Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1

LATAR BELAKANG
Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat

kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan, atau segera setelah
persalinan. Sampai sekarang etiologi pre eklampsia masih belum diketahui. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian maternal
dan perinatal yang paling tinggi dalam ilmu kebidanan.
Faktor Risiko Pre-eklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misalnya Diabetes Melitus, Hipertensi kronik,
kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati.
Mortalitas maternal pada pre eklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari pre
eklampsia dan eklampsianya seperti: Hellp syndrome, solusio plasenta, hipofibrigonemia,
hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan oedema pulmo dan
nekrosis hati.
Mortalitas perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intra uterin,
prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin. Asfiksia terjadi karena adanya
gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme arteriole spiralis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan berhentinya DJJ, tidak tumbuhnya kandungan dapat dideteksi dengan rontgen,
USG atau pemeriksaan sebelum melahirkan. Penatalaksanaan tergantung umur kehamilan
terdeteksinya kematian janin tersebut.

I.2

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan pre-eklamsia
berat?

I.3

TUJUAN
Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan preeklamsia berat.

2
I.4

MANFAAT
I.4.1

Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu


kebidanan dan kandungan pada khususnya

I.4.2

Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti


kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan

BAB II
STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
II.1

IDENTITAS PASIEN
No Reg

: 274210

Nama penderita

: Ny. L

Nama suami

: Tn. D

Umur penderita

: 39 tahun

Umur suami

: 34 tahun

Alamat

: Wonosari

Pekerjaan penderita

: IRT

Pekerjaan suami

: Petani

Pendidikan suami

: SD

Pendidikan penderita : SD
II.2

ANAMNESA
1. Masuk rumah sakit tanggal : 06 Februari 2011, Pukul 06.45
2. Keluhan utama : Kenceng-kenceng
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD dengan keluhan kencengkenceng sejak kemarin pukul 08.00 (tgl 05 Feb 2011). Kemudian pada pukul
11.00 pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir merembes. Besoknya pasien
memeriksakan diri ke bidan dan dikatakan belum pembukaan sehingga pasien
disuruh pulang. Pukul 19.00 pasien memeriksa diri ke bidan lagi, kemudian
diperiksa dan tensi pasien tinggi sehingga pasien di rujuk ke RSUD.
4. Riwayat kehamilan yang sekarang : ini merupakan kehamilan kedua pasien
5. Riwayat menstruasi : menarche umur 12 tahun, HPHT : 01-05-2012 bulan,
perkiraan lahir 04 Februari 2012
6. Riwayat perkawinan : 1 kali, lama 3 tahun, umur pertama menikah 36 tahun.
7. Riwayat persalinan sebelumnya : anak 1 mengalami keguguran
8. Riwayat penggunaan kontrasepsi : 9. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : (-)
10. Riwayat penyakit keluarga : disangkal

11. Riwayat kebiasaan dan sosial : (-), sosial menengah kebawah.


12. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : -

II.3

PEMERIKSAAN FISIK
a.

Status present

Keadaan umum : cukup, kesadaran compos mentis

Tekanan darah : 160/80mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu: 36,5C

RR : 18x/menit

TB : 143 cm, BB : 68 kg

b.

Pemeriksaan umum

Kulit : normal

Kepala :
Mata

: anemi (-/-), ikterik (-/-), odem palpebra (-/-)

Wajah

: simetris

Mulut

: kebersihan gigi geligi cukup, stomatitis (-),


hiperemi pharyng (-), pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-), pembesaran


kelenjar tyroid (-)

Thorax
Paru :
Inspeksi : Pergerakan pernafasan simetris, tipe pernapasan normal.
Retraksi costa (-/-)
Palpasi : teraba massa abnormal (-/-), pembesaran kelenjar axilla (-/-)
Perkusi : sonor (+/+), hipersonor (-/-), pekak (-/-)
Auskultasi : vesikuler (+/+), suara nafas menurun (-/-)
wheezing (-/-), ronchi (-/-)
Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : thrill (-)
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : denyut jantung regular, S1/S2

Abdomen
Inspeksi : distensi (-), gambaran pembuluh darah collateral (-).
Palpasi : pembesaran organ (-), nyeri tekan (-), teraba massa abnormal
(-).

Perkusi : tympani (+)


Auskultasi : suara bising usus normal, metalic sound (-)

c.

Ekstremitas: odema (-/-)

Status obstetri :

Pemeriksaan luar :
Leopold I

: Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah procesus xiphoideus/ 31 cm.


Bagian teratas teraba agak bulat, besar lunak, tidak melenting. Bagian
teratas kesan bokong

Leopold II

: Tahanan memanjang sebelah kanan. Bagian kanan terkesan punggung

Leopold III

: Bagian terendah teraba bulat, keras, dan melenting. Bagian terendah


kesan kepala

Leopold IV

: Bagian terendah masuk PAP 1/5

Bunyi jantung janin

: 139 x/menit, regular

Pemeriksaan Dalam
Pengeluaran pervaginam
Vulva / vagina

: , slym (+)

Pembukaan waktu his : seujung jari

II.4

Penipisan portio

: 25%

Kulit Ketuban

: (+) menonjol

Bagian terdahulu

: Kepala

Hodge

:I

Molase

:-

Ringkasan
Anamnesa

Kenceng disertai dengan keluar cairan merembes sejak kemarin (tgl 05 Feb 2012).
Kemudian pasien pergi periksa ke bidan pukul 11.00 (05 des 2011), Besoknya pasien
memeriksakan diri ke bidan dan dikatakan belum pembukaan sehingga pasien disuruh
pulang. Pukul 19.00 pasien memeriksa diri ke bidan lagi, kemudian diperiksa dan tensi
pasien tinggi sehingga pasien di rujuk ke RSUD.
Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis,
tekanan darah : 160/80 mmHg, nadi : 80x/menit, suhu: 36,5C, pernapasan :
18x/menit.

Pemeriksaan obstetric luar

TFU 3 jari dibawah prosesus xipoideus, 31 cm. Bagian teratas kesan bokong,
punggung janin sebelah kanan, bagian terendah janin kesan kepala, bagian terendah
masuk PAP, 1/5. Bunyi jantung janin : 139x/menit, regular

Pemeriksaan obstetric dalam :


Vulva / vagina : slym, pembukaan : seujung jari, penipisan portio 25%, ketuban (+)
menonjol, BBA kepala di H1
Diagnose

: GIIP0000Ab100 uk 41-42 minggu dengan Preeklampsia Berat

Rencana tindakan

1. IVFD RL 20 tpm
2. Pasang DC
3. Injeksi MgSO4 20% 4gr iv + 6gr drip dalam D5
4. chromalux tab/6 jam
5. Observasi TTV
6. Observasi inpartu

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Preeklamsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan. Di samping perdarahan dan infeksi, penyakit ini masih merupakan penyebab
utama kematian ibu dan perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini preeklamsia,
yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah
umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20
minggu bila terjadi penyakit trofoblas. Untuk menegakkan diagnosis preeklamsia, kenaikan
tekanan darah sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan,
atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan darah diastolik sebenarnya lebih
dapat dipercaya.
Apabila tekanan diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih,
maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Pengukuran tekanan darah ini dilakukan sekurangkurangnya dua kali dengan selang waktu 6 jam dalam keadaan istirahat. Proteinuria
didefinisikan sebaai peningkatan ekskresi protein dalam urine sebanyak 0,3 gr protein dalam
24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada tes dipstick) dalam pengambilan urine sewaktu dan tidak
adanya bukti infeksi saluran kemih.

KLASIFIKASI

Menurut Report on The National High Blood Pressure Education Program Working Group
on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183, 5. July 2000). Hipertensi dalam
kehamilan diklasifikasi sebagai berikut:
1. Hipertensi Gestasional
Pada kehamilan dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg, tanpa disertai
proteinuria dan biasanya tekanan darah akan kembali normal sebelum 12 minggu
pasca-persalinan.
2. Preeklampsia
Apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu
disertai dengan proteinuria 300 mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick 1
+.
3. Eklampsia
Ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia, dapat disertai koma.
4. Hipertensi Kronik
Dari sebelum hamil, atau sebelum kehamilan 20 minggu, ditemukan tekanan darah
140/90 mmHg dan tidak menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan.
5. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia
Pada wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria 300 mg/24 jam
setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai gejala dan tanda preeklampsia
lainnya.
Dalam pengelolaan klinis, preeklampsia dibagi sebagai berikut:
1. Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan:
- Tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg
- Proteinuria 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick 1 + c
2. Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika ditemukan tanda dan gejala sebagai
berikut (Sibai B. M., 2003):
- Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat: sistolik 160 mmHg dan
diastolik 110 mmHg
- Proteinuria 5 gr/24 jam atau dipstick 2 +
- Oligourie < 500 ml/24 jam
- Serum kreatinin meningkat
- Oedema paru atau cyanosis

3. Dan disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan keluhan


seperti (Lipstein, 2003):
- Nyeri epigastrium
- Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan susunan syaraf
pusat)
- Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate, amino
transferase
- Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik
- Trombositopenia < 100.000/mm3
- Munculnya komplikasi sindroma HELLP
4. Dan disebut eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat dijumpai kejang
klonik dan tonik dapat disertai adanya koma.
Preeklamsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila
dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut:
1. Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jam atau kualitatif > +2
3. Oliguria<400ml/24jam
4. Edema paru : nafas pendek, sianosis, ronkhi +
5. Nyeri epigastrium atau kuadran atas kanan perut.
6. Gangguan penglihatan : skotoma atau penglihatan berkabut
7. Nyeri kepala hebat, tidak berkurang dengan analgesik biasa
8. Hiperrefleksia
9. Mata : spasme arteriolar, edema, ablasio retina
10. Koagulasi: koagulasi intravaskuler diseminata, sindrom HELLP
11. Pertumbuhan janin intrauterin yang terlambat (IUFGR)

12. Otak : edema serebri


13. Jantung : gagal jantung

INSIDEN
Angka kejadian preeklamsia kurang lebih 3-14 % dari seluruh kehamilan di seluruh dunia
dan sekitar 5-8 % di Amerika Serikat dengan 75 % kasus dengan PE ringan dan 25 % PE
berat. 10 % preeklamsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu.9 Zuspan P.P.
(1978) dan Arulkumaran A. (1995) melaporkan angka kejadian PE di Indonesia 3,4-8,5 %.
Dari penelitian Soedjonoes di 12 RS rujukan pada tahun 1980 dengan jumlah sample 19.506,
didapatkan kasus PE 4,78 %.
Penelitian yang dilakukan Soedjoenoes pada tahun 1983 di 12 RS Pendidikan di Indonesia,
didapatkan kejadian PE-E 5,30 % dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih
besar dibanding kehamilan normal). Preeklamsia merupakan penyebab ketiga dari kematian
pada kehamilan setelah perdarahan dan emboli, yang diperkirakan 790 kematian maternal per
100.000 kelahiran. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama
primigravida usia muda.

ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu
disebut Preeclampsia, the disease of theories (Zweifel, 1916). Teori yang sekarang ini banyak
dikemukakan sebagai penyebab preeklamsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini
belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan (a) mengapa frekuensi menjadi
tinggi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa (b) mengapa
frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada triwulan III (c)
mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan (d)
mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya (e) penyebab timbulnya
hipertensi. proteinuria, edema, dan konvulsi sampai koma.

10

Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak
faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Sejumlah hipotesis tentang etiologi
preeklamsia antara lain :
1. Hipotesis iskemia plasenta
Pada pembentukan plasenta yang normal, sitotrofoblas melewati jembatan
placenta dan maternal serta akan menginvasi desidua maternal dan arteri spiralis
maternal yang terdekat. Sitotrofoblas akan berpenetrasi pada dinding arteri spiralis
dan menggantikan bagian endothelium maternal, yang akan menstimulasi
remodeling dari dinding arteri sehingga otot polos arteri akan hilang dan arteri
berdilatasi. Pada desidua, akan terjadi konfrontasi dari Natural Killer cells dan
beberapa makrofag. Sel-sel imun ini akan memfasilitasi invasi yang lebih dalam
dari sitotrofoblas pada segmen miometrium dan menyebabkan remodeling arteri
spiralis yang luas. Pada preeklamsia, invasi sitotrofoblas tidak sempurna sehingga
terjadi gangguan dalam remodeling arterial. Kegagalan remodeling arteri spiralis
maternal akan mengakibatkan perfusi yang tidak adekuat dan akhirnya
menimbulkan iskemia plasenta.
Akibat dari iskemia plasenta, maka akan merangsang pelepasan sitokin-sitokin
yang akan menyebabkan disfungsi endotel. Penanda terjadinya disfungsi endotel
pada perempuan dengan preeklamsia yaitu pada rasio prokoagulan/antikoagulan,
peningkatan fibronektin dan aktivasi platelet, serta perubahan-perubahan pada
vasomediator, seperti: penurunan nitric oxide dan prostaglandin, peningkatan
endothelin,tromboksan, dan sensitivitas Angiotensin II.
2. Hipotesis Maladaptasi Imun
Pada kehamilan pertama blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna sehingga timbul respon imun yang tidak menguntungkan terhadap
inkompabilitas plasenta seperti peningkatan desidua yang melepaskan sitokin,
enzim proteolitik dan jenis-jenis radikal bebas yang kemudian menyebabkan
disfungsi endotel. Pada kehamilan berikutnya pembentukan blocking antibodies
ini semakin sempurna. Fierlie P.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang
mendukung adanya sistem imun pada penderita preeklamsia-eklamsia:

11

a. Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai kompleks imun


dalam serum
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada
preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria
Stirat

(1986)

menyimpulkan,

meskipun

ada

beberapa

pendapat

menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada
preeklamsia/eklamsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa
menyebabkan preeklamsia/eklamsia.
3. Hipotesis Genetik
Preeklamsia diturunkan secara resesif tunggal atau gen dominan yang tidak
komplit. Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
preeklamsia/eklamsia antara lain :
a. Preeklamsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia/eklamsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia/eklamsia dan bukan pada ipar
mereka.
d. Peran Renin Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
4. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklamsia didapatkan kerusakan endotel vaskuler, sehingga terjadi
produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan, dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan
plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
5. Teori Hiperdinamik

12

Pada awal kehamilan, terjadi peningkatan cardiac output yang dikompensasi


dengan vasodilatasi pembuluh darah termasuk sistem arteriol di ginjal. Akibatnya
terjadi peningkatan aliran di kapiler dan menyebabkan jejas sel endotel kapiler.
Adapun faktor-faktor predisposisi terjadinya preeklamsia antara lain : 4,15,16
1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu
remaja dan umur 35 tahun ke atas
2. Multigravida dengan kondisi klinis :
a. kehamilan ganda dan hidrops fetalis
b. penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes
mellitus
c. penyakit-penyakit ginjal
3. Hiperplasentosis : molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar,
diabetes mellitus
4. Riwayat keluarga pernah preeklamsia dan eklamsia
5. Obesitas dan hidramnion
6. Gizi yang kurang dan anemi
7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi
asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidan.

PATOFISIOLOGI
A. Sistem Saraf Pusat
Pada preeklamsia, aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas normal.
Pada eklamsia, resistensi pembuluh darah meninggi. Ini terjadi pula pada pembuluh darah
otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus,
bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.

13

B. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal
tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklamsia berat. Gejala lain yang dapat
menunjukkan tanda preeklamsia berat yang mengarah pada eklamsia adalah skotoma,
diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam
pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
C. Paru-paru
Kematian ibu pada preeklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema para yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pneumonia atau
abses paru.
D. Sistem Kardiovaskuler
Volume plasma berkurang pada pasien dengan preeklamsia. Karena penyebabnya tidak
diketahui, maka manajemen pengobatannya masih kontroversial. Hipertensi diperkirakan
karena akibat dari pelepasan substansi pressor dari uterus yang hipoperfusi atau sebagai
kompensasi sekresi katekolamin. Proponen pengobatan dari teori ini adalah menganjurkan
untuk menghindari diuretik dan menggunakan volume ekspander.
Teori lain mengatakan penurunan volume disebakan oleh efek sekunder dari
vasokonstriksi. Proponen pengobatan teori ini ialah dengan menggunakan vasodilator dan
berhati-hati menggunakan volume ekspander karena dapat memicu terjadinya hipertensi atau
edema paru.
E. Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun sehingga
menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan ginjal yang penting ialah dalam
hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi garam dan air.
Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium
melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan dengan demikian juga
retensi air.
Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50 % dari normal sehingga pada keadaan lanjut
dapat terjadi oliguria dan anuria. Kadar kreatinin dan ureum pada preeklamsia tidak

14

meningkat, kecuali bila terjadi oliguria atau anuria. Karakteristik lesi ginjal pada pasien
preeklamsia yaitu glomeruloendotheliosis, yang ditandai dengan pembengkakan dan
pembesaran sel-sel endothelial kapiler glomerulus,yang menyebabkan penyempitan lumen
kapiler.
F. Hati
Gangguan pada hati sangat bervariasi, mulai dari gejala subklinis dengan manifestasi
hanya berupa deposit fibrin di sepanjang sinusoid hepatik sampai terjadinya ruptur hepar.
Gejala yang paling ekstrim yaitu sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzymes, and
low platelet) dan infark hati. Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri dari: Hemolisis,
kelainan apus darah tepi, total bilirubin > 1,2 mg/dl, LDH > 600 U/L, peningkatan fungsi hati,
serum AST > 70 U/L, jumlah trombosit < 100000/mm3.
Patogenesis sindrom HELLP belum jelas. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor
pencetusnya; kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan
endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler, akibatnya terjadi agregasi
trombosit dari selanjutnya kerusakan endotel. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan
sekunder oleh obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin pada sinusoid. Trombosit
dikaitkan dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit.
G. Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta menyebabkan gangguan fungsi plasenta sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen. Pada preeklamsia dan
eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang,
sehingga terjadi partus prematurus.
H. Keseimbangan air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai preeklamsia dan eklamsia tidak diketahui sebabnya.
Terjadi di sini pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial. Kejadian ini,
yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan sering bertambahnya
edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, waktu peredaran
darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang,
dengan akibat hipoksia.

15

16

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
- Keluhan sekarang :
Ada tidaknya sakit kepala, gangguan visus/penglihatan, nyeri epigastrium atau kuadran
kanan atas, pembengkakan pada wajah atau adanya kenaikan berat badan yang berlebihan.
a. Sakit Kepala
Sakit kepala jarang terjadi pada kasus yang ringan, tetapi frekuensinya
meningkat pada kasus-kasus yang lebih berat. Sakit kepala tersebut biasanya
frontal, tetapi dapat terjadi oksipital, dan resisten terhadap analgesik yang biasa.
b. Gangguan Visus
Gangguan visus berkisar mulai pandangan yang agak kabur sampai
kebutaan, dapat terjadi pada preeklamsia. Meskipun gangguan semacam itu
diperkirakan oleh beberapa pakar, asalnya sentral, tampaknya hal tersebut
disebabkan spasme arteriola, iskemia, edema, dan pada keadaan yang jarang,
benar-benar terjadi pelepasan retina. Pada umunya, prognosa retina yang terlepas
tersebut adalah baik, retina akan melekat kembali, yang biasanya terjadi dalam
beberapa minggu setelah kelahiran. Perdarahan dan eksudasi sangat jarang pada
preeklamsia, dan bila terjadi seringkali menunjukkan adanya penyakit hipertensi
vaskuler yang kronis yang telah ada sebelumnya.
c. Nyeri Epigastrium atau Kuadran Kanan Atas

17

Nyeri pada epigastrium atau pada kuadran kanan atas merupakan gejala
preeklamsia berat dan merupakan petunjuk terjadinya ancaman kejang. Hal ini
dapat disebakan oleh peregangan kapsul Glisson hepar, dan mungkin akibat
edema hepar dan perdarahan kapsuler.
d. Kenaikan berat badan
Tanda lain terjadinya preeklamsia adalah peningkatan berat yang
mendadak. Sesungguhnya, kenaikan berat badan yang berlebihan pada beberapa
wanita merupakan tanda yang pertama. Berat badan normal meningkat kurang
lebih 1 pon per minggu, tetapi bila kenaikan berat badan melebihi 2 pon kapan
saja dalam seminggu, atau 6 pon dalam sebulan, maka suatu ancaman preeklamsia
harus dicurigai. Suatu yang yang khas pada preeklamsia adalah kenaikan berat
badan berlebihan yang mendadak, dan bukan kenaikan yang terjadi secara merata
dalam kehamilan. Kenaikan berat yang mendadak dan berlebihan pada waku
hamil disebabkan terutama oleh retensi cairan yang abnormal, dan biasanya dapat
dibuktikan, sebelum terlihat adanya tanda dependent edema, seperti misalnya
pembengkakan kelopak mata dan menggembungnya cairan mata.
- Riwayat persalinan yang lalu
- Riwayat penyakit yang lalu
Keadaan-keadaan yang dapat memicu terjadinya hipertensi seperti penyakit
diabetes, ginjal, dan jantung.
- Riwayat keluarga
- Riwayat konsumsi obat-obatan
Pemeriksaan Fisis
- Preeklamsia berat dapat menyebabkan perubahan tingkat kesadaran
- Edema pada wajah diperhatikan, jika tidak yakin dengan pembengkakan pada
wajah pasien, tanyakan pada pasangannya atau keluarganya apakah dia terlihat
berbeda.

18

- Pemeriksaan tekanan darah


Kelainan dasar dalam preeklamsia adalah vasospasme terutama pada arteriole.
Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa peringatan preeklamsia yang dapat
diandalkan adalah kenaikan tekanan darah. Tekanan diastolik merupakan tanda
prognostik yang lebih dipercaya daripada sistolik karena tekanan diastolik
mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien.3
- Pemeriksaan refleks-refleks dan menilai ada tidaknya klonus
- Funduskopi untuk melihat papiledema pada pasien preeklamsia
- Ada tidaknya nyeri tekan hepar
- Palpasi uterus untuk mengetahui kesesuaian dengan usia kehamilan
Pemeriksaan Penunjang
- Urinalisis: Adanya proteinuria. Proteinuria juga dapat timbul akibat kontaminasi
dengan darah, likuor, atau pelepasan cairan dari vagina.
Pada preeklamsia dini, proteinuria mungkin minimal atau tidak terjadi. Pada
bentuk yang lebih berat, proteinuria biasanya dapat dibuktikan dan dapat mencapai
l0g/L. Proteinuria hampir selalu terjadi lebih lambat dibandingkan dengan
hipertensi, dan biasanya lebih lambat daripada kenaikan berat badan yang
berlebihan.3
- Pemeriksaan Darah
Hb, hematokrit, trombosit, fungsi ginjal, fungsi hati, asam urat, LDH,. Pada
pasien preeklamsia ditemukan abnormalitas seperti: peningkatan asam urat,
peningkatan alanin transaminase dan aspartat transaminase, peningkatan
hematokrit, dan penurunan trombosit.
- Ultrasonografi

19

Ultrasonografi untuk konfirmasi perkembangan janin. Preeklamsia dapat


menyebabkan restriksi pertumbuhan intrauterine, ologohidramnion, dan abnormal
Doppler karena insufisiensi plasenta.

PENANGANAN
Pada dasarnya penanganan penderita preeklampsia dan eklampsia yang difinitif adalah
segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam penatalaksanaannya kita
harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya, antara lain umur kehamilan, proses
perjalanan penyakit, dan seberapa jauh keterlibatan organ.
Tujuan penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah:
- Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu
mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.
- Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu
hamil.
Pada penderita preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk memperbaiki keadaan
ibu dan janinnya adalah:
1. Magnesium sulfat
2. Anti hipertensi
3. Kortiko steroid: dexamethasone atau betamethasone untuk pematangan paru.
Penanganan pada preeklamsia berat, adalah sebagai berikut :
A. Penanganan Umum
a. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolik diantara 90-100 mmHg
b. Pasang infus RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
c. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
d. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
e. Jika jumlah urin < 30 ml perjam :
o infus cairan dipertahankan 1,5-2 liter/24 jam pantau kemungkinan edema paru

20

o Pasien tidak ditinggal sendiri. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan


kematian ibu dan janin
f. Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
g. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
- krepitasi merupakan tanda edema paru, stop pemberian cairan. dan berikan
diuretik misalnya furosemide 40 mg IV
h. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
sesudah 7 menit, kemungkinan terjadi koagulopati
B. Antikonvulsan
1.

Magnesium Sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang
pada preeklamsia dan eklamsia 6,7
Alternatif 1
- dosis awal : 4 gr IV sebagai larutan 40 % selama 5 menit. Segera dilanjutkan
dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 gr dalam 500 ml RL selama 6 jam. Jika kejang
berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%) 2 gr IV selama 5 menit
- dosis pemeliharaan : MgSO4 gr/jam melalui infus Ringer Asetat/ Ringer Laktat
yang diberikan sampai 24 jam postpartum
Alternatif II
- dosis awal : MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
- dosis pemeliharaan : Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 gr IM dengan 1 ml
lignokain (dalam semprit yang sama).
Syarat pemberian MgSO4 :
- frekuensi pernapasan minimal 16x/menit
- refleks patella (+) kuat

21

- urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir


- tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % 1 gr (10% dalam 10
cc) diberikan IV dalam 3 menit
2. Diazepam, pemberiannya mulai intravena dan rektum. Pemberian intravena dosis
awal diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit. Jika kejang berulang, ulangi
dosis awal. Dosis pemeliharaan diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per
infus. Jangan berikan > 100 mg/24 jam. Jika pemberian IV tidak memungkinkan,
dapat diberikan per rektal dengan dosis awal 20 mg dalam semprit 10 ml. Jika
masih kejang, beri tambahan 10 mg/jam. Dapat pula diberikan melalui kateter urin
yang dimasukkan ke dalam rektum.
Jika tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih, berikan obat antihipertensi.
Tujuannya untuk mempertahankan tekanan diastolik antara 90-100 mmHg dan
mencegah perdarahan serebral.
a. Hidralazin, diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit. Ulangi setiap jam
sampai tekanan darah turun (dosis maksimal 400 mg/hari).
b. Labetolol 10 mg IV, jika tekanan diastolik >110 mmHg, berikan labetolol 20 mg
IV, naikkan dosis sampai 40 dan 80 mg jika respon tidak baik sesudah 10 menit
(dosis maksimal 220 mg/hari)
c. Nifedipin 3-4 x 10 mg oral. Bila jam ke-4 tekanan diastolik belum turun, berlaku
tambahan 10 mg oral (dosis maksimal 80 mg/hari), atau nifedipin 5 mg
sublingual.
C. Pengobatan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu : Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5
dan dengan fetal heart montitoring
- Seksio sesarea bila :
a. Fetal assesment jelek

22

b. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (Bishop < 5) atau adanya kontraindikasi
tetesan oksitosin
c. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada
primigravida lebih diarahkan untuk terminasi dengan seksio sesarea.
Sudah Inpartu : Kala I: Fase laten : 6 jam tidak fase aktif dilakukan SC
Fase aktif : Amniotomi saja, bila 6 jam setelah amniotomi
belum terjadi pembukaan lengkap dilakukan SC
Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan
dengan partus buatan
D. Postpartum
- Antikonvulsan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir
- Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih >110 mmHg
- Pantau urin 6,7
E. Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika : 6,7
- terdapat oliguri (<400 ml/24 jam) terdapat sindrom HELLP
- koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang

PROGNOSIS
Kematian ibu yang disebabkan oleh preeklamsia jarang terjadi di Amerika Serikat.
Sedangkan kematian janin atau perinatal cukup tinggi, dan umumnya menurun seiring dengan
bertambah maturnya janin. Risiko rekurensi dari preeklamsia yaitu sekitar 5-70 %, dengan
risiko tertinggi pada perempuan dengan preeklamsia berat dan sebelum usia kehamilan 30
minggu. Perempuan dengan preeklamsia ringan dan kehamilan mendekati cukup bulan, hanya

23

mempunya risiko 5% untuk terjadinya rekurensi. Preeklamsia tidak menimbulkan hipertensi


yang kronik.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul antara lain :
Iskemia uteroplasenter
a. Pertumbuhan janin terhambat
b. Kematian janin
c. Persalinan premature
d. Solusio plasenta
Spasme arteriolar
a. Perdarahan serebral
b. Gagal jantung, ginjal, dan hati
c. Ablasio retina
d. Thromboemboli
e. Gangguan pembekuan darah
f. Buta kortikal
g. Kejang dan koma
h. Trauma karena kejang
i. Aspirasi cairan, darah, muntahan, dengan akibat gangguan pernapasan
Penanganan tidak tepat

24

a. Edema paru
b. Infeksi saluran kemih
c. Kelebihan cairan
d. Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan, atau segera setelah
persalinan.
Faktor Risiko Pre-eklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misalnya Diabetes Melitus, Hipertensi kronik,
kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati.
Mortalitas maternal pada pre eklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari pre
eklampsia dan eklampsianya seperti: Hellp syndrome, solusio plasenta, hipofibrigonemia,
hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan oedema pulmo dan
nekrosis hati.

25

Mortalitas perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intra uterin,
prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin. Asfiksia terjadi karena adanya
gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme arteriole spiralis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan berhentinya DJJ, tidak tumbuhnya kandungan dapat dideteksi dengan rontgen,
USG atau pemeriksaan sebelum melahirkan.

SARAN
1. Penjaringan kasus dengan risiko tinggi dan pengawasan antenatal yang teratur dan
baik, sangat menentukan morbiditas dan mortalitas penderita preeklampsia dan
eklampsia, untuk ini diharapkan: dapat dilakukan penyuluhan pada wanita hamil
dengan risiko tinggi akan bahaya preeklampsia dan eklampsia, meningkatkan mutu
pelayanan antenatal di Puskesmas dan Poliklinik ibu hamil, untuk itu perlu
dilakukan pelatihan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan petugas
kesehatan dalam mengenal kasus preeklampsia dan eklampsia.
2. Segera merujuk penderita preeklampsia dan eklampsia ke pusat rujukan yang lebih
tinggi.
3. Penanganan kasus preeklampsia dan eklampsia dengan tanda-tanda multiorgan
disfungsi, harus dilakukan secara terpadu dan komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B & Rachimhadhi. Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo. Jakarta. 2007 : 281-301.
2. Prithchard, J. A., Penyakit Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam : Obstetri Williams, Edisi
ke-22. Appleton Century Crofts. New York. 2006 : 761-96
3. Brandon JB, Amy EH, Nicholas CL, Harold EF, Edward EW. The Johns Hopkins Manual
of Gynecology and Obstetri cs. Second edition. Lippincott Williams & Wilkins:
Philadelpia. 2005.

26

4. Diaa E. Obstetrics Siplified. Departement of Obstetrics & Gynecology, Benha Faculty of


Medicine, Egypt. 2007.
5. James RS, Ronald SG, Beth YK, Arthur FH, David ND. Danforths Obstetrics and
Gynecology. Nine edition. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelpia. 2005.
6. Paul C, Susan M. Johnson. Cirrent Clinical Strategies Gynecology and Obstetrics. Current
Clinical Strategies Publishing: California.2006.
7. Diana HF. Lecture Notes Obstetrics ang Gynaecology. Second edition. Blackwell
Publishing: UK. 2006
8. Barss

VA

&

Repke

JT.

Preeclampsia.

Available

from

http://patients.uptodate.com/topic.asp. Accesed on September 2011.


9. Jung, DC. Pregnancy, Preeclampsia Available at: http://www.emedicine.com/ Accesed on
September 2011.
10. Access Medicine. McGraw-Hills: USA.2006.
11. Joe LS, Sherman E. Genetics on Obstetrics ang Gynecology. Third edition. Saunders
Elsevier: Philadelpia. 2005.
12. Alan HD, Lauren N. Current Obstetrics & Gynecologic Diagnosis & Treatment. Ninth
Edition. McGraw-Hills: USA.2006.
13. Martin LP. Benson & Pernolls handbook of Obstetrics & Gynecology. Tenth Edition.
McGraw-Hills: USA. 2009.
14. Neville FH, George M, Joseph GG. Essentials of Obstetrics and Gynecology. Fourth
edition. Elsevier Saunders. 2005
15. Cunningham, FG et all. 2006. Obstetri William Edisi 21 volume 1 dan 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
16. Sofoewan S., Preeklampsia Eklampsia di Beberapa Rumah Sakit di Indonesia,
Patogenesis, dan Kemungkinan Pencegahannya. MOGI 2003, 27; 141 151.

27

17. Sibai B. M. Diagnosis and Management of Gestational Hypertention and Preeclampsia


Obstet Gynecol 2006. 102: 181 92.
18. Sibai B. M., Gus Dekker G. A., Michael Kupferminc Preeclampsia Lancet 2005, 365: 785
99.
19. Lindsey, JL. Evaluation of Fetal Death. http://emedicine.medscape.com/article/259165overview. Accesed on September 2011.

Anda mungkin juga menyukai