Anda di halaman 1dari 4

Metode Persalinan Pada PEB

Cara persalinan yang ideal pada pasien dengan preeklamsia masih harus dilakukan
pengkajian. Preeklamsia adalah salah satu alasan paling umum untuk interupsi terapeutik
kehamilan, karena persalinan merupakan satu-satunya pengobatan definitif untuk proses tersebut.
Terdapat beberapa pertimbangan mengenai cara persalinan pada preeklampsia berat, diantaranya:

1. Faktor paritas, komorbid yang lain dan derajat beratnya penyakit

Dalam sebuah penelitian didapatkan tingkat operasi caesar yang tinggi hampir 70%
ditemukan pada pasien dengan preeklamsia berat. Operasi caesar dikaitkan dengan
peningkatan morbiditas ibu, meningkatkan risiko perdarahan dan infeksi, komplikasi dan
tingkat krisis hipertensi postpartum, dan rawat inap yang lama. Hasil penelitian melaporkan
bahwa mode terbaik persalinan dalam kasus preeklamsia adalah melalui rute vagina hal ini
dikarenakan peningkatan risiko komplikasi perdarahan post partum yang meningkat terkait
dengan persalinan sesar. Namun keputusan untuk pemilihan jenis persalinan tetap bersadar
pada pertimbangan morbiditas ibu dan janin.1
Jenis persalinan bedah sesar dilakukan pada pasien dengan preeklampsia berat dengan
risiko yang lebih tinggi mencakup jumlah paritas dan penyulit lainnya. Hal ini berkaitan
dengan morbiditas ibu post partum yang signifikan. Induksi persalinan dapat menjadi
pilihan untuk pasien dengan preeklamsia berat pada >34 minggu kehamilan karena 48%
wanita memiliki kemungkinan berhasil melahirkan pervaginam. Penting untuk ditekankan
bahwa meskipun induksi persalinan tampaknya lebih berhasil dengan bertambahnya usia
kehamilan, bishop skor adalah prediktor terbaik untuk keberhasilan persalinan.2

2. Resiko persalinan pervaginam : persalinan kala 1 membebani ventrikel kiri terutama bila
nyeri, persalinan kala 2 akan menyebabkan peningkatan volume darah intravascular dan
persalinan kala 3-4 jika ada kehilangan darah

Persalinan pervaginam dapat direkomendasikan untuk ibu hamil dengan preeklamsia


berat selama tidak ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam. Percobaan partus
pervaginam tidak akan meningkatkan komplikasi ibu dan neonatus, tetapi pemantauan janin
dan evaluasi persalinan harus dilakukan menguatkan selama proses persalinan.3
Selama kontraksi uterus pada persalinan terjadi peningkatan lebih lanjut dalam curah
jantung sebagai akibat dari peningkatan volume sekuncup dan denyut jantung. Peningkatan
curah jantung selama kontraksi menjadi semakin besar seiring dengan kemajuan persalinan.
Pada dilatasi lebih dari atau sama dengan 8 cm, curah jantung meningkat dari rata-rata basal
7,88 l/mnt menjadi 10,57 l/mnt selama kontraksi. Ada juga peningkatan lebih lanjut dalam
tekanan darah rata-rata selama kontraksi. Satu jam setelah melahirkan, denyut jantung dan
curah jantung telah kembali ke nilai sebelum persalinan, meskipun tekanan arteri rata-rata
dan volume sekuncup tetap meningkat. Pada 24 jam setelah melahirkan semua variabel
hemodinamik telah kembali ke nilai sebelum persalinan. Perubahan hemodinamik sebesar
yang ditemukan dalam seri ini memiliki relevansi klinis yang cukup besar dalam mengelola
ibu dengan penyulit fungsi kardiovaskular.4

3. Persalinan per vaginam dengan Tindakan akan mengurangi pengaruh valsava pada
kardiovaskular.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa morbiditas janin lebih tinggi ketika kala II
persalinan (didefinisikan sebagai waktu dari dilatasi serviks penuh hingga kelahiran janin)
melebihi 2 jam, terlepas dari pengujian janin. Dengan demikian, penyedia layanan kebidanan
didorong untuk mempercepat persalinan setelah kala dua persalinan tercatat lebih lama.
Risiko bagi ibu dari persalinan kala dua yang berkepanjangan termasuk cedera perineum
yang parah (didefinisikan sebagai laserasi perineum derajat ketiga atau keempat) dan
perdarahan postpartum, dan tampaknya lebih terkait dengan instrumentasi obstetrik daripada
lamanya kala II.5
Manajemen kala kedua adalah komponen penting dari perawatan untuk mengurangi
beban kardiovaskular. Kala II persalinan menjadi penting dengan target melahirkan bayi
dengan beban kerja jantung seminimal mungkin. Untuk mencapai hal ini, kala dua persalinan
harus sesingkat mungkin, dengan intervensi yang bertujuan untuk menjaga ibu tetap rileks
dan tidak stres. Persalinan pervaginam dengan tindakan merupakan upaya untuk peringan
kala II.5

4. Resiko persalinan bedah sesar : anestesi, perdarahan dan komplikasi post operasi

Ada lebih banyak komplikasi terjadi pada ibu dan kebutuhan perawatan intensif pada
bayi terhadap kelompok operasi caesar namun rasio kematian ibu pada kedua kelompok
(persalinan pervaginam dan bedah sesar ) adalah serupa.5 Dalam sebuah penelitian
didapatkan tingkat operasi caesar yang tinggi hampir 70% ditemukan pada pasien dengan
preeklamsia berat. Operasi caesar dikaitkan dengan peningkatan morbiditas ibu,
meningkatkan risiko perdarahan dan infeksi, komplikasi dan tingkat krisis hipertensi
postpartum, dan rawat inap yang lama.1
Ada insiden yang lebih besar dari perdarahan postpartum, kebutuhan akan darah
transfusi dan lebih dari 7 hari rawat inap pada pasien yang dikirim ke operasi caesar langsung
dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Apgra Skor pada skor 5 menit < 7 dan masuk
NICU di neonatus secara signifikan lebih tinggi pada kelompok operasi caesar.3

5. Uterotonika : okistosin diberikan dosis rendah dan jangan bolus karena akan menyebabkan
vasodilatasi dan takikardia, hindari methyl erhometrine.

Pada pasien persalinan dengan akses intravena, direkomendasikan manajemen aktif


kala tiga meliputi infus oksitosin 10-40U selama 1-4 jam (>0,16U/menit). Bolus intravena
tidak direkomendasikan karena diketahui dapat menyebabkan hipotensi berat yang
mengakibatkan kolaps kardiovaskular dan kematian, terutama pada wanita dengan penyakit
jantung.6
Dalam sebuah penelitian disebutkan semua wanita memiliki pemantauan hemodinamik
invasif terus menerus selama anestesi spinal untuk operasi caesar menggunakan monitor.
Pasien preeklampsia diberikan bolus intravena oksitosin 5IU setelah melahirkan. Setelah
bolus intravena oksitosin 5IU semua pasien mengalami peningkatan denyut jantung,
penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan penurunan tekanan darah. Lima pasien
mengalami penurunan curah jantung karena ketidakmampuan untuk meningkatkan volume
sekuncup. Efek hemodinamik oksitosin pada wanita dengan preeklamsia berat mungkin
kurang dapat diprediksi dibandingkan dengan temuan pada wanita hamil yang sehat,
menunjukkan bahwa oksitosin harus diberikan dengan hati-hati pada wanita dengan
preeklamsia berat.7

Daftar Pustaka :

1. Amorim MMR, Katz L, Barros AS, Almeida TSF, Souza ASR, Faúndes A. Maternal
outcomes according to mode of delivery in women with severe preeclampsia: A cohort
study. J Matern Neonatal Med. 2015;28(6):654–60.

2. Nassar AH, Adra AM, Chakhtoura N, Gomez-Marin O, Beydoun S. Severe preeclampsia


remote from term: Labor induction or elective cesarean delivery? Am J Obstet Gynecol.
1998;179(5):1210–3.

3. Xu X, YAN JY, Chen L. Risk Factors and Maternal-Fetal Outcomes of Pregnant with
Preeclampsia Who Converted to Cesarean Section After A Trial Vaginal Birth. 2020;1–
11.

4. British Medical Journal (Clinical Research Edition) Vol. 295, No. 6607 (Nov. 7, 1987),
pp. 1169-1172 (4 pages).

5. Amorim MMR, Souza ASR, Katz L. Planned caesarean section versus planned vaginal
birth for severe pre-eclampsia. Cochrane Database Syst Rev. 2017;2017(10).

6. Salmon N. Managing Cardiac Conditions During Labor and Delivery. 2018;

7. No Title. Int J Obstet Anesth. (Haemodynamic effects of oxytocin in women with


severe):20(1):26-9, 7.

Anda mungkin juga menyukai