Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN KASUS

Status Pasien
Identitas
Nama : By.G
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : Maret 2022 (1 bulan)
Alamat : Kusu-kusu
Nomor RM : 9572**
Tanggal masuk: 27 April 2022
Agama : Kristen
Suku bangsa : Ambon

Anamnesis

Keluhan Utama: Batuk-batuk sejak 1 minggu SMRS




Batuk berlendir
Hilang timbul
1 hari
• Tidur bunyi ‘grok-grok’
• Demam (-) • Batuk berlendir
• Pilek (-)
• Muntah 2x, berisi susu
• Muntah (-)
• BAB BAK biasa
• Keluar cairan warna bening ->
kuning -> coklat pada telinga
sebelah kanan
• Demam (-) pilek (-)
• BAB BAK biasa
1 minggu
Alergi
Riwayat Diberikan minum susu SGM
Penyakit muncul bintik-bintik merah,

Dahulu Saat ini pasien minum susu


soya+ASI

Ibu kontrol rutin


Merokok (ayah), tetapi saat
Riwayat
ini sedang bekerja di Sorong Penyakit
Kakak mengalami keluhan
serupa Keluarga
Riwayat Kelahiran
Tempat Kelahiran : Rumah Sakit
Penolong Persalinan : Bidan
Cara Persalinan : Spontan
Masa Gestasi : Cukup bulan
Keadaan Setelah Lahir : Langsung menangis
Kelainan Bawaan : Tidak ada
Anak ke- : Ketiga
Kesan : Riwayat kehamilan dan kelahiran dalam batas normal

Riwayat Imunisasi

Hepatitis B + Polio + BCG


Pemeriksaan Fisik

Panjang badan: 50,5 cm


Berat badan : 4,4 kg

Tanda Vital
Laju nadi : 143x/menit, reguler, isi cukup
Laju napas : 50x/menit
Suhu : 36,5 oC
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5), compos mentis

Status Mental
Rewel

Pernapasan
Suara napas vesikuler, terdengar sedikit ronkhi pada kedua paru, tampak retraksi minimal pada sela iga.
 
Gizi
Menurut kurva status gizi untuk anak laki-laki
BB/U : 2<x<0 (Normal)
PB/U : 0<x<-2 (Normal)
BB/PB : 2<x<1 (Resiko Gizi Lebih)

Kesimpulan : pasien normal


Kepala
Bentuk : Normocephali
 
Mata
Mata tidak cekung
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Air mata : +/+

Hidung : Napas cuping hidung (+)

Telinga
Bentuk : Normotia
Septum : Tidak ada deviasi
Sekret : Ada
Epistaksis : Tidak ada

Mulut
Bibir basah, tidak ada sianosis, tidak ada luka pada ujung bibir
Leher
KGB : Tidak teraba pembesaran

Thorax
Paru
Inspeksi : Gerak dada simetris, retraksi +/+
Palpasi : Vokal fremitus simetris sama kuat pada kedua lapang paru
Perkusi : Sulit dinilai
Auskltasi : Rokhi +/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, kuat angkat
Perkusi : Sulit dinilai
Auskltasi : BJ I-II murni reguler, tidak ada murmur dan gallop

Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus + normoperistaltik
Palpasi : Supel, turgor baik, tidak teraba pembesaran hepar dan lien
Perkusi : Timpani

Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada deformitas maupun oedem. Capillary Refill Time <2detik
Pemeriksaan Penunjang
Resume

Pasien laki-laki, By. G berusia 1 bulan datang ke IGD RS Al-Fatah dengan keluhan batuk-batuk sejak 1 minggu SMRS. Batuk-
batuk hilang timbul dan berlendir. Jika pasien tidur akan terdengar bunyi ‘grok-grok’. Ibu pasien mengatakan kakak pasien
ada mengeluhkan keluhan serupa. 1 hari SMRS, ada keluar cairan dari telinga sebelah kanan pasien, warna bening hingga
kecoklatan. Sebelumnya sudah pernah seperti ini saat pasien keluar dari RS. Hari ini, pasien muntah sebanyak 2x berisikan
susu, demam (-) sesak (-) pilek (-). Ayah pasien merokok (+)

Pasien lahir cukup bulan di Rumah Sakit dengan spontan, langsung menangis dan tidak ada kelainan bawaan. Pasien
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, imunisasi dasar yang sudah didapat adalah Hepatitis B, Polio dan BCG. Pada
status gizi pasien didapatkan pasien normal, perawakan normal.

Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, ada napas cuping hidung, mulut
basah tetapi tidak sianosis, pada toraks tampak retraksi sela iga minimal, pada auskultasi paru didapatkan Ronkhi pada
kedua lapang paru, tidak ada Wheezing, pada abdomen berbentuk datar dan supel dengan ekstremitas hangat pada akral
serta Capillary Refill Test <2 detik.
Diagnosis Banding
Pneumonia
+Obs. Vomitus tanpa dehidrasi
+Otorrhea ec. Susp. OMA
+Anemia Akut ec. Susp. Hemolitik DD/ Defisiensi besi

Diagnosis Kerja
Pneumonia
+ Otitis Media Akut
+ Anemia Akut Normositik Normokrom
Tinjauan Pustaka

Faktor Sos-Eko/Lingkungan
Pneumonia
inflamasi parenkim paru yang Sos-Eko rendah

disebabkan oleh respon terhadap


Pendidikan Ibu rendah
invasi mikro-organisme
Kesulitan mencapai Faskes

Sirkulasi udara dalam rumah

Malnutrisi
Etiologi Mikro-organisme
Newborns 1-6 bulan 6-12 bulan 1-5 tahun 1-5 tahun

Group B Streptococcus Streptococcus Streptococcus M. Pneumoniae M. Pneumoniae


Pneumoniae Pneumoniae
Enteric Gram-negative Haemophilus influenzae Haemophilus influenza S. Pneumoniae S. Pneumoniae
RSV Staphylococcus aureus S. Aureus C. pneumoniae C. pneumoniae
Moraxella catarrhalis Moraxella catarrhalis  
Chlamydia urealyticum  
Bordetella pertussis

Klasifikasi berdasarkan asal mikro-organisme


Pneumonia Komunitas Pneumonia Rumah Sakit
Pneumonia tanpa riwayat MRS dalam 2 minggu terakhir Pneumonia dengan riwayat MRS dalam 2 minggu terakhir

Anak yang MRS <48jam Anak yang MRS >48jam dimana saat MRS tidak ada gejala
respirasi
Manifestasi Klinis

Gejala umum
• Irritable
• Nafsu makan/minum menurun
• Malaise
• Keluhan saluran cerna
• Bila berat: dehidrasi, kejang, kesadaran menurun

Gejala Respirasi
• Batuk disertai demam dan distress napas
• Distress napas:
• Takipne  batasan normal laju napas:
• <60x/m = <2 bulan
• <50x/m = 2-12 bulan
• <40x/m = 1-5 tahun
• Retraksi dindin dada
• Napas cuping hidung
• Auskultasi: rhales basah halus dapat disertai wheezing
Klasifikasi Derajat Pneumonia WHO

Pneumonia Berat
Gejala Pneumonia disertai salah
satu dari
- Retraksi dinding dada
Pneumonia
- Dehidrasi
Bukan Pneumonia Batuk, demam, takipne - Napas cuping hidung
 Rawat jalan - Letargi
- Sianosis
- Kejang
 Rawat inap
Pemeriksaan Penunjang

Saturasi oksigen
Darah lengkap
Rontgen dada
- Konsolidasi lobaris
- Bercak infiltrat tersebar pada lapangan paru (bronkopneumonia)
Biakan sputum dan/atau darah

Indikasi Rontgen dada


- Gejala pneumonia berat
- Gambaran klinis meragukan
- Anak dengan demam berkepanjangan dan leukositosis tanpa sebab
yang jelas walaupun telah diberi antibiotik yang adekuat
Untuk menanggulangi pneumonia, ada tiga langkah utama yang dicanangkan oleh
WHO:

- Proteksi Balita
Proteksi ditujukan untuk menyediakan lingkungan hidup yang sehat bagi balita,
yaitu nutrisi yang cukup, ASI eksklusif sampai bayi usia 6 bulan, dan udara
pernafasan yang terbebas dari polusi (asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik).
Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kejadian pneumonia pada balita
sebesar 20 persen.

- Pencegahan Pneumonia
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah merekomendasikan pemberian
imunisasi PCV untuk anak berumur 2 bulan hingga 5 tahun.
- Tatalaksana Pneumonia yang tepat
Tata laksana yang tepat dimulai dari deteksi dini gejala pneumonia dan
dengan memberikan pengobatan yang cepat dan tepat pada balita
yang mengalami pneumonia. Akses terhadap layanan kesehatan dan
ketersediaan obat serta oksigen merupakan hal yang sangat penting.
Penatalaksanaan
Oksigenasi LAJU ALIRAN MAKSIMUM
Hidrasi MELALUI NASAL KANUL
Antibiotika - ½ L/mnt : 0-2 bln
Bila wheezing: inhalasi salbutamol
Terapi supportif: antipiretika, mukolitik - 1 L/mnt : 2-12 bln
- 2 L /mnt : 1 – 5 tahun
Indikasi Oksigenasi:
Semua gejala pneumonia berat - max 4 L/mnt
Saturasi oksigen <90%
Konjungtiva pucat (anemia
berat)

CARA PEMBERIAN:
Nasal kanul, masker, CPAP,
ventilator
– Rawat jalan : Antibiotika selama 3-5 hari
• Amoksisilin 80-100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
atau
• Eritromisin 40-60 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis

– Rawat inap :
• Lini pertama: ampisilin 50 mg/kgBB @6 jam dan
gentamisin 7.5 mg/kgBB @ 24 jam selama 5 hari
• Lini kedua: ceftriaxone 25-50 mg/kgBB @ 12 jam selama 5
hari
• Bila ada kecurigaan infeksi oleh S. aureus : Kloksasilin 50
mg/kgBB/6 jam
Anemia
Berdasarkan WHO 1993-2005
-anemia pada balita  47.4%
-anemia pada anak berusia 5 -15 tahun  25.4%

Berdasarkan Depkes 2008 prevalensi anemia pada anak di Indonesia adalah 14.8%

Berdasarkan Nutritional Anemia Consultative Group (INACG) – anemia di negara


berkembang paling banyak disebabkan asupan makanan yang tidak adekuat
• Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau
konsentrasi hemoglobin.
• Batasan yang digunakan WHO 2001 :

Kelompok Umur Hemoglobin

Anak 6 bulan – 6 tahun ≤11

6 tahun – 14 tahun ≤12


Dewasa Laki-laki ≤13
Wanita ≤12
Anemia Pada Penduduk Indonesia
Karakteristik Anemia (%) Karakteristik Anemia (%)
Kelompok Umur Jenis Kelamin
12-59 bulan 28.1 Laki-laki 18.4
5-14 tahun 26.4
Perempuan 23.9
15-24 tahun 18.4
25-34 tahun 16.9 Tempat Tinggal

35-44 tahun 18.3 Perkotaan 20.6


45-54 tahun 20.1 Pedesaan 22.8
55-64 tahun 25.0
Indonesia 21.7
65-74 tahun 34.2
>75 tahun 46.0
Data RISKESDAS 2013
Pendekatan Diagnosis
ANAMNESIS
Anamnesis Kemungkinan penyebab anemia
Onset dan Usia Anemia didapatkan (akuisita), anemia herediter,
  berkelanjutan atau akut
   
Jangka waktu gejala/penyakit Hasil pemeriksaan darah dan hitung jenis sebelumnya
   
 
Derajat anemia Tanda dan gejala dyspnea, palpitasi, letargi, pusing,
  hipotensi postural
   
 
Perdarahan kronis Riwayat menstruasi,riwayat kehamilan,gejala
gastrointestinal, melena, hematokezia
Tanda tanda hemolitik Letargi disertai ikterik, dan BAB gelap
   
Diet Intake makanan, susu
   
Zat Zat berbahaya
   
Riwayat Keluarga / Etnik Anemia herediter : riwayat keluarga
  dengan anemia, splenomegali,
  splenectomi
 
Penyakit kronis Uremia, hipotiroidism ,gagal hati kronis
PEMERIKSAAN FISIK
Anemia kronis dapat ditandai
• pucat (biasanya tidak terlihat sampai tingkat hemoglobin kurang dari 7 g/dL)
• glositis, hepatosplenomegali, murmur, dan gagal jantung kongestif

Anemia akut dapat ditemukan


• jaundice, takipnea, takikardi, dan hematuria.

 
Organ Tanda dan Gejala Kemungkinan Anemia
Kulit Pucat Anemia berat
  Hiperpigmentasi Anemia aplastik Fanconi
  Jaundice Anemia hemolitik akut atau kronis,
    hepatitis, anemia aplastik
  Petekie, purpura Anemia hemolitik autoimun dengan
  trombositopenia, haemolytic uremic
syndrome, aplasia atau infiltrasi sumsum
tulang

Hemangioma
Kavernosus Anemia hemolitik Mikroangiopati
• Ptekiae dan Purpura

• Hemangioma Kavernosus
Organ Tanda dan Gejala Kemungkinan Anemia
Kepala dan Leher Tulang frontal yang Hematopoiesis ekstramedular (thalasemia
menonjol,tulang maksila mayor,anemia sickle cell, anemia hemolitik kongenital
dan malar yang menonjol lainnya)

Sklera ikterik Anemia hemolitik kongenital dan krisis hiperhemolitik


  yang berkaitan dengan infeksi (defisiensi enzim
eritrosit, defek membran eritrosit, talasemia,
hemoglobinopati)

Stomatitis angularis Defisiensi besi

Glositis Defisiensi besi atau vitamin B12


• Tulang frontal yang menonjol,tulang maksila dan malar • Sklera ikterik
yang menonjol

• Glositis
• Stomatitis Angularis
Dada Ronkhi, gallop, takikardia, Gagal jantung kongesti, anemia akut atau berat
murmur
 
 
Displasia alat gerak radius
Ekstremitas Anemia aplastik Fanconi
  Spoon nails Defisiensi besi
  Triphalangeal thumbs Aplasia eritrosit
     
Anemia hemolitik kongenital, infeksi, keganasan
Limpa Splenomegali Hematologis, hipertensi portal
 
• Triphalangeal thumbs
• Spoon nails
Klasifikasi Anemia
E. Gangguan karena mekanisme lain:
Berdasarkan patofisiologi:  Anemia karena penyakit kronis,
I. Kegagalan produksi sel darah merah:  anemia sideroblastik
A. Gangguan sel induk hematopoesis  Anemia karena infiltrasi sumsum
tulang
 Anemia Aplastik
B. Gangguan sintesis DNA
II. Peningkatan destruksi sel darah merah:
 Anemia Megaloblastik
 Anemia Hemolitik
C. Gangguan sintesis Hemoglobin (Hb)
III. Kehilangan darah (Blood Loss)
 Anemia Defisiensi Besi, Thalasemia
 Anemia karena perdarahan akut
D. Gangguan sintesis eritropoetin
 Anemia karena GGK
Secara Morfologi Anemia diklasifikasikan
Mikrositik Normositik Makrositik
Defisiensi besi Anemia hemolitik Kongenital Sumsum tulang megaloblastik
Thalasemia -Hemoglobin Mutan -Defisiensi vitamin B 12
Keracunan timbal kronis -Defek Enzim Eritrosit -Defisiensi Asam Folat
Anemia Sideroblastik -Gangguan pada membrane
Inflamasi Kronis eritrosit Tanpa sumsum tulang
megaloblastik
Anemia hemolitik didapat -Anemia aplastic
-Autoimun -Hipotiroid
-Anemia hemolitik mikroangiopatik -Diamond-Blackfan Syndrome
-Sekunder oleh infeksi akut -Penyakit Hati
Kehilangan darah akut -Infiltrasi sumsum tulang
  -Anemia diseritropoetik
Anemia berdasarkan morfologi
• Anemia sec. morfologi eritrosit, dilihat dari:
• ukuran dan warna di bawah mikroskop atau
• indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC)

• Kriteria Ukuran (size): Normositik, Mikrositik, Makrositik


• Kriteria Warna (pucat): Normokromik, Hipokromik
 

< 1 thn = 76- 86 fL


Mean Corpuscular Volume(MCV) (Volume
korpuskuler rata – rata)
• MCV - indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah tunggal

• Penurunan MCV – Mikrositik (ukuran kecil < 80 fL) - anemia kekurangan besi, anemia
pernisiosa dan talasemia

• Peningkatan MCV – Makrositik (ukuran kecil >100 fL) - pada penyakit hati,
alcoholism, terapi antimetabolik, kekurangan folat/vitamin B12, dan terapi valproat
Mean Corpuscular Hemoglobin(MCH)
(Hemoglobin Korpuskuler rata – rata)
• MCH  nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata di dalam sel darah
merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas warna (normokromik,
hipokromik, hiperkromik) sel darah merah.

• Penurunan MCH – Hipokromik


• Peningkatan MCH – Hiperkromik
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration(MCHC)
(Konsentrasi Hemoglobin Korpuskuler rata – rata)

• Indeks MCHC mengukur konsentrasi Hb rata-rata dalam sel darah merah; semakin
kecil sel, semakin tinggi konsentrasinya

• MCHC menurun – anemia kekurangan besi, anemia mikrositik, anemia karena


piridoksin, talasemia dan anemia hipokromik

• MCHC meningkat –sferositosis


Red Cell Distribution Width (RDW)
• Memperkirakan variasi ukuran eritrosit
• Semakin tinggi nilainya, ukuran eritrosit semakin anisositosis
Hitung Retikulosit
• Untuk membedakan anemia akibat penurunan produksi eritrosit
dengan proses destruktif
• Rendah : Supresi sumsum tulang dan krisis aplastik
• Tinggi : Hemolisis atau perdarahan aktif
Pemeriksaan Khusus
• Anemia Defisiensi Besi
Serum Iron (SI), Total Iron Binding Capacity (TIBC), Feritin
Saturasi transferin = (SI/TIBC) x 100

• Anemia Hemolitik
Bayi: golongan darah ABO, Rhesus, Coombs test, piruvat kinase, elektroforesis Hb
Anak: Coombs test, G6PD, piruvat kinase, elektroforesis Hb
Pemeriksaan Khusus
• Anemia aplastik : Bone marrow puncture (BMP)
• Anemia pasca perdarahan : faktor koagulasi, waktu pembekuan,
waktu perdarahan
• Anemia akibat keganasan : BMP, USG
Anemia Defisiensi Besi
Etiologi
intake kurang , ggn absorbsi, sintesis kurang , kebutuhan
berlebih dan pengeluaran bertambah .

• <1 tahun: BBLR, gemeli, ASI eksklusif tanpa suplemen besi, susu
formula rendah besi, anemia selama masa kehamilan
• 1 – 2 tahun: Asupan kurang, infeksi berulang, obesitas, malabsorbsi
• 2 – 5 tahun: Asupan kurang, kebutuhan meningkat, perdarahan
• 5 tahun – remaja: Asupan kurang, perdarahan oleh karena infeksi
Anemia Defisiensi Besi
Anamnesis
• Pucat kronis, mudah lelah, berdebar-debar, sering pusing, sesak napas
• Keluhan keterlambatan pertumbuhan
• Pada bayi dan anak kecil dapat ditemukan keterlambatan perkembangan
psikomotor. Pada usia lebih lanjut dapat dijumpai gangguan kognitif
• Perubahan perilaku: pika (makan benda-benda seperti tanah, batu,
kertas, dll)
Anemia Defisiensi Besi
Pemeriksaan Fisik
• Pucat dan tidak ditemukan organomegali
• Atrofi papil lidah
• Perubahan pada epitel kuku (koilonikia/spoon nails)
• Gangguan jantung bila sudah terjadi komplikasi pada jantung
Anemia Defisiensi Besi
Pemeriksaan Penunjang
• Hemoglobin turun
• MCV dan MCHC dapat normal pada awalnya. Pada tahap lanjut dapat
ditemukan mikrositik hipokrom
• Status besi: Feritin (<12ug/mL) dan SI turun, TIBC naik (>350ug/dL),
Saturasi transferin

Terapi: sulfas ferrosus 3-6mgx/kgbb po/hari (dibagi 2 dosis)


Anemia Hemolitik
Etiologi
• Defisiensi G6PD merupakan salah satu penyebab anemia hemolitik
yang sering
• Defisiensi G6PD akan membuat eritrosit rentan lisis
Anemia Hemolitik Akut
Anamnesis
• Pucat mendadak
• Riwayat perdarahan
• Riwayat konsumsi obat/terkena racun
• Obat yang dapat menyebabkan anemia hemolitik: primakuin,
klorokuin, kotrimoksasol, kloramfenikol, aspirin
Anemia Hemolitik Kronik
Anamnesis
• Pucat sejak lama
• Anoreksia
• Perut membesar
Anemia Hemolitik
Pemeriksaan Fisik
• Pucat
• Jaundice
• Sklera ikterik
• Splenomegali
Anemia Hemolitik
Pemeriksaan Penunjang
• Hb pada urin
• Anisositosis, poikilositosis, sel target, fragmentosit, sel berinti,
hipokrom
Anemia Aplastik
• ↓ SDM darah tepi karena terhentinya pembentukan sel hemopoitik
dalam sumsum tulang
• Aplasia dapat terjadi pada sistem eripoietik, granulopoetik dan
trombopoetik
• Etiology : kongenital dan didapat
Thalasemia
Etiologi
• Thalasemia alfa  defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai globin alfa
• Delesi gen tunggal akan menyebabkan carrier thalasemia alfa minor dengan
mikrositosis tanpa anemia
• Delesi 3 gen menyebabkan produksi HbH dengan anemia mikrositik, hemolisis
dan splenomegali
• Delesi 4 gen menyebabkan produksi Hb Barts, biasanya disertai hidrops fetalis
Thalasemia
Etiologi
• Thalasemia beta  defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai globin
beta
• Defek 1 gen akan menyebabkan trait minor yang bersifat
asimptomatik, mikrositik, dan anemia ringan
• Defek 2 gen akan menyebabkan thalasemia beta mayor yang
gejalanya muncul saat usia 6 bulan
Thalasemia
Anamnesis
• Pucat kronis
• Riwayat transfusi darah berulang
• Riwayat keluarga akan penyakit yang sama
• Perut semakin membesar dan terasa ada massa di perut
Thalasemia
Pemeriksaan Fisik
• Pucat
• Hepatosplenomegali
• Facies cooley (hiperplasia sumsum tulang dan penipisan korteks)
• Gangguan dan status gizi yang kurang
Thalasemia
Pemeriksaan Penunjang
• Anemia mikrositik ringan
• Indeks Mentzer (MCV/eritrosit) bernilai < 13
• RDW meningkat
• Leukositosis palsu akibat retikulosit/eritrosit berinti terhitung sebagai
leukosit
• Thrombositopenia akibat splenomegali
Otitis Media Akut
Radang telinga tengah akut (OMA/Otitis Media Akut) lebih sering
terjadi pada bayi & anak-anak setelah sebelumnya didahului dengan
riwayat ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) yaitu terjadinya demam,
batuk & pilek, anak sulit makan/minum.

OMA sendiri biasanya ditandai dengan gejala seperti di atas disertai


nyeri pada telinga, pada bayi biasanya ditandai dengan rewel yang tak
kunjung mereda dan bila terjadi keluar cairan telinga, demam & rewel
yang dialami anak akan mereda.
Risiko terjadinya OMA akan meningkat pada lingkungan yang kurang
higienis, posisi anak pada saat menyusui dengan menggunakan botol,
kelainan anatomi pada wajah atau kepala, paparan asap rokok, dll.

Pengobatan OMA meliputi pemberian antibiotika dan pengobatan


simtomatis gejala penyakit yang menyertai. Tidak jarang pula dokter
melakukan tindakan miringotomi (pembuatan lubang pada gendang
telinga) sebagai langkah pengobatan mengeluarkan cairan di dalam
telinga agar penyakit tidak berlanjut dan tidak terjadi komplikasi.

Tindakan pembedahan dapat dilakukan bila terdapat komplikasi atau


terjadi perluasan infeksi yang tidak membaik dengan pemberian obat-
obatan.
Analisa Kasus
• Salah satu gejala dari pneumonia yang dapat terlihat dari anamnesis adalah batuk-batuk, tidur bunyi ‘grok-grok’
• Kakak pasien mengeluhkan gejala serupa dan ayah pasien perokok.
• Pasien mendapatkan ASI dan susu soya
Interpretasi • Keluar cairan warna bening  coklat dari telinga kanan

• Napas cuping hidung (+), retraksi sela iga minimal, rh+/-


• Didapatkan sekret pada telinga kanan
Pemeriksaan
Fisik

• Hb: 9.8 mg/dL


• MCV: 91.9
Pemeriksaan • MCH: 30.4
Penunjang
• Pneumonia
• Anemia Akut normositik normokrom
• Obs. Vomitus tanpa dehidrasi
• Otitis Media Akut
Diagnosis

• O2 1lpm dengan nasal kanul


• Ampisilin 50 mg/kgBB per 6 jam dan gentamisin 7.5 mg/kgBB per 24 jam selama 5 hari
• Ondansentron 0.15-0.2mg/kgBB
• Edukasi mengenai asap rokok dan udara disekitar pasien, jauhkan dari kakak/orang yang sedang sakit
(karena rentan terkena penyakit)
Tatalaksana • Menjaga kebersihan tangan dan diri
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai