Anda di halaman 1dari 23

Resusitasi cairan

pada combustio
Disusun oleh :
Silvya Mahmuda (18710081)

Pembimbing
Dr. Ari Faridiansyah, Sp.An
 Luka bakar merupakan suatu bentuk
kerusakan pada kulit atau jaringan
organik lain yang utamanya disebabkan
oleh panas atau trauma akut. Penyebab
terjadinya luka bakar antara lain adalah
kontak dengan sumber panas seperti air
panas, api, bahan kimia, listrik dan
radiasi.
Efek lokal dan sistemik
 Efek lokal dari luka bakar adalah  Efek sistemik ditimbulkan oleh
kemerahan, bengkak, nyeri dan pelepasan sitokin dan mediator
perubahan sensasi rasa. inflamasi yang lain saat luas luka
bakar telah mencapai 30% dari TBSA
 Penyebab utama terjadinya efek lokal
(Total Body Surface Area).
adalah nekrosis epidermis dan
jaringan.  Efek sistemik yang dihasilkan oleh
luka bakar adalah penurunan volume
 Derajat keparahan efek lokal ini intravaskular, peningkatan resistensi
dipengaruhi oleh suhu yang mengenai vaskular, penurunan cardiac output,
kulit, penyebab panas dan durasi iskemik dan asidosis metabolic.
paparan panas.
DERAJAT I (DERAJAT ERYTEMA)

 SANGAT RINGAN (ERYTEMA)

 SEMBUH TANPA PERAWATAN KHUSUS

 KLINIS, KULIT KEMERAHAN DAN NYERI HEBAT

 TERAPI : ANALGETIK

 BIASANYA DISEBABKAN SENGATAN MATAHARI


DERAJAT II (DERAJAT BULLOSA)
DIBAGI :
 DERAJAT II A (DANGKAL)
 DERAJAT II B (DALAM)
 KLINIS : - KERUSAKAN MENCAPAI DERMIS,
- TERDAPAT LEPUH (BULLA)
 PADA DERAJAT II A, PENYEMBUHAN ± 2 MINGGU TANPA
JARINGAN PARUT (BILA TIDAK ADA INFEKSI)
 PADA DERAJAT II B, PENYEMBUHAN AGAK LAMA, BILA
LUAS PERLU SKIN GRAFT
DERAJAT III

 MENGENAI SELURUH TEBAL KULIT,


OTOT DAN TULANG

 KULIT NAMPAK HITAM DAN


KERING
Klasifikasi luka bakar berdasarkan
kriteria berat ringannya kondisi
 Luka Bakar Ringan
a.Luka bakar derajat II dengan luas < 15% TBSA pada dewasa
b.Luka bakar derajat II dengan luas < 10% TBSA pada anak-anak
c.Luka bakar derajat III dengan luas < 2% TBSA
 Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II dengan luas 15-25% TBSA pada dewasa
b. Luka bakar derajat II dengan luas 10-20% TBSA pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III dengan luas 2-10% TBSA

 Luka Bakar Berat


a. Luka bakar derajat II dengan luas >25% TBSA pada dewasa
b. Luka bakar derajat II dengan luas >25% TBSA pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III dengan luas >10% TBSA
Estimasi ukuran luka bakar menggunakan Rule of Nines
Estimasi ukuran luka bakar menggunakan metode Lung dan
Browder
 Pemberian cairan merupakan komponen penting dari terapi resusitasi pada pasien
dengan hemodinamik yang tidak stabil. Resusitasi cairan bertujuan untuk
mempertahankan perfusi organ secara menyeluruh dan menghadapi inflamasi
sistemik yang masif serta hipovolemia cairan intravaskular dan ekstravaskular

 Resusitasi cairan IV dibutuhkan untuk semua pasien dengan luka bakar mayor
termasuk inhalation injury dan luka lain yang berhubungan. Pemberian resusitasi
cairan awal yang paling baik adalah pada perifer ekstermitas atas. Apabila
memungkinkan minimal 2 kateter IV diberikan melalui jaringan yang tidak terbakar
Fase Terapi Cairan:
Rescue

Fase ini adalah fase penyelamatan yang memiliki ciri-ciri terdapat syok yang mengancam
jiwa, hipotensi dan perfusi organ yang lemah. Pada fase ini, pasien mendapat terapi cairan
bolus cepat sebagai perawatan untuk mengganti volume syok dan memperbaiki perfusi
organ. Dalam waktu yang bersamaan, juga dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya
trauma mayor, sepsis, atau pendarahan gastrointestinal.
Optimization

 Fase ini tidak berada lama dari syok yang mengancam jiwa tetapi sering
membutuhkan terapi cairan untuk mengoptimalkan fungsi jantung, memperpanjang
perfusi jaringan dan mengurangi disfungsi organ. Selama optimisasi, terapi cairan
menggunakan volume cairan 250-500 ml lebih dari 15-20 menit sering diberikan
untuk mengevaluasi efek penambahan terapi cairan pada target akhir resusitasi
Stabilization

 Tujuan utama dari fase ini adalah memberikan support organ secara terus menerus,
mencegah disfungsi organ yang memburuk dan menghindari komplikasi iatrogenic.
Kebutuhan cairan selama fase ini sebagian untuk mempertahankan hemostasis
volume intravaskular dan menggantikan secara terus-menerus cairan yang keluar
De-escalation

 Pada fase final ini terjadi penyembuhan secara terus menerus untuk pasien yang
mulai melepaskan ventilatori dan mendukung vasoaktif serta akumulasi dari cairan
dimobilisasi dan dihilangkan. Deresuscitation bermaksud untuk mencapai
keseimbangan cairan negatif dan mengurangi atau mencegah toksisitas dari terapi
cairan. Strategi konservasi manajemen cairan yang terlambat dan tercapainya
keseimbangan cairan negatif berhubungan dengan perbaikan hasil dari pengobatan
(Rewa dan Bagshaw, 2015).
Penanganan awal
 Airway : evaluasi jalan napas, pasien yang tidak sadar, biasanya disebabkan adanya
paparan karbon monoksida atau sianida atau luka lain yang membahayakan jalan
nafas Intubasi.
 Breathing : Pemeriksaan pola pernafasan dan fungsi paru sebaiknya dilakukan untuk
tambahan evaluasi jalan nafas atas terutama untuk kasus luka bakar circular
thoracic
 Circulation : Keadaan sistem peredaran darah pasien sebaiknya diperiksa, termasuk
penilaian warna kulit, sensitivitas, nadi dan capillary refill
 Disability : tidak mengalami perubahan level ofconsciousness (LOC). LOC dapat
ditentukan dengan Glascow Coma Scale (GCS). LOC berubah, dicurigai terdapat
proses lain yang mendasari seperti trauma lain, karbon monoksida, intoksikasi
sianida, hipoksia dan kondisi medis yang lain contohnya stroke atau diabetes
 Expose and examine : Pemerikaan secara menyeluruh sebaiknya dilakukan pada
pasien. Pakaian dan perhiasan seperti cincin perlu dilepaskan. Hati-hati terhadap
risiko hipotermia
Tatalaksana terapi cairan dapat dibagi menjadi 3 tahap,
 Menghitung area luka bakar dengan teliti

metode Rule of Nine


Lund-Browder chart dan Rule of Hand (tangan pasien mewakili 1% dari
permukaan tubuh pasien)
 Mengawali pemberian resusitasi cairan dengan perhitungan menggunakan rumus

Formula Parkland
Cara Evans
Rumus Baxter
 Monitoring dan titrasi resusitasi cairan

Produksi urin
Total cairan infus sebaiknya dimonitoring setiap jam selama 24 jam pertama
karena pasien yang menerima lebih dari 250 ml/kg
Terapi cairan yang diberikan pada pasien luka bakar adalah cairan kristaloid dan
koloid. Cairan kristaloid mengandung elektrolit yang terdistribusi 20% di intravaskular
dan 80% di ekstravaskular. Sesuai dengan hal ini, efisiensi cairan untuk mengembang
di volume plasma hanya 20%
 Normal salin : hiponatremia, hipokloremia, dan alkalosis metabolik yang ditandai
dengan muntah yang berat. Normal saline menunjukkan komposisi elektrolit yang
mendekati plasma
 Ringer laktat dan ringer asetat : Larutan ringer berisi potasium, kalsium, magnesium
dan ion metabolis laktat (ringer laktat) dan asetat (ringer asetat). ini efektif untuk
hipovolemia dan kekurangan natrium ekstraseluler karena luka bakar yang
disebabkan oleh panas
 Hipetonic salt solution : efektif digunakan untuk terapi syok pada pasien luka
bakar. Infus cepat menghasilkan hiperosmolar dan hipernatremia serum dengan
menimbulkan dua efek potensi yang baik.
Koloid berisi elektrolit dan makromolekul organik yang memiliki kemampuan terbatas
dalam melintasi membran endotelial. Salah satu contoh koloid adalah albumin yang
memiliki kemampuan mengembangkan volume sampai 5 kali volume asal dalam waktu
30 menit, kecuali bila dijumpai kebocoran kapiler

 Albumin: 5% (iso-onkotik), 20% dan 25% (hiperonkotik). Albumin merupakan


komponen dari plasma manusia yang cairan paling onkotik
 Dekstran: koloid dengan dasar berupa karbohidrat, suatu molekul polisakarida yang
dibuat oleh bakteri selama proses fermentasi menggunakan etanol. Cairan dekstran
yang biasa digunakan adalah dekstran 40 (10% cairan dengan berat molekul 40000
Da) dan dekstran 70% (6% cairan dengan berat molekul 70000 Da).
 Gelatin
 HES (Hydroxyethyl starch )
Formula Parkland :

 24 jam pertama.Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar


 contohnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
 membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam
pertama
 ½ jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam
 ½ jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Cara Evans :

l. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam
2. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma / 24 jam
(no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti
plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga
mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
3. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat
penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan pada
hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Rumus Baxter
 Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan yaitu :

Luas luka bakar % x BB x 4 cc


 Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan
RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
 Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan
kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan
2000 cc pada hari kedua.

Anda mungkin juga menyukai