Anda di halaman 1dari 15

Clinical Science Session

*Program Studi Profesi Dokter/G1A221036

**Pembimbing/ dr. Suhair, Sp.OG Subsp. Urogin RE

“Penanganan Plasenta Previa pada Kehamilan”

Oleh:

Sindhi Yuliza Wirta*

dr. Suhair, Sp.OG Subsp. Urogin RE**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Clinical Science Session (CSS)

“Penanganan Plasenta Previa pada Kehamilan”

Disusun Oleh:

Sindhi Yuliza Wirta

G1A221036

Jambi, Desember 2023

Pembimbing:

dr. Suhair, Sp.OG Subsp. Urogin RE

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Clinical Science
Session yang berjudul “Penanganan Plasenta Previa pada Kehamilan” Dalam kesempatan ini
saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Suhair, Sp.OG Subsp. Urogin RE selaku
dosen pembimbing yang memberikan banyak ilmu selama di Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Obstetri dan Ginekologi .

Penulis menyadari bahwa laporan Clinical Science Session ini jauh dari sempurna,
penulis juga dalam tahap pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar
lebih baik kedepannya.

Akhir kata, saya berharap semoga laporan Clinical Science Session ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan pengetahuan kita.

Jambi, Desember 2023

Penulis
Penanganan Plasenta Previa pada Kehamilan”

Abstrak

Tujuan : Jurnal ini membahas tentang membahas mengenai komplikasi, insidensi, faktor
risiko, dan pilihan terapi plasenta previa.

Sumber Data : The Egyptian Journal of Hospital Medicine (July 2017) Vol.68 (3), Page
1549-1553

Kesimpulan : Plasenta previa merupakan salah satu tantangan terapi dalam dunia obstetrik
saat ini. Kejadian plasenta previa semakin meningkat berhubungan dengan peningkatan
angka operasi Caesar. Diagnosis prenatal plasenta previa sulit dilakukan sehingga seringkali
tidak dapat dikonfirmasi. Metode dan persiapan tim multidisiplin sangat penting dalam
penanganan kondisi ini yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu serta
neonatus. Perencanaan penanganan pre, intra, dan paska operasi pada kasus dugaan plasenta
previa memungkinkan pengambilan keputusan yang tepat dan logis. Rujukan ke layanan
kesehatan tersier yang memiliki intervensi radiologis dan persediaan darah harus
dipertimbangkan pada kasus dugaan plasenta previa, terutama pada pasien yang menolak
transfusi darah. Terapi yang paling baik adalah histerektomi lewat operasi Caesar, walaupun
pada kasus-kasus tertentu dapat dipertimbangkan terapi konvensional.

PENDAHULUAN
Plasenta previa merupakan komplikasi obstetri yang biasanya menunjukkan gambaran
perdarahan per vaginam tanpa nyeri yang terjadi pada trimester ketiga yang disebabkan oleh
letak plasenta yang dekat atau menutupi os servikalis interior. Seiring dengan perkembangan
teknologi ultrasonografi, diagnosis plasenta previa telah ditegakkan pada kehamilan. Secara
[1]
umum terdapat tiga tipe plasenta previa yaitu total, parsial, dan marginal . Definisi ini telah
dikombinasi menjadi dua definisi yakni previa total dan marginal. Plasenta previa
dikarakterisasi sebagai suatu kondisi yang terjadi pada masa kehamilan dimana plasenta
[2]
terletak pada segmen bawah uterus, menutupi os servikalis interior secara total atau parsial .
Plasenta previa total merupakan kondisi dimana plasenta menutupi os interior secara total,
plasenta previa parsial adalah kondisi dimana plasenta menutupi sebagian os, sedangkan
plasenta previa marginal adalah kondisi dimana plasenta mendekati batas os [3].
Meningkatnya frekuensi operasi Caesar dalam 50 tahun terakhir ini merupakan faktor yang
turut berperan dalam semakin meningkatnya kejadian plasenta previa [4]. Angka kejadian
plasenta previa di dalam literatur adalah sekitar 4 dalam 1000 persalinan. Faktor risiko yang
berhubungan dengan meningkatnya bahaya dalam kejadian plasenta previa termasuk usia ibu
yang sudah lanjut, riwayat aborsi sebelumnya, multiparitas, riwayat C/S terdahulu, dan
merokok saat kehammilan [5]. Pasien dengan plasenta previa harus mengurangi aktivitas untuk
menghindari perdarahan ulang. Selain itu pemeriksaan pelvis dan berhubungan seksual juga
harus dihindari.
Pada beberapa tahun terakhir, publikasi telah menggambarkan diagnosis dan hasil dari
plasenta previa berdasarkan lokalisasi, menggunakan sonografi transvaginal (TVS) bila jarak
antara ujung plasenta dengan os servikalis internal dapat diukur secara tepat. Nilai prognostik
dari diagnosis lewat TVS yang semakin meluas telah menyebabkan terminologi klasifikasi
terdahulu tidak lagi dipergunakan.

Gambar 1. Plasenta Normal vs Plasenta Previa

KOMPLIKASI PLASENTA PREVIA


Plasenta previa mempersulit sekitar 0,5% dari seluruh kehamilan [7].
Perbaikan teknologi ultrasonografi telah menyebabkan plasenta previa dapat ditentukan
lebih awal dan beberapa pemeriksaan menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan awal ini tidak
terlihat lagi saat persalinan [8, 9]. Bahkan 90% dari seluruh plasenta yang dikatakan “letak
rendah” pada sonogram awal tidak lagi disebutkan sebagai “letak rendah” pada trimester
ketiga [10]. Walaupun demikian, komplikasi plasenta previa pada ibu dan janin sering
dilaporkan. Persalinan prematur sering terjadi pada plasenta previa, dimana 16,9% pasien
melahirkan pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu dan 27,5% melahirkan pada usia
kehamilan antara 34 – 37 minggu pada suatu populasi pada pemeriksaan tahun 1989 hingga
1997 [11].
Pasien dengan plasenta previa mengalami peningkatan risiko terjadinya perdarahan paska
persalinan dan perlunya dilakukan histerektomi darurat [12]. Komplikasi plasenta previa pada
neonatus/bayi dan pada ibu dirangkum pada tabel 1.

Tabel 1. Komplikasi plasenta previa dirangkum seperti di bawah ini [13, 14]:
Neonatus Ibu
• Peningkatan risiko pada bayi • Abruptio plasenta
• Malformasi kongenital • Persalinan prematur
• Berat badan lahir rendah (< 2500 g) • Angka transfusi darah yang lebih tinggi
• Kuning pada bayi • Peningkatan insidensi endometritis
• Presentasi janin abnormal paska persalinan
• Sindrom gagal napas pada neonatus • Perdarahan, termasuk perdarahan ulang
• Perawatan di ruang rawat intensif (perencanaan persalinan dan
neonatus (NICU) pengendalian perdarahan sangat penting
• Rawat inap lebih lama pada kasus-kasus plasenta previa,
• Retardasi pertumbuhan janin intrauterus plasenta akreta, inkreta, dan perkreta)
(IUGR) • Angka mortalitas (2 – 3%); di Amerika
• Isoimunisasi Rh dan anemia janin Serikat angka mortalitas ibu mencapai
• Angka mortalitas neonatus: mencapai 0,03% yang berhubungan dengan
1,2% di Amerika Serikat [15] perdarahan Rahim dan
• Gangguan perkembangan neurologi komplikasi disseminated intravascular
dan sudden infant death coagulopathy
syndrome (SIDS) [16]

FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor di bawah ini telah diketahui sebagai faktor risiko plasenta previa termasuk:
• Riwayat aborsi sebelumnya atau aborsi rekuren
• Riwayat cedera atau operasi pada uterus
• Tidak berasal dari ras kulit putih
• Status sosioekonomi rendah
• Merokok
• Terapi infertilitas
• Multiparitas (5% pada pasien grande multipara)
• Gestasi multipel
• Interval antar kehamilan yang pendek
• Riwayat operasi Caesar [17], termasuk kehamilan pertama setelah operasi Caesar [18]
• Usia ibu yang sudah lanjut (> 35 tahun)
• Riwayat plasenta previa (4 – 8%)
• Penggunaan kokain
Implantasi plasenta diawali dengan embrio (embryonic plate) menempel pada uterus
bawah (kaudal). Seiring dengan penempelan dan pertumbuhan plasenta, plasenta kemudian
dapat menutupi os servikalis. Diperkirakan terdapat vaskularisasi desidual yang tidak
sempurna yang timbul dari serviks yang diduga disebabkan oleh inflamasi atau perubahan
atropi. Secara intrinsik, bagian dari plasenta yang mengalami perubahan atropi dapat bertahan
sebagai vasa previa. Alasan utama terjadinya perdarahan pada trimester ketiga adalah
plasenta previa yang biasanya menyebabkan perdarahan tanpa nyeri. Perdarahan diduga
berhubungan dengan perubahan segmen uterus bawah pada trimester ketiga. Pelekatan
plasenta terganggu karena area ini perlahan-lahan menjadi semakin tipis dalam persiapan
persalinan sehingga menyebabkan perdarahan pada lokasi implantasi karena uterus tidak
dapat berkontraksi dengan baik dan menghentikan aliran darah dari pembuluh darah yang
terbuka. Trombin yang dilepaskan dari lokasi perdarahan merangsang kontraksi uterus dan
menyebabkan siklus berulang antara perdarahan – kontraksi – pemisahan plasenta –
perdarahan.
Perdarahan per vaginam diduga timbul pada trimester ketiga. Pada suatu studi yang
dilakukan pada 179 perempuan, 33,7% dari ibu hamil mengalami episode perdarahan
pertama sebelum usia kehamilan 30 minggu sedangkan 40,6% ibu hamil mengalami
perdarahan setelah usia kehamilan 30 minggu. Dari seluruh pasien yang terkonfirmasi
menderita plasenta previa, hanya 21,7% yang tidak mengalami perdarahan selama masa
kehamilan [19].
Plasenta previa seringkali menyebabkan persalinan prematur, dimana 44% kehamilan
dengan plasenta previa melahirkan sebelum usia kehamilan 37 minggu [15].

Penanganan plasenta previa


Dokter harus selalu mengantisipasi perdarahan berat dan persalinan prematur pada pasien
dengan plasenta previa. Persiapakan penanganan dengan baik, termasuk transfer ke rumah
sakit yang lebih lengkap bila diperlukan. Perdarahan difus seringkali terjadi pada lokasi
implantasi di dalam bagian uterus bawah setelah persalinan [20]. Oleh karena itu sangat
penting untuk dokter untuk mempelajari pemberian darah dalam jumlah besar. Pemberian
transfusi dalam jumlah besar dapat diberikan tergantung pada kondisi pasien. Penggunaan
uterotonik, termasuk metilergonovin maleat (Methergine), 15 metil prostaglandin F2 alfa
(Hemabate), oksitosin terkonsentrasi, atau misoprostol merupakan bantuan farmakologis
yang baik dalam kondisi atonia uterus yang merupakan penyebab utama perdarahan paska
persalinan. Bila diperlukan maka diperlukan alternatif terapi bedah seperti yang telah
disebutkan sebelumnya. Dokter seringkali mempergunakan campuran obat dan tindakan
bedah. Bila terjadi perdarahan banyak maka diperlukan penggantian darah dengan cepat.
Dalam kondisi ini maka dapat diberikan Protokol Transfusi dalam jumlah Besar dengan
mempertimbangkan penyesuaian dengan status hemodinamik pasien dengan metode
pemberian produk darah dengan cepat.
Hemostasis dapat diidentifikasi berdasarkan satu atau lebih dari tanda-tanda di bawah ini:
• Pengawasan lokasi implantasi plasenta
• Ligasi arteri uterus bilateral (jahitan O’Leary)
• Ligasi arteri iliaka internal
• Ligasi terputus sirkular mengelilingi segmen uterus bawah baik di atas maupun di bawah
insisi transversal
• Penutupan dengan kasa atau tamponade dengan kateter balon Bakri
• Jahitan B-lynch
• Histerektomi dengan operasi Caesar

INDIKASI RAWAT INAP


Pada kehamilan tanpa komplikasi, lanjutkan penanganan pada pasien dengan plasenta
previa hingga terjadi perdarahan. Penelitian tidak menunjukkan adanya perbedaan morbiditas
ibu atau janin antara penanganan di rumah atau rawat inap sebelum adanya perdarahan pada
pasien-pasien tersebut. Setiap pasien yang diduga atau diketahui dengan plasenta previa dan
perdarahan per vaginam yang pertama kali harus dirawat inap untuk observasi ketat. Sangat
sulit untuk memastikan lama rawat inap pasien karena penyakit ini sering menimbulkan
keluhan. Pasien harus dilakukan observasi selama setidaknya 48 jam setelah awal terjadi
perdarahan [16]. Pada pasien-pasien tertentu, setelah perdarahan berhenti dan evaluasi janin
menunjukkan hasil yang baik maka perawatan dapat dilanjutkan di rumah. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa pendekatan ini sangat baik dilakukan selama kriteria-
kriterianya terpenuhi. Akan tetapi bila pasien mengalami beberapa kali perdarahan atau pada
pasien yang jauh dari layanan kesehatan maka pasien-pasien tersebut sebaiknya dirawat
inap [21]. Bahkan terkadang pasien-pasien tersebut dirawat inap hingga persalinan.
Bila perdarahan terus berlangsung dan dalam jumlah yang sangat banyak, maka
sebaiknya direncanakan operasi segera. Dalam kondisi dimana lokasi plasenta tidak dapat
ditentukan, dapat dipersiapkan dua kelompok untuk metode persalinan yang berbeda dimana
satu kelompok mempersiapkan persalinan per vaginam sedangkan kelompok satu lagi
mempersiapkan persalinan dengan operasi Caesar. Lakukan pemeriksaan pembekuan darah
(contoh: prothrombin time/actuated incomplete thromboplastin time [PT/aPTT], fibrinogen)
bila ada kecurigaan kea rah disseminated intravascular coagulation (DIC).

TOKOLISIS
Tokolitik mungkin dipertimbankan untuk diberikan bila terjadi perdarahan yang tidak
signifikan dan kemerahan kulit yang banyak dengan tujuan akhir untuk penanganan
kortikosteroid antenatal. Satu penelitian mengusulkan penggunaan tokolitik dapat
memperpanjang lama kehamilan serta mempersiapkan janin sebelum lahir tanpa memberikan
komplikasi pada ibu dan janin [22]. Akan tetapi satu artikel survei yang dilakukan oleh Bose
dkk. mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan perinatal dengan penundaan pemberian
tokolitik dan tokolisis lebih dari 48 jam tidak terlihat secara klinis. Pada kejadian perdarahan
lebih dari satu kali selama masa persalinan (sesuai usia kehamilan atau > 24 minggu), dokter
harus mempertimbangkan rawat inap hingga persalinan dengan mempertimbangkan
meningkatnya risiko abruptio plasenta dan kematian janin [15].

METODE PERSALINAN
Metode persalinan harus mempertimbangkan tepi plasenta dan hubungannya dengan os
internal serviks. Beberapa ahli dan penelitian terdahulu menyarankan dilakukan
persalinan operasi Caesar elektif bila plasenta berjarak kurang dari 2 cm dari os internal. Pada
satu penleitian pada 121 kehamilan dengan plasenta previa, 90% kehamilan dengan plasenta
yang terletak sekitar 1 – 2 cm dari tepi os servikalis dilakukan operasi Caesar. Metode
lainnya adalah pemisahan os servikalis internal. Dapat disimpulkan bahwa pasien dengan
ujung plasenta mendekati os servikalis dengan jarak lebih dari 2 cm dari os servikalis internal
dapat dilakukan observasi [23]. Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Vergani dkk.
mengatakan bahwa 66% pasien dengan plasenta previa dengan tepi plasenta dengan jarak
lebih dari 1cm dari os servikalis tidak mengalami peningkatan risiko perdarahan [24]. Pilihan
untuk melanjutkan observasi harus dilakukan secara individual dengan mempertimbangkan
anestesi 24 jam, ahli kandungan di rumah sakit, dan transfusi darah.

Langkah pendekatan penanganan perdarahan per vaginam trimester ketiga


Pasien harus dilakukan evaluasi di ruang persalinan dan harus diperhatikan stabilitas
hemodinamik serta kondisi janin. Penilaian harus dilakukan dengan memperhatikan tanda
vital ibu dan pengawasan janin dengan mempergunakan alat elektronik. Akses intravena
harus dibuat saat pasien dibawa ke ruang persalinan. CBC dan T&S harus diperiksa untuk
menilai kadar Hg dan kemungkinan keperluan imunoglobulin Rh sambil menunggu hasil
pemeriksaan Rh ibu. Bila saat penilaian terjadi perdarahan per vaginam dalam jumlah
banyak, harus dilakukan pemeriksaan darah untuk perencanaan penggantian volume darah.
Mungkin diperlukan sekitar dua hingga empat unit darah dengan cepat bila perdarahan terjadi
terus menerus. Bila akses cepat penambahan darah sangat diperlukan maka disarankan untuk
melakukan transfusi. Setelah pasien stabil dan kondisi janin telah dipastikan, maka harus
dilakukan evaluasi etiologi perdarahan per vaginam. Penilaian plasenta harus dilakukan lewat
pemeriksaan ultrasound baik transabdominal atau transperineal. Pemeriksaan dengan
speculum steril harus dilakukan jumlah dan sumber perdarahan. Pemeriksaan servikal lebih
lanjut tidak boleh dilakukan pada pasien yang diduga atau dikonfirmasi menderita plasenta
previa karena dapat menyebabkan perdarahan banyak yang diakibatkan oleh gangguan
plasenta dan pembuluh darahnya [16].
Penanganan dengan observasi ketat dapat dilakukan pada pasien dengan usia kehamilan
kurang dari 36 minggu bila pemantauan ketat janin dapat dilakukan dan perdarahan per
vaginam telah berkurang atau berhenti. Pemberian betametason dapat dilakukan bila usia
kehamilan pasien kurang dari 34 minggu. Bila terjadi perdarahan berat atau kondisi janin
tidak baik maka disarankan dilakukan operasi Caesar [20].

PENDEKATAN OPERASI
Informasi mengenai penanganan perdarahan masih sangat sedikit, sehingga perencanaan
persalinan yang ideal masih sering dipertanyakan. Walaupun demikian pada pasien dengan
plasenta previa tanpa komplikasi pasien dengan usia kehamilan antara 36 minggu 0 hari
hingga 37 minggu 0 hari disarankan untuk dirujuk [25]. Ketentuan ini meminimalkan risiko
perdarahan serta meniadakan risiko persalinan prematur pada embrio.
PENANGANAN KEHILANGAN DARAH
Kehamilan dengan penyulit seperti harus memiliki perencanaan persalinan yang
memperhatikan persediaan darah pasien dan pemberitahuan mengenai kemungkinan
histerektomi dengan operasi Caesar. Persiapan kateter balon sebelum persalinan untuk
embolisasi angiografi pembuluh darah pelvis merupakan sistem yang digambarkan dalam
kondisi kekurangan darah yang disebabkan oleh histerektomi dengan operasi Caesar dan
memberikan kemungkinan mengawasi adanya perdarahan paska operasi dengan embolisasi,
bukan dengan eksplorasi ulang lewat operasi [16].
Oklusi balon aorta sebelum histerektomi lewat operasi Caesar juga telah terbukti
menurunkan kehilangan darah [26]. Cara lain untuk mengontrol perdarahan termasuk:
• Histerektomi
• Ligasi arteri hipogastrik
• Ligasi arteri uterin (jahitan O’Leary)
• Jahitan kompresi vertikal paralel atau B-Lynch.
Pada kasus plasenta akreta fokal dan kecil, reseksi lokasi pelekatan dan perbaikan dapat
mempertahankan uterus.
Plasentasi invasif
Bila pasien memiliki risiko tinggi plasentasi intrusif (akreta, inkreta, atau perkreta), maka
pasien dan kelompok bedah harus dipersiapkan sebelum persalinan. Plasentasi intrusif ini
memiliki angka kematian yang tinggi (7% pada plasenta akreta) serta komplikasi yang berat
(transfusi darah, kontaminasi, kerusakan organ).
Atoni uterus merupakan penyebab tersering histerektomi lewat operasi Caesar. Di lain
pihak, meta analisis dari Machado menunjukkan bawah letak plasenta abnormal merupakan
penyebab tersering dan mencapai hingga 45% histerektomi lewat operasi Caesar. [29] Risiko
histerektomi lewat operasi Caesar semakin meningkat dengan adanya plasenta previa total
serta riwayat operasi Caesar atau aborsi sebelumnya [27].

KESIMPULAN
Plasenta previa merupakan salah satu tantangan terapi dalam dunia obstetrik saat ini.
Kejadian plasenta previa semakin meningkat berhubungan dengan peningkatan angka operasi
Caesar. Diagnosis prenatal plasenta previa sulit dilakukan sehingga seringkali tidak dapat
dikonfirmasi. Metode dan persiapan tim multidisiplin sangat penting dalam penanganan
kondisi ini yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu serta neonatus.
Perencanaan penanganan pre, intra, dan paska operasi pada kasus dugaan plasenta previa
memungkinkan pengambilan keputusan yang tepat dan logis. Rujukan ke layanan kesehatan
tersier yang memiliki intervensi radiologis dan persediaan darah harus dipertimbangkan pada
kasus dugaan plasenta previa, terutama pada pasien yang menolak transfusi darah. Terapi
yang paling baik adalah histerektomi lewat operasi Caesar, walaupun pada kasus-kasus
tertentu dapat dipertimbangkan terapi konvensional.
REFERENSI

1. Obstetrical Hemorrhage. In: Cunningham FG, MacDonald PC, Grant NF, Leveno KJ,
Gilstrap LC, Hankins GDV et al.(1997): Williams Obstetrics. 20th ed. Norwalk, Conn:
Appleton & Lang : 1997745–82. https://books.google.com/books/about/Williams_Obstetric
s.html?id=V.
2.Lala ABH and Rutherford JM (2002): Massive or recurrent antepartum haemorrhage.
Current Obstet Gynaecol.,12:226–230.
3.Marshall NE, Fu R and Guise JM (2011): Impact of multiple cesarean deliveries on
maternal morbidity: a systematic review. Am J Obstet Gynecol.,205:262. 4.Milosević J, Lilić
V, Tasić M, Radović-Janosević D, Stefanović M. and Antić V. (2009 ): Placental
complications after a previous cesarean section] Med Pregl.,62:212–216. Serbian.
5.Faiz AS, Ananth CV(2003): Etiology and risk factors for placenta previa: an overview and
meta-analysis of observational studies. J Matern Fetal Neonatal Med. ,13:175–190.
6.Oppenheimer L, Farine D, Ritchie K, Lovinsky RM, Telford J, Fairbanks LA(1991): What
is a low-lying placenta? Am J Obstet Gynecol .,165:1036–8.
7.Iyasu S, Saftlas AK, Rowley DL, Koonin LM, Lawson HW, Atrash HK(1993): The
epidemiology of placenta previa in the United States, 1979 through 1987. Am J Obstet
Gynecol. , 168(5):1424-9.
8.Hill LM, DiNofrio DM, Chenevey P(1995):Transvaginal sonographic evaluation of first-
trimester placenta previa. Ultrasound Obstet Gynecol. , 5(5):301-3.
9.Becker RH, Vonk R, Mende BC, Ragosch V, Entezami M(2001): The relevance of
placental location at 20-23 gestational weeks for prediction of placenta previa at delivery:
evaluation of 8650 cases. Ultrasound Obstet Gynecol. , 17(6):496-501.
10.Wexler P, Gottesfeld KR(1979): Early diagnosis of placenta previa. Obstet Gynecol. ,
54(2):231-4. 11.Ananth CV, Smulian JC, Vintzileos AM(2003): The effect of placenta previa
on neonatal mortality: a population-based study in the United States, 1989 through 1997. Am
J Obstet Gynecol. , 188(5):1299-304.
12.Zaki ZM, Bahar AM, Ali ME, Albar HA, Gerais MA(1998): Risk factors and morbidity in
patients with
placenta previa accreta compared to placenta previa non- accreta. Acta Obstet Gynecol
Scand, 77(4):391-4. 13.Zlatnik MG, Cheng YW, Norton ME, Thiet MP, Caughey AB(2007):
Placenta previa and the risk of preterm delivery. J Matern Fetal Neonatal Med. ,20(10):719-
23.
14.Frederiksen MC, Glassenberg R, Stika CS(1999):
Placenta previa: a 22-year analysis. Am J Obstet Gynecol. , 180(6 pt 1):1432-7.
15.Bose DA, Assel BG, Hill JB, Chauhan SP(2011): Maintenance tocolytics for preterm
symptomatic placenta previa: a review. Am J Perinatol. , 28(1):45-50. 16.Creasy RK, Resnik
R, Iams J , Lockwood C, Moore T, Greene M(2014): Placenta previa, placenta accreta,
abruptio placentae, and vasa previa. Creasy and Resnik's Maternal-Fetal Medicine: Principles
and Practice. 7th ed. Saunders: Philadelphia, PA.,732-742.
17.Milosevic J, Lilic V, Tasic M, Radovic-Janosevic D, Stefanovic M, Antic V(2009):
[Placental complications after a previous cesarean section]. Med Pregl. , 62(5- 6):212-6.
18.Ananth CV, Smulian JC, Vintzileos AM(2003): The effect of placenta previa on neonatal
mortality: a population-based study in the United States, 1989 through 1997. Am J Obstet
Gynecol. , 188(5):1299-304.
19.Dola CP, Garite TJ, Dowling DD, Friend D, Ahdoot D, Asrat T(2003): Placenta previa:
does its type affect pregnancy outcome?. Am J Perinatol. , 20(7):353-60. 20.Silver, R(2015):
Abnormal placentation: Placenta previa, vasa previa, and placenta accreta. Obstet
Gynecolol. , 126:654-68.
21.Allen BC, Leyendecker JR(2013): Placental evaluation with magnetic resonance. Radiol
Clin North Am. , 51(6):955-66.
22.Besinger RE, Moniak CW, Paskiewicz LS, Fisher SG, Tomich PG(1995): The effect of
tocolytic use in the management of symptomatic placenta previa. Am J Obstet Gynecol. ,
172(6):1770-5; discussion 1775-8. 23.Bhide A, Prefumo F, Moore J, Hollis B, Thilaganathan
B(2003): Placental edge to internal os distance in the late third trimester and mode of delivery
in placenta praevia. BJOG., 110(9):860-4.
24.Vergani P, Ornaghi S, Pozzi I, Beretta P, Russo FM, Follesa I et al.(2009): Placenta
previa: distance to internal os and mode of delivery. Am J Obstet Gynecol., 201(3):266.e1-5.
25.Blackwell SC(2011): Timing of delivery for women with stable placenta previa. Semin
Perinatol., 35:249-51. 26.Masamoto H, Uehara H, Gibo M, Okubo E, Sakumoto K, Aoki
Y(2009): Elective use of aortic balloon occlusion in cesarean hysterectomy for placenta
previa percreta. Gynecol Obstet Invest., 67(2):92-5. 27.Choi SJ, Song SE, Jung KL, Oh SY,
Kim JH, Roh CR(2008): Antepartum risk factors associated with peripartum cesarean
hysterectomy in women with placenta previa. Am J Perinatol. , 25(1):37-41.

Anda mungkin juga menyukai