Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

PLASENTA AKRETA

Rotasi Obstetri III

Oleh :

dr. Tri Gunawan

Pembimbing : dr. Shinta Prawitasari, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FK UGM- RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
2014
A. Pendahuluan

Plasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk


menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh plasenta,
menginvasi dinding rahim sehingga sulit terlepas. Ketika villi chorialis
menginvasi hanya miometrium, dikatakan plasenta inkreta; sedangkan plasenta
perkreta menggambarkan invasi miometrium dan serosa, dan kadang-kadang ke
organ-organ yang berdekatan, seperti kandung kemih. Secara klinis, plasenta
akreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta tidak sepenuhnya terpisah
dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik yang masif, menyebabkan DIC,
histerektomi, repair pada cidera ureter, kandung kemih, usus, atau struktur
neurovaskular, sindrom gangguan pernapasan dewasa, reaksi transfusi akut;
ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal ginjal. Hilangnya darah rata-rata
persalinan pada wanita dengan plasenta akreta adalah 3.000-5.000 ml. Sebanyak
90% pasien dengan plasenta akreta membutuhkan transfusi darah, dan 40%
membutuhkan lebih dari 10 unit PRC. Kematian ibu dengan plasenta akreta
dilaporkan setinggi 7%. Kematian ibu dapat terjadi meskipun perencanaan yang
optimal, manajemen transfusi, dan perawatan bedah. Studi kohort dari 39.244
wanita yang menjalani sesar, peneliti mengidentifikasi 186 termyata dlakukan
cesarean hysterectomy atas indikasi yang paling sering adalah plasenta akreta
(38%).1
Plasenta akreta menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di dunia.
Plasenta perkreta adalah tipe yang jarang, jika tidak didiagnosis dini, dapat
menyebabkan morbiditas berat maternal. Seksio sesarea sebelumnya dan operasi
intrauterin merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta akreta
maupun perkreta. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat operasi
caesar telah meningkat di AS dari 5,5% pada tahun 1970 menjadi 32,8% pada
tahun 2010.2 Jika tingkat operasi caesar terus meningkat pada tingkat saat ini,
lebih dari 50% dari semua kelahiran di AS diperkirakan dilakukan dengan operasi
caesar pada tahun 2020. Hal ini bisa mengakibatkan lebih dari 6000 kasus
plasenta previa, 4500 kasus plasenta akreta, dan 130 kematian ibu.2
B. DEFINISI
Istilah plasenta adhehernt menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke
dinding rahim dan terbagi menjadi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta.
Plasenta akreta adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung
ke miometrium; plasenta inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta
menginvasi ke dalam miometrium; dan plasenta perkreta adalah plasenta
dimana vili plasenta menginvasi lebih dalam dari miometrium hingga ke serosa
bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya misalkan kandung kemih.
Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan
7% adalah plasenta perkreta. Kedalaman dari invasi plasenta merupakan hal
yang penting secara klinis karena managemen intervensi bergantung padanya.
Plasenta akreta dapat dibagi lagi menjadi plasenta akreta total, plasenta akreta
parsial, dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah jaringan plasenta yang
terlibat dalam invasi ke miometrium.
Patogenesis plasenta akreta tidak jelas; namun ada beberapa teori yang
diusulkan. Abnormal vaskularisasi yang dihasilkan dari proses jaringan parut
setelah operasi dengan sekunder hipoksia lokal yang mengarah ke rusaknya
desidualisasi dan invasi trofoblas yang berlebihan tampaknya menjadi hal yang
paling menonjol, atau setidaknya merupakan teori yang paling didukung
sampai saat ini, menjelaskan patogenesis plasenta akreta pada tahap ini.3

C. INSIDEN DAN FAKTOR RISIKO


Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus
dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Peneliti telah melaporkan
kejadian plasenta akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode 1982-
2002 di Amerika. Hal ini meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar 1
dari 4.027 kehamilan pada tahun 1970, meningkat menjadi 1 dalam 2.510
kehamilan pada tahun 1980.
Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta akreta adalah mereka
yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh operasi
sesar sebelumnya dengan baik plasenta previa anterior atau posterior yang
melintasi parut uterus. Para penulis dari sebuah studi menemukan bahwa
dengan adanya suatu plasenta previa, risiko plasenta akreta adalah 3%, 11%,
40%, 61%, dan 67% untuk pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima atau
lebih pada masing-masing riwayat operasi kelahiran sesar. 1 Faktor risiko
tambahan yang dilaporkan untuk plasenta akreta meliputi usia ibu dan
multiparitas, bedah rahim lain sebelumnya, kuretase uterus sebelumnya, ablasi
endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim, hipertensi
dalam kehamilan, dan merokok. Meskipun ini dan faktor risiko lain telah
dijelaskan, kontribusi nyata akan frekuensi plasenta akreta tetap belum
diketahui.4

D. DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS DAN
PEMERIKSAAN
KLINIS
Kebanyakan pasien
dengan plasenta akreta tidak
menunjukkan gejala.
Gejala yang berhubungan
dengan plasenta akreta mungkin termasuk perdarahan vaginal dan kram.
Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus dengan plasenta previa, yang
merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta akreta. Meskipun jarang,
kasus dengan nyeri akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik
dari ruptur uteri sekunder bisa karena plasenta perkreta. Skenario kritis ini
dapat terjadi setiap saat selama kehamilan dari trimester pertama hingga
kehamilan aterm dengan tidak adanya tanda-tanda persalinan.
Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada
organ-organ lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC,
transfusi darah, sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca
operasi, morbiditas karena infeksi, kegagalan multisistem organ, dan
kematian. Komplikasi genital, saluran kemih yang umum dan termasuk
cystotomy pada sekitar 15% kasus dan cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh
karena itu diagnosis prenatal yang akurat sangat penting untuk
meminimalkan risiko ini.3
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik
diagnostik pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG
transvaginal aman untuk pasien dengan plasenta previa dan
memungkinkan lebih lengkap dalam hal pemeriksaan segmen bawah
rahim.
Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk
mendiagnosis plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-
98%, nilai prediksi positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%.
Penggunaan daya Doppler, warna Doppler, atau pencitraan tiga dimensi
tidak secara signifikan meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan
dengan yang dicapai oleh ultrasonografi grayscale saja.1
Ultrasonografi pada plasenta akreta dapat kita lihat seperti berikut
ini:
First Trimester
1) Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus
telah berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta akreta pada
trimester ketiga.
2) Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental
bed pada trimester pertama berkorelasi dengan plasenta akreta.
3) Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan yang
penting. Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS
tertanam ke bekas luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada
dasar kandung kemih (Figure 1). Jika tidak ditangani, implantasi
bekas luka caesar dapat menyebabkan kelainan utama pada plasenta
seperti plasenta akreta, perkreta, dan inkreta. Penanganan implantasi
pada bekas luka caesar termasuk injeksi langsung pada kantung
kehamilan dengan methotrexate di bawah bimbingan USG.3

Meskipun ada laporan kasus terisolasi dari plasenta akreta


didiagnosis pada trimester pertama atau pada saat abortus usia kehamilan
< 20 minggu, nilai prediktif trimester pertama USG untuk diagnosis ini
masih belum diketahui. USG pada trimester pertama tidak boleh
digunakan secara rutin untuk menegakkan atau mengecualikan diagnosis
plasenta akreta. Atau, karena asosiasi mereka dengan plasenta akreta,
wanita dengan plasenta previa atau "plasenta letak rendah " yang
melintas pada bekas luka uterus pada awal kehamilan harus menjalani
follow up pencitraan pada trimester ketiga dengan memperhatikan
adanya potensi karena plasenta akreta.4

Second and Third Trimesters


1) Beberapa vascular lacunae dalam plasenta telah memiliki korelasi
dengan sensitivitas yang tinggi (80% -90%) dan tingkat positif palsu
rendah untuk plasenta akreta (Figure 2) . Placenta lacunae pada
trimester kedua tampaknya memiliki sensitivitas dan positive
predictive value sangat tinggi dibanding marker lain untuk plasenta
akreta.
2) Kehilangan zona hipoekhoik retroplasenta yang normal, juga disebut
sebagai hilangnya ruang yang jelas antara plasenta dan rahim, adalah
salah satu penanda (Figure 3). Temuan sonografi ini telah dilaporkan
memiliki tingkat deteksi sekitar 93% dengan sensitivitas 52% dan
spesifisitas 57%. Nilai rerata false positive, bagaimanapun, telah
berada di kisaran 21% atau lebih tinggi. Penanda ini tidak boleh
digunakan sendiri, karena hal ini sangat tergantung pada sudut
pengambilan saat USG dan dapat absen pada plasenta anterior yang
normal.
3) Kelainan pada permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih
termasuk gangguan garis, penebalan garis, ketidakteraturan garis, dan
peningkatan vaskularisasi pada pencitraan warna Doppler (Figure 4) .
Normal permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih adalah
garis tipis lebar yang halus tanpa ireguleritas atau vaskular yang
meningkat (Figure 5). Kelainan permukaan antara uterus serosa-
kandung kemih ini meliputi, penebalan, ireguleritas, peningkatan
vaskularisasi, seperti varises dan bulging plasenta ke dalam dinding
posterior kandung kemih.
Temuan USG di bawah ini berhubungan erat dengan sensitifitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk plasenta akreta.
4) Ekstension dari vili ke dalam miometrium, serosa, atau kandung
kemih mengarahkan ke plasenta akreta.
5) Ketebalan miometrium retroplasenta kurang dari 1 mm merupakan
temuan yang karakteristik.
6) Aliran darah turbulen melalui lacunae pada Doppler sonografi terkait
dengan plasenta akreta.
Multipel vascular lacunae dalam plasenta, atau Swiss cheese appearance,
adalah salah satu yang paling penting sonografi plasenta akreta di
trimester ketiga. Patogenesis temuan ini mungkin terkait dengan
perubahan jaringan plasenta akibat paparan jangka panjang dari pulsatile
blood flow. Ketika multipel, terutama 4 atau lebih lacunae, temuan ini
telah berkorelasi dengan tingkat deteksi 100% untuk plasenta akreta.
Penanda ini juga memiliki tingkat positif palsu rendah, tetapi harus dicatat
bahwa plasenta akreta telah dilaporkan dengan tidak adanya multipel
vascular lacunae pada plasenta.3
Greyscale:
● Hilangnya zona sonolucent retroplasenta
● Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur
● Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface
● Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih
● abnormal placenta lacunae
Doppler:
● Difus atau fokal aliran lacunar
● danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity > 15 cm
/detik)
● Hipervaskularisasi serosa-bladder interface
● markedly dilated vessels over peripheral subplacental zon
3D Power Doppler:
● Banyak koheren pembuluh darah melibatkan seluruh pertemuan antara
serosa uterus dengan kandung kemih (basal viewl)
● Hipervaskularisasi (lateral view)
● Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic
branching, detour vessels (lateral view).5
b. Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging lebih mahal daripada ultrasonografi
dan membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi
plasenta abnormal. Meskipun kebanyakan studi telah menyarankan akurasi
diagnostik yang sebanding MRI dan USG untuk plasenta akreta, MRI
dianggap sebagai modalitas tambahan dan menambahkan sedikit dengan
akurasi diagnostik ultrasonografi. Namun, ketika ada temuan USG ambigu
atau kecurigaan dari akreta plasenta posterior, dengan atau tanpa plasenta
previa, ultrasonografi mungkin tidak cukup. Sebuah studi prospektif seri
dari 300 kasus yang dipublikasikan pada tahun 2005 menunjukkan bahwa
MRI mampu menguraikan anatomi invasi dan menghubungkannya dengan
sistem vaskular anastomosis daerah sekitar. Selain itu, penelitian ini
menunjukkan bahwa menggunakan MRI irisan aksial dapat
mengkonfirmasi invasi dari parametrium dan kemungkinan keterlibatan
ureter.
Kontroversi seputar penggunaan berbasis kontras gadolinium
meskipun menambah spesifisitas diagnosis plasenta akreta dengan MRI.
Penggunaan kontras gadolinium MRI memungkinkan untuk lebih jelas
melukiskan permukaan relatif luar plasenta terhadap miometrium dan
membedakan antara heterogen pembuluh darah dalam plasenta dari yang
disebabkan oleh pembuluh darah ibu. Ketidakpastian mengenai risiko efek
ke janin oleh gadolinium karena mampu melintasi plasenta dan mudah
memasuki sistem peredaran darah janin, The Contrast Media Safety
Committee of the European Society of Urogenital Radiology dari literatur
terakhir menentukan bahwa tidak ada pengaruh pada janin yang dilaporkan
setelah penggunaan media kontras gadolinium. Namun, American College
of Radiology guidance document for safe MRI practices
merekomendasikan bahwa gadolinium intravena harus dihindari selama
kehamilan dan harus digunakan hanya jika benar-benar penting.1
Peran MRI dalam mendiagnosis plasenta akreta masih
diperdebatkan. Dua studi banding terakhir telah menampilkan sonografi
dan MRI sebanding: dalam studi pertama 15 dari 32 wanita terdiagnosis
akreta (sensitivitas 93% dibandingkan 80% dan spesifisitas 71%
dibandingkan 65% untuk USG dibandingkan MRI); di studi kedua 12 dari
50 wanita akhirnya memiliki akreta dan MRI dan Doppler menunjukkan
tidak ada perbedaan dalam hal mendeteksi plasenta akreta (P = 0,74),
meskipun MRI lebih baik dalam mendeteksi kedalaman infiltrasi di kasus
plasenta akreta (P <0,001). Banyak penulis telah menganjurkan MRI bagi
perempuan yang pada temuan USGnya inconclusive.
Fitur MRI utama plasenta akreta meliputi:
● uterine bulging
● intensitas sinyal heterogen dalam plasenta
● dark intraplacental bands pada pencitraan T2.5
Beberapa peneliti melaporkan bahwa tingkat sensitivitas MRI 80%-85%
dengan spesifisitas 65%-100% dalam hal mendiagnosis plasenta akreta.3

c. Pemeriksaan laboratorium
Ada faktor risiko plasenta akreta yang dapat diperiksa dengan
skrining MSAFP seperti untuk cacat tabung saraf dan aneuploidies. Hung
dan temannya (1999) menganalisis lebih dari 9300 wanita diskrining untuk
Down syndrome pada 14 sampai 22 minggu. Mereka melaporkan 54 kali
lipat meningkat risiko untuk akreta pada wanita dengan plasenta previa.
Risiko untuk akreta meningka 8x lipat bila kadar MSAFP melebihi 2,5
MoM; itu meningkat 4x lipat ketika kadar free beta-hCG yang lebih besar
dari 2,5 MoM; dan itu meningkat tiga kali lipat saat usia ibu adalah 35
tahun atau lebih.6
d. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat
berdasarkan hasil dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan
histerektomi. Diagnosis definitif tergantung pada visualisasi dari villi
chorialis yang menginvasi atau tertanam pada miometrium dengan tidak
adanya desidua di lapisan antara mereka.3

E. MANAJEMEN

1. Manajemen antepartum
Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada
kemungkinan dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila
plasenta akreta tegak didiagnosis, wanita dengan dicurigai plasenta
akreta harus dijadualkan untuk ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah
yang lengkap dan memiliki bank darah yang dapat memfasilitasi
transfusi jumlah besar berbagai produk darah. Suplementasi dengan
besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan simpanan zat besi dan daya
dukung oksigenasi.4
Perencanaan persalinan mungkin melibatkan ahli anestesi,
dokter kandungan, dokter bedah panggul seperti ahli onkologi
ginekologi, ahli bedah intensiv, neonatologist, bedah urologi, ahli
hematologi, dan ahli radiologi intervensi untuk mengoptimalkan
outcome pasien. Untuk meningkatkan keselamatan pasien, adalah
penting bahwa persalinan dilakukan oleh tim obstetri berpengalaman
yang termasuk ahli bedah kebidanan, dengan spesialis bedah lainnya,
seperti urolog, dokter bedah umum, dan ahli ginekologi-onkologi,
tersedia jika diperlukan. Karena risiko kehilangan darah yang besar,
perhatian harus diberikan untuk kadar hemoglobin ibu sebelum operasi,
jika mungkin. Banyak pasien dengan plasenta akreta membutuhkan
kelahiran prematur darurat karena perdarahan banyak yang tiba-tiba.
Timing of delivery pada kasus dugaan plasenta akreta harus
individual. Keputusan ini harus dibuat bersama-sama dengan pasien,
dokter kandungan, dan neonatologist. Konseling pasien harus
mencakup diskusi kebutuhan potensial untuk histerektomi, risiko
perdarahan yang besar, dan kemungkinan kematian ibu. Meskipun
persalinan telah direncanakan, rencana kemungkinan persalinan darurat
harus dikembangkan untuk masing-masing pasien, yang mungkin
termasuk managemen perdarahan maternal.
Timing of delivery harus individual, tergantung pada keadaan
dan preferensi pasien. Salah satu pilihan adalah dengan melakukan
terminasi setelah paru janin matang yang dibuktikan dengan
amniosentesis. Namun, hasil analisis keputusan baru-baru ini
menyarankan untuk mengkombinasikan outcome ibu dan bayi
dioptimalkan pada pasien stabil dengan terminasi pada 34 minggu
kehamilan tanpa amniosintesis. Keputusan untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dan waktu pemberiannya harus individual.1
Pada sebuah studi yang melibatkan 99 kasus plasenta akreta yang
didiagnosis sebelum persalinan, 4 dari 9 dengan persalinan >36 minggu
diperlukan terminasi emergensi karena perdarahan. Jika tidak ada
perdarahan antepartum atau komplikasi lainnya, direncanakan terminasi
saat akhir prematur dapat diterima untuk mengurangi kemungkinan
persalinan darurat yang terjadi dengan segala komplikasinya.4
2. Manajemen preoperatif
Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan
personil dan dukungan pelayanan yang diperlukan untuk mengelola
komplikasi potensial. Penilaian oleh anestesi harus dilakukan sedini
mungkin sebelum operasi. Kedua teknik anestesi baik umum dan
regional telah terbukti aman dalam situasi klinis ini. Antibiotik
profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi atau
kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif Cystoscopy
dengan penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera
saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way
ditempatkan di kandung kemih melalui uretra untuk memungkinkan
irigasi, drainase, dan distensi kandung kemih, yang diperlukan, selama
diseksi. Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap
potensi perdarahan masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian
darah dalam situasi trauma menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen
plasma. PRC dan fresh frozen plasma harus tersedia dalam kamar
operasi. Tambahan faktor koagulasi darah dan unit darah lainnya harus
diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi tanda-tanda vital pasien
dan stabilitas hemodinamik pasien.1
USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat
membantu dalam menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan
incisi rahim untuk memberikan visualisasi yang memadai dan
menghindari mengganggu plasenta sebelum pengeluaran janin.4

3. Manajemen operatif
Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus
yang dicurigai plasenta akreta yakni direncanakan histerektomi sesarea
prematur dengan plasenta ditinggalkan in situ karena pengeluaran
plasenta dikaitkan dengan morbiditas akibat perdarahan yang
signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat dianggap sebagai
pengobatan lini pertama untuk wanita yang memiliki keinginan yang
kuat untuk kesuburan di masa depan. Oleh karena itu, manajemen
operasi plasenta akreta dapat individual tergantung kasusnya masing
masing.
Pasien ditempatkan di meja operasi dengan posisi modifikasi
dorsal litotomi dengan kemiringan lateral yang kiri untuk
memungkinkan penilaian langsung dari perdarahan vagina,
menyediakan akses untuk penempatan paket vagina, dan
memungkinkan tambahan ruang untuk asisten bedah. Karena prosedur
ini diantisipasi akan berkepanjangan, padding dan posisi untuk
mencegah kompresi saraf dan pencegahan dan pengobatan hipotermia
adalah penting. Meminimalkan kehilangan darah sangat penting.
Pilihan sayatan harus dibuat berdasarkan habitus tubuh pasien dan
sejarah operasi pasien. Penggunaan sayatan vertikal linea mediana
mungkin dilakukan karena memberikan daerah cukup jika histerektomi
diperlukan. Insisi uterus klasik, sering transfundal, mungkin diperlukan
untuk menghindari plasenta dan memungkinkan pengeluaran bayi.
Ultrasound pemetaan lokas plasenta, baik sebelum operasi atau
intraoperatif, mungkin dapat membantu. Karena positive predictive
value ultrasonografi untuk plasenta akreta berkisar dari 65% hingga
93%, adalah wajar untuk menunggu pelepasan plasenta spontan untuk
mengkonfirmasi plasenta akreta secara klinis.
Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika
histerektomi diperlukan, pendekatan standar yakni untuk meninggalkan
plasenta in situ, dengan cepat menggunakan "whip stitch" untuk
menutup incisi histerotomi, dan lanjutkan dengan histerektomi.
Sedangkan histerektomi dilakukan dengan cara biasa, diseksi flap
kandung kemih dapat dilakukan relatif lambat, setelah kontrol jaringan
pembuluh arteri uterus tercapai, dalam kasus akreta anterior, tergantung
pada temuan intraoperatif. Kadang-kadang, histerektomi subtotal dapat
dipertimbangkan, namun perdarahan terus-menerus dari leher rahim
mungkin menghalangi managemen ini dan membuat histerektomi total
tetap diperlukan.
Ada laporan dari pendekatan alternatif untuk pengelolaan plasenta
akreta yang meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface,
mengambil tali pusatnya, dan meninggalkan plasenta in situ, dengan
reseksi parsial plasenta untuk meminimalkan ukurannya. Namun, hal
ini harus dipertimbangkan hanya bila pasien memiliki keinginan yang
kuat untuk kesuburan masa depan serta stabilitas hemodinamik yang
baik, status koagulasi normal, dan bersedia menerima risiko akibat
managemen ini. Pasien harus diberi konseling bahwa hasilnya ini tidak
dapat diprediksi dan bahwa ada peningkatan risiko komplikasi yang
signifikan termasuk histerektomi. Kasus yang dilaporkan dari
kehamilan yang sukses berikutnya pada pasien yang diobati dengan
pendekatan ini jarang terjadi. Pendekatan ini harus ditinggalkan dan
histerektomi dilakukan jika perdarahan yang berlebihan. Dari 26 pasien
yang diobati dengan pendekatan ini, 21 (80,7%) berhasil terhindar dari
histerektomi, sedangkan 5 (19,3%) pada akhirnya dilakukan
histerektomi. Namun, sebagian besar dari 21 pasien yang terhindar dari
histerektomi tidak memerlukan pengobatan tambahan, termasuk ligasi
arteri hipogastrik, embolisasi arteri, methotrexate, transfusi produk
darah, antibiotik, atau kuretase. Kecuali dalam kasus-kasus tertentu,
histerektomi tetap managemen pilihan untuk pasien dengan plasenta
akreta.1
Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi,
prosedur yang dapat kita lakukan yakni:

Pelvic artery ligation and ambolization

Pelvic pressure packing

Aortic compresion and clamping.4

4. Manajemen postoperatif
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta
beresiko untuk mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan
dengan intraoperatif seperti hipotensi, koagulopati persisten dan
anemia, dan operasi berkepanjangan. Disfungsi ginjal, jantung, dan
organ lainnya sering terjadi dan harus dipikirkan. Sindrom Sheehan
(baik transien dan permanen) telah dilaporkan terjadi akibat perdarahan
postpartum yang massif, dan hiponatremia mungkin merupakan tanda
awal. Jika volume besar kristaloid dan produk darah diberikan saat
intraoperatif, pasien juga berisiko untuk terjadi edema paru, cidera paru
akut terkait transfusi, dan / atau sindrom gangguan pernapasan akut.
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi
tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan).
Output urin harus diukur melalui kateter urin. Pemantauan vena
sentral ,dan penilaian perifer oksigenasi dengan pulse oksimetri dapat
membantu dalam beberapa kasus. Koreksi koagulopati dan anemia
berat dengan produk darah harus dilakukan. Pasien harus dievaluasi
secara klinis untuk potensi kehilangan darah dari luka sayatan perut dan
vagina, dan kemungkinan pendarahan intraabdominal berulang atau
retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan serum
elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria,
kemungkinan cedera saluran kemih yang tidak diketahui harus
dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk
mereka yang membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko
komplikasi tromboemboli.4
Daftar Pustaka

1. Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans


and Gynecologists, July 2012.
2. Sivasankar Chitra, Perioperative management of undiagnosed placenta
percreta: case report and management strategies, International Journal of
Women’s Health,2012, USA.
3. Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American
Institute of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.
4. Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine, Placenta
Accreta, American Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2010,Washington
DC.
5. Green – top Guideline No 27, Placenta praevia, placenta praevia accreta and
vasa praevia: diagnosis and management, Royal College of Obstetricans and
Gynaecologists,January 2011.
6. Cunningham,Leveno, Bloom, Hauth, Rouse,Spong, Williams Obstetrics 23
edition, Chapter 35: Obstetrics Haemorrhage, pp 776-780, 2010.

Anda mungkin juga menyukai