KONFERENSI BERSAMA
UNIVERSITAS ANDALAS
Oleh:
Rastra Sewakottama Putra
PPDS OBSTETRI GINEKOLOGI
DPJP :
DR.dr.H. Joserizal Serudji, Sp.OG(K)
Insiden yang sebenarnya tidak diketahui dengan pasti. Namun laporan yang
ada menyatakan insiden yang bervariasi di seluruh dunia dan fluktuatif tergantung
(Brar S, 2007; Modi, 2009).
etnis dan faktor geografis. . Insidens yang bervariasi ini juga
disebabkan karena diagnosis tidak selalu konsisten dan perbandingan dengan
wanita seusia yang tidak hamil tidak ada. Di Amerika Serikat laporan terbaru
menunjukkan insiden PPCM 1 dari 3000-4000 kelahiran hidup. Insidennya pun
dilaporkan meningkat, Mielnizuk dkk mencatat adanya peningkatan signifikan
kejadian PPCM dalam rentang waktu 1993-2002. Kecendrungan yang sama juga
(Bhakta P, 2007;
dilaporkan Gunderson dkk di Kalifornia utara sejak 1995 hingga 2004.
Capriola M, 2013)
Di Haiti insiden berkisar 1 dari 299 kelahiran, sementara di jepang insiden
PCM relatif jarang, hanya 1 dari 20.000 kelahiran hidup. Insidensi di Afrika Selatan
1:1,000. Kejadian PPCM di Indonesia juga belum diketahui. Data dari Pusat Jantung
1
Nasional Harapan Kita (2001-2005) menemukan 32 pasien yang didiagnosis
(Hartoyo dkk, 2010)
sebagai PPCM, dengan rentang umur 21 hingga 38 tahun.
Presentasi klinis PPCM mirip dengan gagal jantung sistolik dengan penyebab
apapun.Gejala klasik gagal jantung seperti sesak nafas, sesak nafas saat aktivitas,
udem tungkai, mudah lelah lebih sering muncul. Sayangnya, gejala ini bersamaan
dan dianggap sebagai gejala normal dari kehamilan di bulan terakhir dan pada awal
nifas, akibatnya banyak pasien PPCM yang datang dalam keadaan yang lebih berat
(NYHA fungsional kelas III-IV). Hal ini menjadikan tantangan sendiri dalam
menegakkan diagnosis. Selain itu PPCM kadangkala diikuiti dengan komplikasi
peningkatan resiko tromboemboli, seperti TIA, stroke, iskemia tungkai bawah dan
nyeri abdomen. (Capriola M, 2013)
Tata laksana PPCM secara umum serupa dengan pengobatan pada gagal
jantung kongestif, ditambah dengan antikoagulan untuk mencegah tromboemboli,
dan antiaritmia. Penggunaan obat-obatan tersebut harus sangat hati-hati karena
beberapa obat memiliki efek samping terhadap janin dan ibu, seperti golongan
penyekat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzyme-inhibitor, ACE-
(Nabhan, 2005).
I) atau golongan antagonis vitamin K (warfarin). .Beberapa terapi baru,
seperti bromocriptine (penyekat sekresi prolactin) dan immunoglobulin intravena
sudah mulai digunakan pada penelitian skala kecil dan memperlihatkan hasil yang
menjanjikan.(Forster O, 2008; Meyer G, 2010)
2
Walaupun jarang, PPCM merupakan keadaan yang serius, menimbulkan
komplikasi yang berat dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Dengan
diagnosis dini dan terapi yang optimal, maka potensi untuk pemulihan fungsi
ventrikel akan lebih baik. Prognosis PPCM juga lebih baik bila dibandingkan dengan
(Habli M, 2008)
tipe kardiomiopati lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka makalah
konferensi bersama ini akan membahas diagnosis dan manajemen kardiomiopati
peripartum.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. MR : 97 58 38
Alamat : Pasaman Barat
ANAMNESIS
Keluhan utama
Seorang pasien wanita umur 33 tahun kontrol kehamilan di poli Obstetri dan poli
Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang, pasien dikenal dengan: G3P1A1H2 gravid
preterm 35 36 minggu + sequel PPCM + bekas SC 1x
4
selama 7 hari, kemudian dipulangkan setelah keadaan membaik. Pasien kontrol
teratur di poli jantung RS swasta selama 1 tahun, setelah itu pasien dinyatakan
sembuh dan diperbolehkan untuk tidak kontrol lagi apa bila tidak ada keluhan.
Tidak Haid sejak + 8 bulan yang lalu
HPHT: pertengahan September 2016
Gerak anak dirasakan sejak + 4 bulan yll
Riwayat hamil muda: Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
Ante Natal Care: Teratur ke SpOG sejak usia kehamilan 4 bulan
Riwayat menstruasi: Menarche usia 13 tahun, siklus tidak teratur 1x1 bulan,
lamanya 4 5 hari, banyaknya 3 4 kali ganti duk per hari, nyeri (-)
5
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
KU Kes TD Nd R T
Sedang CMC 130/80 mmHg 64 x/mnt 24 x/mnt Afebris
Status Obstetrikus
Abdomen :
- Inspeksi : Membuncit sesuai kehamilan preterm 8 bulan, sikatrik (+)
pfannesteel
- Palpasi : FUT teraba 4 jari bawah proc. Xyphoideus, HIS (-)
- Perkusi :-
- Auskultasi : DJJ: 130-145 x/, Bising usus (+) normal
6
Genitalia :
- Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 35 36 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala
Sikap
Rencana Terminasi Perabdominam
Joint Konferensi dengan Tim PPCM
7
Hasil Ekokardiografi, 08 Maret 2017
LV dilatasi
Fungsi sistolik LV menurun EF 45%
Kontraktilitas RV baik, TAPSE 2.0
Hipokinetik globe
Disfungsi diastolik gangguan restriktif, E/A < 2
MR mild, TR mild, TVG 28 mmHg
AoV max 1,3
Kesan: Sequele PPCM
Pemeriksaan Fisik:
KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 130/70 65 20 37
Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 31 32 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala
8
Plan
USG fetomaternal
Konsul Bagian Jantung
Hasil USG:
9
Diagnosa: Sequele PPCM
Plan
Saat ini tidak ada tanda tanda gagal jantung pada pasien ini
Awasi tanda tanda gagal jantung akut
Bantu kala II
Joint konfrense untuk tentukan tim PPCM (Cardiologi, OBGIN, Anestesi)
Kontap paska melahirkan
Pemeriksaan Fisik:
KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 130/80 86 20 37
Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 32 33 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala
Plan
Kontrol minggu depan
Hasil USG
10
Janin Tunggal Hidup Intra Uterine
Aktifitas gerak janin baik
Biometri
o BPD: 80 mm
o AC: 304 mm
o FL: 64 mm
o HL: 57 mm
o EFW: 2100-2200 gr
SDAU: 2,20
AFI: 10,7 cm
Plasenta tertanam dikorpus depan gr II-III
Kesan : Gravid 32 33 minggu sesuai biometri, janin hidup
KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 120/70 65 20 37
Abdomen : His (-), DJJ = 140 - 150
Gen : I: v/u : tenang, ppv (-)
Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 33 34 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala
Plan
Konsul Bagian Jantung
11
Hasil USG
12
Kontrol Poli Obstetri, 22 Mei 2017
Anamnesa: Sesak (-), gerak anak (+), nyeri pinggang (-)
Pemeriksaan Fisik:
KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 120/70 65 20 37
Abdomen : His (-), DJJ = 135 - 145
Gen : I: v/u : tenang
Diagnosis
G3P2A1H2 gravid preterm 35 36 minggu + Sequele PPCM + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala
Plan
Kontrol ulang 26 Mei 2017
Rencana Terminasi Elektif
Bentuk tim PPCM
Hasil USG
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kardiomiopati Peripartum
1. Definisi dan Sejarah
Kardiomiopati peripartum didefinisikan sebagai penurunan fungsi
ventrikel kiri disertai gejala gagal jantung yang timbul pada 1 bulan terakhir
kehamilan hingga 5 bulan pasca melahirkan tanpa diketahui penyebab
pastinya.(Demakis,1971) Berdasarkan definisi diatas, pada pasien PPCM penyebab
gagal jantung tidak dapat diidentifikasi dan tidak ditemukan kelainan jantung
sebelum bulan terakhir kehamilan tersebut.(Sliwa,2010)
Kelainan ini pertama kali ditemukan oleh Ritchie (1849) yang
menemukan gambaran gagal jantung pada akhir kehamilan yang
dihubungkan dengan gangguan primer pada otot jantung. Kemudian Virchow
dan Porak (1870) melaporkan bukti otopsi berupa degenerasi miokardium dari
pasien yang meninggal pada masa kehamilan. (Nabhan,2005) Kelainan ini tidak
dapat diidentifikasi lebih lanjut hingga Gouley (1937) menjelaskan gambaran
klinis dan patologi dari wanita hamil dengan gagal jantung berat. Gouley
menemukan gambaran kardiomiopati dilatasi noniskemik dengan
pembesaran jantung disertai area nekrosis dan fibrosis yang timbul pada
akhir masa kehamilan dan menetap hingga setelah persalinan. Laporan ini
dipertegas dengan berbagai temuan di berbagai negara. (Abboud,2007) Pada tahun
1971, Demakis menetapkan kriteria diagnosis berdasarkan temuan klinis dan
ekokardiografi yang menjadi standar diagnosis oleh The National Heart,
Lung, and Blood Institute (NHLBI) hingga saat ini.(Pearson,2000) Pada tahun 2010
European Society of Cardiology mendefinisikan PPCM dengan idiopatik
cardiomyopathy dengan ditandai gagal jantung sekunder dengan gangguan
sistolik ventrikel kiri pada akhir kehamilan atau beberapa bulan setelah
melahirkan tanpa ditemukannya peyebab lain dari gagal jantung. Dimana
ventrikel kiri tidak disertai dengan dilatasi namun sering ejection fraction (EF)
kurang dari 45%. (Sliwa, 2010)
14
2. Epidemiologi dan Faktor Resiko
Karena diagnosis pasti dari PPCM membutuhkan berbagai
pemeriksaan penunjang, maka insiden yang sesungguhnya dari penyakit ini
belum diketahui.Penelitian di berbagai negara memperlihatkan hasil yang
berbeda-beda. Data dari National Hospital Discharge Survey di Amerika
Serikat (AS) memperkirakan kejadian PPCM sebesar 1 per 3189 kelahiran
hidup.(Moldi,2009,Twomley,2010) Insidennya lebih besar di Haiti, mencapai 1 per 350
kelahiran hidup.(Fett,2005) Bahkan pada daerah sub-Sahara Afrika jumlahnya
berkisar 1 per 100 kelahiran hidup.(Cruz M,2010) Kasus ini dilaporkan sangat jarang
di Eropa. Di Indonesia berdasarkan data dari rekam medis Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita (PJNHK) dari tahun 2001-2005 didapatkan 32 kasus
PPCM, 25 diantaranya muncul setelah persalinan. (Hartoyo dkk,2010)
Berbagai faktor resiko dihubungkan dengan timbulnya kelainan
ini.Umur ibu yang lebih tua, gestasi multipel, preeklampsia dan hipertensi
gestasional merupakan beberapa faktor resiko yang diajukan. (Sliwa, 2008)
17
proinflamasi lainnya seperti interleukin-1 (IL-1), IL-6, tumor necroting factor-
(TNF-) dianggap berkorelasi dengan penurunan fungsi pompa ventrikel
kiri, remodeling ventrikel, edema paru, dan kardiomiopati.Sitokin
proinflamasi tersebut ditemukan dalam jumlah tinggi di serum pasien
PPCM, dan penanda inflamasi seperti C-Reactive Protein (CRP).
Diasumsikan bahwa setelah terjadinya peningkatan beban dinding ventrikel
akibat infeksi atau pembebanan volume sirkulasi, otot jantung
mengekspresikan sitokin proinflamasi yang mempengaruhi kontraktilitas
dan memicu remodeling ventrikel, pada akhirnya menimbulkan gagal
jantung.(Ntusi,2009)
c. Apoptosis miosit
Reaksi apoptosis pada sel otot jantung merupakan suatu teori yang
diduga berperan dalam menyebabkan terjadinya kardiomiopati.Hipotesis ini
dibuktikan dengan penelitian aktivasi caspase (suatu protease sistein
spesifik aspartat) pada reseptor Gq di permukaan sel dan di mitokondria
yang mencetuskan kematian sel. Inhibisi caspase terbukti mengurangi
apoptosis miosit jantung hingga 89%. Selain itu pada pasien PPCM juga
ditemukan Fas/APO-1, suatu mediator pemicu apoptosis pada permukaan
sel, dalam jumlah tinggi, disertai dengan peningkatan kadar TNF-, yang
mendukung peran apoptosis sel miosit jantung sebagai patogenesis
PPCM.(Hayakawa, 2003)
d. Stres oksidatif dan prolactin
Teori yang mendukung reaksi berantai stress oksidatif melalui hormon
prolaktin dan cathepsin D (protease pemecah prolaktin) ditunjukkan dari
peningkatan kadar LDL (low-density lipoprotein) teroksidasi, cathepsin,
prolaktin dan fragmennya pada serum penderita PPCM. Stres oksidatif
memicu aktivasi cathepsin, memecah prolaktin menjadi fragmen prolaktin
16 kDa.Fragmen ini bersifat angiostatik, menghambat proliferasi dan
migrasi sel endotel, memicu apoptosis endotel, menimbulkan
vasokonstriksi, serta mengganggu kerjakardiomiosit. Lebih lanjut lagi,
dengan menghambat produksi prolaktin melalui reseptor agonis dopamin
D2,bromokriptin,onset PPCM bisa dihambat pada tikus percobaan. (Forster,
2008,Habedank,2008)
e. Etiologi lain
18
Pada wanita hamil di suku Sousa, Nigeria, ditemukan insiden PPCM
yang tinggi.Tradisi asupan garam tinggi pada masa nifas, ditambah suhu
yang panas, meningkatkan beban kardiovasular melalui peningkatan
volume sirkulasi dan cardiac output.Efek peningkatan beban hemodinamik
selama kehamilan merupakan teori lama yang dianut, namun tidak bisa
menjelaskan kejadian PPCM yang lebih tinggi pada akhir kehamilan dan
setelah persalinan. Kondisi hipertensi pada kehamilan juga dianggap
berperan terhadap kejadian PPCM, walaupun pada kebanyakan kasus
tidak ditemukan hipertensi sama sekali.
Efek tokolitik terhadap PPCM telah ditemukan pada beberapa laporan
kasus, dimana pada penggunaan golongan agonis beta adrenergik jangka
panjang lebih dari 4 minggu ditemukan 26% insiden PPCM, walaupun
mekanisme penyebabnya belum diketahui.(Ntusi NB, 2009) Nutrisi juga dianggap
berperan terhadap kejadian PPCM, terutama defisiensi selenium dan
mikronutrien lainnya.Pengaturan hormon yang abnormal selama kehamilan
diajukan sebagai penyebab potensial PPCM, walaupun bukti yang kuat
masih belum ditemukan. Penurunan kadar estrogen yang cepat setelah
persalinan, dianggap menurunkan fungsi kardioprotektif hormon tersebut
dan diduga berperan terhadap timbulnya gagal jantung. Ditemukan juga
efek dari hormon relaxin, suatu hormon dari ovarium yang menimbulkan
relaksasi berlebihan dari otot jantung. Pada kehamilan ditemukan
peningkatan tonus adrenergik akibat stress emosional dan fisik yang dapat
meningkatkan resistensi cairan, penurunan tekanan osmotik koloid, dan
disfungsi ventrikel kiri yang transien.
PPCM diduga bersifat familial, karena pada banyak penelitian
ditemukan beberapa kasus PPCM pada anggota keluarga tingkat 1 (ibu
dan anak serta saudara kandung).Ditemukan juga kerentanan terhadap
miokarditis viral yang bersifat genetik, sebagai prekursor kejadian PPCM.
1. Tampilan Klinis
Sekitar Gejala klasik gagal jantung bendungan dapat ditemukan pada
pasien PPCM, seperti lemah, sesak nafas pada waktu aktivitas dan berbaring,
dan edema tungkai, namun gejala ini serupa dengan keluhan kehamilan
trimester ketiga yang normal. Adanya tanda-tanda seperti paroxysmal
nocturnal dyspnea (PND) disertai nyeri dada dan batuk malam hari,
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan bunyi S3 dan S4 (gallop), serta bising
regurgitasi pada katup atrioventrikular.Distensi vena leher dan hepatomegali
menunjukkan tanda-tanda bendungan, dan pada paru dapat ditemukan ronki
basah dan bahkan edema paru.(Mancini,2008)Tabel 2 memperlihatkan gambaran
klinis PPCM.(Nabhan,2005)
20
Tabel 2. Gejala dan Tanda PPCM
21
Gambar 2. Diagnosis PPCM (Pearson, 2000)
2. Elektrokardiogram (EKG)
EKG mutlak dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai PPCM,
terutama gunanya untuk membedakan PPCM dengan keadaan lainnya. Pada
pasien dengan PPCM murni EKG biasanya masih normal, atau dapat
ditemukan gambaran hipertrofi ventrikel kiri dan abnormalitas segmen ST-T,
sinus takikardi, premature ventricular contraction (PVC), bundle branch block
(BBB), inversi gelombang T, dan gelombang Q.(Twomley,2010)
3. Radiologi
Pada pemeriksaan radiograf torak dapat ditemukan kardiomegali
dengan tanda-tanda bendungan, serta menyingkirkan penyakit jantung dan
kelainan paru sebelumnya, walaupun pemeriksaan ini jarang dilakukan
selama kehamilan.Computed Tomography Scan (CT-scan) torak dengan
kontras dapat menyingkirkan kemungkinan adanya emboli paru dan kelainan
paru lainnya. Peran Magnetic Imaging Resonance (MRI) berguna dalam
22
menentukan mekanisme penyebab PPCM, menilai kontraksi global dan
segmental miokardium, dan dengan tambahan kontras Gadolinium dapat
membedakan nekrosis miosit akibat miokarditis atau iskemia. (Ramaraj,2009, Sliwa,2010)
4. Laboratorium
Evaluasi enzim penanda jantung dalam diagnosis PPCM dapat
menyingkirkan kelainan ekstrakardiak. B-type natriuretic peptide (BNP) dan
NT-proBNP menunjukkan dilatasi ruang jantung, ditemukan pada 100%
pasien PPCM. Creatine kinase-MB (CKMB) dan troponin T merupakan
penanda kerusakan miokardium, peningkatannya bermakna pada infark
miokard, miokarditis, dan gagal jantung. (Sliwa,2006) Sitokin proinflamasi seperti IL-
2, IL-6, dan TNF- meningkat kadar plasmanya pada pasien PPCM,
walaupun ditemukan juga pada kardiomiopati lainnya. (Twomley,2010) Pemeriksaan
Fas/APO-1 juga berguna untuk menilai derajat apoptosis dan telah dibuktikan
menjadi predictor mortalitas.(Sliwa,2006) Untuk menyingkirkan diagnosis banding
dan melihat derajat beratnya gejala, perlu dilakukan pemeriksaan hematologi,
fungsi ginjal, fungsi hati, fungsi tiroid, profil lipid, elektrolit, dan gula darah. (Cruz
M,2010)
5. Ekokardiografi
Modalitas pencitraan yang utama adalah ekokardiografi, untuk menilai
dimensi dan ketebalan dinding ventrikel kiri, katup, dan fungsi sistolik (fraksi
ejeksi, EF).EF kurang dari 20%, disertai dengan dimensi akhir diastolik
ventrikel kiri lebih dari 6 cm memperlihatkan prognosis yang buruk.Trombus
dapat ditemukan pada 20% pasien. Evaluasi ekokardiografi perlu dilakukan
pada saat pasien masuk, sebelum pasien pulang, 6 minggu setelah pulang, 6
bulan, dan setiap tahun untuk menilai efikasi terapi. (Sliwa,2010)
23
hipertrofi, dan fibrosis intersisial, yang menunjukkan adanya predisosisi
miokarditis.(Ramaraj,2009)
24
Tabel 3. Pilihan Terapi PPCM
25
3. Manajemen kegawatan obstetri antepartum
Waktu dan pilihan persalinan pada PPCM didasarkan kondisi klinis ibu
dan janin yang diawasi dengan ketat oleh dokter kandungan dan kardiolog.
Pengawasan ketat hemodinamik secara invasif dan kateter urin untuk
mengawasi cairan, termasuk monitoring terhadap janin dengan
kardiotokografi. Gagal jantung akut ditangani dengan agresif untuk
memperbaiki hemodinamik ibu. Oksigenasi yang adekuat, ditambah dengan
nitrat dan diuretik untuk mengurangi volume sirkulasi. Bila perfusi jaringan
menurun, maka inotropik seperti dobutamin dapat digunakan, didukung
dengan monitoring invasif.(Twomley,2010)
Bila tidak memungkinkan untuk mempertahankan persalinan (fetal
distress atau hemodinamik ibu menurun) maka persalinan dapat diterminasi.
Pilihan pertama pada pasien yang masih terkompensasi adalah persalinan
pervaginam spontan atau dibantu dengan vakum dan forceps untuk
mengurangi beban kerja ibu. Sebelumnya dilakukan pematangan serviks atau
induksi. Sementara jika hemodinamik sangat tidak stabil persalinan
perabdominam elektif dapat dilakukan dengan pilihan anastesi epidural atau
spinal.(Cruz M,2010)
4. Pilihan persalinan
Persalinan sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas
memadai dan adanya dokter kandungan, kardiolog, anastesiolog, neonatolog,
dan ahli intensive care. Pilihan persalinan didasarkan pada kondisi
kardiovaskular ibu. Dengan kondisi ibu dan janin yang stabil, persalinan tidak
perlu dipercepat, karena proses persalinan sendiri dapat meningkatkan beban
sirkulasi. Beban sirkulasi setelah melahirkan terjadi 48 jam setelah
melahirkan. Proses persalinan dapat dipercepat melalui pematangan serviks
menggunakan prostaglandin atau induksi oksitosin. Jika memungkinkan,
persalinan vagina (spontan atau dibantu) menjadi pilihan utama. Sectio
Caesaria elektif dilakukan pada pasien yang tidak stabil atau membutuhkan
dukungan inotropik dan mekanis. Penggunaan anastesi epidural atau spinal
menjadi pilihan utama anastesi.(Cruz M,2010)
Penanganan nyeri selama persalinan dan pasca persalinan sangat
diperlukan untuk menekan stress simpatis yang dapat mengurangi beban
(Cruz M,2010)
preload pasca salin. Anestesi regional terbukti tidak mempengaruhi
depresi dari miokard. Untuk persalinan pervaginam bantuan anestesi epidural
26
dapat sangat membantu mengurangi beban preload jantung.
Pasca persalinan dapat diberikan oksitosin dosis tunggal intramuskular
(ergometrin dikontraindikasikan), dan furosemid 20 mg iv diberikan untuk
mengurangi volume sirkulasi. Evaluasi status kardiovaskular dapat dimulai 1
minggu setelah persalinan dan penyesuaian obat dapat dilakukan. (Sliwa,2010)
6. Prognosa
27
sebanyak 30%. Kematian pada penderita PPCM 7 50% terjadi pada 3 bulan
pasca melahirkan.
Penyebab kematian PPCM disebabkan oleh fungsi ventrikel kiri yang
tidak dikontrol setelah melahirkan, pasien yang kembali hamil dengan fungsi
vetrikel kiri yang tidak pulih kembali keadaan semula akan memiliki risiko
kematian yang tinggi.
Temuan dari penelitian prospektif IPAC (Investigated Pregnany
Associated Cardiomyopathy) yang mengevaluasi fraksi ejeksi ventrikel kiri
(LVEF) dari hasil klinis pada 100 wanita melalui 1 tahun pascapersalinan
mengungkapkan bahwa 72% wanita mencapai LVEF 0,50 atau lebih dalam 1
tahun, Sedangkan 13% mengalami kejadian kardiomiopati berat yang berat
(LVEF <0,35). Faktor-faktor yang terkait dengan LVEF yang lebih rendah
pada 1 tahun termasuk LVEF awal di bawah 0,30, diameter akhir-diastolik
ventrikel kiri (LVEDD) 6,0 cm atau lebih, ras hitam, dan presentasi setelah 6
minggu pascapersalinan. (Mcnamara DM, 2015)
Sebuah studi retrospektif (2004-2011) yang mengevaluasi 71 wanita
China dengan PPCM menemukan bahwa 56% (n = 40) wanita memiliki
pemulihan ventrikel kiri yang baik, sedangkan 44% (n = 31) wanita tidak
mencapai pemulihan penuh pada kunjungan konsultasi terakhir. Analisis
univariat dan multivariat menunjukkan bahwa LVEF di bawah 34% dan tingkat
peptida natriuretik otak di atas 1860 pg / mL adalah faktor prognostik
independen untuk memprediksi disfungsi sistolik ventrikel kiri yang persisten.
(Pilaresiti J, 2014)
BAB IV
DISKUSI
28
1. Diagnosis
Diagnosis gravid preterm 35 -36 minggu ditegakkan berdasarkan riwayat
amenorea sejak 8,5 bulan yang lalu dan HPHT pertengahan September 2016
jika digunakan rumus Naegle maka sesuai dengan usia kehamilan 35 36
minggu. Selain itu dari pemeriksaan USG didapatkan hasil biometri janin sesuai
dengan usia kehamilan 35 - 36 minggu.
Diagnosis sequele PPCM pada pasien ini didapatkan dari anamnesa
bahwa pada kehamilan pertama setelah melahirkan pasien merasa sesak dan
batuk. Sesak dan batuk bertambah berat dengan beraktifitas dan terutama dirasa
malam hari. Onset gejala sesak dan batuk yang dirasa pasien segera setelah
melahirkan sampai 3 bulan setelah melahirkan sesuai dengan kriteria PPCM.
(Pearson, 2000)
29
multifetal, umur kehamilan yang lebih tua (>30 tahun), hipertensi, ras, riwayat
keluarga, status nutrisi, penggunaan tokolitik, dan infeksi virus sebelumnya perlu
(Pearson,2000)
ditelusuri untuk mencari kemungkinan penyebab PPCM. Beberapa
karakteristik lain juga dihubungkan dengan PPCM, seperti kurang gizi,
pemberian ASI, kurangnya perawatan selama hamil, konsumsi garam tinggi,
area tropis, dan penggunaan tokolisis dengan agonis beta. (Ntusi,2009)Resiko ini
meningkat hingga 6 kali lipat pada ras kulit hitam. (Fett,2005) Di Nigeria, ditemukan
prevalensi kasus PPCM yang sangat tinggi, yaitu suku Hausa, kelainan ini
dihubungkan dengan tradisi konsumsi garam dalam jumlah besar pada masa
nifas.(Sliwa,2010) Di Indonesia sendiri penyakit ini ditemukan pada usia lebih muda,
etnik Betawi, dan hipertensi.(Hartoyo,2005) Karakteristik dan faktor resiko PPCM
sangat bervariasi dan berbeda-beda di tiap daerah, sehingga sampai saat ini
masih ditemukan kesulitan dalam melakukan skrining resiko PPCM secara
global.(Ramaraj, 2009)
Pada saat rawat jalan di poli Jantung tidak didapatkan tanda tanda
gejala gagal jantung akut, pasien kontrol teratur tiap bulan untuk pemantauan
perkembangan janin dan pemantaun tanda tanda gagal jantung akut.
Penanganan PPCM dengan gagal jantung yang stabil meliputi terapi
farmakologis dan non farmakologis. Pada pasien ini tidak diberikan terapi
farmakologis dengan pertimbangan terapi farmakologis banyak memberikan
efek pada janin. Obat yang umum digunakan pada gagal jantung mencakup
angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE-I), angiotensin-II receptor blocker
(ARB), hidralazine, nitrat, penyekat beta, diuretik, antagonis aldosteron, dan
terapi antitrombotik.(Pearson,2000) Komplikasi PPCM yang cukup berat ialah Aritmia
karena dapat menurunkan hemodinamik mendadak dan menyebabkan
kematian, apabila ditemukan aritmia pada pasien PPCM dapat dipertimbangkan
pemakaian Penggunaan ICD dan CRT (Cardiac Resynchronizing Therapy)
diindikasikan pada pasien dengan disfungsi ventrikel yang persisten dan kelas
fungsional III-IV dan durasi QRS >120 ms. (Sliwa,2010)
30
Dari data tersebut janin memungkinkan untuk dilahirkan. Kondisi ibu saat ini
dari bagian jantung tidak ditemukan tanda tanda gagal jantung akut.
Menurut Cruz, 2010 pilihan persalinan yang terbaik jika kondisi ibu stabil ialah
melalui persalinan pervaginam dengan batuan vacum ekstraksi atau forcep ekstraksi
yang didahului oleh induksi persalinan dengan misoprostol sebagai pematangan
serviks, namun pada pasien ini persalinan terdahulu dilakukan secara sectio sesaria
dimana risiko untuk dilakkukan trial of labor after cesarean sangat berisiko dan
misoprostol sebagai obat pematangan seerviks merupakan kontra indikasi pada
(Williams, 2014)
bekas SC maka persalinan yang tepat untuk saat ini adalah dengan sectio
sesaria. Penanganan nyeri selama persalinan dan pasca persalinan sangat
diperlukan untuk menekan stress simpatis yang dapat mengurangi beban
(Cruz M,2010)
preload pasca salin. Anestesi regional terbukti tidak mempengaruhi
depresi dari miokard. Untuk persalinan pervaginam bantuan anestesi epidural
dapat sangat membantu mengurangi beban preload jantung.
Pada pasien ini sebaiknya di edukasi untuk dilakukan kontrasepsi mantap
karena apabila terjadi kehamilan lagi akan meningkatkan kemungkinan kardiomiopati
pada kehamilan tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kondisi pasien saat ini dalam keadaan stabil dan keadaan janin saat ini viabel
untuk dilahirkan
31
2. Rencana terminasi elektif pada pasien ini harus berdasarkan hasil diskusi dan
pertimbangan dari pihak tim PPCM.
B. Saran
Diperlukan kesepakatan bersama mengenai terminasi kehamilan dengan
sequele PPCM + bekas SC 1x.
32
DAFTAR PUSTAKA
Brar SS, Khan SS, Sandhu GK, Jorgensen MB, Parikh N, Hsu JWY, dkk (2007)
Incidence, Mortality, and Racial Differences in Peripartum Cardiomyopathy.
Am J Cardiol, 100, 302-304
Demakis JG, Rahimtoola SH, Sutton GC, Meadows WR, Szanto PB, Tobin JR, dkk.
(1971) Natural Course of Peripartum Cardiomyopathy. Circulation, 44, 1053-
1061
Fett JD, Christie LG, Carraway RD, Murphy JG. (2005) Five-year Prospective
Prospective Study of the Incidence and Prognosis of Peripartum
Cardiomyopathy at a Single Institution. Mayo Clin Proc, 80(12), 1602-1606.
33
with Clinical Improvement in Patients with Peripartum Cardiomyopathy.
European Journal of Heart Failure, 10, 861-868
Hayakawa Y, Chandra M, Miao W, Shirani J, Brown JH, Dorn II GW, Armstrong RC,
dkk. (2003) Inhibition of Cardiac Myocyte Apoptosis Improves Cardiac
Function and Abolishes Mortality in the Peripartum Cardiomyopathy of Gq
Transgenic Mice. Circulation, 108, 3036-3041
34
Midei MG, DeMent SH, Feldman AM, Hutchins GM, Baughman KL. (1990)
Peripartum Myocarditis and Cardiomyopathy. Circulation, 81, 922-928
Modi KA, Illum S, Jariatul K, Caldito G, Reddy PC. (2009) Poor Outcome of Indigent
Patients with Peripartum Cardiomyopathy in the United States. AJOG, 201,
171.e1-171.e5
McNamara DM, Elkayam U, Alharethi R, et al, for the IPAC Investigators. Clinical
outcomes for peripartum cardiomyopathy in North America: results of the
IPAC Study (Investigations of Pregnancy-Associated Cardiomyopathy). J Am
Coll Cardiol. 2015 Aug 25. 66 (8):905-14.
Ntusi NBA, Mayosi BM. (2009) Aetiology and Risk Factor of Peripartum
Cardiomyopathy: A Systematic Review. International Journal of Cardiology,
131, 168-179
Oosterom L, de Jonge N, Kirkels JH, Klopping C, Lahpor JR. (2008) Left Vetricular
Assist Device as A Bridge to Recovery in A Young Woman Admitted with
Peripartum Cardiomyopathy. Neth Heart J; 16;426-428
35
Regitz-Zagrosek V, Lundqvist CB, Borghi C, Cifkova R, Ferreira R, Foidart J-M,
Chris JSRG. Esc guidelines on the management of cardiovascular diseases
during pregnancy.European Heart Journal. 2011.
Sliwa K, Forster O, Libhaber E, Fett JD, Sundstrom JB, Hilfiker-Kleiner D, Ansari AA.
(2006) Peripartum Cardiomyopathy: Inflamatory Markers as Predictors of
Outcome in 100 Prospectively Studied Patients. European Heart Journal, 27,
441-446.
36