Anda di halaman 1dari 58

Case Report Session

BED SIDE TEACHING


“Dyspepsia”

Oleh: SINDHI YULIZA WIRTA


NIM : G1A221036

Pembimbing : dr. Nisa Haskah Maulina, Sp.A


Laporan Kasus
Identitas pasien
Nama Pasien: Cherly Yuanita

DSM Jenis Kelamin: Perempuan

Tanggal Lahir: 20-06-2011

Umur : 10 tahun 11 bulan

Alamat: Jalan suko duren kota jambi

MRS tanggal: 21 Mei 2022


Anamnesis

Keluhan Utama Nyeri perut hilang timbul dan


berpindah-pindah lebih dari 1
SMRS
Keluhan Tambahan -

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke RSUD Raden Mattaher dengan keluhan nyeri pada perut yang hilang
timbul dan berpindah pindah sudah lebih dari 1 bulan SMRS. Riwayat tidak disertai
demam, mual, muntah dimana BAB dan BAK normal . Pasien lahir secara normal dan
anak pertama dari dua bersaudara.
Riwayat Penyakit

• Riwayat kejang pada orang tuanya


(-)
• Riwayat penyakit jantung (-)
• Riwayat penyakit diabetes melitus
(-)
• Riwayat penyakit asma (-)
Riwayat Riwayat penyakit Riwayat sosial
penyakit dahulu keluarga ekonomi

Pekerjaan Ayah : Tani


Pekerjaan Ibu : IRT
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Riwayat Imunisasi

Masa kehamilan : 37 minggu •BCG :1x


Partus : normal •Polio : 4x
•DPT :-
Ditolong oleh : Dokter
•Campak : -
Tanggal : 21 mei 2022 •Hepatitis : -
Berat badan lahir : Ibu tidak ingat •Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
Panjang badan : ibu tidak ingat

Usia 10 Tahun 11 bulan


BB : 32.2 kg
Riwayat Perkembangan TB : 136 cm
BB/U : Berat badan normal
Perkembangan normal TB/U : Tinggi badan normal
BB/TB : Normal
Status gizi

BB : 32.2 kg
PB :136 cm
LK : 50 cm

BB/U = 87,4 Kesan: gizi baik


B/U = 95,7 Kesan: Normal
BB/TB = -2 SD s.d +1 SD Kesan: Gizi Baik (normal)
Lingkar kepala : -2 SD - +2 SD (normocephal)
1. BB/U = BB aktual/BB
persentil 50 x 100%

= 32,2/37 x 100 % = 87,02


Kesan: gizi baik

2. TB/U = TB aktual /TB


persentil 50 x 100%

= 136 / 144 x 100% = 94,4

Kesan : normal
3. BB /TB

= BB AKTUAL/BB BAKU untuk


TB AKTUAL x 100%

= 32.2/32 x 100% = 103,87

Kesan : Gizi baik


Lingkar kepala :
-2 SD sampai +2 SD
(normocepal)
Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak Normal

Kesadaran : CM Suhu : 37.7°C

HR :84x/i Spo2 : 98%

RR : 24x/menit
Pemeriksaan Fisik

Kepala: mikrocephal Paru

DSM
Mata, CA (-/-), konjungtiva merah, Inspeksi : bentuk normal, pergerakan
Sklera Ikterik (-/), pupil isokor dinding dada simetris, retraksi interkostal
Telinga: normotia (+)
Hidung : deviasi septum (-) Palpasi : nyeri tekan (-)
Mulut : bibir kerimg (-), puvat (-), Perkusi : tidak dilakukan
sianosis (-), Auskultasi : vesikuler (+/+) , ronchi (-/-),
wheezing (-/-)
Pemeriksaan Fisik
Abdomen
Inspeksi :
Cekung(-),cembung(-), massa (-)
Palpasi : lembut, turgor baik,
hati dan lien tidak teraba Jantung

DSM
Perkusi : tidak dilakukan
Aukultasi : bising usus (+)
Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I/II
reguler, murmur (-)
Ekstremitas
Superior : bentuk simetris, Akral hangat,
CRT <2 detik, hematome (-) edema (-)
Inferior : akral hangat CRT <2 detik,
hematome (-), edema (-)
Diagnosa Kerja
Dyspepsia fungsional

Diagnosa Banding: Diagnosis Banding


Refluk gastroesofagus(GERD) , ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi, ulkus
duodenal, duodenitis
Tatalaksana

• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5 Rate 50 IP 20


• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp
• Inj. Cefotaxim 2x130 g
• Inj. Amikasin 2x20 g
• Inj. Omeprazole 2x2 mg
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc)
Prognosis
Quo ad Vitam
Dubia ad malam

Quo ad Functionam Quo ad Sanactionam


Dubia ad malam Dubia ad malam
Tinjauan Pustaka
Dyspepsia fungsional

• Respiratory distress syndrome merupakan kumpulan temuan klinis, radiologis, dan


histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan
yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas
• merupakan penyebab umum RD pada neonates, terjadi dalam beberapa jam setelah
kelahiran, dan paling sering sesaat setelah persalinan.
ETIOLOGI

Disebabkan oleh ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel


tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai

Paling banyak terjadi pada bayi premature atau kurang bulan, baik karena
produksi surfaktan yang tidak memadai, maupuan inaktivasi surfaktan dalam
konteks paru-paru yang belum matang. Prematuritas mempengaruhi kedua
faktor ini, sehingga secara langsung berkontribusi terhadap RDS
FAKTOR RESIKO

Asfiksia perinatal
Kecil masa kehamilan
Infeksi maternal-fetal
PROM (Premature Rupture of Membranes)
Jenis kelamin laki-laki
Ras kulit putih
Intoleransi glukosa gestasional atau diabetes
Berat badan lahir rendah
Patofisiologi
Sindrom gangguan pernapasan neonatus disebabkan oleh defisiensi surfaktan, terutama
dalam konteks paru-paru yang belum matang..

 tegangan
<<< compliance
permukaan dalam
<<< surfaktan paru-paru yang belum
saluran udara kecil
matang
dan alveoli

Keseimbangan tekanan pada air-fluid interface sangat penting untuk


mencegah kolapsnya alveolus atau pengisian alveolus dengan cairan.
Manifestasi Klinis
RDS merupakan suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai
dengan :
• Takipnea, frekuensi napas >60-80 kali/menit
• Retraksi, cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau di
bawah sternum (sub sterna) selama inspirasi
• Napas cuping hidung,
• Merintih atau grunting,
• Sianosis, sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan
biru lebam atau warna membrane mukosa)
• Apnue atau henti napas
Penegakan Diagnosis
2. Pemeriksaan Fisik
1.
Anamness
Pada pemeriksaan fisik, neonatus tersebut
Bayi dengan sindrom gangguan memiliki tanda dan gejala peningkatan kerja
pernapasan neonatus sering lahir pernapasan, termasuk takipnea, ekspirasi
prematur dan menunjukkan tanda-tanda grunting, hidung melebar, retraksi (subkostal,
gangguan pernapasan biasanya segera subxiphoid, interkostal, dan suprasternal) dan
setelah melahirkan, atau dalam beberapa
penggunaan otot aksesorius, serta sianosis dan
menit setelah lahir. Bayi mungkin datang
dengan penurunan suara nafas dan perfusi perifer yang buruk. Auskultasi
penurunan nadi perifer mengungkapkan penurunan masuk udara
secara seragam
Penegakan Diagnosis
3. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan radiologi o ground-glass retikulo-granular
− penyakit paru homogen dengan o air bronchograms,
atelektasis difus o volume paru-paru yang rendah

• Analisis Gas Darah Arteri


− hipoksemia yang berespon terhadap perburukan asidosis respiratorik
dan metabolik, termasuk acidemia
 suplementasi oksigen dan hiperkapnia. laktat
.
• Pemeriksaan lainnya • Ductus Arteriosus Paten
− Echocardiogram • Anemia
• Leukositosis Infeksi
− Darah rutin
Tatalaksana

Prinsip penatalaksanaan RDS pada neonatus:


• mencegah hipoksemia dan asidosis,
• manajemen cairan untuk mencegah hipovolemia, syok dan edema,
• mengurangi kebutuhan metabolik,
• mencegah perburukan atelektasis dan edema pulmoner,
• mengurangi oxidant lung injury,
• mengurangi kerusakan paru akibat ventilasi mekanik
Tatalaksana
1.
Kortikosteroid Antenatal

2
Pemantauan oksigenasi dan ventilasi

• Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) pada gas darah arteri dipertahankan antara
50 hingga 80 mmHg, dan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2)
dipertahankan antara 40 hingga 55 mmHg, dengan pH >7,25.
• SpO2 >95%
Tatalaksana
3.
Bantuan ventilasi
• Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
• Bantuan Pernapasan Non-invasif: Nasal Intermittent Positive Pressure Ventilation
(NIPPV)
• High Flow Nasal Canula.
• Ventilasi Mekanik

4.
Lainnya
Terapi surfaktan eksogen , perawatan suportif, termasuk termoregulasi, dukungan
nutrisi, manajemen cairan dan elektrolit, terapi antibiotik
Prognosis

• Prognosis bayi yang ditangani dengan steroid antenatal, bantuan pernapasan,


dan terapi surfaktan eksogen sangat baik. Kematian kurang dari 10%, dengan
beberapa penelitian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup hingga 98%
dengan perawatan lanjutan.
• Dengan bantuan ventilasi yang memadai saja, bayi akan mulai memproduksi
surfaktan, dan setelah produksi surfaktan dimulai bersamaan dengan timbulnya
diuresis, RDS membaik dalam 4 atau 5 hari
Ikterus Neonatorum

• Merupakan keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan


ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih.
ETIOLOGI

Pada bayi prematur penumpukan bilirubin dalam darah dapat disebabkan


oleh karena fungsi hati yang belum efisien. Immaturitas sel hati dapat
menyebabkan “uptake” bilirubin oleh hepatosit terbatas. Selain itu dapat
terjadi defisiensi protein yang berperan dalam transportasi bilirubin yaitu
albumin dan protein Y atau ligandin

Etiologi hiperbilirubinemia lainnya adalah infeksi, inkompatibilitas resus dan


golongan darah, kongenital, dan hipotiroid
Patofisiologi
Patofisiologi

• Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari,


sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari.
•  produksi bilirubin pada bayi baru lahir o/ :
o masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan
dengan orang dewasa (120 hari),
o peningkatan degradasi heme,
o turn over sitokrom yang meningkat,
o reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi
enterohepatik)
Manifestasi Klinis
RDS merupakan suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai
dengan :
• Takipnea, frekuensi napas >60-80 kali/menit
• Retraksi, cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau di
bawah sternum (sub sterna) selama inspirasi
• Napas cuping hidung,
• Merintih atau grunting,
• Sianosis, sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan
biru lebam atau warna membrane mukosa)
• Apnue atau henti napas
Klasifikasi

• Ikterus fisiologis
• Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan
kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL.
• Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan
terjadi peningkatan kadar bilirubun dengan kadar puncak yang
lebih tinggi dan bertahan lebih lama.
• Umumnya fenomena ikterus ini ringan dan dapat membaik tanpa
pengobatan
Klasifikasi

• Ikterus Patologis
• ikterus yang terjadi sebelum usia 24 jam;
• setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi;
• peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dL/jam;
• adanya tanda-tanda penyakit yang mendasar pada setiap bayi
(muntah, letargis, malas menyusu, penurunan berat badan yang
cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil)
• ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan
atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
Penegakan Diagnosis
1.
Anamness
• Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis, defisiensi glukosa
6-fosfatdehidrogenase (G6PD)
• Riwayat keluarga dengan penyakit hati
• Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia,
• Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu
• Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan perdarahan
atauhemolisis.
• Pemberian nutrisi parenteral total
• Pemberian ASI.
Penegakan Diagnosis
2. Pemeriksaan Fisik
• Ptekie, berkaitan dengan infeksi
• Tanda-tanda prematuritas kongenital, sepsis, atau eritroblastosis
• Kecil masa kehamilan, kemungkinan • Hepatosplenomegali, berkaitan dengan
berhubungan dengan polisitemia anemia hemolitik, infeksi kongenital,
• Tanda infeksi intrauterin, misalnya penyakit hati
mikrosefali, kecil masa kehamilan • Omfalitis
• Perdarahan ekstravaskular, misalnya • Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi
memar, sefalhematom, subgaleal hematom kongenital
• Pucat, berhubungan dengan anemia • Tanda hipotiroid
hemolitik atau kehilangan darah • Perubahan warna tinja
ekstravaskular
Penegakan Diagnosis
2. Pemeriksaan Fisik

KRAMER SCORE

Ikterik akan terlihat pada awalnya di bagian muka


dan akan menyebar secara kaudal ke badan dan
ekstremitas. Pemeriksaan ini perlu dilakukan
dalam ruangan yang terang atau di siang hari
dengan membuka jendela.
Penegakan Diagnosis

3.
Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan serum total bilirubin invasive


• Pemeriksaan Bilirubin Non-Invansif (bilirubinometer
transkutan (TcB))
• Pemeriksaan Bilirubin Kurang Invansif (Bilistick)
Tatalaksana

1.
Fototerapi

• Merupakan terapi utama


untuk hiperbilirubinemia
• Untuk memaksimalkan
iradiasi dan efektivitas terapi,
jarak sumber cahaya dan bayi
harus dalam jarak 10-15

Panduan untuk fototerapi pada bayi dengan usia gestasi ≥ 35


minggu
Tatalaksana
2 Transfusi Tukar
• Disseminated Intravascular

• Adanya peningkatan kadar bilirubin tak Coagulation(DIC)


terkonjugasi yang signifikan pada bayi baru • Leukemia kongenital
lahir karena sebab apapun, ketika fototerapi • Toksin metabolik
intensif gagal, atau ada risiko terjadinya (1) Hiperammonemia
kernikterus. (2) Asidemia organik
• Penyakit hemolisis alloimun pada bayi baru (3) Keracunan timbal
lahir (HDN) untuk koreksi anemia berat dan • Overdosis atau intoksikasi obat-obatan
hiperbilirubinemia • Eliminasi antibodi atau protein abnormal
• Anemia berat dengan gagal jantung kongestif • Sepsis neonatorum atau malaria
atau hipervolemia
• Polisitemia
Prognosis

Kadar bilirubin yang tinggi berpeluang mengakibatkan Kern icterus yang dapat
membahayakan bayi sampai berujung pada kematian.

Kernikterus sebagai komplikasi dari hiperbilirubinemia, dapat menimbulkan sequele yang


bersifat kronik maupun permanen seperti cerebral palsy, tuli, kelumpuhan dan displasia
gigi yang sangat berdampak pada kualitas kehidupan. Kernikterus juga dapat terjadi
apabila hiperbilirubinemia tidak tertangani dengan baik.
Analisa Kasus
By. Ny T usia 2 hari datang ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi sebagai
rujukan dari RS Kerinci dengan indikasi gagal CPAP sehingga membutuhkan
ventilator. Pada Pasien ini didapatkan keluhan sesak nafas dengan kelahiran
cukup bulan dan sesuai masa kehamilan. Pasien lahir secara SC atas indikasi
varises ovarium dan letak lintang. Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien lahir
dalam usia gestasi 37-38 minggu dengan berat lahir 2600 gram. Hal ini
menunjukkan pasien merupakan neonates cukup bulan dan sesuai dengan masa
kehamilan.
Pemeriksaan Fisik & Penunjang

• Berdasarkan pemeriksaan fisik pada hari keempat (usia 4


hari), pasien ini, ditemukan warna kulit yang tampak
kuning, terutama di wajah, dada atas, dan abdomen atas.
Setelah itu, pada pemeriksaan laboratorium darah yang
dilakukan pada hari perawatan keempat, didapatkan hasil
bahwa terjadi peningkatan bilirubin total menjadi 23.0
mg/dL, bilirubin direk 0,5 mg/dl, dan bilirubin indirek
22.5 mg/dl.
Teori
• Ikterus yang timbul pada bayi ini kemungkinan
merupakan ikterus patologis, karena pada bayi ini
ditemukan keadaan reflek untuk menyusu lemah, dan
pernapasan apneu. Pada pasien ini peningkatan kadar
bilirubin terutama bilirubin indirek diduga karena faktor
penurunan asupan enteral akibat belum sempurnanya
sistem oral motor sehingga terjadi peningkatan sirkulasi
bilirubin enterohepatik yang akhirnya bermanifestasi
sebagai hiperbilirubinemia
Tatalaksana Teori
• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5 • Dilakukan karena pasien tidak
Rate 50 IP 20 berespon terhadap CPAP. Tujuan
• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp ventilasi mekanis termasuk
• Inj. Cefotaxim 2x130 g memberikan dukungan
• Inj. Amikasin 2x20 g pernapasan yang memadai sambil
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g menyeimbangkan risiko
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc) barotrauma, volutrauma, dan
• Light Therapy toksisitas oksigen
Tatalaksana Teori
• Pemberian cairan dextroses digunakan
• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5 untuk sebagai sumber kalori dan
Rate 50 IP 20 penggantian cairan tergantung dari
• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp tonisitas cairan tersebut. Selain itu,
• Inj. Cefotaxim 2x130 g larutan dextrose juga dapat digunakan
• Inj. Amikasin 2x20 g untuk melarutkan obat, baik
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g untukpemberian secara bolus
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc) intravena maupun melalui drip infus
• Light Therapy
Tatalaksana Teori

• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5 • pada pasien ini diberikan Ampicilin
dan gentamicin pada hari perawatan
Rate 50 IP 20
pertama pada hari rawat ke 2 diubah
• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp menjadi Amikasin dan Cefotaxim,
• Inj. Cefotaxim 2x130 g
• Inj. Amikasin 2x20 g
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc)
• Light Therapy
Tatalaksana Teori

• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5 • penggunaan kombinasi ini dilakukan
dengan mempertimbangkan efek
Rate 50 IP 20
sinergis dari keduanya di dalam
• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp menghambat bakteri seperti
• Inj. Cefotaxim 2x130 g Streptococcus, Enterococci, Listeria
• Inj. Amikasin 2x20 g monocyogenes, dan beberapa jenis
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g Enterobacteriaceae, seperti
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc) Entercobacter spp., Proteus spp.,
• Light Therapy Escherichia coli
Teori
Tatalaksana • pada hari rawat ke 2 kombinasi
ampicilin diubah menjadi Amikasin
• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5
dan Cefotaxim, hal ini dikarenakan
Rate 50 IP 20 Antibiotik lini pertama yaitu
• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp amoxicilin dan gentamisin diberikan
• Inj. Cefotaxim 2x130 g hanya selama tiga hari (72 jam), jika
• Inj. Amikasin 2x20 g kondisi klinis pasien belum
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g menunjukkan perbaikan dan hasil
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc) kultur juga belum keluar maka
• Light Therapy antibiotik yang digunakan berubah
menjadi antibiotik lini kedua yaitu
cefotaxim dan amikacin
Tatalaksana Teori
• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5 • pemberian kortikosteroid sebelum paru
Rate 50 IP 20 matang akan memberikan efek berupa
• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp peningkatan sintesis fosfolipid
• Inj. Cefotaxim 2x130 g surfaktan pada sel pneumosit tipe II
• Inj. Amikasin 2x20 g dan memperbaiki tingkat maturitas
paru
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc)
• Light Therapy
Tatalaksana Teori
• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5 • Kortikosteroid bekerja dengan
Rate 50 IP 20 menginduksi enzim lipogenik yang
• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp dibutuhkan dalam proses sintesis
• Inj. Cefotaxim 2x130 g fosfolipid surfaktan dan konversi
• Inj. Amikasin 2x20 g fosfatidilkolin tidak tersaturasi menjadi
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g fosfatidilkolin tersaturasi, serta
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc) menstimulasi produksi antioksidan dan
• Light Therapy protein surfaktan.
Tatalaksana Teori
• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5
Rate 50 IP 20 • Pemberian Aminosteril pada pasien
• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp bertujuan untuk mempertahankan atau
• Inj. Cefotaxim 2x130 g memperbaiki keseimbangan nitrogen
pada pasien yang kekurangan asupan
• Inj. Amikasin 2x20 g protein.
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc)
• Light Therapy
Tatalaksana Teori
• Pada bayi ini dilakukan fototerapi yang
• Venti mode CPAP FiO2 80% PEEP 5
bertujuan untuk menurunkan konsentrasi
Rate 50 IP 20 dari bilirubin yang bersirkulasi ataupun
• IVFD D10% + Ca Gluconas 2 amp untuk mencegah peningkatannya.
• Inj. Cefotaxim 2x130 g Fototerapi bekerja dengan memanfaatkan
• Inj. Amikasin 2x20 g energi cahaya untuk mengubah bentuk
• Inj. Dexamethasone 2x0.5g dan struktur dari bilirubin lalu
mengkonfersinya menjadi molekul-
• Inf. Amino Steril 1.2 gr (43cc) molekul yang dapat diekskresikan
• Light Therapy melalui empedu atau urin
Kesimpulan
Masalah utama bayi baru lahir pada masa perinatal dapat menyebabkan
01 kematian, kesakitan dan kecacatan

RDS merupakan salah satu masalah pada bayi baru lahir dan merupakan
02 penyebab umum RD pada neonates, terjadi dalam beberapa jam setelah
kelahiran, dan paling sering sesaat setelah persalinan

Ikterus neonatorum merupakan masalah lainnya yang sering dijumpai pada bayi
baru lahir. Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai
03 oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini


didiagnosis dengan NCB SMK + Respiratory Distress Syndrome + Ikterus
04 Neonatorum, dan diberikan tatalaksana medikamentosa dan non
mediikamentosa. Namun pasien mengalami apnoe pada hari rawat ke 6 dan
dinyatakan meninggal.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai