Anda di halaman 1dari 7

KEHAMILAN POSTTERM

Oleh:

Muliana Evelin Datu

20014101051

Masa KKM: 29 Maret – 6 Juni 2021

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2021
1. Definisi
Kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari)
yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT) menurut rumus Naegele
dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Kehamilan ini lebih sering terjadi pada primigravida
muda dan primigravida tua atau pad grandemultiparitas.

2. Etiologi
Penyebab pasti dan poses terjadinya kehamilan postterm sampai saat ini masih belum
diketahui dengan pasti. Teori-teori yang pernah diajukan untuk menerangkan penyebab
terjadinya kehamilan postterm antara lain:
a. Teori progesterone
Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena
masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati waktu yang semestinya.
b. Teori oksitosin
Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil pada usia kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab terjadinya kehamilan postterm.
c. Teori kortisol/ACTH janin
Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang
dan memperbesar sekresi estrogen. Proses ini selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada kasus-kasus kehamilan dengan cacat
bawaan janin seperti anensefalus atau hipoplasia adrenal, tidak adanya kelenjar
hipofisis janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehingga kehamilan berlangsung lewat bulan.
d. Teori saraf uterus
Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi pada keadaan tidak
terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser yang
membangkitkan kontraksi uterus, seperti pada keadaan kelainan letak, tali pusat
pendek, dan masih tingginya bagian terbawah janin.
e. Teori heriditer
Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan pada
beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam hasil
penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah mengami kehamilan postterm akan
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada kehamilan
berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan kemungkinan bahwa kehamilan
postterm juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Mogren (1999) menyatakan bahwa
bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak
perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami
kehamilan postterm.

3. Klasifikasi
a. Stadium I: kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi seperti
kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
b. Stadium II: seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium (kehijauan ) di kulit.
c. Stadium III: seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan pada kuku,
kulit, dan tali pusat
4. Diagnosis
a. Riwayat Haid
Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk ditegakkan apabila
keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan postterm berdasarkan
HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yaitu kehamilan yang berlangsung
lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir
(HPHT). Permasalahan sering timbul apabila ternyata HPHT ibu tidak akurat atau
tidak bisa dipercaya. Jika berdasarkan riwayat haid, diagnosis kehamilan postterm
memiliki tingkat keakuratan hanya ±30 persen. Riwayat haid dapat dipercaya jika
telah memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
- Ibu harus yakin betul dengan HPHT-nya;
- Siklus 28 hari dan teratur,
- Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir.
b. Denyut Jantung Janin (DJJ).
Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu,
sedangakn dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
Dikatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila
didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
- Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif
- Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
- Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
- Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec.
c. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan telah banyak
menggantikan metode HPHT dalam mempertajam diagnosa kehamilan postterm.
Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa penentuan usia kehamilan
melalui pemeriksaan USG memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibanding
dengan metode HPHT.

5. Pemeriksaan laboratorium
a. Sitologi cairan amnion.
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Apabila
jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan
sudah berusia 36 minggu dan apabila jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia
kehamilan 39 minggu atau lebih.
b. Tromboplastin cairan amnion (ATCA).
Hasil penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat
waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia
kehamilan. Pada usia kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara 45-65 detik
sedangkan pada usia kehamilan >42 minggu, didapatkan ACTA <45 detik. Bila
didapatkan ACTA antara 42-46 detik, ini menunjukkan bahwa kehamilan sudah
postterm.

6. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan kehamilan serotinus adalah sebagai berikut :
a. Setelah usia kehamilan > 40 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-
baiknya
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu
dengan pengawasan ketat
c. Bishop score
Bishop score adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan responsnya
terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa serviks bishop score
rendah artinya serviks belum matang dan memberikan angka kegagalan yang lebih
tinggi dibanding servik yang matang. Lima kondisi yang dinilai dari serviks adalah:
1) Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang terenggang.
Ini melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan indikator yang paling
penting dari kemajuan melalui tahap pertama kerja.
2) Pendataran (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada di leher rahim.
3) Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin kepala
dalam hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung, yang dapat teraba
jauh di dalam vagina posterior (sekitar 8-10 cm) sebagai tonjolan tulang.
4) Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim perempuan
biasanya lebih keras dan tahan terhadap peregangan, seperti sebuah balon
sebelumnya belum meningkat. Lebih jauh lagi, pada wanita muda serviks
lebih tangguh dari pada wanita yang lebih tua
5) Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan bervariasi
antara individu. Sebagai anatomi vagina sebenarnya menghadap ke bawah,
anterior dan posterior lokasi relatif menggambarkan batas atas dan bawah dari
vagina. Posisi anterior lebih baik sejajar dengan rahim, dan karena itu
memungkinkan peningkatan kelahiran spontan.

Skor 0 1 2 3
Pembukaan 0 1 3-4 5-6
Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1 +1+2
Konsistensi Keras Sedang Lunak Sangat lunak
Posisi Os Posterior Tengah Anterior Anterior

Interpretasi penilaian bishop score:


a. Bishop score >5 yaitu induksi persalinan. Cara induksi persalinan:
o Menggunakan tablet Misoprostol / Cytotec yaitu 25-50 mg yang
diletakkan di forniks posterior setiap 6-8 jam hingga munculnya his /
kontraksi.
o Menggunakan oksitoksin intravena yaitu infus oksitoksin biasanya
mengandung 10-20 unit ekuivalen dengan 10.000- 20.000 mU dicampur
dengan 1000 ml larutan Ringer Laktat, masing-masing menghasilkan
konsistensi oksitoksin 10-20 mU/ml.
b. Bishop score <5
o Pemantauan janin dengan prafil biofisik, Nonstress test (NST),
Contraction Stess Test (CST).
o Volume ketuban normal, NST reaktif yaitu diulangi 2x / minggu.
o Volume ketuban normal, NST non reaktif, CST positif yaitu dilakukan
SC.
o Volume ketuban normal, NST non reaktif dan CST negatif yaitu dilakukan
pengulangan CST dalam 3 hari.
o Oligohidramnion (kantong amnion < 2 cm) yaitu dilakukan SC.
o Deselerasi variable yaitu matangkan serviks dan induksi persalinan.
o Pematangan serviks dapat dilakukan dengan kateter voley, oksitoksin,
prostaglandin (Misoprostol), relaksin (melunakkan serviks), pemecahan
selaput ketuban
o Persalinan per vaginam yaitu ibu miring ke kiri, berikan oksigen, monitor
DJJ, induksi persalinan dengan tetes Pitosin (jika tidak ada kontraindikasi
dan belum ada tanda hipoksia intrauterine), tetes Pitoksin di naikkan
jangan melebihi 2 m U/ menit atau di naikkan dengan interval < 30 menit,
amniotomi pada fase aktif, infus intraamniotik dengan 300 – 500 mL NaCl
hangat selama 30 menit yaitu untuk mengatasi oligohidramnion dan
mekoneum, konfirmasi kesejahteraan janin.
o Dilakukan Sectio Caesaria, jika gawat janin (deselerasi lambat, pewarnaan
mekoneum), gerakan janin abnormal (< 5 kali / 20 menit), contraction
stress test (CST), berat Badan > 4000 gr, malposisi, malpresentasi, partus
> 18 jam, bayi belum lahir
o Dilakukan vakum ekstraksi, syarat vakum yaitu:
a. Pembukaan minimal 5
b. Ketuban negatif atau dipecahkan
c. Anak hidup, letak kepala atau bokong
d. Penurunan minimal H II
e. His dan reflek mengejan baik
7. Komplikasi
a. Komplikasi pada Ibu
- Timbulnya rasa takut akibat terlambat melahirkan atau rasa takut menjalani
operasi yang mengakibatkan
- Perdarahan post partum yaitu atonia uteri (karena janin besar atau penggunaan
oksitoksin).
b. Janin
- Kematian janin (3 kali resiko pada kehamilan aterm) yaitu 30 % sebelum partus,
55 % intrapartum, 15 % post natal.
- Gawat janin karena aspirasi mekoneum, hipoksia, kompresi tali pusat
- Kelainan letak seperti defleksi, oksiput posterior, distosia bahu, trauma kepala
janin.
- Gangguan pembekuan darah.
- Oligohidramnion adalah air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu adalah
1.000 cc, aterm 800 cc, dan lebih dari 42 minggu 400 cc. akibat oligohidramnion
adalah amnion menjadi kental karena mekonium (diaspirasi oleh janin), asfiksia
intrauterine (gawat janin), pada in partu (aspirasi air ketuban, nilai APGAR
rendah, sindrom gawat paru, bronkus paru tersumbat sehingga menimbulkan
atelektasis).
- Makrosomia apabila plasenta yang masih baik, terjadi tumbuh kembang janin
dengan berat 4.500 gram yang disebut makrosomia. Akibatnya terhadap
persalinan adalah perlu dilakukan tindakan operatif seksio caesaria, dapat terjadi
trauma persalinan karena operasi vagina, distosia bahu yang menimbulkan
kematian bayi atau trauma jalan lahir ibu.

Referensi:

1. Cunningham, F.G., et al. 2001. Postterm Pregnancy, Antepartum Assessment, In :


Williams Obstetrics. Edisi 21. Mc Graw Hill. New York: 729 – 742. 1095-1108.
2. Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Kehamilan Lewat Waktu, Jakarta, 2002 hal: 317-320.
3. Rustam, Mochtar. 1998 Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi Obstertri Patologi). Edisi 2.
EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai