Anda di halaman 1dari 10

2.

Peripartum Cardiomyopathy
2.1 Definisi
Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah kondisi yang berpotensi mengancam jiwa
yang biasanya muncul sebagai bentuk dari gagal jantung terkait dengan kehamilan
dengan karakteristik berkurangnya fraksi ejeksi (Heart Failure reduced Ejection
Fraction) pada bulan terakhir kehamilan atau dalam beberapa bulan setelah
melahirkan pada wanita tanpa diketahui penyebab lain dari gagal jantung.
Pada kardiomiopati peripartum, ventrikel kiri mungkin tidak melebar tetapi fraksi
ejeksi (EF) hampir selalu berkurang di bawah 45%. PPCM dianggap sebagai penyakit
independen, yang diagnosisnya bergantung pada hubungannya dengan kehamilan dan
pengecualian kardiomiopati lainnya.

2.2 Epidemiologi
Insiden PPCM sangat bervariasi, tergantung dari latar belakang etnis atau ras serta
daerah tempat tinggal wanita tersebut. Orang Afrika dan Afrika-Amerika memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk mengalami PPCM, dengan perkiraan insiden sebesar
1:100 kehamilan di Nigeria dan 1:299 di Haiti, sedangkan pada populasi Kaukasia
berkisar dari 1:1500 kehamilan di jerman hingga 1:10.000 di Denmark.
Sebuah studi berskala besar di Amerika Serikat menunjukan bahwa wanita ras
Afrika-Amerika yang didiagnosis dengan PPCM pada usia yang lebih muda dan pada
periode postpartum lebih mungkin untuk memiliki Left Ventricle Ejection Fraction
(LVEF) <30% dibandingkan dengan wanita ras non- Afrika Amerika. Selama
beberapa tahun belangan ini juga didapatkan gambaran peningkatan kejadian PPCM
di Amerika Serikat. Sebaliknya, dalam sebuah studi kohort di Jepang didapatkan
bahwa kejadian PPCM mengalami penurunan menjadi 1: 20000. Namun data ini
harus ditafsirkan dengan hati-hati karena berbagai aspek metodologis dan
kemungkinan tingkat pelaporan yang rendah. Sebaliknya, analisis yang lebih
mewakili populasi Asia baru-baru ini dipublikasikan dari basis data nasional dan
memperkirakan kejadian PPCM di Korea Selatan sebesar 1: 1741 kehamilan.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan sebuah studi yang dilakukan di RS Hasan
Sadikin Bandung menyatakan bahwa prevalensi PPCM adalah sebesar 26,23%
dengan sebagian besar penderita (86,3%) termasuk dalam NYHA kelas fungsional
IV.

2.3 Patofisiologi
Etiologi dari PPCM sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Sebuah gabungan
“two-hit” model yang terdiri dari ketidakseimbangan angiogenik sistemik dan kerentanan
host dianggap berperan penting dalam patofisiologi PPCM. Meskipun investigasi
patofisiologi PPCM masih kurang dikarenakan insidennya yang jarang dan kekurangan
penanda diagnostic tertentu. Faktor-faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan
PPCM termasuk kecenderungan genetik, malnutrisi (seperti kadar selenium yang rendah),
infeksi virus, sitokin yang diaktifkan oleh stres, peradangan, reaksi autoimun, respons
patologis terhadap stres hemodinamik kehamilan, stres oksidatif yang tidak seimbang,
dan induksi faktor anti angiogenik.
Teori bahwa PPCM disebabkan oleh cardiomyopathy dilatasi idiopatik (DCM)
yang diinduksi oleh stress hemodinamik kehamilan dibatasi oleh fakta bahwa perubahan
hemodinamik mencapai hampir maksimum pada akhir trimester kedua atau awal
trimester ketiga sebelum puncak insidensi PPCM. Demikian pula, meskipun miokarditis
dikatakan sebagai mediator penting, prevalensi biopsy spesimen endomiokardial yang
abnormal telah bervariasi secara luas dan tidak jelas berbeda dari kontrol.
Hipotesis mengenai peran autoimun dalam PPCM, dikembangkan dari bukti
bahwa sel hematopoietik diperkenalkan ke dalam sirkulasi maternal karena imunosupresi
terkait kehamilan akan tertarik pada jaringan jantung, yang kemudian dikenali sebagai
benda asing, yang kemudian akan mengaktifkan respon patologis. Namun, migrasi dari
multipotensial fetal stem sel dapat mengurangi terjadinya cedera. Malnutrisi (misalnya
defisiensi selenium) dapat meningkatkan perkembangan PPCM di beberapa negara
populasi tetapi belum dijelaskan secara luas.
Induksi faktor anti angiogenik khususnya pembelahan yang dimediasi oleh stres
oksidatif dari hormon prolaktin menjadi subfragmen anti-angiogenik yang lebih kecil,
prolaktin 16-kDa, dapat mendorong PPCM dengan menginduksi kerusakan endotel.
Pelepasan mikropartikel endotel yang sarat dengan senyawa aktif seperti mikro RNA,
yang pelepasannya ke dalam sirkulasi juga diinduksi oleh 16-kDa prolaktin, selanjutnya
dapat mengganggu metabolisme kardiomiosit serta meyebabkan apoptosis pada jantung,
disfungsi sistolik dan selanjutnya berkontribusi pada manifestasi PPCM.
Hubungan antara komplikasi vaskular pada kehamilan (seperti pre-eklampsia) dan
PPCM diperkuat oleh pengamatan bahwa wanita dengan PPCM memiliki kadar soluble
fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) (penghambat faktor pertumbuhan endotel vascular
yang kuat) yang tinggi, yang memiliki peranan dalam patogenesis preeklampsia,
menunjukkan tumpang tindih antara kondisi ini. Kesimpulannya, PPCM adalah penyakit
kompleks dengan patofisiologi yang cukup heterogen dan tidak lengkap yang melibatkan
faktor stres angiogenik, metabolik, hormonal dan oksidatif. Asosiasi lain termasuk
tokolisis berkepanjangan, anemia, asma dan penyalahgunaan zat juga dikatakan mungkin
berperan dalam terjadinya PPCM.

Gambar. Hipotesa vasculo-hormonal dari patofisiologi PPCM

2.4 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang diyakini terlibat dalam pengembangan PPCM adalah
termasuk usia yang lebih tua mayoritas berusia 30 tahun, wanita keturunan ras Africa,
gestasi multipel, dengan prevalensi sebesar 9% pada kehamilan gemelli dalam suatu
laporan meta-analisis. PPCM juga dilaporkan lebih sering terjadi pada wanita dengan
graviditas dan paritas yang lebih tinggi. Gangguan pada kehamilan seperti hipertensi
dikatakan sangat terkait dengan kejadian PPCM, dan pada suatu meta-analisis terbaru
dengan 979 kasus PPCM, ditemukan bahwa prevalensi preeklampsia pada kasus adalah
sebesar 22% dan prevalensi hipertensi gestasional adalah sebesar 37%.

2.5 Manifestasi Klinis


Tanda-tanda dan gejala awal gagal jantung pada kardiomiopati peripartum dapat meniru
perubahan fisiologis yang terjadi selama atau setelah kehamilan yang berakibat pada
keterlambatan diagnosis dan perburukan klinis. Wanita dengan PPCM biasanya datang
dengan gejala kongesti, termasuk dyspnea saat aktivitas, ortopnea, dyspnea nokturnal
paroksismal, dan edema pada ekstremitas bawah. Lebih jarang, wanita datang dengan
syok kardiogenik yang memerlukan dukungan sirkulasi mekanik atau inotropic.
Presentasi yang tidak umum termasuk aritmia simptomatik atau bahkan tidak stabil dan
tromboemboli arterial. Kebanyakan wanita mengalami keluhan di peiode post partum,
terutama di bulan pertama setelah melahirkan. Beberapa kasus baru menunjukan gejala
pada akhir periode antepartum; dan yang lebih jarang muncul dini yaitu di awal trimester
kedua. PPCM merupakan kondisi langka yang dapat memberikan gejala bervariasi dari
ringan sampai berat.

2.6 Diagnosis
Diagnosis PPCM didasarkan pada anamnesis pasien yang lengkap, tanda dan gejala klinis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang sesuai.. Beberapa pemeriksaan penunjang
juga dapat mendukung diagnosis seperti elektrokardiografi, rontgen thoraks, dan pemeriksaan
darah serta biomarker spesifik.
Gambar. Alur diagnostic pada pasien dengan dugaan kardiomiopati peripartum
(PPCM)

Gambar. Pemeriksaan penunjang diagnostic yang direkomendasikan untuk diagnosis


PPCM (awal dan tindak lanjut)
Gambar. Tinjauan scenario klinis yang berbeda pada PPCM
Prognosis

Meskipun sebagian besar pasien dengan kardiomiopati peripartum membaik dengan terapi
medis, hampir sepertiga dari semua pasien mengalami gagal jantung yang memburuk, dan
mungkin juga terkait dengan komplikasi yang parah dan bertahan lama termasuk syok
kardiogenik dan kematian.

Anda mungkin juga menyukai