Anda di halaman 1dari 37

Peripartum Cardiomyophaty

KONFERENSI BERSAMA

UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh:
Rastra Sewakottama Putra
PPDS OBSTETRI GINEKOLOGI

DPJP :
DR.dr.H. Joserizal Serudji, Sp.OG(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Peripartum kardiomiopati (PPCM) merupakan salah satu bentuk kardiomiopati


dilatasi (DCM) dengan penyebabnya belum jelas yang terjadi pada wanita tanpa
penyakit jantung sebelumnya pada bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan setelah
melahirkan. Gagal jantung yang berhubungan dengan kehamilan telah dikenal sejak
abad ke-19, namun istilah PPCM baru diperkenalkan tahun 1971 oleh Demakis dkk
yang menetapkan 3 kriteria untuk PPCM yaitu gagal jantung pada bulan terakhir
kehamilan sampai 5 bulan setelah melahirkan, tidak ditemukan penyebab lain untuk
gagal jantung, dan pasien sebelumnya tidak diketahui menderita penyakit jantung
sebelum bulan terakhir kehamilan. (Ntusi,2009;Twomley,2010) . Pada perkembangannya, tahun
2000 kriteria ini ditambah menjadi 4 dengan memasukkan pemeriksaan
(Twomley,2010)
echocardiografi sebagai cara untuk menegakkan diagnosis PPCM. . Pada
tahun 2010 European Society of Cardiology mendefinisikan PPCM dengan idiopatik
cardiomyopathy dengan ditandai gagal jantung sekunder dengan gangguan sistolik
ventrikel kiri pada akhir kehamilan atau beberapa bulan setelah melahirkan tanpa
ditemukannya peyebab lain dari gagal jantung. Dimana ventrikel kiri tidak disertai
dengan dilatasi namun sering ejection fraction (EF) kurang dari 45%. (Sliwa, 2010)

Insiden yang sebenarnya tidak diketahui dengan pasti. Namun laporan yang
ada menyatakan insiden yang bervariasi di seluruh dunia dan fluktuatif tergantung
(Brar S, 2007; Modi, 2009).
etnis dan faktor geografis. . Insidens yang bervariasi ini juga
disebabkan karena diagnosis tidak selalu konsisten dan perbandingan dengan
wanita seusia yang tidak hamil tidak ada. Di Amerika Serikat laporan terbaru
menunjukkan insiden PPCM 1 dari 3000-4000 kelahiran hidup. Insidennya pun
dilaporkan meningkat, Mielnizuk dkk mencatat adanya peningkatan signifikan
kejadian PPCM dalam rentang waktu 1993-2002. Kecendrungan yang sama juga
(Bhakta P, 2007;
dilaporkan Gunderson dkk di Kalifornia utara sejak 1995 hingga 2004.
Capriola M, 2013)
Di Haiti insiden berkisar 1 dari 299 kelahiran, sementara di jepang insiden
PCM relatif jarang, hanya 1 dari 20.000 kelahiran hidup. Insidensi di Afrika Selatan
1:1,000. Kejadian PPCM di Indonesia juga belum diketahui. Data dari Pusat Jantung

1
Nasional Harapan Kita (2001-2005) menemukan 32 pasien yang didiagnosis
(Hartoyo dkk, 2010)
sebagai PPCM, dengan rentang umur 21 hingga 38 tahun.

Ras Hitam, multiparitas, usia kehamilan lebih 30 tahun, kehamilan ganda,


riwayat hipertensi, pre eklamsia, eklamsia dikatakan berhubungan dengan resiko
tinggi kejadian PPCM. Etiologi spesifik dan patofisolioginya sendiri belum terlalu
jelas namun penelitian terakhir menunjukkan peran prolaktin, inflamasi, infeksi virus,
autoimun, apoptosis, stress hemodinamic , malnutrisi, dan regulasi hormon yang
abnormal sebagai penyebab PPCM.(Bhakta P, 2007; Capriola M, 2013)

Presentasi klinis PPCM mirip dengan gagal jantung sistolik dengan penyebab
apapun.Gejala klasik gagal jantung seperti sesak nafas, sesak nafas saat aktivitas,
udem tungkai, mudah lelah lebih sering muncul. Sayangnya, gejala ini bersamaan
dan dianggap sebagai gejala normal dari kehamilan di bulan terakhir dan pada awal
nifas, akibatnya banyak pasien PPCM yang datang dalam keadaan yang lebih berat
(NYHA fungsional kelas III-IV). Hal ini menjadikan tantangan sendiri dalam
menegakkan diagnosis. Selain itu PPCM kadangkala diikuiti dengan komplikasi
peningkatan resiko tromboemboli, seperti TIA, stroke, iskemia tungkai bawah dan
nyeri abdomen. (Capriola M, 2013)

Tata laksana PPCM secara umum serupa dengan pengobatan pada gagal
jantung kongestif, ditambah dengan antikoagulan untuk mencegah tromboemboli,
dan antiaritmia. Penggunaan obat-obatan tersebut harus sangat hati-hati karena
beberapa obat memiliki efek samping terhadap janin dan ibu, seperti golongan
penyekat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzyme-inhibitor, ACE-
(Nabhan, 2005).
I) atau golongan antagonis vitamin K (warfarin). .Beberapa terapi baru,
seperti bromocriptine (penyekat sekresi prolactin) dan immunoglobulin intravena
sudah mulai digunakan pada penelitian skala kecil dan memperlihatkan hasil yang
menjanjikan.(Forster O, 2008; Meyer G, 2010)

Pilihan persalinan pada pasien PPCM juga menjadi tantangan tersendiri,


karena besarnya resiko akibat efek obat anestesi pada persalinan perabdominam,
(Brar S, 2007; Cruz M,
dan beban jantung yang berat akibat proses persalinan pervaginam.
2010)

2
Walaupun jarang, PPCM merupakan keadaan yang serius, menimbulkan
komplikasi yang berat dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Dengan
diagnosis dini dan terapi yang optimal, maka potensi untuk pemulihan fungsi
ventrikel akan lebih baik. Prognosis PPCM juga lebih baik bila dibandingkan dengan
(Habli M, 2008)
tipe kardiomiopati lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka makalah
konferensi bersama ini akan membahas diagnosis dan manajemen kardiomiopati
peripartum.

Berikut dilaporkan kasus seorang pasien usia 33 tahun dengan diagnosa


G3P1A1H2 gravid preterm 35 36 minggu + Sequele PPCM + bekas Sc 1x, yang
rawat jalan bersama bagian jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang dan direncanakan
untuk dilakukan Terminasi Elektif.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. MR : 97 58 38
Alamat : Pasaman Barat

ANAMNESIS
Keluhan utama
Seorang pasien wanita umur 33 tahun kontrol kehamilan di poli Obstetri dan poli
Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang, pasien dikenal dengan: G3P1A1H2 gravid
preterm 35 36 minggu + sequel PPCM + bekas SC 1x

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien awalnya rujukan dari RSUD Pasaman Barat pada 13 April 2017, dengan
diagnosa: G3P1A1H2 gravid preterm 28 29 minggu + sequele PPCM + bekas
SC 1x
Pada kehamilan pertama pasien melahirkan secara SC ai PRM lama dan gemeli.
Setelah dipulangkan pasien merasa sesak dan batuk, pasien berobat kembali ke
rumah sakit dan diobati dengan obat batuk.
Batuk dan sesak pasien tidak pernah berkurang, semakin dirasa memburuk
dengan beraktifitas dan terutama dirasa saat malam hari, sehingga pasien
dirawat di rumah sakit selama 5 hari dan dipulangkan setelah dianggap
membaik.
Namun Pasien merasa sesak dan batuk tetap tidak berkurang, setelah 3 bulan
melahirkan pasien kembali berobat, kemudian pasien diperiksa jantungnya dan
ditemukan kelainan jantung (PPCM), kemudian pasien dirujuk ke RS swasta
dipadang untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Pasien dirawat di RS Swasta

4
selama 7 hari, kemudian dipulangkan setelah keadaan membaik. Pasien kontrol
teratur di poli jantung RS swasta selama 1 tahun, setelah itu pasien dinyatakan
sembuh dan diperbolehkan untuk tidak kontrol lagi apa bila tidak ada keluhan.
Tidak Haid sejak + 8 bulan yang lalu
HPHT: pertengahan September 2016
Gerak anak dirasakan sejak + 4 bulan yll
Riwayat hamil muda: Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
Ante Natal Care: Teratur ke SpOG sejak usia kehamilan 4 bulan
Riwayat menstruasi: Menarche usia 13 tahun, siklus tidak teratur 1x1 bulan,
lamanya 4 5 hari, banyaknya 3 4 kali ganti duk per hari, nyeri (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit ginjal, diabetes mellitus, hipertensi, dan riwayat alergi
obat sebelumnya.
Riwayat PPCM pada kehamilan pertama.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit menular,
dan penyakit kejiwaan.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, Dan Kebiasaan


Riwayat perkawinan : 1x tahun 2007
Riwayat kehamilan/ abortus/ persalinan : 3 / 1 / 1
1. Tahun 2008, laki-laki, 2100gr, cukup bulan,SC ai PRM + gemelli, dokter
2. Tahun 2015, abortus usia 5 bulan, kuret
3. Sekarang

Riwayat pendidikan : Tamat SMA


Riwayat pekerjaan : Ibu rumah tangga
Riwayat imunisasi : (-)
Riwayat kebiasaan : Merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)

5
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
KU Kes TD Nd R T
Sedang CMC 130/80 mmHg 64 x/mnt 24 x/mnt Afebris

Keadaan gizi : Baik


Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 60 kg
LILA : 25 cm
Mata : Konjungtiva anemis (- / -), sklera ikterik (- / -)
Leher : JVP 5 +2 cmH2O
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (- /-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC VI
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara Jantung I II reguler (+), gallop (-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema (- / -), RF (+ / +), RP (- / -)

Status Obstetrikus
Abdomen :
- Inspeksi : Membuncit sesuai kehamilan preterm 8 bulan, sikatrik (+)
pfannesteel
- Palpasi : FUT teraba 4 jari bawah proc. Xyphoideus, HIS (-)
- Perkusi :-
- Auskultasi : DJJ: 130-145 x/, Bising usus (+) normal

6
Genitalia :
- Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 35 36 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala

Sikap
Rencana Terminasi Perabdominam
Joint Konferensi dengan Tim PPCM

Rencana : Terminasi perabdominam

Hasil Ekokariografi, 19 September 2014

Dilatasi LV dan LVH


Normal EF 50%
Normokinetik globe
E/A 21
AR mild
Kesimpulan:
Dilatasi LV
LVH
AR mild

7
Hasil Ekokardiografi, 08 Maret 2017

LV dilatasi
Fungsi sistolik LV menurun EF 45%
Kontraktilitas RV baik, TAPSE 2.0
Hipokinetik globe
Disfungsi diastolik gangguan restriktif, E/A < 2
MR mild, TR mild, TVG 28 mmHg
AoV max 1,3
Kesan: Sequele PPCM

Riwayat Selama Rawat Jalan


Kontrol Poli Obstetri, 13 April 2017

Anamnesa: Sesak (-), gerak anak (+), nyeri pinggang (-)

Pemeriksaan Fisik:

KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 130/70 65 20 37

Abdomen : His (-), DJJ = 145 - 155


Gen : I: v/u : tenang

Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 31 32 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala

8
Plan
USG fetomaternal
Konsul Bagian Jantung

Hasil USG:

Janin Tunggal Hidup Intra Uterine


Aktifitas gerak janin baik
Biometri
o BPD: 77 mm
o AC: 277 mm
o FL: 60 mm
o HL: 53 mm
o EFW: 1700-1800 gr
SDAU: 2,97
AFI: 16,3 cm
Kesan : Gravid 31 32 minggu sesuai biometri, janin hidup

Hasil Konsul Jantung:


EKG:

9
Diagnosa: Sequele PPCM
Plan
Saat ini tidak ada tanda tanda gagal jantung pada pasien ini
Awasi tanda tanda gagal jantung akut
Bantu kala II
Joint konfrense untuk tentukan tim PPCM (Cardiologi, OBGIN, Anestesi)
Kontap paska melahirkan

Kontrol Poli Obstetri, 27 April 2017


Anamnesa: Sesak (-), gerak anak (+), nyeri pinggang (-)

Pemeriksaan Fisik:

KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 130/80 86 20 37

Abdomen : His (-), DJJ = 140 - 150


Gen : I: v/u : tenang

Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 32 33 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala

Plan
Kontrol minggu depan

Hasil USG

10
Janin Tunggal Hidup Intra Uterine
Aktifitas gerak janin baik
Biometri
o BPD: 80 mm
o AC: 304 mm
o FL: 64 mm
o HL: 57 mm
o EFW: 2100-2200 gr
SDAU: 2,20
AFI: 10,7 cm
Plasenta tertanam dikorpus depan gr II-III
Kesan : Gravid 32 33 minggu sesuai biometri, janin hidup

Kontrol Poli Obstetri, 08 Mei 2017


Anamnesa: Sesak (-), gerak anak (+), nyeri pinggang (-)
Pemeriksaan Fisik:

KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 120/70 65 20 37
Abdomen : His (-), DJJ = 140 - 150
Gen : I: v/u : tenang, ppv (-)

Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 33 34 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala

Plan
Konsul Bagian Jantung

11
Hasil USG

Janin Tunggal Hidup Intra Uterine


Aktifitas gerak janin baik
Biometri
o BPD: 85 mm
o AC: 28,6 mm
o FL: 60 mm
o HL: 53 mm
o EFW: 1968 gr
AFI: 10,7 cm
Plasenta tertanam dikorpus depan gr II-III
Kesan : Gravid 33 34 minggu sesuai biometri, janin hidup

Hasil Konsul Jantung


Diagnosa: Sequele PPCM
Plan
Saat ini tidak ada tanda tanda gagal jantung pada pasien ini
Awasi tanda tanda gagal jantung akut
Terminasi elektif
Joint konfrense untuk tentukan tim PPCM (Cardiologi, OBGIN, Anestesi,
Perinatologi)
Kontap paska melahirkan
Terapi lain sesuai TS OBGIN

12
Kontrol Poli Obstetri, 22 Mei 2017
Anamnesa: Sesak (-), gerak anak (+), nyeri pinggang (-)
Pemeriksaan Fisik:

KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 120/70 65 20 37
Abdomen : His (-), DJJ = 135 - 145
Gen : I: v/u : tenang
Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 35 36 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala

Plan
Kontrol ulang 26 Mei 2017
Rencana Terminasi Elektif
Bentuk tim PPCM
Hasil USG

Janin Tunggal Hidup Intra Uterine


Aktifitas gerak janin baik
Biometri
o BPD: 88 mm
o AC: 31,56 mm
o FL: 7,21 mm
o HL: 6,03 mm
o EFW: 2883 gr
o SDAU: 2,53
AFI: 17,78 cm
Plasenta tertanam dikorpus depan gr II-III
Kesan : Gravid 35 36 minggu sesuai biometri, janin hidup

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kardiomiopati Peripartum
1. Definisi dan Sejarah
Kardiomiopati peripartum didefinisikan sebagai penurunan fungsi
ventrikel kiri disertai gejala gagal jantung yang timbul pada 1 bulan terakhir
kehamilan hingga 5 bulan pasca melahirkan tanpa diketahui penyebab
pastinya.(Demakis,1971) Berdasarkan definisi diatas, pada pasien PPCM penyebab
gagal jantung tidak dapat diidentifikasi dan tidak ditemukan kelainan jantung
sebelum bulan terakhir kehamilan tersebut.(Sliwa,2010)
Kelainan ini pertama kali ditemukan oleh Ritchie (1849) yang
menemukan gambaran gagal jantung pada akhir kehamilan yang
dihubungkan dengan gangguan primer pada otot jantung. Kemudian Virchow
dan Porak (1870) melaporkan bukti otopsi berupa degenerasi miokardium dari
pasien yang meninggal pada masa kehamilan. (Nabhan,2005) Kelainan ini tidak
dapat diidentifikasi lebih lanjut hingga Gouley (1937) menjelaskan gambaran
klinis dan patologi dari wanita hamil dengan gagal jantung berat. Gouley
menemukan gambaran kardiomiopati dilatasi noniskemik dengan
pembesaran jantung disertai area nekrosis dan fibrosis yang timbul pada
akhir masa kehamilan dan menetap hingga setelah persalinan. Laporan ini
dipertegas dengan berbagai temuan di berbagai negara. (Abboud,2007) Pada tahun
1971, Demakis menetapkan kriteria diagnosis berdasarkan temuan klinis dan
ekokardiografi yang menjadi standar diagnosis oleh The National Heart,
Lung, and Blood Institute (NHLBI) hingga saat ini.(Pearson,2000) Pada tahun 2010
European Society of Cardiology mendefinisikan PPCM dengan idiopatik
cardiomyopathy dengan ditandai gagal jantung sekunder dengan gangguan
sistolik ventrikel kiri pada akhir kehamilan atau beberapa bulan setelah
melahirkan tanpa ditemukannya peyebab lain dari gagal jantung. Dimana
ventrikel kiri tidak disertai dengan dilatasi namun sering ejection fraction (EF)
kurang dari 45%. (Sliwa, 2010)

14
2. Epidemiologi dan Faktor Resiko
Karena diagnosis pasti dari PPCM membutuhkan berbagai
pemeriksaan penunjang, maka insiden yang sesungguhnya dari penyakit ini
belum diketahui.Penelitian di berbagai negara memperlihatkan hasil yang
berbeda-beda. Data dari National Hospital Discharge Survey di Amerika
Serikat (AS) memperkirakan kejadian PPCM sebesar 1 per 3189 kelahiran
hidup.(Moldi,2009,Twomley,2010) Insidennya lebih besar di Haiti, mencapai 1 per 350
kelahiran hidup.(Fett,2005) Bahkan pada daerah sub-Sahara Afrika jumlahnya
berkisar 1 per 100 kelahiran hidup.(Cruz M,2010) Kasus ini dilaporkan sangat jarang
di Eropa. Di Indonesia berdasarkan data dari rekam medis Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita (PJNHK) dari tahun 2001-2005 didapatkan 32 kasus
PPCM, 25 diantaranya muncul setelah persalinan. (Hartoyo dkk,2010)
Berbagai faktor resiko dihubungkan dengan timbulnya kelainan
ini.Umur ibu yang lebih tua, gestasi multipel, preeklampsia dan hipertensi
gestasional merupakan beberapa faktor resiko yang diajukan. (Sliwa, 2008)

Beberapa karakteristik lain juga dihubungkan dengan PPCM, seperti kurang


gizi, pemberian ASI, kurangnya perawatan selama hamil, konsumsi garam
tinggi, area tropis, dan penggunaan tokolisis dengan agonis beta.
(Ntusi,2009)
Resiko ini meningkat hingga 6 kali lipat pada ras kulit hitam. (Fett,2005) Di
Nigeria, ditemukan prevalensi kasus PPCM yang sangat tinggi, yaitu suku
Hausa, kelainan ini dihubungkan dengan tradisi konsumsi garam dalam
jumlah besar pada masa nifas. (Sliwa,2010) Penelitian di Amerika memperlihatkan
kelainan ini tidak terbatas pada Afrika Amerika saja, dan sekitar 40% kasus
ditemukan pada kehamilan pertama. Di Indonesia sendiri penyakit ini
ditemukan pada usia lebih muda, etnik Betawi, dan hipertensi. (Hartoyo
dkk,2010)
Karakteristik dan faktor resiko PPCM sangat bervariasi dan berbeda-
beda di tiap daerah, sehingga sampai saat ini masih ditemukan kesulitan
dalam melakukan skrining resiko PPCM secara global. (Ramaraj, 2009)
3. Etiologi dan Patogenesis
Selama bertahun-tahun PPCM dipercaya merupakan varian
kardiomiopati dilatasi idiopatik (Idiopathic Dilated Cardiomyopathy, IDCM)
yang muncul akibat beban hemodinamik selama kehamilan. Peningkatan
volume darah, cardiac output, volume sekuncup, dan denyut jantung selama
15
periode kehamilan menyebabkan timbulnya gejala gagal jantung pada wanita
IDCM yang sebelumnya asimtomatis. Namun demikian, gejala PPCM tidak
timbul pada trimester kedua dimana beban tersebut meningkat, namun
muncul pada akhir kehamilan dan setelah melahirkan.Progresivitas IDCM
cenderung lambat, sementara perburukan pada PPCM bisa timbul sangat
cepat. Namun demikian prognosis IDCM lebih buruk, dibanding dengan
PPCM dimana sekitar 30% pasien PPCM dapat sembuh sempurna. PPCM
biasanya muncul pada wanita muda, sementara IDCM lebih sering ditemukan
(Cruz M,2010)
pada usia lebih tua. Dengan demikian banyak yang beranggapan
PPCM merupakan suatu entitas penyakit tersendiri. (Ntusi,2009)
Etiologi pasti dari PPCM sampai saat ini masih belum diketahui.
Mekanisme kemungkinan penyebab PPCM yang diajukan yaitu miokarditis,
abnormalitas respon imun terhadap kehamilan, apoptosis miosit, gangguan
adaptasi terhadap perubahan hemodinamik akibat kehamilan, sitokin yang
diaktifkan stress, produksi prolaktin berlebihan, malnutrisi, kelainan fungsi
hormon, peningkatan tonus adrenergik, iskemia miokard, penggunaan
tokolisis, dan familial. Semua etiologi tersebut masih berupa hipotesis, karena
tidak satupun dari faktor etiologi tersebut ditemukan pada seluruh kasus,
sehingga muncul dugaan patogenesis PPCM bersifat multifaktorial. (Ntusi,2009,
Sliwa,2010)

a. Miokarditis dan infeksi virus


Midei menemukan miokarditis ditemukan pada 78% kasus PPCM,
walaupun angka tersebut bervariasi di setiap penelitian, hal ini
dihubungkan dengan prosedur biopsi yang berbeda-beda dan variasi
populasi penelitian. Kehamilan dihubungkan dengan peningkatan kadar
kortikosteroid adrenal dan aktivitas sel supresor yang dihubungkan dengan
imunosupresif relatif. Keadaan ini meningkatkan resiko infeksi virus yang
bermultiplikasi terutama pada miokardium (terutama golongan coxsackie B
dan echovirus yang bersifat kardiotropik), menimbulkan miokarditis viral.
Reaksi autoimun pasca infeksi virus juga menimbulkan inflamasi kerusakan
lebih lanjut terhadap otot jantung.Pada pemeriksaan biopsi endomiokardial
ditemukan infiltrasi makrofag dan limfosit, nekrosis, dan fibrosis intersisial
yang menurunkan kontraktilitas jantung. Gambaran akhir miokarditis adalah
fibrosis, dilatasi ruang jantung, dan gejala gagal jantung.
16
(Midei,1990,Fett,2005)
Mekanisme infeksi virus hingga menjadi disfungsi otot jantung
diperlihatkan pada gambar 1.(Mancini,2008)

Gambar 1. Patogenesis Miokarditis Viral


(Sumber: Mancini, 2008)

b. Reaksi autoimun dan inflamasi dimediasi sitokin


Pada kehamilan, ditemukan peningkatan titer auto-antibodi (terutama
immunoglobulin G) terhadap protein jantung spesifik, khususnya miosin
dan aktin. Diduga kondisi ini akibat degenerasi tropokolagen uterus oleh
enzim colagenolitik setelah persalinan menghasilkan aktin, miosin dan
metabolit lain. Tubuh kemudian mengembangkan antibodi terhadap aktin
yang mengalami reaksi silang dengan aktin pada miokardium, menginduksi
terjadinya kardiomiopati.Keadaan ini ditemukan pada 50% kasus
PPCM.Masuknya sel hematopoetik janin ke sirkulasi ibu dan kemudan
menempel pada jaringan jantung juga dianggap menimbulkan reaksi
autoimun patologis, yang mencetuskan PPCM. (Gleicher,2009)
Peningkatan jumlah mediator inflamasi selama kehamilan
menunjukkan peran reaksi sitokin pada kejadian PPCM.Reaksi inflamasi
terhadap jaringan jantung yang ditengarai oleh sitokin dan berbagai agen

17
proinflamasi lainnya seperti interleukin-1 (IL-1), IL-6, tumor necroting factor-
(TNF-) dianggap berkorelasi dengan penurunan fungsi pompa ventrikel
kiri, remodeling ventrikel, edema paru, dan kardiomiopati.Sitokin
proinflamasi tersebut ditemukan dalam jumlah tinggi di serum pasien
PPCM, dan penanda inflamasi seperti C-Reactive Protein (CRP).
Diasumsikan bahwa setelah terjadinya peningkatan beban dinding ventrikel
akibat infeksi atau pembebanan volume sirkulasi, otot jantung
mengekspresikan sitokin proinflamasi yang mempengaruhi kontraktilitas
dan memicu remodeling ventrikel, pada akhirnya menimbulkan gagal
jantung.(Ntusi,2009)
c. Apoptosis miosit
Reaksi apoptosis pada sel otot jantung merupakan suatu teori yang
diduga berperan dalam menyebabkan terjadinya kardiomiopati.Hipotesis ini
dibuktikan dengan penelitian aktivasi caspase (suatu protease sistein
spesifik aspartat) pada reseptor Gq di permukaan sel dan di mitokondria
yang mencetuskan kematian sel. Inhibisi caspase terbukti mengurangi
apoptosis miosit jantung hingga 89%. Selain itu pada pasien PPCM juga
ditemukan Fas/APO-1, suatu mediator pemicu apoptosis pada permukaan
sel, dalam jumlah tinggi, disertai dengan peningkatan kadar TNF-, yang
mendukung peran apoptosis sel miosit jantung sebagai patogenesis
PPCM.(Hayakawa, 2003)
d. Stres oksidatif dan prolactin
Teori yang mendukung reaksi berantai stress oksidatif melalui hormon
prolaktin dan cathepsin D (protease pemecah prolaktin) ditunjukkan dari
peningkatan kadar LDL (low-density lipoprotein) teroksidasi, cathepsin,
prolaktin dan fragmennya pada serum penderita PPCM. Stres oksidatif
memicu aktivasi cathepsin, memecah prolaktin menjadi fragmen prolaktin
16 kDa.Fragmen ini bersifat angiostatik, menghambat proliferasi dan
migrasi sel endotel, memicu apoptosis endotel, menimbulkan
vasokonstriksi, serta mengganggu kerjakardiomiosit. Lebih lanjut lagi,
dengan menghambat produksi prolaktin melalui reseptor agonis dopamin
D2,bromokriptin,onset PPCM bisa dihambat pada tikus percobaan. (Forster,
2008,Habedank,2008)

e. Etiologi lain
18
Pada wanita hamil di suku Sousa, Nigeria, ditemukan insiden PPCM
yang tinggi.Tradisi asupan garam tinggi pada masa nifas, ditambah suhu
yang panas, meningkatkan beban kardiovasular melalui peningkatan
volume sirkulasi dan cardiac output.Efek peningkatan beban hemodinamik
selama kehamilan merupakan teori lama yang dianut, namun tidak bisa
menjelaskan kejadian PPCM yang lebih tinggi pada akhir kehamilan dan
setelah persalinan. Kondisi hipertensi pada kehamilan juga dianggap
berperan terhadap kejadian PPCM, walaupun pada kebanyakan kasus
tidak ditemukan hipertensi sama sekali.
Efek tokolitik terhadap PPCM telah ditemukan pada beberapa laporan
kasus, dimana pada penggunaan golongan agonis beta adrenergik jangka
panjang lebih dari 4 minggu ditemukan 26% insiden PPCM, walaupun
mekanisme penyebabnya belum diketahui.(Ntusi NB, 2009) Nutrisi juga dianggap
berperan terhadap kejadian PPCM, terutama defisiensi selenium dan
mikronutrien lainnya.Pengaturan hormon yang abnormal selama kehamilan
diajukan sebagai penyebab potensial PPCM, walaupun bukti yang kuat
masih belum ditemukan. Penurunan kadar estrogen yang cepat setelah
persalinan, dianggap menurunkan fungsi kardioprotektif hormon tersebut
dan diduga berperan terhadap timbulnya gagal jantung. Ditemukan juga
efek dari hormon relaxin, suatu hormon dari ovarium yang menimbulkan
relaksasi berlebihan dari otot jantung. Pada kehamilan ditemukan
peningkatan tonus adrenergik akibat stress emosional dan fisik yang dapat
meningkatkan resistensi cairan, penurunan tekanan osmotik koloid, dan
disfungsi ventrikel kiri yang transien.
PPCM diduga bersifat familial, karena pada banyak penelitian
ditemukan beberapa kasus PPCM pada anggota keluarga tingkat 1 (ibu
dan anak serta saudara kandung).Ditemukan juga kerentanan terhadap
miokarditis viral yang bersifat genetik, sebagai prekursor kejadian PPCM.

B. Diagnosis Kardiomiopati Peripartum


Diagnosis PPCM ditegakkan berdasarkan 4 kriteria pada tabel 1, yang ini
pertama kali disusun oleh Demakis, kemudian direkomendasikan oleh NHLBI
dan NIH dengan tambahan kriteria ekokardiografi. (Demakis,1971, Pearson,2000)

Ekokardiografi merupakan standar baku emas pada PPCM, ditambah dengan


19
onset waktu yang khas dan gejala klasik gagal jantung, serta menyingkirkan
penyebab lain kardiomiopati.(Pearson,2000; Cruz M,2010)

Tabel 1. Kriteria Diagnostik PPCM

1. Tampilan Klinis
Sekitar Gejala klasik gagal jantung bendungan dapat ditemukan pada
pasien PPCM, seperti lemah, sesak nafas pada waktu aktivitas dan berbaring,
dan edema tungkai, namun gejala ini serupa dengan keluhan kehamilan
trimester ketiga yang normal. Adanya tanda-tanda seperti paroxysmal
nocturnal dyspnea (PND) disertai nyeri dada dan batuk malam hari,
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan bunyi S3 dan S4 (gallop), serta bising
regurgitasi pada katup atrioventrikular.Distensi vena leher dan hepatomegali
menunjukkan tanda-tanda bendungan, dan pada paru dapat ditemukan ronki
basah dan bahkan edema paru.(Mancini,2008)Tabel 2 memperlihatkan gambaran
klinis PPCM.(Nabhan,2005)

20
Tabel 2. Gejala dan Tanda PPCM

PPCM kadang muncul dengan gambaran gagal jantung akut, berupa


penurunan cardiac output, penurunan perfusi jaringan, peningkatan tekanan
kapiler paru ditandai dengan sesak nafas berat, edema paru, dan syok
Keadaan ini dapat mengancam jiwa ibu dan membutuhkan penanganan yang
agresif dan cepat.(Sliwa,2008)
Penyakit kardiovaskular sebelumnya perlu disingkirkan, seperti
preeklampsia dan hipertensi gestasional, kelainan katup jantung, infark
miokard, infeksi sistemik, dan emboli paru Faktor resiko seperti multiparitas
dan multifetal, umur kehamilan yang lebih tua (>30 tahun), hipertensi, ras,
riwayat keluarga, status nutrisi, penggunaan tokolitik, dan infeksi virus
sebelumnya perlu ditelusuri untuk mencari kemungkinan penyebab PPCM.
(Pearson,2000)

21
Gambar 2. Diagnosis PPCM (Pearson, 2000)

2. Elektrokardiogram (EKG)
EKG mutlak dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai PPCM,
terutama gunanya untuk membedakan PPCM dengan keadaan lainnya. Pada
pasien dengan PPCM murni EKG biasanya masih normal, atau dapat
ditemukan gambaran hipertrofi ventrikel kiri dan abnormalitas segmen ST-T,
sinus takikardi, premature ventricular contraction (PVC), bundle branch block
(BBB), inversi gelombang T, dan gelombang Q.(Twomley,2010)

3. Radiologi
Pada pemeriksaan radiograf torak dapat ditemukan kardiomegali
dengan tanda-tanda bendungan, serta menyingkirkan penyakit jantung dan
kelainan paru sebelumnya, walaupun pemeriksaan ini jarang dilakukan
selama kehamilan.Computed Tomography Scan (CT-scan) torak dengan
kontras dapat menyingkirkan kemungkinan adanya emboli paru dan kelainan
paru lainnya. Peran Magnetic Imaging Resonance (MRI) berguna dalam

22
menentukan mekanisme penyebab PPCM, menilai kontraksi global dan
segmental miokardium, dan dengan tambahan kontras Gadolinium dapat
membedakan nekrosis miosit akibat miokarditis atau iskemia. (Ramaraj,2009, Sliwa,2010)

4. Laboratorium
Evaluasi enzim penanda jantung dalam diagnosis PPCM dapat
menyingkirkan kelainan ekstrakardiak. B-type natriuretic peptide (BNP) dan
NT-proBNP menunjukkan dilatasi ruang jantung, ditemukan pada 100%
pasien PPCM. Creatine kinase-MB (CKMB) dan troponin T merupakan
penanda kerusakan miokardium, peningkatannya bermakna pada infark
miokard, miokarditis, dan gagal jantung. (Sliwa,2006) Sitokin proinflamasi seperti IL-
2, IL-6, dan TNF- meningkat kadar plasmanya pada pasien PPCM,
walaupun ditemukan juga pada kardiomiopati lainnya. (Twomley,2010) Pemeriksaan
Fas/APO-1 juga berguna untuk menilai derajat apoptosis dan telah dibuktikan
menjadi predictor mortalitas.(Sliwa,2006) Untuk menyingkirkan diagnosis banding
dan melihat derajat beratnya gejala, perlu dilakukan pemeriksaan hematologi,
fungsi ginjal, fungsi hati, fungsi tiroid, profil lipid, elektrolit, dan gula darah. (Cruz
M,2010)

5. Ekokardiografi
Modalitas pencitraan yang utama adalah ekokardiografi, untuk menilai
dimensi dan ketebalan dinding ventrikel kiri, katup, dan fungsi sistolik (fraksi
ejeksi, EF).EF kurang dari 20%, disertai dengan dimensi akhir diastolik
ventrikel kiri lebih dari 6 cm memperlihatkan prognosis yang buruk.Trombus
dapat ditemukan pada 20% pasien. Evaluasi ekokardiografi perlu dilakukan
pada saat pasien masuk, sebelum pasien pulang, 6 minggu setelah pulang, 6
bulan, dan setiap tahun untuk menilai efikasi terapi. (Sliwa,2010)

6. Pemeriksaan penunjang lainnya


Pemeriksaan invasif seperti kateterisasi jantung dan biopsi
endomiokardial tidak mutlak diperlukan.Angiografi koroner dapat
menyingkirkan keterlibatan penyakit jantung koroner. Pada pemeriksaan
biopsi dapat ditemukan inflamasi, edema non spesifik, infiltrasi limfosit,

23
hipertrofi, dan fibrosis intersisial, yang menunjukkan adanya predisosisi
miokarditis.(Ramaraj,2009)

C. Penatalaksanaan Kardiomiopati Peripartum


1. Gagal jantung akut pada PPCM
Penanganan gagal jantung akut membutuhkan terapi yang cepat dan
agresif, terutama jika terdapat edema paru dan hipoksemia. Oksigenasi yang
adekuat menggunakan ventilasi non-invasif (jika memungkinkan) hingga
target saturasi oksigen arteri 95%. Diuretik intravena (iv) dengan bolus
inisial furosemid 20-40 mg untuk mengurangi volume vaskular. Nitrat iv
(nitrogliserin 10-20 g hingga 200 g/menit) digunakan pada pasien dengan
tekanan darah sistolik > 110 mmHg. Penggunaan inotropik dicadangkan pada
pasien dengan gejala hipoperfusi jaringan (akral dingin, hipotensi, oliguria,
penurunan kesadaran) dan pasien yang tidak berespon dengan diuretik dan
nitrat. Agen inotropik seperti dobutamin (5-15 g/kgBB/menit) digunakan
hingga perfusi jaringan tercapai.(Sliwa,2010)
Pasien dengan gagal jantung yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan adekuat atau tergantung dengan inotropik, penggunaan alat
bantu ventrikel (left ventricle-assisted device, LVAD) atau transplantasi
jantung menjadi pilihan terakhir. Mengingat kemungkinan perbaikan PPCM
dalam 6 bulan, maka penggunaan LVAD menjadi jembatan untuk
memperbaiki fungsi pompa jantung, seraya menunggu penyembuhan
ventrikel. Tranplantasi jantung dilakukan pada sekitar 11 % pasien PPCM,
namun hanya dapat dilakukan jika fasilitas memadai. (Oosterom,2008)

2. PPCM dengan gagal jantung yang stabil


Permasalahan pada PPCM adalah sebagian pengobatan gagal jantung
dikontraindikasikan pada wanita yang sedang hamil atau menyusui. Kondisi
ini berbeda jika bayi telah dilahirkan, pasien bisa mendapatkan terapi gagal
jantung yang optimal. Obat yang umum digunakan pada gagal jantung
mencakup angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE-I), angiotensin-II
receptor blocker (ARB), hidralazine, nitrat, penyekat beta, diuretik, antagonis
aldosteron, dan terapi antitrombotik. (Pearson,2000) Terapi non farmakologis
mencakup restriksi cairan dan diet rendah sodium.Pilihan terapi gagal jantung
beserta efek terhadap ibu dan janin diperlihatkan pada tabel 3. (Cruz M,2010)

24
Tabel 3. Pilihan Terapi PPCM

Aritmia merupakan masalah pelik pada kardiomiopati, menimbulkan


penurunan hemodinamik atau kematian mendadak. Penggunaan ICD dan
CRT (Cardiac Resynchronizing Therapy) diindikasikan pada pasien dengan
disfungsi ventrikel yang persisten dan kelas fungsional III-IV dan durasi QRS
>120 ms.(Sliwa,2010)
Beberapa terapi yang lebih baru telah diajukan dan memperlihatkan hasil
yang menjanjikan.Bromokriptin merupakan agonis dopamin D2, menghambat
sekresi prolaktin, menekan pembentukan fragmen prolaktin, dan memperbaiki
tampilan klinis PPCM.(Forster O,2008;Habedank,2008;Jahns,2008;Sliwa,2010)
Penggunaan
imunosupresif mungkin bermanfaat pada miokarditis, walaupun belum diuji
secara luas dan kemungkinan tidak berguna pada pasien PPCM tanpa
gambaran miokarditis.(Abboud,2007) Imunoglobulin iv dilaporkan memperbaiki
fungsi sistolik ventrikel kiri pada PPCM akut dan miokarditis. (Bozkurt,1999)

25
3. Manajemen kegawatan obstetri antepartum
Waktu dan pilihan persalinan pada PPCM didasarkan kondisi klinis ibu
dan janin yang diawasi dengan ketat oleh dokter kandungan dan kardiolog.
Pengawasan ketat hemodinamik secara invasif dan kateter urin untuk
mengawasi cairan, termasuk monitoring terhadap janin dengan
kardiotokografi. Gagal jantung akut ditangani dengan agresif untuk
memperbaiki hemodinamik ibu. Oksigenasi yang adekuat, ditambah dengan
nitrat dan diuretik untuk mengurangi volume sirkulasi. Bila perfusi jaringan
menurun, maka inotropik seperti dobutamin dapat digunakan, didukung
dengan monitoring invasif.(Twomley,2010)
Bila tidak memungkinkan untuk mempertahankan persalinan (fetal
distress atau hemodinamik ibu menurun) maka persalinan dapat diterminasi.
Pilihan pertama pada pasien yang masih terkompensasi adalah persalinan
pervaginam spontan atau dibantu dengan vakum dan forceps untuk
mengurangi beban kerja ibu. Sebelumnya dilakukan pematangan serviks atau
induksi. Sementara jika hemodinamik sangat tidak stabil persalinan
perabdominam elektif dapat dilakukan dengan pilihan anastesi epidural atau
spinal.(Cruz M,2010)

4. Pilihan persalinan
Persalinan sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas
memadai dan adanya dokter kandungan, kardiolog, anastesiolog, neonatolog,
dan ahli intensive care. Pilihan persalinan didasarkan pada kondisi
kardiovaskular ibu. Dengan kondisi ibu dan janin yang stabil, persalinan tidak
perlu dipercepat, karena proses persalinan sendiri dapat meningkatkan beban
sirkulasi. Beban sirkulasi setelah melahirkan terjadi 48 jam setelah
melahirkan. Proses persalinan dapat dipercepat melalui pematangan serviks
menggunakan prostaglandin atau induksi oksitosin. Jika memungkinkan,
persalinan vagina (spontan atau dibantu) menjadi pilihan utama. Sectio
Caesaria elektif dilakukan pada pasien yang tidak stabil atau membutuhkan
dukungan inotropik dan mekanis. Penggunaan anastesi epidural atau spinal
menjadi pilihan utama anastesi.(Cruz M,2010)
Penanganan nyeri selama persalinan dan pasca persalinan sangat
diperlukan untuk menekan stress simpatis yang dapat mengurangi beban
(Cruz M,2010)
preload pasca salin. Anestesi regional terbukti tidak mempengaruhi
depresi dari miokard. Untuk persalinan pervaginam bantuan anestesi epidural
26
dapat sangat membantu mengurangi beban preload jantung.
Pasca persalinan dapat diberikan oksitosin dosis tunggal intramuskular
(ergometrin dikontraindikasikan), dan furosemid 20 mg iv diberikan untuk
mengurangi volume sirkulasi. Evaluasi status kardiovaskular dapat dimulai 1
minggu setelah persalinan dan penyesuaian obat dapat dilakukan. (Sliwa,2010)

5. Konseling untuk kehamilan selanjutnya


Angka rekuren dari PPCM untuk kehamilan berikutnya sekitar 30 50
(Elkayam, et al, 2001)
%. Berulangnya kejadian PPCM akan meningkatkan kejadian
disfungsi ventrikel kiri.(Silwa, 2010)
Disfungsi ventrikel kiri akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. (Elkayam, et al, 2001) Oleh karena itu pada wanita dengan
riwayat PPCM harus dijelaskan akan risiko terjadinya PPCM lagi pada
kehamilan berikutnya yang dapat berakibat pada kematian. Dari beberapa
konsensus menyatakan bahwa wanita dengan PPCM disarankan untuk tidak
hamil lagi, terutama wanita dengan riwayat PPCM yang fungsi ventrikel
kirinya tidak pulih sempurna.

Informasi mengenai Kontrasepsi harus disampaikan secara jelas, di


informasikan bahwa pemakaian kontrasepsi hormonal merupakan
kontraindikasi, disarankan pilihan kontrasepsinya ialah kontrasepsi mantap.
Mengenai kehamilan berikutnya, sebuah survei menemukan bahwa
78% wanita dengan fungsi ventrikel kiri sepenuhnya pulih memiliki hasil yang
normal, dibandingkan dengan hanya 37% dari mereka yang memiliki disfungsi
ventrikel persisten. Komplikasi pada kelompok normal dan kelompok dengan
disfungsi residual adalah kematian ibu (2% dan 8%, masing-masing),
kelahiran hidup (93% dan 83%), aborsi elektif (5% dan 17%), dan Lahir mati
(2% dan 0%).(Orzstega E, 1995)

6. Prognosa

Prognosa dari PPCM tergantung dari pemulihan fungsi dari ventrikel


kiri. 30% penderita PPCM fungsi ventrikel kirinya kembali keadaan semula
pada 6 bulan pasca melahirkan, 50% penderita mengalami peningkatan
fungsi ventrikel kiri.
Penyebab kematian dari penderita PPCM ialah gagal jantung progresif,
aritmia, tromboemboli. Penyebab kematian oleh karena emboli dilaporkan

27
sebanyak 30%. Kematian pada penderita PPCM 7 50% terjadi pada 3 bulan
pasca melahirkan.
Penyebab kematian PPCM disebabkan oleh fungsi ventrikel kiri yang
tidak dikontrol setelah melahirkan, pasien yang kembali hamil dengan fungsi
vetrikel kiri yang tidak pulih kembali keadaan semula akan memiliki risiko
kematian yang tinggi.
Temuan dari penelitian prospektif IPAC (Investigated Pregnany
Associated Cardiomyopathy) yang mengevaluasi fraksi ejeksi ventrikel kiri
(LVEF) dari hasil klinis pada 100 wanita melalui 1 tahun pascapersalinan
mengungkapkan bahwa 72% wanita mencapai LVEF 0,50 atau lebih dalam 1
tahun, Sedangkan 13% mengalami kejadian kardiomiopati berat yang berat
(LVEF <0,35). Faktor-faktor yang terkait dengan LVEF yang lebih rendah
pada 1 tahun termasuk LVEF awal di bawah 0,30, diameter akhir-diastolik
ventrikel kiri (LVEDD) 6,0 cm atau lebih, ras hitam, dan presentasi setelah 6
minggu pascapersalinan. (Mcnamara DM, 2015)
Sebuah studi retrospektif (2004-2011) yang mengevaluasi 71 wanita
China dengan PPCM menemukan bahwa 56% (n = 40) wanita memiliki
pemulihan ventrikel kiri yang baik, sedangkan 44% (n = 31) wanita tidak
mencapai pemulihan penuh pada kunjungan konsultasi terakhir. Analisis
univariat dan multivariat menunjukkan bahwa LVEF di bawah 34% dan tingkat
peptida natriuretik otak di atas 1860 pg / mL adalah faktor prognostik
independen untuk memprediksi disfungsi sistolik ventrikel kiri yang persisten.
(Pilaresiti J, 2014)

BAB IV
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien usia 33 tahun dengan diagnosa G3P1A1H1


gravid preterm 35 - 36 minggu + sequele PPCM, yang dirawat bersama dengan
bagian jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang
Pada kasus ini dibahas mengenai:
1. Diagnosis
2. Rencana tatalaksana Terminasi Elektif

28
1. Diagnosis
Diagnosis gravid preterm 35 -36 minggu ditegakkan berdasarkan riwayat
amenorea sejak 8,5 bulan yang lalu dan HPHT pertengahan September 2016
jika digunakan rumus Naegle maka sesuai dengan usia kehamilan 35 36
minggu. Selain itu dari pemeriksaan USG didapatkan hasil biometri janin sesuai
dengan usia kehamilan 35 - 36 minggu.
Diagnosis sequele PPCM pada pasien ini didapatkan dari anamnesa
bahwa pada kehamilan pertama setelah melahirkan pasien merasa sesak dan
batuk. Sesak dan batuk bertambah berat dengan beraktifitas dan terutama dirasa
malam hari. Onset gejala sesak dan batuk yang dirasa pasien segera setelah
melahirkan sampai 3 bulan setelah melahirkan sesuai dengan kriteria PPCM.
(Pearson, 2000)

Pasien dirawat dengan PPCM, dan mendapat perawatan PPCM selama


satu tahun. Hasil ekokardiografi pada 19 September 2014 didapatkan kesan EF
normal 50% dengan kesan LV dilatasi, LVH, AR mild sehingga pasien tidak lagi
disarankan untuk kontrol kembali namun pasien dilarang untuk hamil lagi. Pada
bulan Maret 2017 pasien kembali kontrol ke poli jantung karena hamil, kemudian
dilakukan ekokardiografi dengan hasil funsi LV menurun EF 45%, hipokinekti
global dengan kesan sequele PPCM.
Penyakit kardiovaskular sebelumnya perlu disingkirkan, seperti
preeklampsia dan hipertensi gestasional, kelainan katup jantung, infark miokard,
infeksi sistemik, dan emboli paru. Faktor resiko seperti multiparitas dan

29
multifetal, umur kehamilan yang lebih tua (>30 tahun), hipertensi, ras, riwayat
keluarga, status nutrisi, penggunaan tokolitik, dan infeksi virus sebelumnya perlu
(Pearson,2000)
ditelusuri untuk mencari kemungkinan penyebab PPCM. Beberapa
karakteristik lain juga dihubungkan dengan PPCM, seperti kurang gizi,
pemberian ASI, kurangnya perawatan selama hamil, konsumsi garam tinggi,
area tropis, dan penggunaan tokolisis dengan agonis beta. (Ntusi,2009)Resiko ini
meningkat hingga 6 kali lipat pada ras kulit hitam. (Fett,2005) Di Nigeria, ditemukan
prevalensi kasus PPCM yang sangat tinggi, yaitu suku Hausa, kelainan ini
dihubungkan dengan tradisi konsumsi garam dalam jumlah besar pada masa
nifas.(Sliwa,2010) Di Indonesia sendiri penyakit ini ditemukan pada usia lebih muda,
etnik Betawi, dan hipertensi.(Hartoyo,2005) Karakteristik dan faktor resiko PPCM
sangat bervariasi dan berbeda-beda di tiap daerah, sehingga sampai saat ini
masih ditemukan kesulitan dalam melakukan skrining resiko PPCM secara
global.(Ramaraj, 2009)
Pada saat rawat jalan di poli Jantung tidak didapatkan tanda tanda
gejala gagal jantung akut, pasien kontrol teratur tiap bulan untuk pemantauan
perkembangan janin dan pemantaun tanda tanda gagal jantung akut.
Penanganan PPCM dengan gagal jantung yang stabil meliputi terapi
farmakologis dan non farmakologis. Pada pasien ini tidak diberikan terapi
farmakologis dengan pertimbangan terapi farmakologis banyak memberikan
efek pada janin. Obat yang umum digunakan pada gagal jantung mencakup
angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE-I), angiotensin-II receptor blocker
(ARB), hidralazine, nitrat, penyekat beta, diuretik, antagonis aldosteron, dan
terapi antitrombotik.(Pearson,2000) Komplikasi PPCM yang cukup berat ialah Aritmia
karena dapat menurunkan hemodinamik mendadak dan menyebabkan
kematian, apabila ditemukan aritmia pada pasien PPCM dapat dipertimbangkan
pemakaian Penggunaan ICD dan CRT (Cardiac Resynchronizing Therapy)
diindikasikan pada pasien dengan disfungsi ventrikel yang persisten dan kelas
fungsional III-IV dan durasi QRS >120 ms. (Sliwa,2010)

2. Rencana tatalaksana dengan Terminasi Elektif


Pada pasien ini didapatkan usia kehamilan 36 37 minggu menurut
HPHT dan Hasil pemeriksaan USG. Didapatkan tafsiran berat janin 2883 gr.

30
Dari data tersebut janin memungkinkan untuk dilahirkan. Kondisi ibu saat ini
dari bagian jantung tidak ditemukan tanda tanda gagal jantung akut.
Menurut Cruz, 2010 pilihan persalinan yang terbaik jika kondisi ibu stabil ialah
melalui persalinan pervaginam dengan batuan vacum ekstraksi atau forcep ekstraksi
yang didahului oleh induksi persalinan dengan misoprostol sebagai pematangan
serviks, namun pada pasien ini persalinan terdahulu dilakukan secara sectio sesaria
dimana risiko untuk dilakkukan trial of labor after cesarean sangat berisiko dan
misoprostol sebagai obat pematangan seerviks merupakan kontra indikasi pada
(Williams, 2014)
bekas SC maka persalinan yang tepat untuk saat ini adalah dengan sectio
sesaria. Penanganan nyeri selama persalinan dan pasca persalinan sangat
diperlukan untuk menekan stress simpatis yang dapat mengurangi beban
(Cruz M,2010)
preload pasca salin. Anestesi regional terbukti tidak mempengaruhi
depresi dari miokard. Untuk persalinan pervaginam bantuan anestesi epidural
dapat sangat membantu mengurangi beban preload jantung.
Pada pasien ini sebaiknya di edukasi untuk dilakukan kontrasepsi mantap
karena apabila terjadi kehamilan lagi akan meningkatkan kemungkinan kardiomiopati
pada kehamilan tersebut.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Kondisi pasien saat ini dalam keadaan stabil dan keadaan janin saat ini viabel
untuk dilahirkan

31
2. Rencana terminasi elektif pada pasien ini harus berdasarkan hasil diskusi dan
pertimbangan dari pihak tim PPCM.
B. Saran
Diperlukan kesepakatan bersama mengenai terminasi kehamilan dengan
sequele PPCM + bekas SC 1x.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abboud J, Murad Y, Chen-Scarabelli C, Saravolatz L, Scarabelli TM. (2007)


Peripartum Cardiomyopathy: A Comprehensive Review. International Journal
of Cardiology, 118, 295-303.

Bhakta P, Biswas BK, Banerjee B. Peripartum cardiomyopathy: Review of the


literature. Yonsei Medical Journal. 2007;48:731-747.

Bozkurt B, Villaneuva FS, Holubkov R, Tokarczyak T, Alvarez Jr RJ, MacGowan GA,


dkk (1999) Intravenous Immune Globulin in the Therapy of Peripartum
Cardiomyopathy. J Am Coll Cardiol, 34, 177-180

Brar SS, Khan SS, Sandhu GK, Jorgensen MB, Parikh N, Hsu JWY, dkk (2007)
Incidence, Mortality, and Racial Differences in Peripartum Cardiomyopathy.
Am J Cardiol, 100, 302-304

Capriola M. Peripartum cardiomyopathy: A review. International Journal of Womens


Health. 2013;5:18.

Cruz MO, Briller J, Hibbard JU. (2010) Update on Peripartum Cardiomyopathy.


Obstet Gynecol Clin N Arm, 37, 283-303

Demakis JG, Rahimtoola SH. (1971) Peripartum Cardiomyopathy. Circulation, 44,


964-968

Demakis JG, Rahimtoola SH, Sutton GC, Meadows WR, Szanto PB, Tobin JR, dkk.
(1971) Natural Course of Peripartum Cardiomyopathy. Circulation, 44, 1053-
1061

Fett JD, Christie LG, Carraway RD, Murphy JG. (2005) Five-year Prospective
Prospective Study of the Incidence and Prognosis of Peripartum
Cardiomyopathy at a Single Institution. Mayo Clin Proc, 80(12), 1602-1606.

Forster O, Hilfiker-Kleiner D, Ansari AA, Sliwa K, Sundstrom JB, Libhaber E, dkk.


(2008) Reversal of IFN- , OxLDL, and Prolactin Serum Levels Correlate

33
with Clinical Improvement in Patients with Peripartum Cardiomyopathy.
European Journal of Heart Failure, 10, 861-868

Gleicher N, Elkayam U. (2009) Peripartum Cardiomyopathy, An Autoimmune


Manifestation of Allograft Rejection? Autoimmunity Reviews, 8, 384-387

Habedank D, Kuhnle Y, Elgeti T, Dudenhausen JW, Haverkamp W, Dietz R. (2008)


Recovery from Peripartum Cardiomyopathy after Treatment with
Bromocriptine. European Journal of Heart Failure, 10, 1149-1151

Hartoyo B, Rampengan SH, Martha YE, Hariawan H, Nagajiwa B, Karo-karo S, dkk.


Clinical Characteristic of Peripartal Cardiomyopathy Patient in National
Cardiac Centre Harapan Kita During 2001-2005. Diunduh dari
www.pjnhk.go.id, Oktober 2010

Hayakawa Y, Chandra M, Miao W, Shirani J, Brown JH, Dorn II GW, Armstrong RC,
dkk. (2003) Inhibition of Cardiac Myocyte Apoptosis Improves Cardiac
Function and Abolishes Mortality in the Peripartum Cardiomyopathy of Gq
Transgenic Mice. Circulation, 108, 3036-3041

Jahns BG, Stein WS, Hilfiker-Kleiner D, Pieske B, Emons G. (2008) Peripartum


Cardiomyopathy-A New Treatment Option by Inhibition of Prolactin
Secretion. AJOG, doi: 10.1016/j.ajog.2008.06.051

Johnson-Coyle L, Jensen L, Sobey A. Peripartum cardiomyopathy: Review and


practice guidelines. Am J Crit Care. 2012;21:89-98.

Mancini DM, Pinney SP. (2008) Myocarditis and Specific Cardiomyopathies:


Introduction, chap 32. Dalam : Fuster V, Walsh RA,ORourke RA. Hursts
The Heart, 12th ed. Massachusets, McGraw-Hills Company

Meyer GP, Labidi S, Podewski E, Sliwa K, Drexler H, Hilfiker-Kleiner D. (2010)


Bromocriptine Treatment Associated with Recovery from Peripartum
Cardiomyopathy in Siblings: Two Case Report. Journal of Medical Case
Reports, 4(80), 1-4.

34
Midei MG, DeMent SH, Feldman AM, Hutchins GM, Baughman KL. (1990)
Peripartum Myocarditis and Cardiomyopathy. Circulation, 81, 922-928

Modi KA, Illum S, Jariatul K, Caldito G, Reddy PC. (2009) Poor Outcome of Indigent
Patients with Peripartum Cardiomyopathy in the United States. AJOG, 201,
171.e1-171.e5

McNamara DM, Elkayam U, Alharethi R, et al, for the IPAC Investigators. Clinical
outcomes for peripartum cardiomyopathy in North America: results of the
IPAC Study (Investigations of Pregnancy-Associated Cardiomyopathy). J Am
Coll Cardiol. 2015 Aug 25. 66 (8):905-14.

Nabhan A. (2005) Peripartum Cardiomyopathy.ASJOG, 5, 231-237.

Ntusi NBA, Mayosi BM. (2009) Aetiology and Risk Factor of Peripartum
Cardiomyopathy: A Systematic Review. International Journal of Cardiology,
131, 168-179

Oosterom L, de Jonge N, Kirkels JH, Klopping C, Lahpor JR. (2008) Left Vetricular
Assist Device as A Bridge to Recovery in A Young Woman Admitted with
Peripartum Cardiomyopathy. Neth Heart J; 16;426-428

Ostrzega E., Elkayam U. Risk of subsequent pregnancy in women with a history of


peripartum cardiomyopathy: results of a survey [abstract]. Circulation. 1995.
92(suppl 1):1-333.

Pillarisetti J, Kondur A, Alani A, et al. Peripartum cardiomyopathy: predictors of


recovery and current state of implantable cardioverter-defibrillator use. J Am
Coll Cardiol. 2014 Jul 1. 63 (25 Pt A):2831-9.

Pearson GD, Veille JC, Rahimtoola S. (2000) Peripartum Cardiomyopathy: National


Heart, Lung, and Blood Institute and Office of Rare Disease (National
Institutes of Health) Workshop Recommendations and Review. JAMA,
283(9), 1183-1188

Ramaraj R, Sorrell VL. (2009) Peripartum Cardiomyopathy:Causes, Diagnosis, and


Treatment. Cleveland Clinic Journal of Medicine, 76 (5), 289-296

35
Regitz-Zagrosek V, Lundqvist CB, Borghi C, Cifkova R, Ferreira R, Foidart J-M,
Chris JSRG. Esc guidelines on the management of cardiovascular diseases
during pregnancy.European Heart Journal. 2011.

Sliwa K, Hilfiker-Kleiner D, Petrie MC, Mebazaa A, Pieske B, Buchmann E, dkk.


(2010) Current State of Knowledge on Aetiology, Diagnosis, Management,
and Therapy of Peripartum Cardiomyopathy: A Position Statement from
Heart Failure Association of the European Society of Cardiology Working
Group on Peripartum Cardiomyopathy. European Journal of Heart Failure,
12, 767-778

Sliwa K, Forster O, Libhaber E, Fett JD, Sundstrom JB, Hilfiker-Kleiner D, Ansari AA.
(2006) Peripartum Cardiomyopathy: Inflamatory Markers as Predictors of
Outcome in 100 Prospectively Studied Patients. European Heart Journal, 27,
441-446.

Sliwa K, Blauwet L, Tibarzawa K, Libhaber E, Smedema JP, Becker A, dkk. (2010)


Evaluation of Bromocriptine in the Treatment of Acute Severe Peripartum
Cardiomyopathy. Circulation, 121, 1465-1473

Sliwa K, Tibazarwa K, Hilfiker-Kleiner D. (2008) Management of Peripartum


Cardiomyopathy. Current Heart Failure Report, 5, 238-244

Twomley KM, Wells GL. (2010) Peripartum Cardiomyopathy: A Current Review.


Journal of Pregnancy.doi: 10.1155/2010/149127.

36

Anda mungkin juga menyukai