Jurgen J. Panambunan
18014101084
Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan rata-
rata sebesar 10%. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria yang digunakan untuk
mendiagnosis (Bakketeig and Bergasjo, 1991).2
Gambar di bawah ini menyatakan bahwa 8% dari 4 juta bayi yang dilahirkan di
Amerika Serikat sepanjang tahun 1997, diperkirakan dilahirkan pada usia gestasi ≥
42 minggu sedangkan yang dilahirkan preterm (usia gestasi ≤ 36 minggu) hanya
sebesar 11%.2
Usia Gestasi
2000000 1.793.421
(46%)
1800000
1600000
1400000
1200000 851.729
1000000 (22%)
800000 458.145
436.600 302.541
600000 (12%)
(11%) (8%)
400000
200000
0
≤ 36 37-39 40 41 ≥ 42
Oligohidramnion
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu,
yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia kehamilan 40
minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480
ml, 250 ml, hingga 160 ml pada usia kehamilan 42, 43, dan 44 minggu.1
Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan, janin pada kehamilan
postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas disertai dengan gangguan
pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan sindrom postmaturitas.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain; penurunan jumlah lemak subkutaneus,
kulit menjadi keriput, dan hilangnya vernik kaseosa dan lanugo. Keadaan ini
menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan
lainnya yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta warna kulit kehijauan atau
kekuningan karena terpapar mekonium. Namun demikian, Tidak seluruh neonatus
kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta.
Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada
kehamilan postterm. Tanda postterm dibagi dalam 3 stadium:2
Riwayat haid
Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk ditegakkan
apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan postterm
berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yang dirumuskan oleh
American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), yaitu kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama
siklus haid terakhir (HPHT). 1
Permasalahan sering timbul apabila ternyata HPHT ibu tidak akurat atau tidak
bisa dipercaya. Menurut Mochtar et al (2004), jika berdasarkan riwayat haid,
diagnosis kehamilan postterm memiliki tingkat keakuratan hanya ±30 persen.
Riwayat haid dapat dipercaya jika telah memenuhi beberapa kriteria, yaitu: (a) ibu
harus yakin betul dengan HPHT-nya; (b) siklus 28 hari dan teratur, (c) tidak minum
pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir.2
Gerak janin. Gerak janin pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan
18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu,
sedangkan pada multigravida pada 16 minggu. Keadaan klinis yang ditemukan ialah
gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit, atau
secara obyektif dengan CTG kurang dari 10 kali/20 menit.
Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar
mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangakn dengan Doppler dapat terdengar
pada usia kehamilan 10-12 minggu.
stetoskop Laennec.
Tinggi Fundus Uteri
Dalam trisemester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam
sentimeter (cm) dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang
setiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur
kehamilan secara kasar.7
Pemeriksaan usia kehamilan berdasarkan USG pada trimester III menurut hasil
penelitian Cohn, et al (2010) memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah
dibanding metode HPHT maupun USG trimester I dan II. Pemeriksaan sesaat
setelah trisemester III dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air
ketuban ataupun keadaan plasenta yang berkaitan dengan kehamilan postterm,
tetapi sukar untuk menentukan usia kehamilan. Ukuran-ukuran biometri janin pada
trimester III memiliki tingkat variabilitas yang tinggi sehingga tingkat kesalahan
estimasi usia kehamilan pada trimester ini juga menjadi tinggi. Tingkat kesalahan
estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG trimester
III bahkan bisa mencapai ± 3,6 minggu. Keakuratan penghitungan usia kehamilan
pada trimester III saat ini sebenarnya dapat ditingkatkan dengan melakukan
pemeriksaan MRI terhadap profil air ketuban. 7
Pemeriksaan laboratorium
a. Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel
lemak dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi
10%, maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36 minggu dan apabila
jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia kehamilan 39 minggu atau lebih.
b. Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu berhasil
membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah.
Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada usia kehamilan
41-42 minggu, ACTA berkisar antara 45-65 detik sedangkan pada usia kehamilan
>42 minggu, didapatkan ACTA <45 detik. Bila didapatkan ACTA antara 42-46
detik, ini menunjukkan bahwa kehaminan sudah postterm.
c. Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar L/S
pada usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada usia kehamilan
±32 minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada kehamilan genap bulan
menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan
postterm tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakan janin cukup
usia/matang untuk dilahirkan.
d. Sitologi vagina. Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%)
mempunyai sensitivitas 755. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat
dipakai untuk menentukan usia gestasi.2
Denyut jantung janin secara normal meningkat maupun menurun sebagai akibat
pengaruh dari sistem saraf simpatis-parasimpatis yang impulsnya berasal dari
batang otak. Menurut hipotesis, denyut jantung janin yang tidak berada dalam
keadaan asidosis akibat hipoksia ataupun depresi saraf akan mengalami akselerasi
sementara sebagai respon terhadap gerakan janin. Adanya akselerasi ini dipegaruhi
oleh usia kehamilan. Menurut hasil penelitian, besarnya tingkat akselerasi denyut
jantung akibat gerakan janin akan meningkat seiring dengan peningkatan usia
kehamilan.(Cunningham, et al., 2010)
Penggunaan NST memiliki tujuan yang berbeda dengan tes beban kontraksi
(contraction stress test/oxytocin stress test/OST). Secara sederhana, NST adalah tes
untuk mengetahui kondisi janin sedangkan OST digunakan untuk menilai fungsi
uteroplasenta. Sampai saat ini, NST adalah tes utama yang paling sering digunakan
untuk menilai kesejahteraan janin.(Cunningham, et al., 2010)
Salah satu fenomena menarik dari gerakan pernafasan janin adalah gerakan
dinding dada yang paradoks (paradoxical chest wall movement). Pada janin, ketika
proses inspirasi, dinding dada secara paradoks mengempis sedangkan dinding perut
mengembung. Hal ini berkebalikan dengan proses inspirasi yang terjadi pada
neonatus dan orang dewasa. Gerakan ini dihubungkan dengan kemungkinan adanya
gerakan janin untuk mengeluarkan debris cairan amnion yang menyerupai gerakan
pada saat batuk.(Cunningham, et al., 2010)
Aktivitas pasif janin tanpa rangsangan sebenarnya sudah mulai ada sejak
minggu ke-7 dan akan menjadi lebih kompleks serta terkoordinasi pada akhir
kehamilan. Bahkan setelah minggu ke-8 usia kehamilan, gerakan janin tidak pernah
berhenti dengan waktu lebih dari 13 menit. Namun demikian, ibu hamil baru bisa
merasakan pergerakan janin pertama kali sekitar usia kehamilan 18-20 minggu.
Mula-mula gerakannya jarang, lemah, dan terkadang tidak dapat dibedakan dengan
sensasi abdomen lainnya seperti gerakan usus.(Cunningham, et al., 2010)
Antara minggu ke-20 sampai ke-30, gerakan tubuh umum menjadi lebih teratur
dan janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas. Pada trimester ketiga,
pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36 minggu, saat sikap
tubuh normal telah terbentuk pada 80% janin. (Cunningham, et al., 2010)
Metode lain adalah dengan cara mengukur salah satu kantung cairan amnion
vertikal yang terbesar (single deepest pocket). Menurut pemeriksaan ini, volume
cairan amnion dikatakan berkurang bila didapatkan ukuran kantong ≤ 2 cm.
(Cunningham, et al., 2010)
Gambar: Amniotic Fluid Index (Cunningham, et al., 2010)
Induksi persalinan
Kehamilan postterm merupakan keadaan klinis yang sering menjadi indikasi
untuk pelaksanaan induksi persalinan dengan pertimbangan kondisi bayi yang
cukup baik atau optimal. Induksi persalinan menjadi salah satu prosedur medis yang
paling sering dilakukan di Amerika Serikat dengan proporsi yang meningkat dari
9% pada tahun 1989 menjadi 19% di tahun 1998.(Heimstad, 2007)
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu,
baik secara tindakan atau medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi uterus.
Pematangan serviks adalah tindakan farmakologik atau cara lain untuk
memperlunak atau meningkatkan dilatasi serviks dengan tujuan untuk
meningkatkan keberhasilan induksi persalinan. Tindakan induksi persalinan ini
adalah untuk keselamatan ibu dan anak, tetapi walaupun dilakukan dengan
terencana dan hati-hati, kemungkinan untuk menimbulkan risiko terhadap ibu dan
janin tetap ada.(Heimstad, 2007)
Oksitosin adalah zat yang paling sering digunakan untuk induksi persalinan
dalam bidang obstetri. (Heimstad, 2007) Oksitosin mempunyai efek yang poten terhadap
otot polos uterus dan kelenjar mammae. Kepekaan terhadap oksitosin meningkat
pada saat persalinan. Induksi persalinan dengan oksitosin yang diberikan melalui
infus secara titrasi ternyata efektif dan banyak dipakai. Titrasi ini biasanya
dilakukan dengan cara memberikan 10-20 unit oksitosin (10.000-20.000 mU) yang
dilarutkan dalam 1000 cc larutan Ringer laktat. Rejimen ini akan menghasilkan
kadar oksitosin 10-20 mU/mL. (Cunningham, et al., 2010) Terdapat berbagai macam metode
induksi dengan menggunakan drip oksitosin, baik yang menggunakan dosis rendah
maupun dosis tinggi.
Sebaliknya, Zhang dkk (2004) yang dikutip dari Cunningham et al., (2010)
melaporkan bahwa kondisi oligohidramnion dengan nilai AFI ≤ 5 cm tidak
berhubungan dengan kondisi perinatal yang buruk. Begitu juga dengan Magann dkk
(1999) yang tidak menemukan peningkatan risiko komplikasi intrapartum pada
kondisi oligohidramnion.(Cunningham, et al., 2010)
Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin
postterm sehingga setiap persalinan postterm harus dilakukan pengawasan ketat dan
sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit dengan pelayanan operatif dan neonatal
yang memadai.
1
12. Puder K.S., Sokol R.J., 1995. Clinical use of Antepartum Fetal
monitoring techniques in:John J.Sciarra Gynecology and Obstetrics vol
2.edisi revisi. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia
13. Briscoe D., et al. 2005. Management of Pregnancy Beyond 40
Weeks’ Gestation in:www.aafp.org/afp
14. Singal P., et al. 2001. Fetomaternal Outcome Following Postdate
Pregnancy-A Prospective Study in: www.journal-obgyn-
india.com/articles/issue_sep_oct2001/o_papers_89.asp