Anda di halaman 1dari 11

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 KEHAMILAN LEBIH BULAN

3.1.1 Pengertian

Kehamilan lebih bulan atau disebut juga serotinus, kehamilan lewat waktu,
prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme atau
pascamaturitas merupakan kehamilan dengan umur kehamilan selama 294 hari
(42 minggu) atau lebih. Umur kehamilan ini dapat dihitung dari hari pertama haid
terakhir menggunakan rumus neagle dengan siklus rata-rata 28 hari
(Prawirohardjo, 2010).
Kehamilan lebih bulan adalah kehamilan yang melampaui umur 294 hari
(42 minggu) dengan segala kemungkinannya. Nama lain kehamilan lewat waktu
yaitu kehamilan serotinus, prolonged pregnancy, postterm pregnancy (Manuaba,
2010). Istilah lebih bulan, memanjang, lewat waktu (postdates) dan postmatur
sering dipakai bergantian secara bebas untuk mendeskripsikan kehamilan yang
telah melebihi durasi yang dianggap diatas batas normal (Cunningham, 2012).

3.1.2 Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2010) penyebab pasti kehamilan postterm sampai
saat ini belum diketahui. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya
menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan
terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori yang diajukan yaitu sebagai berikut
:
1) Penurunan progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin (Prawirohardjo, 2010).
Apabila kadar progesteron, tidak cepat turun walaupun kehamilan sudah
memasuki cukup bulan maka kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang
( Nugroho, 2012).

9
2) Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin
dari neurohipofisi ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga
sebagai salah satu penyebab (Prawirohardjo, 2010).

3) Dalam teori kortisol untuk dimulainya persalinan adalah janin. Kortisol


janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh
terhadap meningkatnya produksi prostaglandin (Prawirohardjo, 2010).

4) Dalam kasus insufisiensi plasenta/adrenal janin, hormon prekusor yaitu


isoandrosteron sulfat dikeluarkan dalam cukup tinggi konversi menjadi
estradiol dan secara langsung estriol di plasenta, contoh klinik mengenai
defisiensi prekusor estrogen adalah anencefalus (Nugroho, 2012).
5) Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya
kehamilan postterm (Prawirohardjo, 2010).

3.1.3 Patofisiologi
Serviks yang akan mengalami persalinan normal secara bertahap akan
melunak, menipis, mudah berdilatasi, dan bergerak ke arah anterior mendekati
waktu persalinan. Serviks pada wanita multipara lebih cepat matang dibandingkan
nulipara, dan pemahaman mengenai paritas penting dalam menentukan saat yang
tepat untuk melakukan pemeriksaan serviks pada kehamilan lanjut (Varney, 2007).
Kehamilan lewat waktu yang disebabkan karena faktor hormonal,
kurangnya produksi oksitosin akan menghambat kontraksi otot uterus secara
alami dan adekuat, sehingga mengurangi respons serviks untuk menipis dan
membuka. Akibatnya kehamilan bertahan lebih lama dan tidak ada kecenderungan
untuk persalinan pervaginam (Varney, 2007). Kehamilan Aterm (normal)
Progesteron turun, oksitosin naik Terjadi kontraksi uterus Penipisan dan

10
pembukaan serviks Persalinan pervaginam Postterm (patologis) Progesteron tidak
turun, oksitosin tidak naik Tidak ada kontraksi uterus Tidak ada penipisan dan
pembukaan Tidak ada tanda-tanda persalinan.
Dibawah ini adalah bagan patofisiologi kehamilan postterm menurut
Varney (2007), dimana tidak terjadinya his karena pengaruh hormon progesteron
yang tidak menurun diakhir kehamilan.

Gambar 3.1 Bagan Patofisiologi Kehamilan lebih bulan (Varney ,2007)

1. Sindrom Postmatur
Deskripsi Clifford 1954 tentang bayi postmatur didasarkan pada 37
kelahiran secara tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir.
Ia membagi postmatur menjadi tiga tahapan:

Stadium 1 cairan amnion jernih, kulit menunjukkan kehilangan verniks


kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan mudah
mengelupas
Stadium 2 kulit berwarna hijau, disertai mekonium

11
Stadium 3 kulit menjadi berwarna kuning-hijau pada kuku, kulit dan
tali pusat
Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas.
Gambaran ini berupa kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus
yang menunjukkan pengurasan energy, dan maturitas lanjut karena bayi
tersebut bermata terbuka, tampak luar biasa siaga, tua dan cemas. Kulit
keriput dapat amat mencolok di telapak tangan dan telapak kaki. Kuku
biasanya cukup panjang. Kebanyakan bayi postmatur seperti itu tidak
mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun di
bawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Namun, dapat terjadi
hambatan pertumbuhan berat, yang logisnya harus sudah lebih dahulu
terjadi sebelum minggu 42 minggu lengkap.banyak bayi postmatur
Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan
aspirasi mekonium. Beberapa bayi yang bertahan hidup mengalami
kerusakan otak.

2. Disfungsi Plasenta
Clifford (1954) mengajukan bahwa perubahan kulit pada postmatur
disebabkan oleh hilangnya efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis
keduanya yang terus mempengaruhi konsep-konsep kontemporer
menghubungkan sindrom postmaturitas dengan penuaan plasenta. Namun
Clifford tidak dapat mendemonstrasikan degenerasi plasenta secara
histologis. Memang, dalam 40 tahun berikutnya tidak ditemukan
perubahan morfologis dan kuantitatif yang signifikan. Smith and Barker
(1999) baru-baru ini melaporkan bahwa apoptosis plasenta meningkat
secara signifikan pada gestasi 41 sampai 42 minggu lengkap dibanding
dengan 36 sampai 39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut tidak jelas
sampai sekarang.

Jazayeri dkk (1998) meneliti kadar eritropoetin plasma tali pusat


pada 124 neonatus tumbuh normal yang dialhirkan dari usia gestasi 37
sampai 43 minggu. Mereka ingin menilai apakah oksigenasi janin
terganggu, yang mungkin disebabkan oleh penuaan plasenta, pada
kehamilan yang berlanjut melampaui waktu seharusnya. Penurunan

12
tekanan parsial oksigen adalah satu-satunya stimulator eritropoetin yang
diketahui. Setiap wanita yang diteliti mempunyai perjalanan persalinan
dan perlahiran nonkomplikata tanpa tanda-tanda gawat janin atau
pengeluaran mekonium. Kadar eritropoetin plasma tali pusat menindkat
secara signifikan pada kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih
dan meskipun tidak ada skor apgar dan gas tali darah pusat yang
abnormal pada bayi-bayi ini, penulis menyimpulkan bahwa ada
penurunan oksigenasi janin pada sejumlah kehamilan postterm.

Janin postterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga


bayi tersebut luar biasa besar pada saat lahir. Janin yang terus tumbuh
menunjukkan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu. Memang,
pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat
adalah ciri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu. Nahum dkk (1995)
baru-baru ini memastikan bahwa pertumbuhan janin terus berlangsung
sekurang-kurangnya sampai 42 minggu.

3. Gawat Janin dan Oligohidramnion


Alasan-alasan utama meningkatnya resiko pada janin postterm
dijelaskan oleh Leveno dkk. Mereka melaporkan bahwa bahaya pada
janin intrapartum merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang
menyertai oligohidramnion.
Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah
melewati 42 minggu. Mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke
dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab
terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi
mekonium.
Trimmer dkk (1990) mengukur produksi urin janin tiap jam dengan
menggunakan pengukuran volume kandung kemih ultrasonic serial pada
38 kehamilan dengan usia gestasi 42 minggu atau lebih. Produksi urin
yang berkurang ditemukan menyertai oligohidramnion. Namun, ada
hipotesis bahwa aliran urin janin yang berkurang mungkin merupakan
akibat oligohiramnion yang sudah ada dan membatasi penelanan cairan
amnion oleh janin. Velle dkk (1993) dengan menggunakan bentuk-bentuk

13
gelombang Doppler berdenyut, melaporkan bahwa aliran darah ginjal
janin berkurang pada kehamilan postterm dengan oligohidramnion.
4. Pertumbuhan Janin Terhambat
Hingga kini makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada
kehamilan yang seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan.
Morbiditas dan mortalitas meningkat secara signifikan pada bayi yang
mengalami hambatan pertumbuhan . seperempat kasus lahir mati yang
terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan
hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relative kecil.
3.1.4 Pendiagnosaan KLB
Untuk menegakkan diagnosis KLB, perlu dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan yang teliti, dapat dilakukan saat antenatal maupun postnatal.
Anamnesis dan pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam menegakkan diagnosis
KLB antara lain:
1. Riwayat haid
2. Denyut jantung janin
3. Gerakan janin
4. Pemeriksaan ultrasonografi
5. Pemeriksaan sitologi
6. Pemeriksaan radiologi
Menurut Pernoll, digunakan beberapa parameter, dianggap KLB jika 3 dari
4 kriteria hasil pemeriksaan ditemukan, yaitu:
1. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan urin dinyatakan positif
2. Telah lewat 32 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar
dengan menggunakan fetalphone Doppler.
3. Telah lewat 22 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar
dengan menggunakan stetoskop Laennec.
4. Telah lewat 24 minggu sejak ibu merasakan aktivitas/gerakan janin
(quickening)
Parameter yang dapat membantu penentuan umur kehamilan adalah
tanggal saat pertama kali tes kehamilan positif (+_ UK 6 minggu) persepsi ibu
akan adanya gerakan janin (quickening) pada UK 16-18 minggu, waktu saat detik

14
jantung janin pertama kali terdengar (10-12 minggu dengan fetal phone/Doppler
dan 19-20 minggu dengan fetoskop)
3.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnose:
1. Pemeriksaan ultrasonografi
Digunakan sebagai gold standar dalam membantu menentukan UK.
Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi berubah seiring dengan lamanya
umur kehamilan saat diperiksa. Waktu yang paling baik untuk konfirmasi
UK dengan ultrasonografi adalah antara 16-20 minggu. Bila perkiraan UK
dengan perhitungan berdasarkan HPHT berbeda lebih dari 10-12 hari
dibandingkan pemeriksaan ultrasonografi tersebut.
a. Pada trimester I, parameter yang paling sering dipakai adalah
panjang puncak kepala-bokong (CRL=Crown-Rump Lenght).
Berdasarkan pengukuran CRL, 90% dengan interval kepercayaaan
3 hari. Panjang femur pada umumnya dipakai sebagai pedoman pada
UK 14 minggu, dan bila digunakan sebelum UK 20 minggu
ketepatannya 7 hari.
b. Padatrimester II, digunakan diameter biparetal (BPD-Biparetal
Diameter), lingkar kepala (HC=Head Circumference) dan panjang
femur (FL=Femur Lenght). BPD sampai UK 20 minggu memiliki
ketepatan 90% interval kepercayaan 8 hari, tetapi antara UK 18-24
minggu ketepatan 90% dengan interval kepercayaan 12 hari.
c. Pada trimester III, digunakan pengukuran BPD dan FL dengan
masing-masing ketepatannya 21 hari dan 16 hari.
2. Pemeriksaan cairan amnion
Dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa kehamilan lewat bulan.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat diidentifikasi adalah:
a. Kadar lesitin/spingomielin
Bila lesitin/spongiomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka
umur kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar
spongiomielin 28-32 minggu, pada kehamilan genap bulan rasio
menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan

15
kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah
janin cukup umur/matang untuk dialhirkan yang berkaitan mencegah
kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
b. Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat
waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan
bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42 minggu
ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42
minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA
antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat
waktu.
c. Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan
amnion. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka
kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih, maka
umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
Tabel . Gambaran sitologi hormonal kehamilan mendekati genap bulan, genap
bulan dan KLB
Mendekati
Genap Lewat
Sitologi genap
bulan bulan
bulan
Kelompok dan lipatan sel ++ +/0 0
Sel navikular +++ +/0 0
Penyebaran sel tersendiri + ++/+++ +++
Sel superficial tersendiri 0 ++ +++
Sel intermediate tersendiri + ++ +/0
Sel basal eksterna tersendiri 0 0 ++
Indeks piknotik < 10% 15-20% >20%
Indeks eosinofil 1% 2-15% 10-20%
Sel radang + + ++

3. Pemeriksaan Radiografi
Dilakukan untuk menilai pusat-pusat penulangan pada bagian-bagian
tertentu yang dapat memperkirakan usia kehamilan.
Tabel 1. Umur kehamilan menurut terlihatnya inti penulangan

16
Inti penulangan UK (minggu)
Kalkaneus 24-26
Talus 26-28
Femur distal 36
Tibia proksimal 38
Kuboid 38-40
Humerus proksimal 38-40
Korpus kapitatum 40
Korpus hamitatum 40
Kuneiformis ke-3 40
Femur proksimal 40

3.1.6 Pengaruh KLB


KLB dapat mempengaruhi kedaan plasenta, janin, maupun ibu.
1. Pengaruh terhadap plasenta
Penimbunan kalsium, selaput vakulosinsisial yang menebal dan berkurang,
degenerasi jaringan plasenta sepertie edema, timbunan fibrinoid, fibrosis,
thrombosis intervili, dan infark vili.
2. Pengaruh terhadap ibu
KLB meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Persalinan post-matur dapat
menyebabkan distosia, karena adanya:
a. Kontraksi uterus yang tak terkoordinir
b. Janin besar
c. Moulding (moulage) kepala kurang
Oleh karena itu dapat ditemukan penyulit saat persalinan berupa:
a. Partus lama
b. Kesalahan letak
c. Inersia uteri
d. Distosia bahu
e. Perdarahan post-partum
3. Pengaruh terhadap janin
a. Berat janin bertambah
b. Terjadi sindrom prematuritas, sesuai dengan deskripsi Clifford.
c. Gawat janin
3.1.7 Penatalaksanaan KLB

17
Terdapat dua pendapat dalam pengelolaan KLB yaitu:
1. Pengelolaan ekspektatif/konservatif/pasif
Pertimbangan dalam pengelolaan pasif adalah dengan mengingat beberapa
hal:
a. Usia gestasi tidak selalu diketahui dengan benar, sehingga janin
mungkin kurang matur.
b. Sulit untuk mengidentifikasi dengan jelas apakah janin akan
meninggal atau akan mengalami morbiditas serius jika tetap
dipertahankan.
c. Mayoritas janin lahir dalam keadaan baik.
d. Induksi persalinan tidak selalu berhasil.
e. Bedah Caesar meningkatkan resiko morbiditas ibu, bukan hanya pada
kehamilan ini, tapi juga kehamilan berikutnya.
Manajemen penanganan secara pasif adalah:
a. Monitoring janin
b. Cek tanda insufisiensi plasenta
c. Pemeriksaan pematangan serviks, sesuaikan dengan skor bishop. Jika
memenuhi kriteria Bishop dengan skor 6, maka dapat diinduksi
persalinan.
Tabel. Sistem skoring menurut Bishop

Kriteria 0 1 2 3
Dilatasi serviks (cm) 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran serviks (%) 0-30 40-50 60-70 80
Penurunan kepala dari -3 -2 -1 (0) +1
H III (cm) Keras Sedang Lunak (+2)
Konsistensi serviks Posterior Medial Anterior
Posisi serviks

Induksi persalinan secara operatif/tindakan, yaitu:


a. Melepas kulit ketuban dari bagian bawah rahim
b. Amniotomi
c. Rangsangan pada puting susu
d. Stimulasi listrik
e. Pemberian bahan-bahan ke dalam rahim/rektum dan hubungan seksual

Induksi persalinan secara medisinal, yaitu:

18
a. Tetes oksitosin
b. Pemakaian prostaglandin
c. Cairan hipertonik intrauterin/extra-amniotic normal saline.

2. Pengelolaan aktif
Tindakan operasi seksio sesar dilakukan dengan pertimbangan berikut:
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
b. Bishop skor tidak memenuhi 6 ke atas
c. Pembukaan belum lengkap, persalinan tak maj, dan gawat janin
d. Primigravida tua
e. Kematian janin dalam rahim (KJDR)
f. Pre-eklampsia
g. Hipertensimenahun
h. Anakberharga
i. Kesalahanletakjanin

19

Anda mungkin juga menyukai