PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi1,2,5
Kehamilan lewat waktu atau kehamilan serotinus atau postterm pregnancy atau
postdate adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid
rata-rata 28 hari.
2.2. Etiologi2
Etiologi terjadinya kehamilan serotinus belum jelas, namun terdapat beberapa teori
yang menyatakan bahwa terjadinya kehamilan serotinus sebagai gangguan terhadap
timbulnya persalinan, antara lain:
1. Pengaruh Progesteron
Pengaruh hormon progesteron dalam kehamilan dipercata merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap
oksitosin, sehingga diduga kehamilan serotinus adalah karena masih
berlangsungnya pengaruh progesteron.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian untuk induksi persalinan pada kehamilan serotinus
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis. Wanita hamil yang kurang pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis pada kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor
kehamilan serotinus.
3. Teori kortisol kurang atau ACTH (Adrenicorticotropic Hormone) janin.
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin. Hal ini diduga akibat peningkatan tiba-
tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,
2
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada janin yang mengalami cacat bawaan seperti anensefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan
dapat berlangsung lewat bulan.
4. Syaraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi, semua hal tersebut diduga sebagai penyebab terjadinya
kehamilan serotinus.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan serotinus mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat
bulan pada kehamilan berikutnya. Bilamana seorang ibu mengalami
kehamilan possterm saat melahirkan anak perempuannya, maka besar
kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan possterm.
3
Ada temuan yang bertentangan mengenai pentingnya faktor demografi ibu
seperti paritas, kelahiran postterm sebelumnya, kelas sosial ekonomi, dan usia.
Olesen dan koleganya (2006) menganalisis berbagai faktor risiko pada 3392 peserta
pada Kelompok Kelahiran Denmark tahun 1998 hingga 2001. Mereka melaporkan
bahwa hanya indeks massa tubuh prahamil (BMI) 25 dan nulliparitas yang secara
signifikan terkait dengan kehamilan yang berkepanjangan.
4
Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan
plasenta laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta adalah penimbunan kalsium.
Peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta sesuai dengan progresivitas
degenerasi plasenta. Proses degenerasi jaringan plasenta yang terjadi seperti edema,
timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis intervilli, spasme arteri spiralis dan
infark villi. Selapot vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan jumlahnya
berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan metabolisme transport plasenta.
Transport kalsium tudak terganggu tetapi aliran natrium, kalium, glukosa, asam
amino, lemak dan gamma globulin mengalami gangguan sehingga janin akan
mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan berat janin.
5
sebab itu, evaluasi volume cairan amnion pada kasus kehamilan postterm
menjadi sangat penting artinya. Dilaporkan bahwa kematian perinatal
meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat.
Pada persalinan postterm, keadaan ini dapat menyebabkan keadaan gawat janin saat
intra partum.
Selain perubahan volume, terjadi pula perubahan komposisi cairan
amnion sehingga menjadi lebih kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya
vernik kaseosa dan komposisi fosfolipid. Pelepasan sejumlah badan lamellar dari
paru-paru janin akan mengakibatkan perbandingan Lesitin terhadap
Sfingomielin menjadi 4:1 atau lebih besar. Selain itu, adanya pengeluaran
mekonium akan mengakibatkan cairan amnion menjadi hijau atau kuning dan
meningkatkan risiko terjadinya aspirasi mekonium.
Estimasi jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan USG. Salah
satu metode yang cukup populer adalah pengukuran diameter vertikal dari kantung
amnion terbesar pada setiap kuadran dari 4 kuadran uterus. Hasil
penjumlahan keempat kuadran tersebut dikenal dengan sebutan indeks cairan anmion
(Amnionic Fluid Index/AFI). Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm atau
kurang, maka merupakan indikasi adanya oligohidramnion.
6
Selain risiko pertambahan berat
badan yang berlebihan, janin pada
kehamilan postterm juga mengalami
berbagai perubahan fisik khas disertai
dengan gangguan pertumbuhan dan
dehidrasi yang disebut dengan sindrom
postmaturitas. Perubahan-perubahan
tersebut antara lain; penurunan jumlah
lemak subkutaneus, kulit menjadi keriput,
dan hilangnya vernik kaseosa dan
lanugo. Keadaan ini menyebabkan kulit
janin berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lainnya yaitu;
rambut panjang, kuku panjang, serta warna kulit kehijauan atau kekuningan
karena terpapar mekonium. Namun demikian, Tidak seluruh neonatus kehamilan
postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya
didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada
kehamilan postterm. Tanda postterm dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1: Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium 2: Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
Stadium 3: Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
7
Kematian janin akibat kehamilan possterm terjadi pada 30% sebelum persalinan,
55% dalam persalinan, dan 15% pascanatal. Komplikasi yang dapat dialami oleh
bayi baru lahir adalah suhu yang tak stabil, hipoglikemi, polisitemi dan kelainan
neurologik.
4. Pengaruh pada Ibu
Morbiditas/mortalitas ibu dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia
janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi
distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan
tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/perdarahan post partum akibat
bayi besar.
Aspek emosi ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus
berlangsung melewati taksiran persalinan.
2.5. Diagnosis2,3
Meskipun diagnosis kehamilan postterm berhasil ditegakkan pada 4-19% dari
seluruh kehamilan, sebagian diantaranya kenyataanya tidak terbukti oleh
karena kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan. Oleh sebab itu, pada
penegakkan diagnosis kehamilan postterm, informasi yang tepat mengenai lamanya
kehamilanmenjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena semakin lama janin
berada didalam uterus maka semakin besar pula risiko bagi janin dan
neonatus untukmengalami morbiditas maupun mortalitas.
Riwayat Haid
Diagnosis kehamilan postterm berdasarkan HPHT dapat ditegakkan
sesuai dengan definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians
and Gynecologists, yaitu kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu
(294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT).
Permasalahan sering timbul apabila ternyata HPHT ibu tidak akurat atau
tidak dapat dipercaya. Jika berdasarkan riwayat haid, diagnosis kehamilan
postterm memiliki tingkat keakuratan hanya ±30 persen. Riwayat haid
dapat dipercaya jika telah memenuhi beberapa kriteria, yaitu: (a) ibu harus yakin
betul dengan HPHT-nya; (b) siklus 28 hari dan teratur, (c) tidak minum pil anti
hamil setidaknya 3 bulan terakhir.
8
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus
Neagele. Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai
kehamilan possterm kemungkinan adalah sebagai berikut:
Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat
menstruasi abnormal.
Tanggal hadi terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi.
Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat bulan.
Riwayat Pemeriksaan Antenatal
Tes kehamilan
Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat
haid 2 minggu, maka dapat diperkirakan keamilan telah berlangsung 6
minggu.
Gerak janin
Gerak janin pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20
minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu,
sedangkan pada multigravida pada 16 minggu. Keadaan klinis yang
ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang
dari 7 kali/20 menit, atau secara obyektif dengan CTG kurang dari 10
kali/20 menit.
Denyut Jantung Janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur kehamilan
18-20 minggu, sedangakn dengan Doppler dapat terdengar pada usia
kehamilan 10-12 minggu.
Tinggi Fundus Uteri
Dalam trisemester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri
serial dalam sentimeter (cm) dapat bermanfaat bila dilakukan
pemeriksaan secara berulang setiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi
fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
9
Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan
telah banyak menggantikan metode HPHT dalam mempertajam diagnosa
kehamilan postterm. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan
bahwa penentuan usia kehamilan melalui pemeriksaan USG memiliki
tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibandingdengan metode HPHT.
Semakin awal pemeriksaan USG dilakukan, maka usia
kehamilan yang didapatkan akan semakin akurat sehingga kesalahan
dalam mendiagnosa kehamilan postterm akan semakin rendah.
Tingkat kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika
berdasarkan pemeriksaan USG trimester I (crown-rump
length)adalah ± 4 hari dari taksiran persalinan. Pada usia kehamilan
antara 16-26 minggu, ukuran diameter biparietal (biparietal
diameter/BPD) dan panjangfemur (femur length/FL) memberikan
ketepatan ± 7 hari dari taksiran persalinan.
Pemeriksaan usia kehamilan berdasarkan USG pada trimester III
menurut hasil penelitian Cohn, et al (2010) memiliki tingkat
keakuratan yang lebih rendah dibanding metode HPHT maupun
USG trimester I dan II. Pemeriksaan sesaat setelah trisemester III
dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban
ataupun keadaan plasenta yang berkaitan dengan kehamilan
postterm, tetapi sukar untuk menentukan usia kehamilan. Ukuran-ukuran
biometri janin pada trimester III memiliki tingkat variabilitas yang tinggi
sehingga tingkat kesalahan estimasi usia kehamilan pada trimester ini juga
menjadi tinggi. Tingkat kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika
berdasarkan pemeriksaan USG trimesterIII bahkan bisa mencapai ± 3,6
minggu. Keakuratan pengukuran usia kehamilan pada trimester III saat
ini sebenarnya dapat ditingkatkan dengan melakukanpemeriksaan
MRI terhadap profil air ketuban.
Pemeriksaan laboratorium
Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam
cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%,
maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36 minggu dan apabila
10
jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia kehamilan 39 minggu atau
lebih.
Tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hasil penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa cairan
amnion mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat
dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada usia kehamilan 41-42 minggu,
ACTA berkisar antara 45-65 detik sedangkan pada usia kehamilan >42
minggu, didapatkan ACTA <45 detik. Bila didapatkan ACTA antara 42-46
detik, ini menunjukkan bahwa kehaminan sudah postterm.
Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S)
Perbandingan kadar L/S pada usia kehamilan sekitar 22-28 minggu
adalah sama (1:1). Pada usia kehamilan ±32 minggu, perbandingannya
menjadi 1,2:1 dan pada kehamilan genap bulan menjadi 2:1.
Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan
postterm tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakan janin
cukup usia/matang untuk dilahirkan.
Sitologi Vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai
sensitivitas 75%. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat
dipakai untuk menentukan usia gestasi.
11
pasif/menunggu/ekspetatif didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran yang
dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai risiko/komplikasi cukup
besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan
pengawasan terus-menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun
kimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk
mengakhiri kehamilan.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai
41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya
umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti
janin tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan
oligohidramnion.
Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop > 5) dilakukan induksi
persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya
persalinan dan keadaan janin. Induksi pada serviks yang telah matang akan
menurunkan risiko kegagalan ataupun persalinan tindakan.
Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri:
NST dan penilaian kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan
dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu dua
kali.
Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong vertikal atau
indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST,
maka dilakukan induksi persalinan.
Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.
Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
12
Pengelolaan selama persalinan:
Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan janin.
Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
Awasi jalannya persalinan.
Persiapan oksigen dan bedah SC bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin.
Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah
neonatus dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan
cairan ketuban bercampur mekonium.
Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan
hipoglikemi, hipovolemi, hipotermi dan polisitemi.
Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas.
Hati-hati kemungkinan terjadi distosia bahu.
13
BAB 3
STATUS PASIEN
3.2. Anamnesis
14
d. Riwayat Penyakit Keluarga: (-)
e. Riwayat Menstruasi :
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari
Lama Haid :4-5hari
Banyak : 2-3 x ganti pembalut sehari
Dismenorrhea : (+) pada hari 1-2 haid
HPHT : 02 November 2018
TTP : 09 Agustus 2019
h. Riwayat KB : (-)
a. Status Generalisata
15
BB : 60 kg,
BB Sebelum hamil : 55 kg
TB : 160 cm
b. Status Obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membesar asimetris, striae gravidarum (+),
linea nigra (+), luka bekas SC (-)
Palpasi :
Leopold 1 : Pada fundus uteri teraba bagian lunak dan dapat
digerakkan (bokong)
Leopold 2 : Teraba bagian keras dan memapan di sebelah
kanan (punggung) dan bagian kecil disebelah kiri
Leopold 3 : Teraba bagian yang keras dan melenting (kepala)
Leopold 4 : Bagian terbawah janin tidak teraba di
16
atas simfisis pubis (0/5)
His : (+), frekuensi 3 kali/10 menit dengan durasi ± 10
detik
Auskultasi : DJJ (135 x/i)
TFU : 38 cm
Lingkar Perut : 102 cm
Anogenital
Pengeluaran pervaginam : lendir/darah (+), air ketuban (+) warna
kehijauan, mekonium (+)
Uretra: muara (+), hematoma (-), oedema (-)
Vaginal Tousche : Portio tebal, pembukaan 4 cm, selaput ketuban pecah,
bagian terendah kepala, penurunan di hodge 2, tali pusat tidak teraba.
17
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
3.6. Penatalaksanaan
Farmakologi :
IVFD RL 20 gtt/menit
Cefotaxime 2 gr/IV
Ranitidine 1 amp/IV
Intervensi Bedah : Sectio Caesarea
18
3.7. Follow Up
Tanggal S O A P
23/08/2019 Nyeri bekas TD: 130/80, Post SC + IFVD RL
operasi (+), HR: 80x/i, Postterm 20gtt/i,
mual muntah RR: 20x/i, T: Pregnancy Ranitidine 1
(-), demam (-), 36,7°C amp/12
perdarahan (-) KU lemah, BU jam/IV,
(+) normal Cefotaxime 1
amp/8 jam/IV
24/08/2019 Nyeri bekas TD: 130/80, Post SC hari IFVD RL
operasi (+), HR: 80x/i, ke 1 + 20gtt/i,
mual muntah RR: 20x/i, T: Postterm Cefadroxil
(-), demam (-), 36,7°C Pregnancy 2x1/oral,
perdarahan (-) KU lemah, BU Paracetamol
(+) normal 3x1/oral, Vit.
B comp
3x1/oral,
Metronidazole
3x1/oral,
Antasida
3x1/oral
25/08/2019 Nyeri bekas TD: 130/80, Post SC hari IFVD RL
operasi (+) HR: 80x/i, ke 2 + 20gtt/i,
namun RR: 20x/i, T: Postterm Cefadroxil
berkurang, 36,7°C Pregnancy 2x1/oral,
mual muntah KU membaik, Paracetamol
(-), demam (-), BU (+) normal 3x1/oral, Vit.
perdarahan (-) B comp
3x1/oral,
Metronidazole
3x1/oral,
19
Antasida
3x1/oral,
Mobilisasi
mika/miki
26/08/2019 Nyeri bekas TD: 130/80, Post SC hari IFVD RL
operasi (+) HR: 80x/i, ke 3 + 20gtt/i,
namun RR: 20x/i, T: Postterm Cefadroxil
berkurang, 36,7°C Pregnancy 2x1/oral,
mual muntah KU membaik, Paracetamol
(-), demam (-), BU (+) normal 3x1/oral, Vit.
perdarahan (-) B comp
3x1/oral,
Metronidazole
3x1/oral,
Antasida
3x1/oral,
Mobilisasi
mika/miki
3.8. Resume
Pasien DRS usia 29 tahun, G1P0A0 hamil 42 minggu, dengan keluhan keluar
cairan dari kemaluan yang dirasakan sejak 20 jam yang lalu, cairan berwarna
kehijauan (+), berbau (+), mules-mules ingin melahirkan (+) dirasakan sejak 1 hari
lalu, bersifat hilang timbul, dengan frekuensi 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 10
detik, riwayat keluar lendir (+), darah (+) beberapa jam yang lalu, gerakan janin (+)
namun dirasakan berkurang 1 hari ini. Riwayat periksa ke bidan (+) 1 kali, dokter (-),
USG (-). DJJ 146 kali/menit, ketuban (-), pada VT porsio pembukaan 10 cm.
20
Status Generalisata :
Status Obstetrik :
Kesan : Letak membujur, bagian terbawah janin kepala dan letak punggung
disebelah kanan.
Laboratorium : Leukosit meningkat
USG : tidak pernah dilakukan USG
Diagnosa : G1P0A0 + Postterm Pregnancy (42 weeks) + Ketuban Pecah Dini
21
DAFTAR PUSTAKA
5. Deng Kui, dkk. Prevalence of Postterm Births and Associated Maternal Risk
Factors in China: Data from Over 6 Million Births at Health Facilities Between 2012
and 2016. PMC Articles. China. 2019.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6342977/
6. Riska Eka, dkk. Asuhan Kebidanan Intranatal pada Ny “N” dengan Persalinan
Postterm di RSUD Syekh Yusuf Gowa 17 Juli 2018. Jurnal Midwifery. Makassar. 2019.
file:///C:/Users/USER/Downloads/7533-19076-1-PB.pdf
22