Definisi
karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir kehamilan
sampai 5 bulan postpartum. PPCM adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit
kardiovaskular lain, tidak harus disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi
- terjadi pertama kali antara trimester III kehamilan sampai 5 bulan pertama
setelahmelahirkan
Epidemiologi
Tidak banyak yang diketahui tentang PPCM; dari berbagai literatur, kejadian PPCM
sekitar 1:2200-4000 (USA), 1:1000 (Afrika Selatan), dan 1:300 (Haiti). Di Asia didapati 1:1374
(Rumah Sakit Tersier di India), 1:1000 (Jepang), 1:837 (Pakistan), 34:100000 (Malaysia).1,3,4
kelahiran hidup. Kasus tertinggi dilaporkan di Nigeria, sebesar 1% dari semua kelahiran hidup.
3,7 tahun.6,7 Sebagai acuan, umur rerata kejadian PPCM adalah wanita antara 19-38 tahun.
Etiologi
- Stres oksidatif
Stres oksidatif adalah suatu stimulus poten untuk mengaktivasi Cathepsin D dan Matrix
Belakangan ini ditemukan korelasi erat antara N-terminal brain natriuretic peptide (NTproBNP),
suatu marker tingkat stres dinding ventrikel dan gagal jantung, prolaktin, dan marker untuk stres
Stres oksidatif sebagai trigger aktivasi cathepsin D dalam kardiomiosit akan memotong
prolactin menjadi angiostatic and pro-apoptotic subfragment. Pasien PPCM akut mempunyai
kadar low density lipoprotein (LDL) serum tinggi (suatu indikasi stres oksidatif tinggi) dan juga
peningkatan kadar serum katepsin D yang teraktivasi, prolaktin total dan fragmen prolaktin
menjelaskan patofisiologi PPCM. Fragmen tersebut menginhibisi proliferasi dan migrasi sel
endotel, menginduksi apoptosis dan merusak struktur kapiler yang telah terbentuk. Bentuk
prolaktin ini meningkatkan vasokonstriksi dan merusak fungsi kardiomiosit. Kadar prolaktin
16kDa yang tinggi tanpa keadaan PPCM telah terbukti merusak mikrovaskuler jantung,
menurunkan fungsi jantung dan meningkatkan dilatasi ventrikel. Efek prolaktin 16kDa
berlawanan dengan efek kardioprotektif prolaktin bentuk lengkap. Prolaktin 16kDa tidak
kadarnya meningkat pada pasien PPCM. Marker ini juga dapat memprediksi status fungsional,
- Autoimun
Serum wanita PPCM mengandung titer autoantibodi tinggi terhadap protein jaringan
kardium yang tidak terdapat pada pasien kardiomiopati idiopatik. Autoantibodi berasal dari sel
fetal (microchimerism) (yang dapat masuk ke dalam sirkulasi maternal), dan beberapa protein
(seperti aktin dan miosin) yang dilepaskan oleh uterus selama proses melahirkan telah terdeteksi
pada pasien PPCM. Autoantibodi ini bereaksi dengan protein miokardium maternal yang
kemudian menyebabkan PPCM. Multiparitas adalah faktor risiko PPCM, menyimpulkan adanya
pajanan terhadap antigen fetal atau paternal dapat menyebabkan respon infl amasi miokardium
abnormal.
- Miokarditis
Inflamasi jantung disebut juga miokarditis, telah diketahui berhubungan dengan PPCM.
Salah satu penelitian hubungan miokarditis dengan PPCM mengemukakan bahwa dari 26 pasien,
8 pasien menunjukkan adanya viral genome pada biopsi miokardium. Virus tersebut antara lain,
parvovirus B19, human herpes virus 6, Epstein-Barr virus, dan human cytomegalovirus.
Penelitian itu berdasarkan hipotesis bahwa perubahan sistem imun saat hamil dapat
mengeksaserbasi infeksi de novo atau mereaktivasi virus laten pada wanita hamil, menyebabkan
miokarditis yang berujung pada kardiomiopati. Marker inflamasi yang terdapat di serum
(termasuk soluble death receptor sFas/Apo-1), C-reactive protein, interferon gama (IFN- (γ), dan
- Genetik
The European Society of Cardiology mengklasifi kasikan PPCM sebagai suatu bentuk DCM
nonfamilial dan nongenetik berhubungan dengan kehamilan. Tetapi beberapa kasus PPCM telah
Penelitian 90 keluarga familial DCM dan PPCM mengungkapkan adanya causative mutation
yang dapat dideteksi lebih awal dengan penapisan. Penelitian tersebut menemukan adanya
mutasi (c.149A>G, p.Gln50Arg) di dalam gen yang mengkode cardiac troponin C (TNNC1).15
Adanya variasi genetik dalam JAK/STAT signaling cascade juga dapat menjadi salah satu
penyebab PPCM.
Faktor Risiko
- Multiparitas
- usia maternalyang lanjut (walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia,insidensi akan
- kehamilan multifetal
- pre-eklamsia
- hipertensi gestasional
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala awal PPCM biasanya menyerupai temuan normal fisiologis kehamilan,
termasuk oedem pedis, dyspneu d’effort, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, dan batuk
persisten.
Tanda dan gejala tambahan pasien PPCM adalah: abdominal discomfort sekunder
terhadap kongesti hepar, pusing, nyeri sekitar jantung dan epigastrium, palpitasi, pada stadium
lanjut didapat hipotensi postural, peningkatan tekanan vena jugularis, murmur regurgitasi yang
Pada mayoritas pasien, 78% gejala didapati pada 4 bulan setelah melahirkan, hanya 9%
pasien menunjukkan gejala pada bulan terakhir kehamilan. Tanda dan gejala paling sering
dijumpai pada saat pasien datang adalah dengan NYHA functional class III atau IV. Kadang
Gejala PPCM diklasifikasikan menggunakan sistem New York Heart Association sebagai
berikut :
Diagnosis
Kardiomiopati peripartum adalah diagnosis eksklusi, pasien harus telah diperiksa dan
disingkirkan penyebab lain gagal jantung selain kehamilan. Hal ini untuk menyingkirkan
PPCM biasanya pada masa postpartum, sedangkan IDCM pada trimester ke-2 kehamilan.
Kejadian miokarditis banyak ditemukan pada PPCM, sehingga antigen dan antibodi terhadap
agen penyebab miokarditis dapat ditemukan, hal ini biasanya tidak ditemukan pada IDCM.
Ukuran jantung dapat kembali normal pada PPCM, namun dapat juga menjadi progresif dan
jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir
kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum, adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa
penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi
Pemeriksaan laboratorik pada PPCM biasa nya tidak menunjukkan abnormalitas kecuali
telah terjadi komplikasi hipoksia lanjut. Pemeriksaan dapat digunakan untuk menyingkirkan
Noncardiogenic pulmonary edema selama kehamilan adalah suatu keadaan tekanan onkotik
rendah, digambarkan dengan penurunan kadar albumin serum (kadar yang diharapkan ~3,2
mg/dL); sehingga ketika ada stressor lain, dapat terjadi edema pulmonar dengan tekanan
pengisian jantung normal; trigger paling sering antara lain pyelonephritis dan infeksi lain,
- Pemeriksaan Penunjang :
Rontgen thorax
EKG
Echocardiografi
MRI
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis PPCM secara garis besar sama dengan terapi Congestive Heart
Failure (CHF) karena disfungsi sistolik, dengan pengecualian pemberian terapi pada ibu hamil
harus dipikirkan efek toksisitas pada janin. Tujuan akhir penatalaksanaan medis pasien PPCM
adalah memperbaiki oksigenasi dan menjaga cardiac output demi meningkatkan prognosis ibu
dan anak.
Penatalaksanaan awal PPCM adalah istirahat, pembatasan garam, dan terapi diuretik.
Oksigen dapat diberikan lewat face mask atau continuous positive airway pressure (CPAP)
dengan tekanan 5-7,5 cm H2 O untuk membantu meringankan cardiac output dan mendapatkan
saturasi oksigen arteri ≥95%. Pembatasan garam kurang dari 2 g/ hari dapat mencegah retensi
air, sedangkan loop-diuretic dengan dosis efektif terkecil dapat menurunkan pulmonary
congestion.
Restriksi cairan kurang dari 2 L/hari mungkin tidak diperlukan pada kasus PPCM
ringansedang. Terapi angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) adalah terapi lini pertama
pada wanita postpartum, tetapi kontraindikasi pada ibu hamil karena efek teratogeniknya
terutama pada trimester kedua dan ketiga, adanya hubungan peningkatan angka abortus, fetopati
karena hipotensi fetus, oligohidramnion-anuria, dan renal tubular dysplasia. ACE-I dapat dan
harus digunakan pada pasien PPCM masa postpartum dan aman untuk wanita menyusui. Selain
ACE-I, angiotensin receptor blocker (ARB) juga dikontraindikasikan pada saat kehamilan karena
efek toksisitasnya pada janin. Hydralazine dan nitrat mengurangi afterload dan merupakan terapi
dasar untuk wanita hamil dengan PPCM. Nitrogliserin harus diberikan secara parenteral untuk
mengurangi afterload jika tekanan darah sistolik di atas 110 mmHg. Pemberian dengan titrasi
mulai dosis 10-20 μg/menit sampai maksimum 200 μg/menit. Nitroprusside dikontraindikasikan
pada wanita hamil karena adanya risiko penumpukan thiocyanate dan cyanide pada fetus.
Dobutamin dan milrinon dapat digunakan untuk memberikan support inotropic pada
pasien dengan cardiac output rendah yang mempunyai gejala kulit dingin dan lembap,
vasokonstriksi sistemik yang menyebabkan asidosis, gagal ginjal, disfungsi hati, dan gangguan
tidak; hal ini penting dalam terapi pasien yang juga mendapat β-blocker. Milrinon mempunyai
sifat vasodilatasi sistemik dan pulmoner; pada wanita dengan tekanan sistolik kurang dari 90
Digoxin, digitalis dengan efek inotropik, aman untuk kehamilan, dapat digunakan untuk
memaksimalkan kontraksi dan kontrol laju denyut jantung, tetapi kadar dalam serum harus
dipantau, karena jika berlebihan dapat menyebabkan prognosis buruk. Calcium channel blockers
(CCB), kecuali amlodipin, memberikan efek inotropik negatif dan harus dihindari. Amlodipin,
suatu CCB golongan dihidropiridin telah dibuktikan dapat meningkatkan angka kehidupan pada
non-ischemic cardiomyopathy.
Beta-blockers digunakan sebagai terapi lini kedua karena penggunaan jangka panjang
pada masa prenatal dapat menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi, meskipun
beta-blocker relatif aman untuk wanita menyusui. β-1 selective beta blocker lebih disukai
dibanding β-2 receptor blockade, karena secara teori β-2 dapat mempunyai aksi anti-tocolytic.
Diuretik harus digunakan secara terbatas pada kehamilan karena dapat mengurangi peredaran
darah plasenta. Diuretik terutama yang digunakan adalah loop diuretic (furosemide) dan
dengan meningkatkan respons miofi lamen terhadap kalsium intraseluler, dan peningkatan kadar
kalsium intraseluler. Levosimendan telah terbukti efektif meningkatkan cardiac output dan
menurunkan mortalitas. Levosimendan digunakan per parenteral dengan laju 0,1-0,2 μg/kg/menit
pada gagal jantung dengan atau tanpa loading dose 3-12 μg/kg dalam 10 menit.
Antikoagulan disarankan untuk pasien PPCM, terutama bagi yang mempunyai ejection
fraction <35% dan mempunyai beberapa faktor risiko, seperti dilatasi ventrikel berat, fibrilasi
atrium, dan adanya trombus mural pada echocardiography atau riwayat adanya trombus.
Warfarin sangat teratogenik pada awal kehamilan dan dapat menyebabkan fetal warfarin
syndrome, sedangkan pemakaian pada trimester kedua dan ketiga menyebabkan fetal cerebral
Guideline American College of Cardiology and the American Heart Association on the
management of patients with heart valve disease mengatakan bahwa jika diperlukan, warfarin
mungkin aman digunakan pada 6 minggu pertama kehamilan, akan tetapi terdapat risiko
embryopathy jika digunakan lebih dari itu. Namun, mengingat banyaknya risiko yang menyertai
heparin (enoxaparin) lebih disukai pada saat kehamilan karena tidak menembus plasenta dan
mempunyai risiko rendah untuk terjadinya osteoporosis dan trombositopenia, selain itu
dosis tinggi LMWH tidak mendapatkan anestesi spinal dan epidural untuk 24 jam setelah injeksi
terakhir.
Selain itu, dapat pula digunakan low dose unfractionated heparin (UFH). Pada PPCM
dosisnya adalah 5.000 unit UFH subcutan dua atau tiga kali sehari pada trimester pertama, 7.500
unit di trimester kedua, dan 10.000 unit dua kali sehari di trimester ketiga. Pada dasarnya, pasien
dengan PPCM disarankan untuk mendapatkan terapi antikoagulan sampai fungsi ventrikel kiri
didiagnosis, walaupun telah menerima terapi medis secara optimal, banyak yang menganjurkan
pemasangan ICD (implantable cardioverters/ defibrillator) yang dapat dikombinasi dengan CRT
(cardiac resynchronization therapy) jika pasien tersebut juga memiliki gejala NYHA (New York
Heart Association) FC III atau IV dan durasi QRS > 120 ms.
Agen Immunosuppressant
Intravenous Immunoglobulin (IVIG) Peran IVIG sebagai salah satu terapi PPCM ditelaah
dalam penelitian retrospektif dari 6 wanita yang diterapi IVIG dan 11 wanita yang diterapi secara
konvensional. Setelah 6 bulan, terdapat peningkatan LVEF (left ventricular ejection fraction)
yang bermakna pada wanita yang diterapi dengan IVIG dibandingkan dengan terapi
konvensional (26% vs 13%). Akan tetapi, uji IMAC (controlled trial of immune globulin in
Bromocriptine
Strategi terapi ini didasarkan pada penelitian mutasi delesi gen cardiomyocyte-specifi c
STAT-3. Mutasi tersebut menyebabkan peningkatan ekspresi dan aktivitas cardiac cathepsin D
dan mempromosi pembentukan 16-kD prolactin. Hasilnya menyatakan bahwa terapi mencit
METODE MELAHIRKAN
dengan spesialis obstetri ginekologi. Kecuali terdapat penurunan kondisi maternal atau fetal,
tidak diperlukan terminasi kehamilan lebih awal. Persalinan darurat tanpa memikirkan umur
gestasi, hanya dipertimbangkan pada PPCM berat dan status hemodinamik tidak stabil.
Kemungkinan terbaik untuk ibu dan anak harus didiskusikan oleh tim yang terdiri dari kardiolog,
Pada dasarnya, melahirkan spontan per vaginam lebih dianjurkan untuk wanita PPCM
dengan kondisi jantung terkontrol dan fetus sehat. Sectio caesarea terencana dianjurkan untuk
wanita dalam keadaan kritis dan memerlukan terapi inotropik atau support mekanis.
Pada kala II melahirkan spontan dapat dibantu menggunakan forsep atau vakum untuk
selama proses melahirkan diantaranya supine hypotension, peningkatan cardiac output, dan
kehilangan darah.
Cairan intravena beserta continuous urinary catheter harus terpasang untuk mencegah
overload cairan dan edema pulmoner. Fetus harus dipantau dengan kardiotokografi . Posisi left
lateral decubitus (LLD) lebih dianjurkan untuk memastikan venous return yang memadai dari
vena cava inferior. Analgesik epidural lebih dianjurkan pada kala 1 karena dapat menstabilisasi
cardiac output. Pada sectio caesarea continuous spinal anesthesia dan kombinasi anestesi spinal
Ergometrin merupakan kontraindikasi. Setelah melahirkan, auto transfusi darah dari ekstremitas
bawah dan uterus yang berkontraksi dapat meningkatkan preload secara signifi kan, dianjurkan
MENYUSUI
Dengan dasar penemuan terbaru tentang efek fragmen prolaktin, menyusui tidak
dianjurkan pada pasien yang dicurigai menderita PPCM atau didiagnosis pasti PPCM. Jika perlu,
Prognosis
Faktor prediksi mortalitas independen yang masih perlu dipelajari lebih lanjut adalah
gejala, kelas NYHA, LVEF, durasi QRS, dan onset lambat. Pada penelitin, angka mortalitas
untuk 29 wanita berkisar antara 32%, sedangkan pada penelitian besar pada populasi di Haiti