PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Melihat cukup banyaknya kasus mengenai osteoarthritis, rhematoid
arthritis dan gout arthritis maka referat ini dibuat untuk mengetahui lebih
lanjut gambaran mengenai osteoarthitis, rhematoid arthritis dan gout
athritis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan osteoarthritis, rhematoid arthritis dan
gout arthritis?
2. Bagaimana gambaran radiografi dan cara penilaian dari
osteoarthritis, rhematoid arthritis dan gout arthritis?
2
BAB II
OSTEOARTHRITIS
A. Definisi
B. Etiologi
C. Klasifikasi
D. Epidemiologi
3
Amerika Serikat, prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65
tahun mencapai 80% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. 1,2
OA terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan
33,6% dari mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang
terkena OA menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%,
lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. 3,4,5,6
E. Faktor resiko
4
3. Faktor genetik dan herediter : OA merupakan penyakit menurun, namun
bervariasi tergantung sendi mana yang terkena penyakit ini.
B. Faktor intrinsik
F. Patogenesis
5
ekspresi gen dan meningkatkan produksi sitokin inflamasi dan enzim
penghancur matriks.
6
osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan
sendi, khususnya pada kartilago sendi dan menghasilkan kerusakan pada
sendi.
3. Fase nyeri: Terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Menyebabkan penumpukan trombus
dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga terjadinya
iskemik dan nekrosis jaringan. Terjadi pelepasan mediator kimia seperti
prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri.
Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin
yang dapat menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-
otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan
periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada proses
remodelling trabekula dan subkondrial.
4. Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan
sendi yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan
sendi. Peran makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu
apabila terjadi jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau
CSFs akan memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini
akan merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga
mempercepat resorpsi matriks rawan sendi.
G. Diagnosis
7
2.3.1. Tanda dan Gejala Klinis
a. Nyeri sendi
c. Kaku pagi
d. Krepitasi
8
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
9
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
Bagian yang sering terkena OA :
1. Lutut
a. Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada
rongga sendi.
b. Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang
utama, tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu
menunjukkan penyempitan paling dini.
2. Tulang belakang
a. Terjadi penyempitan rongga diskus.
b. Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara
vertebra yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan
pada akar syaraf atau kompresi medula spinalis.
c. Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrate
3. Panggul :
a. Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan
yang terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral
dan asetabular.
b. Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
c. Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA
d. panggul yang sudah berat.
4. Tangan :
a. Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
b. Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
c. Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden ).
10
Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA
pada radiologis.
11
memastikan diagnosis. MRI dapat mengungkapkan tingkat patologi pada
sendi osteoarthritis, namun tidak diindikasikan sebagai bagian dari
pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan Penunjang dari Gambaran
Radiologi:
1. Foto Rontgen
Pada foto rontgen biasanya terdapat beberapa hal berikut ini:
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris
b. Osteofit pada pinggir sendi
c. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
d. Kista tulang
e. Perubahan struktur anatomi sendi
Dengan rontgen kita dapat mengetahui dengan jelas kerusakan atau
perubahan-perubahan yang terjadi pada tulang rawan atau tulang yang
diindikasikan mengalami osteoartritis.
12
13
14
2. CT SCAN dan MRI
Pada CT scan dan MRI kita dapat melihat kelainan-kelainan yang
terjadi pada tulang rawan atau tulang yang diindikasikan mengalami
osteoartritis. Pemeriksaan ini lebih baik dibanding dengan rontgen.
15
16
3. Aspirasi sendi (arthrocentesis)
17
BAB III
REUMATOID ARTHRITIS
A. Definisi
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya
belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada
beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit
RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus
perjalananya kronik kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia,2014).
B. Faktor Predisposisi
18
3. Jenis kelamin
RA jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki
dengan rasio 3:1. Perbedaan pada hormon seks kemungkinan
memiliki pengaruh.
2.1.2 Dapat Dimodifikasi
1. Gaya hidup
a. Status sosial ekonomi
Penelitian di Inggris dan Norwegia menyatakan
tidak terdapat kaitan antara faktor sosial ekonomi dengan
RA, berbeda dengan penelitian di Swedia yang menyatakan
terdapat kaitan antara tingkat pendidikan dan perbedaan
paparan saat bekerja dengan risiko RA.
b. Merokok
Sejumlah studi cohort dan case-control menunjukkan
bahwa rokok tembakau berhubungan dengan peningkatan
risiko RA. Merokok berhubungan dengan produksi dari
rheumatoid factor(RF) yang akan berkembang setelah 10
hingga 20 tahun.
c. Diet
19
Proteus, Bartonella, dan Chlamydia juga memingkatkan
risiko RA.
e. Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah
petani, pertambangan, dan yang terpapar dengan banyak zat
kimia namun risiko pekerjaan tertinggi terdapat pada orang
yang bekerja dengan paparan silica.
2. Faktor hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA
yaitu pada perempuan dengan sindrom polikistik ovari, siklus
menstruasi ireguler, dan menarche usia sangat muda.
3. Bentuk tubuh
Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki
Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 30.
C. Patofisiologi
Artritis reumatoid adalah proses inflamasi kompleks yang
merupakan hasil reaksi dari berbagai populasi sel imun dengan aktivasi
dan proliferasi dari fibroblas sinovial. Respon inflamasi ini menyerang
cairan sinovial pada persendian, bursa dan tendon, serta jaringan lain di
seluruh tubuh. Pada jaringan sendi dan cairan sinovial, terjadi akumulasi
dari leukosit yang menghasilkan enzim lisosom dan proinflamasi lain,
serta mediator-mediator toksik. Kemudian, dengan teraktivasinya sel-sel
imun dan fibroblas sinovial, mediator ini dapat merusak kartilago
persendian yang bedekatan. Jika proses ini terus berlanjut dan tidak
dikendalikan, permukaan sendi akan hancur, dan secara bertahap terjadi
fibrosis pada jaringan fibrosa kapsul persendian dan jaringan sendi atau
terlihat ankilosis pada tulang.
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah
destruksi akibat proses pencernaan oleh karena produksi protease,
kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecah
kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama
20
dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit
polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian
dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal.
Kedua adalah, destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus
reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk
dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Disepanjang
pinggir panus, terjadi destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi
enzim oleh sel di dalam panus tersebut.
Hiperplasia sinovial dan formasi ke dalam panus merupakan
patogenesis artritis reumatoid yang fundamental. Proses ini dimediasi oleh
produksi dari berbagai sitokin, contohnya tumor necrosis factor α (TNF-α)
dan interleukin-1 (IL-1) oleh antigen presenting cells dan sel T. TNF-α
dan IL-1 juga memiliki peranan penting dalam destruksi tulang.
D. Diagnosis
Diagnosis dari artritis reumatoid dengan anamnesis dan
pemeriksaan yang dikorelasikan dengan data laboratorium dan
pemeriksaan radiologi. Karakteristik pasien, termasuk umur, jenis kelamin
dan etnis, sangat penting, karena hal tersebut berhubungan dengan resiko
dan tingkat keberatan dari penyakit.
1. Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada
penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki
gambaran klinis yang bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian
hebatnya.
b. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-
sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi
interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
21
c. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya
hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari
satu jam.
d. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada
gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik
mengakibatkan erosi di tepi tulang.
e. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi
sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa
adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki
terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder
dan subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat
terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak
terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
f. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan
pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid.
Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa
olekranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan ekstensor dari
lengan. Walaupun demikan, nodul-nodul ini dapat juga timbul pada
tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini biasanya merupakan
petunjuk dari suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat
menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis),
paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
22
Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari
artritis reumatoid dari American Rheumatism Association:
Tabel 1: Revised American Rheumatism Association Criteria for the
Classification of Rheumatoid Arthritis
Kriteria Definisi
Artritis pada sendi Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan,
tangan sendi MCP atau sendi PIP
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis pada pasien dengan artritis reumatoid adalah
penilaian standar untuk peradangan pada sendi, kelemahan dan
keterbatasan gerak. Selain itu, pada pemeriksaan fisis juga
23
menunjukkan adanya gejala-gejala ekstra-artikular seperti skleritis,
nodul-nodul, garukan perikardial, efusi pleura, splenomegali, dan
ulkus kulit pada ekstremitas bawah.
Pada artritis reumatoid yang lanjut, tangan pasien dapat
menunjukkan deformitas boutonnierre dimana terjadi hiperekstensi
dari sendi distal interfalangs (DIP) dan fleksi pada sendi proksimal
interfalangs (PIP). Deformitas yang lain merupakan kebalikan dari
deformitas boutonniere, yaitu deformitas swan-neck, dimana juga
terjadi hiperekstensi dari sendi PIP dan fleksi dari sendi DIP. Jika
sendi metakarpofalangs telah seutuhnya rusak, sangat mungkin untuk
menggantinya dengan protesa silikon.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
mendiagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% pasien artritis reumatoid
memiliki autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor
reumatoid yaitu imunoglobulin M (IgM) yang beraksi terhadap
perubahan imunoglobulin G (IgG). Keberadaan dari faktor reumatoid
bukan merupakan hal yang spesifik pada penderita artritis reumatoid.
Faktor reumatoid ditemukan sekitar 5% pada serum orang normal.
24
Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita
dengan artritis rematoid yang aktif melalui pengaruhnya pada sumsum
tulang. Anemia ini tidak berespon pada pengobatan anemia yang biasa
dan dapat membuat seseorang merasa kelelahan.
Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada
sendi, walaupun tidak ada satupun temuan pada cairan sinovial spesifik
untuk artritis reumatoid. Cairan sinovial biasanya keruh, dengan
kekentalan yang menurun, peningkatan kandungan protein, dan
konsentrasi glukosa yang mengalami sedikit penurunan atau normal.
Hitung sel leukosit (WBC) meningkat mencapai 2000/µL dengan
lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini merupakan karakteristik
peradangan pada artritis, walaupun demikian, temuan ini tidak
mendiagnosis artritis reumatoid.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Polos
Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan radiologis kecuali pembengkakan
jaringan lunak. Tetapi, setelah sendi mengalami kerusakan yang
lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena
hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi
sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini
biasanya irreversibel.
25
Gambar 3.2: Artritis erosif yang mengenai tulang karpal dan
sendi metakarpofalangs.
26
tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang sekitar
20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit
lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.
b. CT Scan
Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal
dalam mendiagnosis artritis reumatoid yaitu untuk melihat patologi dari
tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di tangan yang sangat baik
dievaluasi dengan kombinasi dari foto polos dan MRI.
c. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan
frekuensi tinggi digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada
artritis reumatoid. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik, sedangkan
hipertrofi pada sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid
terlihat sebagai cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran
yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat sebagai irregularitas pada korteks
hiperekhoik. Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis
dan ruptur tendon, juga dapat divisualisasikan dengan menggunakan
ultrasonografi. Hal ini sangat berguna pada sendi MCP dan IP. Tulang
karpal dan sendi karpometakarpal tidak tervisualisasi dengan baik karena
konfigurasinya yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.
27
Gambar 3.6: (A) Gambaran normal bagian longitudinal dari sendi
metakarpofalangs. (B) Sendi metakarpofalangs pada pasien artritis
reumatoid. FP, bantalan lemak; M dan MC, kaput metakarpal; P,
falangs; S, sinovitis.
d. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menyediakan gambaran yang
baik dengan penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak,
kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang yang dihubungkan dengan
artritis reumatoid.
28
Gambar 3.7: koronal T1-weighted pada sendi metakarpofalangs 2-4,
memperlihatkan erosi radial yang luas pada kaput metakarpal 2 dan 3.
29
BAB IV
GOUT ARTHRITIS
A. Definisi
30
f. Ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah berwarna merah atau gusi
berdarah
31
a. Pada stadium awal/akut gout arthritis, tanda awal gambaran
radiografi hanya tampak pembengkakan jaringan lunak disekitar
persendian yang asimetris. Ini terjadi karena proses inflamasi pada
tahap awal.
32
c. Pada fase akhir/kronis gout, ditemukan tanda topus pada banyak
persendian tulang. Terjadinya perubahan lain pada gambaran
radiografi film datar pada stadium akhir adalah jarak persendian
yang menyempit yang sangat menyakitkan. Tanda deformitas juga
dapat terjadi karena efek dari penyakit pada fase akhir. Kalsifikasi
pada jaringan lunak ditemukan juga pada fase akhir gout.
33
3. Pemeriksaan dengan CT-Scan
34
Keterangan foto: Nampak deposit asam urat di kedua sendi
metatarsophalangeal pertama kaki kiri dan kanan, serta pengendapan
urat di beberapa sendi pada kaki dan sendi pergelangan kaki.
Keterangan foto: CT-Scan 3D volume-rendered dari kaki kanan
pasien dengan gout kronis, menunjukkan deposit tofi yang luas
(divisualisasikan dengan warna merah) – terutama pada sendi
phalangeal pertama metatarsal, midfoot dan tendon achilles. (a)
tampak dari dorsal (b) tampak dari lateral.
35
Gambar 4.3: A. Potongan axial – formasi dengan hyposignal – tophus (panah) -
pada metatarsalphalangeal pertama dengan erosi tulang (bintang). B. potongan axial
T2 – Nampak lesi dengan hypersignal (panah) dan erosi tulang (bintang) C. potongan
sagital – Nampak lesi (panah).
D. Permeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Asam Urat darah
Didapatakan kadar asam urat yang tinggi dalam darah.
Kadar asam urat normal dalam serum pria adalah kurang dari
7,5mg/dl dan 6,5 mg/dl pada perempuan. Kadar asam urat dalam
urin juga tinggi 500 mg%/l per 24 jam. Sampai saat ini,
pemeriksaan kadar asam urat terbaik dilakukan dengan cara
enzimatik.
b. Pemeriksaan kadar ureum darah dan kreatinin
Kadar urea darah normal 5-20 mg/dl. Kadar kreatinin darah
normal pria 0,6-1,3 mg/dl dan 0,5-1 mg/dl pada perempuan.
c. Aspirasi cairan sendi
Merupakan gold standar untuk diagnose gout. Jarum
diinsersikan ke dalam sendi untuk mengambil sampel/jaringan.
Pemeriksaan untuk menemukan adanya Kristal MSU.
E. Penatalaksanaan
Secara umum penanganan arthritis gout adalah memberikan
edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan
arthritis gout akut bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan
peradangan dengan obat–obat, antara lain kolkisin, obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam
urat seperti alopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada
stadium akut. Namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun
asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pemberian kolkisin dosis standar
untuk arthritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5-0,6 mg per hari dengan
dosis maksimal 6 mg. Pemberian OAINS dapat pula diberikan. Dosis
tergantung dari jenis OAINS yang dipakai. Disamping efek anti inflamasi
obat ini juga mempunyai efek analgetika. Jenia OAINS yang banyak
36
dipakai pada arthritis gout akut adalah indometasin. Dosis obat ini adalah
150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai
minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang.
Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila kolkisin dan OAINS tidak
efektif atau merupakan kontra indikasi. Indikasi pemberian adalah pada
arthritis gout akut yang mengenai banyak sendi (poliartikular). Pada
stadium interkritik dan menahun tujuan pengobatan adalah untuk
menurunkan kadar asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah
kekambuhan. Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet
rendah purin dan pemakaian obat allopurinol bersama obat urikosurik
yang lain.
F. Prognosis
Lebih dari 50% orang yang telah terkena serangan artritis gout
akan mucul kembali biasanya dalam waktu enam bulan sampai dua tahun.
Bagi orang-orang dengan penyakit yang lebih berat.
37
BAB V
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
39
11.Lipsky, Peter E. Rheumatoid Arthritis. In: Kasper LK, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.1968-76
12.Mansjoer,A.,dkk, 2004. Reumatologi. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga
Jilid 1 Cetakan Keenam. Media Aesculapius FK UI, Jakarta. p: 542 – 546
13.Misnadiarly. 2007. Rematik: Asam Urat-Hiperurisemia, Arthritis Gout. Edisi
Pertama, Penerbit: Pusaka Obor Populer. Jakarta.
40