Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan Distosia

Distosia adalah perlambatan pada saat persalinan atau dikenal dengan istilah partus
macet. Patofisiologi perlambatan atau arrest persalinan ini dapat terjadi pada kala 1 maupun
kala 2. Berdasarkan penyebabnya maka patofisiologi distosia dapat diklasifikasikan menjadi
gangguan kontraksi, abnormalitas pada janin, dan adanya gangguan pada jalan lahir. [1,2]

Etiologi distosia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain disproporsi
sefalopelvis, kontraksi uterus yang tidak adekuat, dan posisi janin yang abnormal. Risiko distosia
akan meningkat pada primipartus, menggunakan analgesia epidural, berat janin diatas 4.000
gram, posisi kepala janin yang tinggi saat dilatasi serviks maksimal, dan usia ibu diatas 35 tahun.

Kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu maupun janin. Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu antara lain kelahiran melalui sectio caesarea, trauma obstetrik, dan
korioamnionitis. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara lain nilai Apgar
dibawah 7, trauma mayor atau minor, dan perawatan ke ruang rawat intensif.[4,5]

Pasien yang mengalami distosia harus terus dilakukan pengawasan terhadap tanda vital
ibu dan anak. Tata laksana distosia disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya. Jika
kontraksi uterus tidak adekuat, pemberian oxytocin dapat dilakukan. Jika ditemukan posisi janin
yang abnormal, rotasi manual dapat dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk melakukan
persalinan vagina operatif atau sectio caesarea.

Patofisiologi Distosia

Patofisiologi distosia atau partus macet adalah terjadinya perlambatan/arrest proses


persalinan, baik pada kala 1 maupun kala 2. Berdasarkan penyebabnya maka dapat
diklasifikasikan menjadi gangguan kontraksi, abnormalitas pada janin, atau adanya gangguan
pada jalan lahir. [1,2]

Gangguan Kontraksi

Kontraksi yang dibutuhkan untuk dapat melakukan persalinan secara normal adalah minimal
200 unit Montevideo. Ketika terdapat gangguan kontraksi, maka proses persalinan akan
terhambat. Kondisi yang dapat menyebabkan gangguan kontraksi adalah penggunaan anestesi
atau analgesik karena dapat menurunkan kontraktilitas rahim dan usaha ibu untuk
mengejan, abrupsio plasenta, korioamnionitis, dan kehamilan lebih dari 42 minggu. Adanya
jaringan parut, fibroid, atau hal lain yang mengganggu hubungan antara segmen uterus juga
dapat menyebabkan kontraksi yang tidak adekuat

Anim et al. melaporkan di Cochrane tahun 2018, hasil meta analisis penelitian manajemen nyeri
persalinan dengan epidural versus nonepidural atau tanpa analgesia. Berdasarkan hasil ulasan
ditemukan pada penelitian yang membandingkan penggunaan antinyeri epidural versus
nonepidural, maka persalinan lebih lama dan lebih cenderung membutuhkan tambahan terapi
oxytocin pada kelompok epidural dibandingkan kelompok opioid. Sedangkan pada penelitian
yang membandingkan persalinan dengan epidural versus persalinan tanpa analgesia, maka
tidak didapatkan perbedaan yang jelas pada lama persalinan, tambahan terapi oxytocin,
maupun angka kejadian sectio caesarea karena gawat janin atau distosia.[12]

Abnormalitas pada Janin

Abnormalitas pada janin yang dapat menyebabkan perlambatan persalinan seperti


makrosomia, malposisi, dan malpresentasi. Kondisi makrosomia dapat meningkatkan faktor
risiko distosia bahu, yaitu ketika ada ketidaksesuaian antara diameter panggul ibu dengan jarak
antar bahu janin.

Hasil penelitian pada persalinan ibu nulipara dengan posisi kepala janin yang masih tinggi
(floating) memiliki risiko kegagalan kemajuan persalinan yang signifikan sehingga memerlukan
prosedur sectio caesarean. Yang paling banyak ditemukan adalah perpanjangan persalinan kala
2 dan bayi yang dilahirkan memiliki bobot lebih besar dengan skor Apgar rendah.

Gangguan Jalan Lahir

Janin yang akan dilahirkan akan melewati bagian bawah rahim, rongga panggul, dan vagina.
Ketika ada obstruksi pada jalan lahir yang akan dilewati janin, maka perlambatan persalinan
dapat terjadi. Beberapa kondisi yang dapat menghalangi jalan lahir adalah adanya cincin Bandl
(jaringan otot antara segmen uterus bagian atas dan bawah), abnormalitas pada rahim, atau
rongga pelvis non ginekoid (bentuk android, platipeloid, atau antropoid). [2,7]

Disproporsi kepala janin dengan rongga pelvis juga akan menyebabkan distosia. Malonga et
al. 2018, melaporkan hasil penelitian tiga ukuran antropometri ibu untuk memprediksi
terjadinya distosia mekanik. Dari 535 wanita nulipara, faktor prediktif untuk distosia mekanik
adalah tinggi ibu < 150 cm, diameter bi-ischiatic <8 cm, dan diameter pra-pubis Trillat <11 cm.
Etiologi Distosia

Etiologi distosia secara umum dibagi menjadi tiga kelompok yang dikenal dengan singkatan 3P
(power, passage, dan passenger). Power merupakan kontraksi uterus yang tidak
adekuat, passage adalah abnormalitas jalan lahir, sedangkan passenger menyatakan kondisi
janin yang tidak normal. Penyebab distosia bisa multifaktorial dari kondisi abnormal
tersebut.[2]

Untuk dapat memilih penanganan yang tepat, maka penyebab distosia dapat diklasifikasikan
menjadi penyebab ibu hamil dan penyebab janin.

Epidemiologi Distosia

Epidemiologi distosia tidak diketahui secara pasti karena penggunaan definisi yang
berbeda-beda antar negara. Sebuah penelitian di Nigeria menyebutkan prevalensi distosia
adalah 2,13% dari seluruh persalinan, sebagian besar disebabkan disproporsi sefalopelvis. Di
Indonesia terdapat penelitian di Banda Aceh menemukan 6,52% persalinan melalui sectio
caesarea disebabkan oleh distosia. Kejadian mortalitas neonatus pada persalinan distosia lebih
tinggi daripada mortalitas pada maternal.

Global

Prevalensi distosia diperkirakan antara 4,8 – 21% diantara seluruh persalinan


pervaginam. Sebuah penelitian kohort lain di Denmark pada 2.810 wanita hamil menemukan
bahwa 37% pasien nulipara mengalami perlambatan persalinan dan 61% nya terjadi saat kala 2.

Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa 1 dari 3 wanita hamil mengalami persalinan
melalui sectio caesarian dan distosia menjadi penyebab operasi sectio caesaria pada 34% kasus.
Sebuah penelitian di Nigeria menemukan bahwa prevalensi distosia adalah 2,13%. Sebagian
besar kasus distosia tersebut disebabkan oleh disproporsi sefalopelvis (65,37%), posisi
oksipitoposterior persisten (16,58%), dan malpresentasi (11,7%).

Indonesia

Data mengenai prevalensi distosia di Indonesia masih belum banyak ditemukan. Studi di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh menemukan bahwa 6,52%
persalinan melalui sectio caesarea disebabkan oleh distosia.

Mortalitas
Berdasarkan penelitian di Nigeria, ditemukan bahwa angka mortalitas ibu pada kasus distosia
adalah 0,98% dan mortalitas bayi pada kasus distosia adalah 34,15%. Studi lain yang dilakukan
di Jamshoro pada 1.650 ibu hamil menemukan bahwa prevalensi distosia pada populasi subjek
adalah 6,4% (107 kasus). Dari keseluruhan kasus tersebut kematian maternal ditemukan pada
2,8% kasus dan kematian pada neonatus ditemukan pada 20,5% kasus.

Diagnosis Distosia

Diagnosis distosia ditegakkan berdasarkan penghitungan durasi persalinan. Selain


menegakkan diagnosis distosia, kemungkinan penyebab distosia harus dapat diketahui untuk
menentukan rencana tata laksana.

Anamnesis

Keluhan utama pada pasien dengan distosia adalah persalinan yang macet atau terhenti.
Dikatakan terjadi perlambatan apabila kala 1 fase laten lebih dari 20 jam pada pasien nulipara
dan lebih dari 14 jam pada pasien multipara, sedangkan perpanjangan kala 1 fase aktif apabila
dilatasi servikal kurang dari 2 cm dalam 4 jam. Didefinisikan distosia pada kala 2 apabila lebih
dari 3 jam pada pasien nulipara dan lebih dari 2 jam pada pasien multipara.

Penatalaksanaan Distosia

Tata laksana pada distosia bergantung dari etiologinya. Tata laksana yang dapat
dilakukan adalah penggunaan oksitosin, rotasi manual, persalinan vaginal operatif, simfisiotomi,
dan sectio caesarea.

Rekomendasi Umum

American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) dan National Institute for
Health and Clinical Excellence (NICE) merekomendasikan bahwa selama kala 2 persalinan,
evaluasi terhadap ibu dan janin harus terus dilakukan secara berkala. NICE merekomendasikan
evaluasi dilakukan setiap 15 – 30 menit. Dukungan terhadap ibu harus senantiasa diberikan
oleh keluarga pasien dan tenaga kesehatan.

Prognosis Distosia
Prognosis distosia biasanya berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan
selanjutnya. Beberapa penelitian menyatakan bahwa distosia saat persalinan biasanya akan
menyebabkan kesulitan persalinan pada kehamilan berikutnya. Sementara itu distosia dapat
menyebabkan komplikasi, baik dari ibu maupun bayi.

Komplikasi

Sebuah studi kohort retrospektif pada lebih dari 50.000 wanita dengan kehamilan lebih
dari 37 minggu dan tidak memiliki riwayat sectio caesarea, untuk melihat komplikasi distosia
pada ibu dan anak. Pasien yang melakukan dorongan aktif lebih dari 1 jam memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami sectio caesarea, persalinan vaginal operatif, perdarahan pasca
persalinan, dan laserasi derajat 3 dan 4 pada perineum.

Edukasi Dan Promosi Kesehatan Distosia

Edukasi penting untuk diberikan baik bagi pasien maupun keluarga pasien mencakup
kondisi ibu dan janin, rencana tindakan yang akan dilakukan beserta risikonya, dan
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Pencegahan distosia dapat dilakukan dengan
mengontrol faktor risiko dan melakukan manajemen persalinan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai