Anda di halaman 1dari 45

KEHAMILAN SEROTINUS

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama yaitu
42 minggu. Dihitung berdasarkan rumus Neagle dengan siklus haid rata-
rata 28 hari (Mochtar, R. 2009). Masa post kehamilan adalah kehamilan
yang berlangsung melebihi 42 minggu dan masa kehamilan 249 hari dari
kehamilan normal (May A. K. & Mahl Meister. R. M. 2009).
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari
42 minggu (Hanifa, 2002). Kehamilan lewat waktu (serotinus) adalah
kehamilan melewati waktu 294 hari atau 42 minggu. Kehamilan lewat dari
42 minggu ini didasarkan pada hitungan usia kehamilan (dengan rumus
Neagle), menurut Anggarani (2007 : 83).
Rumus Neagle ini adalah untuk menghitung tanggal kelahiran bayi yaitu
(tanggal +7, bulan -3, tahun +1) atau (tanggal +7, bulan +9, tahun +0),
menurut C Trihendradi (2010 : 11).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kehamilan serotinus adalah kehamilan yang
lewat waktu lebih dari 42 minggu belum terjadi persalinan yang bisa
berpengaruh pada janin dapat meninggal dalam kandungan karena
kekurangan zat makanan dan oksigen.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya serotinus belum diketahui secara pasti, namun ada
faktor yang bisa menyebabkan serotinus seperti halnya teori bagaimana
terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm
sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori
yang menjadi pendukung terjadinya kehamilan serotinus antara lain
sebagai berikut:
a. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa
terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya
pengaruh progesterone.
b. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan
pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
postterm.
c. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar
kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan (Sarwono Prawirohardjo,
2009: 687).
d. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek
dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postterm.
e. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat
bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip
Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami
kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm
(Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
f. Kurangnya air ketuban.
g. Insufisiensi plasenta (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008).
3. Klasifikasi Kehamilan Serotinus
Menurut Prawiroharjo (2009 : 691), klasifikasi pada bayi lewat bulan
adalah :
a. Stadium I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan
terjadi maserasi seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
b. Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium
(kehijauan) di kulit.
c. Stadium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan
kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
4. Manifestasi Klinis
a. Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang,
yaitu secara subyektif
b. Kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang
dari 10 kali/20 menit.
c. TFU tidak sesuai umur kehamilan.
d. Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi)
plasenta diketahui dengan pemeriksaan USG.
e. Pengaruh dari seronitus adalah :
1) Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus
tidak terkoordinir, maka akan sering dijumpai partus lama, inersia
uteri, dan pendarahan postpartum.
2) Terhadap Bayi
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih
besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan
menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin
bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan
ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang
terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosai
bahu, janin besar, moulage.
5. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya
fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan
resiko 3 kali. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak
sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul
his sehingga pemasakan nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping
adanya spasme arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia sampai
kematian dalam rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat
disebut dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga memerlukan
tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah
air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan
abnormal jantung janin (Wiknjosastro, H. 2009, Manuaba, G.B.I, 2011 &
Mochtar R, 2009).
6. Komplikasi
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
serotinus yaitu :
a. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama,
inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
b. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah
besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam
kandungan.
Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
serotinus yaitu komplikasi pada Janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi
seperti :
a. Gawat janin.
b. Gerakan janin berkurang.
c. Kematian janin.
d. Asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita hamil, diagnosis
tidak sukar.
b. Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhirnya, maka hanyalah
dengan pemeriksaan antenatal care yang teratur dapat diikuti dengan
naik nya fundus uteri, mulainya gerakan janin maka sangat membantu
diagnosis.
c. Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang? Dan juga lingkar
perut dan jumlah air ketuban.
d. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat-pusat penulangan
pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
e. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran bipariental, gerakan janin
dan jumlah air ketuban.
f. Pemeriksaan sitology air ketuban : air ketuban diambil dengan amnion
sintesis baik transvaginal mau pun trans abdominal.
g. Amnioskopy untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut
warnanya karena kekeruhan oleh mekonium.
h. Kardiotokografy untuk mengawasi dan membaca denyut jantung janin
karena insufisiensi plasenta.
i. Uji oksitoxin : dengan infuse tetes oksitoxin dan diawasi reaksi
terhadap kontraksi uterus.
j. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
k. Pemeriksaan pH darah kepala janin.
l. Pemeriksaan sitology vagina. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi III
Jilid I).
8. Penatalaksanaan
a. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring
janin sebaik-baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat. (Taufan, 2012).
c. Lakukan pemeriksaan dengan cara Bishop skore.
Bishop skore adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan
responsnya terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui
bahwa serviks bishop skore rendah artinya serviks belum matang dan
memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi dibanding serviks yang
matang. Lima kondisi yang dinilai dari serviks adalah :
- Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang
terenggang. Ini melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan
indikator yang paling penting dari kemajuan melalui tahap pertama
kerja.
- Pendataran/penipisan (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah
ada di leher rahim.
- Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin
kepala dalam hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung,
yang dapat teraba jauh di dalam vagina posterior (sekitar 8-10 cm)
sebagai tonjolan tulang.
- Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim
perempuan biasanya lebih keras dan tahan terhadap peregangan,
seperti sebuah balon sebelumnya belum meningkat. Lebih jauh
lagi, pada wanita muda serviks lebih tangguh dari pada wanita yang
lebih tua.
- Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan
bervariasi antara individu. Sebagai anatomi vagina sebenarnya
menghadap ke bawah, anterior dan posterior lokasi relatif
menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina. Posisi anterior
lebih baik sejajar dengan rahim, dan karena itu memungkinkan
peningkatan kelahiran spontan.
Untuk menilai Bishop Skore yaitu :
a. Bishop Skore > 5 yaitu induksi persalinan . Cara induksi persalinan adalah
- Menggunakan tablet Misoprostol/Cytotec yaitu 25-50 mg yang
diletakkan di forniks posterior setiap 6-8 jam hingga munculnya his /
kontraksi.
- Menggunakan oksitoksin intravena yaitu infus oksitoksin biasanya
mengandung 10-20 unit ekuivalen dengan 10.000-20.000 mU dicampur
dengan 1000 ml larutan Ringer Laktat, masing-masing menghasilkan
konsistensi oksitoksin 10-20 mU/ml.
b. Bishop Skore < 5
1) Pemantauan janin dengan prafil biofisik, Nonstress test (NST),
Contraction Stess Test (CST).
2) Volume ketuban normal, NST reaktif yaitu diulangi 2x / minggu.
3) Volume ketuban normal, NST non reaktif, CST positif yaitu dilakukan
SC.
4) Volume ketuban normal, NST non reaktif dan CST negatif yaitu
dilakukan pengulangan CST dalam 3 hari.
5) Oligohidramnion (kantong amnion < 2 cm) yaitu dilakukan SC.
6) Deselerasi variable yaitu matangkan serviks dan induksi persalinan.
7) Pematangan serviks dapat dilakukan dengan kateter voley, oksitoksin,
prostaglandin (Misoprostol), relaksin (melunakkan serviks), pemecahan
selaput ketuban.
8) Persalinan per vaginam yaitu Ibu miring ke kiri, berikan oksigen,
monitor DJJ, induksi persalinan dengan tetes Pitosin (jika tidak ada
kontraindikasi dan belum ada tanda hipoksia intrauterine), tetes
Pitoksin di naikkan jangan melebihi 2 m U/ menit atau di naikkan
dengan interval < 30 menit, amniotomi pada fase aktif, infus
intraamniotik dengan 300 - 500 mL NaCl hangat selama 30 menit yaitu
untuk mengatasi.
9) Oligohidramnion dan mekoneum, konfirmasi kesejahteraan janin.
10) Dilakukan Sectio Caesaria, jika gawat janin (deselerasi lambat,
pewarnaan mekoneum), gerakan janin abnormal (< 5 kali / 20 menit),
contraction stress test (CST), berat Badan > 4000 gr, malposisi,
malpresentasi, partus > 18 jam, bayi belum lahir, menurut Kurniawati
(2009 : IX 41-42).
11) Dilakukan vakum ekstraksi, syarat vakum, menurut Manuaba
(2003 : 159) yaitu :
a) Pembukaan minimal 5.
b) Ketuban negatif atau dipecahkan.
c) Anak hidup, letak kepala atau bokong.
d) Penurunan minimal H II.
e) His dan reflek mengejan baik.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Data Subyektif
Informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh dari
hasil wawancara langsung kepada pasien / klien (anamnesis) atau dari
keluarga dan tenaga kesehatan, menurut Wildan (2009 : 34) adalah :
a) Identitas / Biodata Pasien suami dan istri adalah nama, umur,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b) Alasan datang : Untuk mengetahui alasan pasien datang ke tempat
pelayanan kesehatan.
c) Keluhan utama : Alasan wanita datang mengunjungi klinik / RB /
RS / dan diungkapkan dengan kata-kata sendiri.
d) Riwayat kesehatan antara lain riwayat kesehatan dahulu, sekarang,
dan riwayat kesehatan keluarga, juga riwayat alergi dan
pengobatan.
e) Riwayat perkawinan
Dikaji untuk mengetahui berapa kali menikah, berapa usia pasien
saat menikah, usia pasangan pasien saat menikah, berapa lama
pasien menikah dan berapa jumlah anaknya.
f) Riwayat obstetric
Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan
menstruasi (menarce), siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi,
bentuk darah apakah cair atau menggumpal, warna darah,
dismenorea, flour albus dan untuk mengetahui hari pertama
menstruasi terakhir serta tanggal kelahiran dari persalinan.
g) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui pada tanggal, bulan, tahun berapa anaknya lahir,
tempat persalinan, umur kehamilan, jenis persalinan, penolong
persalinan, penyulit dalam bersalinan, jenis kelahiran berat badan
lahir, panjang badan lahir, riwayat nifas yang lalu, keadaan anak
sekarang, untuk mengetahui riwayat yang lalu sehingga bisa
menjadi acuan dalam pemberian asuhan, menurut Prawiroharjo
(2008 : 414).
h) Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui ibu hamil yang ke berapa, HPHT, HPL, berat
badan sebelum dan sekarang, periksa ANC sebelumnya dimana,
berapa kali dan keluhannya apa, suntik TT berapa kali, obat-obatan
yang pernah dikonsumsi apa saja, gerakan janin yang pertama pada
usia kehamilan berapa bulan dan gerakan sekarang kuat atau lemah,
kebiasaan ibu dan keluarga yang berpengaruh negatif terhadap
kehamilannya.

i) Riwayat KB
Untuk mengetahui sebelum ibu hamil pernah menggunakan alat
kontrasepsi atau tidak, berapa lama menggunakannya, alas an
mengapa ibu menggunakan alat kontrasesi tersebut, dan mengapa
ibu menghentikan pemakaian alat kontrasepsi tersebut, menurut
Huliana (2007 :76-77).
j) Pola kebutuhan sehari-hari meliputi pola nutrisi, pola eliminsi, pola
aktivitas pekerjaan, pola istirahat, personal hygiene, pola seksual,
menurut Muslihatun (2009 : 137).
k) Psikososial spiritual meliputi tanggapan dan dukungan keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, ketaatan beribadah,
lingkungan yang bepengaruh.
Data Obyektif
Menurut Wildan (2009 : 34), pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan
fisik, pemeriksaan khusus kebidanan, data penunjang, hasil laboratorium
seperti VDRL, HIV, pemeriksaan radiodiagnostik, ataupun USG yang
dilakukan sesuai dengan beratnya masalah. Data yang telah dikumpulkan
diolah, disesuaikan dengan kebutuhan pasien kemudian dilakukan
pengolahan data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu
dengan yang lainnya sehingga menunjukkan fakta. Tujuan dari pengolahan
data adalah untuk menunjukkan fakta berdasarkan kumpulan data. Data
yang telah diolah dianalisis dan hasilnya didokumentasikan.
1. Pemeriksaan Umum
a) Keadaan Umum (KU)
Untuk menilai keadaan pasien pada saat itu secara umum.
b) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis
(Kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap
stimulus yang diberikan), somnolen (kesadaran yang mau tidur
saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri tetapi tidur lagi), koma
(tidak dapat bereaksi terhadap stimulus yang diberikan atau
rangsangan apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada).
c) Tanda-tanda Vital (TTV)
Pada pengukuran tanda-tanda vital yang diukur adalah tekanan
darah, nadi, respirasi, dan suhu.
d) Berat Badan (BB)
Untuk mengetahui berat badan pasien dalam satuan kilogram
(Buku Panduan Praktik Klinik Kebidanan).
e) Tinggi Badan (TB)
Dikaji untuk mengetahui tinggi badan ibu dalam satuan sentimeter,
menurut Saminem (2009 : 23).
f) LILA (Lingkar Lengan Atas)
Untuk mengetahui status gizi pasien.
2. Pemeriksaan fisik / Status Present adalah pemeriksaan kepala, muka,
mata, hidung, telinga, mulut, leher, ketiak, dada, abdomen, punggung,
genetalia, ektermitas atas dan bawah, anus.
3. Pemeriksaan khusus obstetric, menurut Hidayat (2008 : 142-145)
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk mengetahui
apakah ada pembengkakan pada wajah dan ekstermitas, pada perut
apakah ada bekas operasi atau tidak.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indra peraba yaitu tangan, yang
berguna untuk memeriksa payudara apakah ada benjolan atau tidak,
pemeriksaan abdomen yaitu memeriksa Leopold I, II, III, dan IV.
c) Auskultasi
Denyut Jantung Janin (DJJ) yaitu salah satu tanda pasti hamil dan
kehidupan janin. DJJ mulai terdengar pada usia kehamilan 16
minggu. Dengan dopler DJJ mulai terdengar usia kehamilan 12
minggu. Normalnya denyut jantung janin (DJJ) yaitu 120-
160x/menit.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan pada bayi
1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan asfiksia.
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
pasokan oksigen.
3) Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan pasokan nutrisi dan terhentinya pertumbuhan
janin.
4) Gangguan termoregulasi : hipotermi berhubungan dengan suhu
tubuh tidak stabil karena hilangnya lemak subkutan.
5) Resiko tinggi cedera pada janin berhubungan dengan distress
janin.
6) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pengelupasan kulit.
b. Diagnosa keperawatan pada ibu
1) Ansietas berhubungan dengan pertus macet
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terbukanya intrauterin
dengan ekstrauterin
Rencana asuhan keperawatan
Rencana bagi bayinya
Rencana keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan
Intervensi Rasional
Kerusakan pertukaran Diharapkan klien Tinjau ulang informasi yang
mampu Persalinan lama meningkatkan
gas berhubungan menunjukkan perbaikan berhubungan dengan kondisi resiko hipoksia, dan depresi
dengan asfiksia akibat pertukaran gas/pertukaran gas bayi, seperti lamanya pernapasan dapat terjadi setelah
aspirasi mekonium normal dengan kriteria hasil persalinan, Apgar scor, obat- pemberian atau penggunaan
sebagai berikut: obatan yang digunankan ibu obat oleh ibu.
Mempertahankan kadar selama kehamilan, termasuk
Po/Pco, dalam batas normal betametason. Neonatus lahir lebih dari 42
40-70 cm H2O Perhatikan usia gestasi, berat minggu beresiko terjadinya
Suara napas normal badan, dan jenis kelamin. aspirasi mekonium.
(vesikuler) Takipnea menandakan distress
RR normal 40-50x/menit. Kaji status pernapasan, pernapasan, khususnya bila

Tidak terjadi sianosis pada perhatikan tanda-tanda distress pernapasan lebih besar dari
pasien. pernapasan (mis., takipnea, 60x/menit setelah 5 jam

Tidak terjadi aspirasi pernapasan cuping hidung, kehidupan pertama.

mekonium ronki, atau krakels). Memberikan pemantauan


noninvasif konstan terhadap

Status pernapasan eupnea Gunakan pemantau oksigen kadar oksigen.
(normal). transkutan atau oksimeter nadi. Mungkin perlu untuk
mempertahankan kepatenan
Hisap hidung dan orofaring jalan napas.
dengan hati-hati, Dehidrasi merusak kemampuan
sesuai
kebutuhan. untuk membersihkan jalan
Pantau masukan dan haluaran napas saat mucus menjadi
cairan. kental.
Sianosis adalah tanda lanjut dari
Observasi terhadap tanda dan PaO2 rendah.
lokasi sianosis. Hipoksemia, hiperkapnia, dan
Pantau pemeriksaan asidosis menurunkan produksi
laboratorium, dengan tepat surfaktan.
grafik seri GDA. Kadar oksigen serum tinggi
yang lama disertai dengan
Pantau jumlah pemberian tekanan tinggi yang lama
oksigen dan durasi pemberian. diakibatkan dari IPPB dapat
mempredisposisikan bayi pada
displasia bronkopulmonal.
Jumlah oksigen yang diberikan,
diekspresikan sebagai FIO2
Catat fraksi oksigen dalam udara ditentukan secara individu,
inspirasi (FIO2) setiap jam. berdasarkan sampel darah
kapiler.
Memudahkan penghilangan
sekresi. Lama waktu yang
Mulai drinase postural, digunakan setiap lobus
fisioterapi dada, vibrasi lobus dihubungkan dengan toleransi
setiap 2 jam, sesuai indikasi, bayi.
perhatikan toleransi Menurunkan kebutuhan oksigen,
bayi
terhadap prosedur. meningkatkan istirahat,
menghemat energi,
Berikan makanan dengan selang menurunkan resiko aspirasi.
nasogastrik atau orogastrik
sebagai pengganti pemberian
makanan dengan ASI, bila tepat. Penggunaan natrium bikarbonat
Berikan obat-obatansesuai yang hati-hati dapat membantu
indikasi: mengembalikan pH kedalam
Natrium bikarbonat rentang normal.

Resiko tinggi cedera Diharapkan klien Auskultasi dan laporkan irama


mampu Menandakan kesejahteraan
janin berhubungan mempertahankan kehamilan jantung janin, perhatikan janin. PTK membantu
dengan distress janin. sampai janin benar-benar kekuatan , regularitas, dan memberikan perkiraan kasar
viable untuk hidup dengan frekuensi. Perhatikan adanya tentang usia janin untuk
kriteria hasil sebagai berikut: perubahan pada gerakan janin. membantu merencanakan
Tidak ada cedera yang terjadi Catat perkiraan tanggal kesempatan viabilitas.
pada pasien. kelahiran ( PTK ) dan tinggi
fundus. Bila dilatasi servik berlanjut ( 4
Kaji kondisi ibu dan adanya cm atau lebih ) atau terjadi
kontraksi uterus atau tanda- kontraksi uterus teratur,
tanda lain dari ancaman kemungkinan mempertahankan
kelahiran kehamilan adalah kecil.
Pemasangan jahitan servik dapat
mempertahankan kehamilan
Siapkan ibu untuk prosedur sampai janin mencapai tahap
pembedahan, sesuai indikasi viabilitas
Memberikan gambaran lebih
( rujuk pada DK: cedera, resiko
terhadap ibu ) akurat dari maturitas dan usia
Bantu dengan ultrasonografi, bila gestasi janin.
diindikasikan.
Gangguan perfusi Diharapkan pasien Perubahan dapat menunjukkan
jaringan berhubungan menunjukkan peningkatan penurunan perfusi pada SSP
dengan penurunan perfusi jaringan Catat perubahan dalam tingkat akibat iskemia atau infark.
dengan
pasokan oksigen. kriteria hasil sebagai berikut: kesadaran keluhan sakit kepala,
Tanda-tanda vital dalam batas pusing, terjadinya
defisit Perubahan menunjukkan
normal sensori/motor penurunan sirkulasi/hipoksia
TD : 80/46 mmHg Pantau tanda vital. Catat yang meningkatkan oklusi
RR : 40-50 x/menit kehangatan, pengisian kapiler. kapiler.
Suhu : 370 Dehidrasi tidak menyebabkan
Nadi : 120-140 x/menit hipovolemia tetapi
Kapileri refill kurang dari
3 Pertahankan pemasukkan cairan menyebabkan oklusi kapiler.
detik. adekuat. Awasi haluaran urin. Penurunan sirkulasi perifer
Akral hangat. sering menimbulkan perubahan
Tidak terdapat sianosis Kaji ekstremitas bawah untuk dermal dan pelambatan
tekstur kulit, edema, luka. penyembuhan.
Mencegah vasokonstriksi,
membantu dalam
Pertahankan suhu lingkungan mempertahankan sirkulasi dan
dan kehangatan tubuh. perfusi.
Mendukung volume
sirkulasi/perfusi ke jaringan.
Berikan cairan (IV/peroral)
sesuai indikasi Dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya
Berikan oksigen tambahan yang hipoksia.
sesuai dengan indikasi hasil
GDA dan toleransi pasien.

Gangguan Diharapkan klien Kaji suhu tubuh dengan sering.


mampu Hipotermia membuat bayi
termoregulasi : menunjukkan peningkatan cenderung pada stress dingin.

hipotermi berhubungan suhu tubuh/suhu tubuh normal Tempatkan bayi
pada Mempertahankan lingkungan
dengan suhu tubuh (36,5-370C) dengan kriteria penghangat, isolate, incubator, termonetral, membantu
tidak stabil karena hasil sebagai berikut: tempat tidur terbuka dengan mencegah stress dingin.
hilangnya lemak Peningkatan suhu 36,5-370C. penyebaran hangat.
subkutan. Gunakan lampu pemanas selama
Pasien tidak mengalami stress Menurunkan kehilangan panas
dingin. prosedur. pada lingkungan yang lebih
Bayi tenang dan tidak rewel. dingin dari ruangan.
Kurangi pemajanan pada aliran
Menurunkan kehilangan panas
udara, hindari pembukaan pagar karena konveksi/konduksi.
isolate yang tidak semestinya. Membatasi kehilangan panas.
Ganti pakaian atau linen tempat
Menurunkan kehilangan melalui
tidur bila basah. Pertahankan evaporasi.
kepala bayi tetap tertutup.
Berikan penghangatan bertahap
Peningkatan suhu tubuh yang
untuk bayi dengan stress dingin. cepat dapat menyebabkan
konsumsi oksigen berlebihan
dan apnea.
Resiko tinggi Diharapkan klien
dapat Kaji /catat ukuran, Mengidentifikasi
warna, terjadinya
kerusakan integritas mempertahankan keutuhan keadaan luka/kondisi sekitar komplikasi.
kulit berhubungan kulit dengan kriteria hasil luka. Merupakan tindakan protektif
dengan pengelupasan sebagai berikut: Lakukan kompres basah dan yang dapat mengurangi nyeri.
kulit. klien tidak tampak adanya sejuk. Memungkinkan pasien lebih
Lakukan perawatan luka dan bebas
pengelupasan dan meserasi bergerak dan
pada kulit. hygiene (seperti mandi), meningkatan kenyamanan
Tidak ada kulit kering pada sesudah itu keringkan kulit pasien.
bayi. dengan hati-hati dan taburi
Terjaga kelembabannya bedak yang tidak iritatif.
kulitnya. Berikan prioritas Mempercepat proses rehabilitasi
untuk
meningkatkan kenyamanan dan pasien
kehangatan pasien.

Rencana bagi ibunya


Rencana keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan
Intervensi Rasional
Ansietas berhubungan Diharapkan klien Jelaskan prosedur intervensi
mampu Pengetahuan tentang alasan
dengan partus macet. menunjukkan berkurangnya keperawatan dan tindakan. untuk aktifitas ini dapat
rasa cemas dan mampu Pertahankan komunikasi menurunkan rasa takut dari
mempertahankan koping yang terbuka, diskusikan dengan ketidaktahuan.
positif dengan criteria hasil klien kemungkinan efek
sebagai berikut: samping dan hasil,
Klien merasa tenang dan pertahankan sikap optimis.
optimis dengan persalinannya. Orientasikan klien Membantu klien dan orang
dengan
Klien dapat menggunakan pasangan pada lingkungan terdekat merasa mudah dan
teknik relaksasi distraksi atau persalinan. lebih nyaman pada sekitar kita.
napas dalam dengan efektif. Memungkinkan klien untuk

Menggungkapkan pemahaman Anjurkan tehnik relaksasi merileksasikan otot-otot supaya
situasi individu dan seperti teknik distraksi atau tidak tegang.
kemungkinan hasil akhir. napas dalam Dapat membantu menurunkan

Klien tampak rileks, tanda- Anjurkan penggungkapan rasa ansietas dan merangsang

tanda vital dalam batas normal takut atau masalah. identifikasi perilaku koping.

TD : 120/80 mmHg
RR : 18-24 x/menit
Nadi: 80-100 x/menit

Diharapkan klien mampu


menunjukkan bebas dari
tanda-tanda infeksi dengan TTV dapat berubah karena
kriteria hasil sebagai berikut: ansietas.
Resiko tinggi infeksi Suhu tubuh normal 36,5-370C. Pantau tanda-tanda vital. Menurunkan resiko yang
berhubungan dengan Kontaminasi dapat menyebabkan penyebaran agen
jalan lahir kontak diminimalkan. Tekankan pentingnya cuci infeksius.
terlalu lama dengan Cairan amniotic jernih, hampir tangan yang baik dan tepat. Membantu mencegah
ekstrauteri. tidak berwarna dan berbau. pertumbuhan bakteri,
Pada Gunakan teknik aseptik selama membatasi kontaminasi dari
pemeriksaan
laboratorium jumlah leukosit melakukan pemeriksaan pencapaian ke vagina.
dalam batas normal yaitu vagina (VT). Dalam 4 jam setelah membrane
5000-10000 mm3. rupture, insiden korioamnionitis
Pantau tanda-tanda vital dan meningkat secara progresif,
nilai leukosit. ditunjukkan dengan perubahan
TTV dan jumlah sel darah
Pantau dan gambarkan pulih.
karakteristik dari Pada infeksi cairan amnionitik
cairan
amniotic. menjadi lebih kental dan kuning
pekat dengan bau yang tidak
sedap.
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, Dr. Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetrik dan Ginekologi. Jakarta :
EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profile Dinas Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2010. Semarang
Freddy Panjaitan. 2012. Kehamilan serotinus. (https:// freddypanjaitan. wordpress.
com/2012/01/10kehamilan-lewat-waktu-serotinus/) (Online), diakses pada tanggal
10 januari 2015.
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis.
Jakarta: Salemba Medika
Huliana, Mellyna. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta : Puspa Swara
Kurniawati, D (dkk). 2009. Obgynacea (Obgyndan Ginekologi). Yogyakarta: TOSCA
Manuaba, I.B.G. 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 2009. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Muslihatun. WN dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogjakarta : Fitramaya
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Saminem, HJ. 2009. Kehamilan Normal : Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Trihendradi dkk. 2010. Wonderpa Indahnya Pendampingan. Yogyakarta : ANDI
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wildan, M. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

SECTIO CAESARIA (SC)


A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono,
2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Gulardi & Wiknjosastro, 2006). Sectio caesaria adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim
(Mansjoer, 2002)
2. Jenis Jenis
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.

b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal


Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
- Atonia uteri
- Plasenta accrete
- Myoma uteri
- Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut:

a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )


Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki
tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
4. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya
janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini
juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
6. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Yang sering terjadi pada ibu bayi :
Kematian perinatal
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan awal
1) Letakan pasien dalam posisi pemulihan
2) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4) Transfusi jika diperlukan
5) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca
bedah
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
1) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
2) Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
3) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4) Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
e. Perawatan fungsi kandung kemih
1) Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
2) Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
4) Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas
5) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
6) Jika masih terdapat perdarahan
a) Lakukan masase uterus
b) Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik
atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
c) Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai
pasien bebas demam selama 48 jam :
- Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
- Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
- Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
d) Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
- Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
- Supositoria : ketopropen sup 2x/ 24 jam
- Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
- Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
e) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
g. Hal Hal lain yang perlu diperhatikan
1) Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
2) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
3) Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut
ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
4) Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
5) Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
6) Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
7) Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
8) Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila
terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin
disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan
karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan
aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15
menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
9) Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas
dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
10) Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
11) Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia;
regional atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio
caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian
oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan,
Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter fole

B. ASUHAN KEPERAWATAN SC
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit
nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.

3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul:
a. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
ibu tentang cara menyusui yang benar.
b. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar
dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
e. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
Diangosa Keperawatan
No Tujuan (Noc) Intervensi (Nic)
Dan Kolaborasi
1. Menyusui tidak efektif Setelah diberikan tindakan Health Education:
berhubungan dengan kurangnya keperawatan selama 3x24 jam Berikan informasi mengenai :
pengetahuan ibu tentang cara klien menunjukkan respon o Fisiologi menyusui
menyusui yang benar breast feeding adekuat dengan o Keuntungan menyusui
indikator: o Perawatan payudara
klien mengungkapkan puas o Kebutuhan diit khusus
dengan kebutuhan untuk o Faktor-faktor yang menghambat proses menyusui
menyusui
Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan klien untuk
klien mampu mendemonstrasikan
melakukan secara teratur
perawatan payudara
Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara menyimpan,
cara transportasi sehingga bisa diterima oleh bayi
Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk melaksanakan
pemberian Asi eksklusif
Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan payudara,
infeksi payudara
Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien
dalam pemberian ASI
Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan
informasi/memberikan pelayanan KIA
2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik Setelah dilakukan asuhan Pain Management
(luka insisi operasi) keperawatan selama 3x24 jam Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
diharapkan nteri berkurang karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
dengan indicator: Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Pain Level, Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Pain control, pengalaman nyeri pasien
Comfort level Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Mampu mengontrol nyeri (tahu Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
penyebab nyeri, mampu Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
menggunakan tehnik ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
nonfarmakologi untuk Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
mengurangi nyeri, mencari dukungan
bantuan) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
Melaporkan bahwa nyeri ruangan, pencahayaan dan kebisingan
berkurang dengan menggunakan Kurangi faktor presipitasi nyeri
manajemen nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
Mampu mengenali nyeri (skala, dan inter personal)
intensitas, frekuensi dan tanda Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
nyeri) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Menyatakan rasa nyaman setelah Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
nyeri berkurang Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tanda vital dalam rentang normal Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

3. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan Teaching : Disease Process


perawatan ibu nifas dan keperawatan selama 3x24 jam Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
perawatan post operasi b/d diharapkan pengetahuan klien proses penyakit yang spesifik
kurangnya sumber informasi meningkat dengan indicator: Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
Kowlwdge : disease process berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
Kowledge : health Behavior tepat.
Pasien dan keluarga menyatakan Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
pemahaman tentang penyakit, dengan cara yang tepat
kondisi, prognosis dan program Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
pengobatan Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
Pasien dan keluarga mampu Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
melaksanakan prosedur yang tepat
dijelaskan secara benar Hindari jaminan yang kosong
Pasien dan keluarga mampu Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan
menjelaskan kembali apa yang pasien dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim kesehatan Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
lainnya. mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang
tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
4. Defisit perawatan diri b.d. Setelah dilakukan asuhan Self Care assistane : ADLs
Kelelahan. keperawatan selama 3x24 jam Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
ADLs klien meningkat dengan Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
indicator: diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
Self care : Activity of Daily Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
Living (ADLs) melakukan self-care.
Klien terbebas dari bau badan Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
Menyatakan kenyamanan sesuai kemampuan yang dimiliki.
terhadap kemampuan untuk Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
melakukan ADLs klien tidak mampu melakukannya.
Dapat melakukan ADLS dengan Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
bantuan memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
5. Risiko infeksi b.d tindakan Setelah dilakuakan asuhan Infection Control (Kontrol infeksi)
invasif, paparan lingkungan keperawatan selama 3x24 jam Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
patogen diharapkan resiko infeksi Pertahankan teknik isolasi
terkontrol dengan indicator: Batasi pengunjung bila perlu
Immune Status Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
Knowledge : Infection control berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Risk control Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Klien bebas dari tanda dan gejala Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
infeksi Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Mendeskripsikan proses Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
penularan penyakit, factor yang Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
mempengaruhi penularan serta petunjuk umum
penatalaksanaannya, Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
Menunjukkan kemampuan untuk kencing
mencegah timbulnya infeksi Tingktkan intake nutrisi
Jumlah leukosit dalam batas Berikan terapi antibiotik bila perlu
normal Infection Protection (Proteksi Terhadap Infeksi)
Menunjukkan perilaku hidup Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
sehat Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

Anda mungkin juga menyukai