujuan tertulis.
Keikutsertaan ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa paksaan, dan
untuk ibu yang ikut dalam penelitian ini akan diberikan bingkisan. oleh
karena itu ibu berhak menolak atau mengundurkan diri tanpa risiko
kehilangan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan kata lain
49

penolakan atau pengunduran diri ibu tidak akan mempengaruhi pelayanan


kesehatan yang seharusnya ibu dapatkan.
Seluruh biaya penelitian akan menjadi tanggungan dokter peneliti
dan tidak dibebankan pada ibu. Bila merasa masih ada yang perlu saya
jelaskan atau belum dimengerti dengan baik, maka ibu berhak menanyakan
dan akan saya jelaskan kepada ibu.
Keikutsertaan ibu dalam penelitian ini memberian sumbangan yang
besar bagi kemajuan ilmu dan upaya pencegahan dan pengobatan kanker
serviks. Karena itu kami sangat mengharapkan ibu bersedia untuk ikut
dalam penelitian ini secara sukarela dan mengijinkan kami menggunakan
data ibu dalam laporan kami baik laporan tertulis maupun laporan secara
lisan. Bila ibu bersedia, kami mengharapkan ibu memberikan persetujuan
secara tertulis. Keikutsertaan ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela
tanpa paksaan, oleh karena itu ibu berhak untuk menolak atau
mengundurkan diri dari penelitian ini.
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dan disimpan tanpa
menyebutkan nama ibu dalam arsip tertulis atau elektronik ( komputer ),
yang tidak bisa dilihat orang lain selain peneliti atau tim dari Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas hasanuddin
Apabila ibu setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka
kami akan meminta ibu untuk mengisi kuesioner dan menerima arahan
penggunaan alat baru serta dilakukan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan
terlatih.Jika memenuhi syarat untuk berpatisipasi dalam penelitian ini, maka
ibu menerima hasil pemeriksaan laboratoriumyang telah ibu jalani.
Kami menjamin keamanan dan kerahasiaan semua data pada
penelitian ini. Data akan disimpan dengan baik dan aman, sehingga hanya
bisa dilihat oleh yang berkepentingan saja. Data pribadi disamarkan pada
semua catatan dan pada pelaporan baik lisan ataupun tertulistidak akan
menggunakan data pribadi. Data penelitian akan disajikan pada forum
ilmiah Program Pasca Sarjana (S2) dan Program Pendidikan Dokter
Spesialis Obgin FK Universitas Hasanuddin.
50

Bila ibu merasa masih ada hal yang belum jelas atau belum
dimengerti dengan baik, maka ibu dapat menanyakan atau minta
penjelasan pada saya : dr. Yurike Adehline (telepon 0822 6660 9875).
Jika ibu setuju untuk berpartisipasi, diharapkan menandatangani surat
persetujuan mengikuti penelitian. Atas kesediaan dan kerjasamanya kami
ucapkan banyak terimakasih.

Identitas Peneliti :
Nama : dr. Yurike Adehline Chandra Montolalu
Alamat : Jl. Hertasning Utara 3A no.9
Telepon : 0822 6660 9875

DISETUJUI OLEH
KOMISI ETIK PENELITIAN KESEHATAN
FAK.KEDOKTERAN UNHAS
Tgl. ………………………..
51

Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
SETELAH MENDAPAT PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : …………………………………………………………….
Umur : …………………………………………………………….
Alamat : ……………………………………………………………..
Pekerjaan : ……………………………………………………………..
No Telepon : ……………………………………………………………..

Dengan sesungguhnya saya menyatakan bahwa setelah mendapat


penjelasan dan menyadari manfaat penelitian yang berjudul
“GENOTIP VIRUS HUMAN PAPILLOMA TIPE RESIKO RENDAH
(LOWRISK) PADA WANITA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI
MAKASSAR” maka saya setuju untuk diikutsertakan dalam penelitian ini
dan bersedia berperan serta dengan mematuhi ketentuan yang berlaku
dalam penelitian ini dan memberikan keterangan yang sebenarnya.

Saya tahu bahwa keikutsertaan saya ini bersifat sukarela tanpa


paksaan sehingga saya bisa menolak ikut dan mengundurkan diri dari
penelitian ini tanpa kehilangan hak saya untuk mendapat pelayanan
kesehatan. Juga saya berhak bertanya atau meminta penjelasan pada
peneliti bila masih ada hal yang belum jelas atau masih ada hal yang ingin
saya ketahui tentang penelitian ini.
Saya juga mengerti bahwa semua biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan penelitian ini, akan ditanggung oleh peneliti, demikian
juga biaya perawatan dan pengobatan bila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan akibat penelitian ini, akan dibiayai oleh peneliti.
52

Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran untuk


dipergunakan sebagaimana mestinya.

NAMA TANDA TANGAN TGL/BLN/THN

Klien ……………………… …………………… ………………….

Saksi 1 ……………………… …………………… ………………….

Saksi 2 ……………………… ……………………. ………………….

Penanggung Jawab Penelitian :


Nama : dr. Yurike Adehline Chandra Montolalu
Alamat : Jl. Hertasning Utara 3A no.9
Telepon : 0822 6660 9875

Penanggung Jawab Medik:


1. Nama : Dr. dr. Syarvianty Arifuddin, SpOG(K)
Telepon : 081357441772
2. Nama : dr. Hj. Susiawaty, SpOG(K), M.Kes
Telepon : 08124216136

DISETUJUI OLEH
KOMISI ETIK PENELITIANKESEHATAN
FAK.KEDOKTERAN UNHAS
Tgl. ………………………..
53

Lampiran 3
FORMULIR PENELITIAN PEMERIKSAAN GENOTIP VIRUS
HUMAN PAPILLOMA PADA WANITA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI
MAKASAR

Nomor sampel penelitian :


Tanggal pemeriksaan :
Pemeriksa :
Tempat pemeriksaan :
Nomor Register :
I. IDENTITAS
1. Nama :
2. Usia :
3. Pekerjaan :
4. Suku :
5. Alamat :
a. Di Makassar :
b. Di Tempat Lain :
c. Telepon rumah/HP:
d. Kontak person :

II. Data Umum Responden


1. Status Perkawinan : □ Tidak □ Kawin □ Janda
2. Lama Perkawinan : ....................................
3. Pekerjaan suami : …………………………
4. GPA : .........................................
5. Berat badan : .......................kg
6. Tinggi Badan : ......................cm
7. Tekanan darah : ......................mmHg
8. Lamanya menjadi PSK :
□ 3 bulan □ 3-6 bulan □ 1 tahun □ >1 tahun
54

9. Usia saat menjadi PSK :


□ <15 tahun □ ≥15 tahun
10. Usia pertama melakukan hubungan seksual :
□ <15 tahun □ ≥15 tahun
11. Jumlah pasangan seksual dalam 1 bulan terakhir :
□ <5 □ ≥5
11. Jumlah pasangan seksual baru dalam 1 bulan terakhir :
□1 □ 1-5 □ ≥5
12. Apakah anda menggunakan kontrasepsi? :
□ Tidak
□ Ya : □ Suntikan □ Kondom □ Pil Kombinasi □ IUD
13. Apakah pasangan seksual anda menggunakan kondom?
□ Tidak □ Ya
14. Apakah pernah terkena penyakit infeksi menular seksual (IMS)
sebelumnya?
□ Tidak □ Ya
15. Apakah anda tahu ada vaksin untuk Human Papilomavirus?
□ Tidak □ Ya
16. Apakah anda pernah vaksin untuk Human Papilomavirus?
□ Tidak □ Ya
17. Berapa penghasilan anda perbulan?
□ > 3.000.000 □ < 3.000.000

III. HASIL PEMERIKSAAN


1. Genotip/tipe HPV dengan PCR : .............................................
55

DUMMY TABLE PENELITIAN


Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik N %
Usia (tahun)
Pendidikan (tahun)
Tidak sekolah
<9
>9
Jumlah anak
0
1-3
>3
Status pernikahan
Tidak menikah
Menikah
Janda
Usia saat menjadi PSK
<15 tahun
>15 tahun
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual
<15 tahun
≥15 tahun
Jumlah pasangan seksual dalam 1 bulan terakhir
<5
≥5
Jumlah pasangan seksual baru dalam 1 bulan terakhir
1-5
>5
Riwayat penyakit infeksi menular seksual (IMS)
Tidak
Ya
56

Riwayat vaksin HPV


Tidak
Ya
Penghasilan perbulan
> 3.000.000
< 3.000.000

Tabel 2. Hasil pemeriksaan genotip HPV dengan metode PCR


Tipe HPV N % p

Low-risk

High-risk

Anda mungkin juga menyukai