Anda di halaman 1dari 13

Congenital Heart Disease and Pregnancy

Herlina Yulidia*

Teddy Ontoseno**, Mahrus A Rahman **, Alit Utamayasa**, Taufik Hidayat**

Departemen Kardilogi dan Kedokteran Vaskular, Universitas Airlangga, RSUD DR. Soetomo Surabaya
*

Divisi Kardiologi Pediatri, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Airlangga, RSUD DR.
Soetomo Surabaya**

I. PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Kongenital (CHD) terdapat sekitar 0,4-1,5% dari populasi umum. Seiring
dengan meningkatnya pelayanan medis dan ilmu bedah kelangsungan hidup penderita penyakit
jantung congenital semakin tinggi bahkan untuk pasien dengan kelainan yang paling kompleks. Hal
ini meningkatkan jumlah orang dewasa dengan penyakit jantung congenital (GUCH) dimana hamper
setengah populasi tersebut adalah wanita dengan usia reproduktif. Penting untuk mengenali bahwa
pasien ini tidak sembuh dan banyak yang berisiko tinggi komplikasi kardiovaskular serta kematian
dini.1
Kematian terkait kehamilan pada penderita penyakit jantung congenital telah meningkat
selama dua dekade terakhir. Meskipun proporsi kematian terkait kehamilan dikaitkan dengan PJK,
bagaimanapun, tetap relatif rendah. Wanita dengan penyakit jantung kongenital sering kali datang
dengan presentasi komplikasi seperti gagal jantung, aritmia hingga sindroma eisenmenger. Tenaga
medis professional diharapkan mampu melihat resiko tinggi pada wanita hamil dengan penyakit
jantung congenital juga mampu memberikan konseling prekonsepsi yang adekuat, penanganan
optimal selama kehamilan, proses persalinan hingga post partum. 2

II. Resiko

II.1.Risiko Pada Ibu

Stratifikasi risiko ibu berdasarkan diagnosis penyakit jantungnya akan banyak membantu
dalam evaluasi prakonsepsi dan kehamilan. Secara umum, lesi regurgitasi dapat ditoleransi dengan
baik, sementara lesi stenotik memiliki risiko yang lebih tinggi. Risiko bervariasi dari sangat rendah
(misalnya, mirip dengan populasi umum) hingga sangat tinggi, seperti pada koarkasi yang berat. Siu
et all, mengemukakan bahwa dari 599 wanita dengan penyakit jantung pada kehamilan (CARPREG)
terdapat 13% komplikasi terutama edema paru, aritmia, stroke, atau henti jantung. 3

Gambar 1. CARPREG risk score 3

Penilaian kapasitas fungsional berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan status


hemodinamik dengan ekokardiogram serta elektrokardiogram direkomendasikan sebagai bagian dari
kunjungan klinik pra kehamilan. Data-data penelitian terakhir juga menunjukkan bahwa tes latihan
cardiopulmonary harus dilakukan, karena respon chronotropic yang abnormal dapat menjadi
prediksi kejadian kematian maternal dan neonatal. Jika diindikasikan, kateterisasi jantung atau
pencitraan resonansi magnetik jantung harus dilakukan pada pasien kehamilan sedang sampai
berisiko tinggi. Pada pasien yang ditemukan berisiko sangat tinggi, pilihan lain harus
direkomendasikan, seperti adopsi, surrogacy, dan kontrasepsi atau sterilisasi yang sesuai. 3

II.2. Risiko Pada Janin

Wanita dengan penyakit jantung kongenital memiliki risiko keguguran yang tinggi. Risiko
bagi janin terutama terdiri dari risiko prematuritas, berat badan lahir rendahhingga kematian. Risiko
prematuritas dan berat badan lahir rendah berkaitan erat dengan tingkat keparahan penyakit
jantung ibu. Tingginya kejadian prematuritas dapat merupakan hasil persalinan prematur spontan
ataupun persalinan yang diinduksi dini untuk alasan keselamatan ibu.25 Hubungan kompleksitas
penyakit jantung ibu dan janin menggarisbawahi pentingnya upaya multi-disiplin untuk
mempertahankan hemodinamik dan kesejahteraan ibu yang optimal selama kehamilan. 1
Beberapa penyakit jantung kongenital dikaitkan dengan sindrom seperti sindrom
mikrodelesi 22q11 (defek konko-trunkal), sindrom Noonan (stenosis pulmonal, defek septum atrium)
, dan Holt-Oram-syndrome (defek septum atrium dan ventrikel). Pada sindrom-sindrom ini,
pewarisan bersifat dominan autosom dan risiko 50%. Pada semua pasien dengan penyakit jantung
kongenital, termasuk pasien laki-laki, risiko harus didiskusikan dan konseling oleh ahli genetika harus
ditawarkan.1,4

II.3 Stratifikasi Resiko

II.3.1 Maternal high risk conditions [World Health Organization (III)–IV]

Penderita penyakit jantung congenital dalam keadaan NYHA kelas III/IV atau dengan
penurunan fungsi ventrikel kiri merupakan golongan penderita dengan resiko kehamilan yang sangat
tinggi. Selain kedua hal tersebut, resiko tinggi kehamilan pada penyakit jantung congenital juga
didapatkan dalam keadaan berikut ini. 5

Gambar 2. Modified WHO classification of maternal cardiovascular risk. 5


II.3.1.1 Hipertensi Pulmonal
Risiko maternal
Hipertensi pulmonal meliputi sekelompok penyakit dengan patofisiologi yang berbeda mulai
dari hipertensi pulmonal yang terkait dengan penyakit jantung kiri, hipertensi pulmonal yang
berkaitan dengan penyakit paru-paru dan / atau hipoksia, hipertensi pulmonal trombo-embolik
kronis, dan hipertensi pulmonal dengan mekanisme yang tidak jelas dan atau multifaktorial. PAH
termasuk bentuk penyakit idiopatik serta hipertensi pulmonal yang terkait dengan penyakit jantung
bawaan, dengan atau tanpa operasi korektif sebelumnya. PAP rata-rata ≥25 mmHg saat istirahat
merupakan indikasi hipertensi pulmonal.87 Risiko kematian ibu yang tinggi dilaporkan (17-33%) pada
pasien dengan PAH berat dan sindrom Eisenmenger.87 , 88 Kematian ibu terkait hipertensi pulmonal
terjadi pada trimester terakhir kehamilan dan pada bulan-bulan pertama setelah melahirkan karena
krisis hipertensi pulmonal, trombosis paru, atau gagal jantung kanan. Faktor risiko untuk kematian
ibu adalah: rawat inap terlambat, keparahan hipertensi pulmonal, serta tindakan anastesi.87 Risiko
pada kehamilan dinyatakan meningkat dengan tekanan paru yang lebih tinggi. Namun, bahkan
bentuk moderat penyakit vaskular paru dapat memburuk selama kehamilan sebagai akibat dari
penurunan resistensi vaskular sistemik dan peningkatan beban ventrikel kanan, dan tidak ada nilai
cut-off aman yang diketahui. Risiko untuk pasien kongenital setelah penutupan shunt yang sukses
dengan tekanan paru yang sedikit meningkat [mis. setelah penutupan defek septum atrium (ASD)
dengan tekanan rata-rata 30 mmHg] tidak diketahui dengan baik, tetapi risiko ini mungkin lebih
rendah dan kehamilan dapat dipertimbangkan setelah penilaian risiko yang cermat atas dasar semua
modalitas diagnostik yang tersedia di pusat khusus. 5,6

Resiko obstetrik
Angka survival neonatal pada ibu dengan hipertensi pulmonal mencapai 87–89%. 5,7

Tatalaksana
Tindakan awal dari diketahui adanya kehamilan pada penderita hipertensi pulmonal adalah
saran untuk dilakukannya terminasi. Mengingat risiko anestesi ini harus dilakukan di pusat tersier
berpengalaman dalam pengelolaan pasien PAH. Jika pasien memilih untuk melanjutkan kehamilan
meskipun berisiko, mereka harus dikelola di pusat kesehatan dengan keahlian dalam PAH dan
tersedianya semua pilihan terapeutik.68 Setiap upaya harus dilakukan untuk mempertahankan
volume sirkulasi, menghindari hipotensi sistemik, hipoksia dan asidosis yang mungkin mencetuskan
gagal jantung. Terapi oksigen tambahan harus diberikan jika ada hipoksemia. I.v. prostasiklin atau
iloprost aerosol telah digunakan secara antenatal dan peripartum untuk memperbaiki hemodinamik
selama persalinan.90 Pada pasien yang sudah memakai terapi obat untuk PAH sebelum hamil,
kelanjutan terapi ini harus dipertimbangkan, tetapi pasien harus diberitahu tentang efek teratogenik
beberapa terapi, seperti bosentan. Pemantauan hemodinamik dilakukan baik secara klinis
pemeriksaan fisik hingga echocardiography.5
Terapi Medikamentosa
Pada pasien di mana memiliki indikasi untuk antikoagulasi sebelum terjadinya kehamilan,
penggunaan antikoagulasi juga harus dipertahankan selama kehamilan.89 Pada PAH terkait dengan
shunt jantung bawaan tanpa adanya hemoptisis yang signifikan, pengobatan antikoagulan harus
dipertimbangkan pada pasien dengan trombosis arteri pulmonal gagal jantung. Dalam PAH terkait
dengan gangguan jaringan ikat, pengobatan antikoagulan harus dipertimbangkan secara individual.
Dalam PAH terkait dengan hipertensi portal, antikoagulasi tidak dianjurkan pada pasien dengan
peningkatan risiko perdarahan.5
Jenis antikoagulasi selama kehamilan (UFH vs LMWH) perlu diputuskan secara individual.
Tidak terdapat studi randomized yang membandingkan efektivitas heparin; tidak ada penelitian yang
tersedia mengenai risiko yang terkait dengan penggantian OAC selama kehamilan baik oleh UFH atau
LMWH. Penilaian risiko mengenai jenis antikoagulasi yang dipilih harus dilakukan. Karena
peningkatan risiko perdarahan pada pasien ini, aplikasi LMWH atau UFH subkutan lebih disukai
daripada pemberian antikoagulasi oral selama kehamilan. Harus diakui bahwa interaksi obat yang
berpotensi signifikan dengan terapi yang ditargetkan PAH dapat terjadi, dan pemantauan
antikoagulan yang cermat diperlukan [pemantauan INR; pemantauan waktu tromboplastin parsial
teraktivasi (aPTT) dalam kasus UFH; tingkat anti-Xa dalam kasus LMWH]. 5,6,7

Mode Persalinan
Model persalinan pada hipertensi pulmonal bersifat sangat individual. Meskipun begitu,
Persalinan caesar yang direncanakan dan persalinan pervaginam lebih dianjurkan daripada
persalinan caesar darurat.5

II.3.1.2 Patients with the ‘Eisenmenger syndrome’

Risiko Maternal
Seperti halnya pada hipertensi pulmonal, saat didapatkan adanya kehamilan penderita
dengan Eisenmenger syndrome disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan. Pasien
Eisenmenger perlu pertimbangan khusus karena hubungan hipertensi pulmonal dengan sianosis
yang diakibatkan shunt kanan-ke-kiri. Vasodilatasi sistemik meningkatkan shunt kanan-ke-kiri dan
menurunkan aliran pulmonal, yang menyebabkan peningkatan sianosis dan akhirnya ke keadaan
output yang rendah. Literatur melaporkan kematian ibu yang tinggi 20-50%, terjadi paling sering
pada periode peri- atau pasca-partum.5
Risiko Obstetric
Keadaan sianosis memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap fetus, dimana angka abortus
sangat tinggi dan keberhasilan lahir hanya sekitar 12% jika saturasi mencapai 85%.. 6

Tatalaksana
Ketika kehamilan terjadi, risiko harus didiskusikan dan penghentian kehamilan ditawarkan;
namun, terminasi juga membawa risiko. Jika pasien ingin melanjutkan kehamilan, perawatan harus
dirujuk pada unit spesialis. Trombo-emboli merupakan risiko utama untuk pasien sianosis, oleh
karena itu pasien harus dipertimbangkan untuk profilaksis setelah tinjauan hematologi dan
investigasi untuk hemostasis darah. Antikoagulasi harus digunakan dengan hati-hati, karena pasien
dengan sindrom Eisenmenger juga rentan terhadap hemoptisis dan trombositopenia. 5
Risiko dan manfaat dari antikoagulasi karenanya harus dipertimbangkan secara hati-hati
pada setiap pasien. Pada pasien dengan gagal jantung, diuretik harus digunakan dengan bijaksana
dan pada dosis efektif terendah untuk menghindari haemoconcentration dan deplesi volume
intravaskular. Mikrositosis dan defisiensi zat besi sering terjadi dan harus diterapi dengan suplemen
oral atau i.v. besi. Tinjauan klinis berupa saturasi oksigen, hemodinamik dan profil darah sangat
diindikasikan. 6

Mode Persalinan
Jika kondisi ibu atau janin memburuk, persalinan caesar dini harus direncanakan dan harus
dilakukan di pusat tersier berpengalaman dalam pengelolaan pasien ini. Selain itu, masuk rumah
sakit tepat waktu, pengiriman direncanakan elektif, dan anestesi regional dapat meningkatkan
keselamatan ibu.5.6
Gambar 3. Modified WHO classification of maternal cardiovascular risk: application. 5

II.3.1.3 Cyanotic heart disease without pulmonary hypertension


Risiko Maternal
Penyakit jantung kongenital sianotik biasanya dikoreksi sebelum kehamilan, tetapi beberapa
kasus yang tidak dapat dioperasi atau paliatif dapat mencapai usia subur. Komplikasi maternal (gagal
jantung, trombosis pulmonal atau sistemik, supraventricular arrhythmias, endokarditis infektif) terjadi
pada 30% pasien hamil dengan penyakit jantung congenital sianosis. Jika saturasi oksigen istirahat
kurang dari 85%, risiko kematian ibu dan janin yang cukup tinggi dan kehamilan merupakan
kontraindikasi. Jika saturasi oksigen istirahat adalah 85-90%, disarankan untuk dilakukan pengukuran
pada aktivitas. Jika saturasi menurun secara signifikan maka kehamilan memiliki prognosis yang buruk.5

Risiko Obstetris
Derajat hipoksemia ibu adalah prediktor terpenting dari outcome janin. Dengan istirahat
saturasi darah ibu 90%, memiliki prognosis yang baik denganangka kematian janin mencapai 10%. Jika
saturasi oksigen ibu kurang dari 85%, kemungkinan bayi lahir hidup adalah_12%.5,6

Tatalaksana
Selama kehamilan, pembatasan aktivitas fisik dan oksigen tambahan (pemantauan saturasi
oksigen) direkomendasikan. Adanya peningkatan risiko emboli menyebabkan pencegahan stasis vena
(penggunaan stoking kompresi dan menghindari posisi terlentang) menjadi penting. Untuk tirah baring
yang lama, pemberian heparin profilaksis harus dipertimbangkan. Hematokrit dan kadar hemoglobin
bukan merupakan indikator hipoksemia yang dapat diandalkan. Trombo-emboli merupakan risiko utama
untuk pasien sianosis, oleh karena itu pasien harus dipertimbangkan untuk profilaksis setelah tinjauan
hematologi dan investigasi untuk hemostasis darah. 5

Medikamentosa
Thromboprophylaxis LMWH harus dipertimbangkan jika hemostasis darah normal. Diuretik dan
terapi zat besi diindikasikan dengan cara yang sama seperti pada pasien dengan sindrom Eisenmenger. 6

Persalinan
Persalinan pervaginam sangat disarankan pada kondisi ini. Meskipun begitu, jika kondisi ibu
atau janin memburuk, persalinan caesar dini harus direncanakan. Mengingat risiko anestesi pada
penderita serta kesiapan persalinan Caesar yang direncanakan jika pervaginam tidak memungkinkan
maka ini harus dilakukan di pusat tersier berpengalaman dalam pengelolaan pasien ini .5,6

3.2 Maternal low and moderate risk conditions (World Health Organization I, II, and II)

Pada pasien yang telah mengalami perbaikan bedah sebelum kehamilan dan berhasil tanpa
implantasi katup jantung mekanis, kehamilan sering ditoleransi dengan baik jika toleransi saat aktifitas
baik, fungsi ventrikel normal, dan status fungsional baik. Pasien harus mulai diperhatikan rutin pada
akhir trimester pertama dengan pemeriksaan fisik rutin dan evaluasi hemodinamik serta
echocardiografi. Rencana tindak lanjut harus bersifat individual dengan mempertimbangkan
kompleksitas penyakit jantung dan status klinis pasien. Beberapa kondisi bawaan dapat memburuk
selama kehamilan, oleh karena kontrol rutin dan pemeriksaan harus dilakukan. Persalinan pervagina
merupakan metode yang disarankan pada kasus-kasus seperti ini.5

III. Tatalaksana
Gambar 4. Multi-disciplinary, multi-step risk assessment, counselling, and management planning. 1

Tatalaksana secara umum


Untuk setiap kehamilan, harus disiapkan rencana tindak lanjut hingga post partum yang
melibatkan multidisiplin.. Isi dari rencana tatalaksanan ini tergantung pada perkiraan risiko ibu dan
janin. Sementara kehamilan berisiko tinggi harus disusun oleh tim multi-disiplin yang berdedikasi dan
berpengalaman di pusat perawatan tersier. Sementara wanita dengan risiko rendah untuk komplikasi
kardiovaskular dan janin dapat dikelola di pusat-pusat kesehatan regional. Kolaborasi yang baik antara
pusat regional dan pusat rujukan tersier adalah yang terpenting. Semua wanita hamil dengan penyakit
jantung kongenital harus ditawarkan echocardiography janin antara 18 dan 21 minggu kehamilan. 1
Frekuensi pemeriksaan dan tindak lanjut kardiologis selama kehamilan harus bersifat individual
sesuai dengan perkiraan risiko dan komplikasi yang diantisipasi berdasarkan penilaian risiko yang
komprehensif. Untuk wanita dengan risiko rendah atau menengah, pemeriksaan ksebaiknya dilakukan
menjelang akhir trimester pertama, usia gestasi 20 minggu dan pada puncak beban hemodinamik pada
usia gestasi 28-28 minggu. Mereka yang berisiko tinggi membutuhkan tindak lanjut pemeriksaan
kardiologi setiap bulannya. Setiap penderita yang mengalami gejala baru atau memburuk selama
kehamilan (yaitu palpitasi atau sesak napas meningkat) dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
segera oleh tim multidisiplin spesialisnya.1,8

Gambar 5. Multi-disciplinary team. CHD 1

Cardiac intervensi dan Operasi


Meskipun intervensi perkutan umumnya mungkin selama kehamilan, keputusan untuk
melakukan intervensi semacam itu membutuhkan penilaian interdisipliner yang cermat dengan
mempertimbangkan risiko dan manfaat. Prosedur harus dilakukan oleh tim berpengalaman di pusat
perawatan tersier, dengan tujuan untuk menjaga dosis radiasi untuk janin seminimal mungkin dengan
memperpendek waktu radiasi, menggunakan akses arteri brakialis dan melindungi rahim. Jika
memungkinkan, intervensi harus dilakukan pada trimester kedua setelah selesainya organogenesis
tetapi sebelum rahim telah menjadi sangat besar. Namun, waktu intervensi masih bisa diperdebatkan.
Operasi jantung cardio-pulmonary membawa risiko tinggi kehilangan janin. Jika operasi jantung dapat
ditunda sampai minggu ke-28 kehamilan dan dilakukan persalinan sebelumnya dengan induksi
kematangan paru harus dipertimbangkan.1

Kejadian Gagal Jantung dan Tatalaksana


Sebuah studi multi-pusat baru-baru ini telah menunjukkan dua waktu pada kehamilan yang
memungkinkan terjadinya gagal jantung pada wanita dengan penyakit jantung kongenital. Yang pertama
adalah menjelang akhir trimester kedua kehamilan, ketika cardiac output kardiovaskular mencapai
kebutuhan tinggi dan puncak kedua adalah postpartum dini. Namun penting untuk menekankan bahwa
manifestasi gagal jantung dapat berbeda antara berbagai jenis penyakit jantung kongenital serta antar
individu.1
Menegakan diagnosis gagal jantung pada kehamilan mungkin sulit karena tanda dan gejala
(sesak nafas saat aktivitas, edema perifer, dan sinus tachycardia) mungkin sulit dibedakan dari temuan
normal pada kehamilan. Penilaian klinis status cairan penting dan harus dilengkapi dengan laboratorium
reguler dan penilaian ekokardiografi. Rontgen dada relatif tidak berbahaya untuk janin dan dapat
dilakukan bila diperlukan. Pengukuran serial peptida natriuretik (Pro-BNP atau BNP) dapat membantu
dalam stratifikasi risiko. 8
Jika gagal jantung terjadi selama kehamilan, pasien harus dirawat di pusat perawatan tersier.
Faktor pencetus, seperti aritmia (intermiten), harus dicari dan diatasu secara aktif. Istirahat di tempat
tidur, oksigen tambahan, dan keseimbangan cairan yang cermat dengan pengukuran berat badan harian
harus dimulai. Inotropik mungkin diperlukan untuk memperbaiki gagal jantung dan pemberian diuretik
secara hati-hati dapat digunakan untuk memperbaiki kongesti paru tetapi overdiuresis dengan
perburukan aliran darah uteroplasenta harus dihindari. Selain b-blocker, pengobatan standar gagal
jantung seperti angiotensin-converting-enzyme inhibitors atau aldosteroneantagonists merupakan
kontraindikasi pada kehamilan. Hydralazine dan nitrat dapat digunakan untuk pengurangan afterload.
Setelah persalinan, penggunaan angiotensin-converting-enzyme inhibitor biasanya aman untuk bayi
pada wanita menyusui. Profilaksis tromboemboli yang baik adalah wajib, terutama pada pasien dengan
tirah baring. Dalam kasus persalinan gagal jantung refrakter harus direnungkan segera setelah janin
layak, atau, dalam kasus ketidakstabilan hemodinamik persisten, terlepas dari durasi kehamilan, seperti
kesehatan ibu selalu memiliki prioritas. Induksi maturitas paru dengan kortikosteroid dapat
menyebabkan retensi cairan dan memburuknya gagal jantung. Setelah pemulihan postpartum stabilitas
hemodinamik, pengurangan afterload dengan angiotensin-converting-enzyme inhibitor harus dimulai. 1,8

IV. RINGKASAN
Dalam kebanyakan kasus, kehamilan dapat berhasil dikelola pada ibu dengan penyakit jantung
bawaan. Namun, ada beberapa kontraindikasi penyakit jantung kongenital untuk kehamilan. Untuk
mengoptimalkan hasil ibu dan bayi, kerja sama erat antara spesialis kedokteran ibu-janin dan ahli
jantung dengan keahlian dalam ACHD adalah penting.

Anda mungkin juga menyukai