Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intraokuler yang paling banyak
ditemui pada anak-anak; yang menduduki kedudukan kedua pada uveal malignant
melanoma dari semua tumor ganas primer intraokuler pada semua umur. Frekuensi
dari penyakit ini antara 1: 14.000 sampai 1:20.000 dari kelahiran hidup, tergantung
pada negara masing-masing. Diperkirakan 250-300 kasus baru muncul di Amerika
Serikat setiap tahunnya. Di Mexico, ada 6.8 kasus setiap 1 juta populasi telah
dilaporkan dibandingkan dengan 4 kasus per 1 juta penduduk di Amerika Serikat. Di
Amerika Tengah, terdapat peningkatan insiden pada tahun terakhir ini. Pada penyakit
ini tidak terdapat predileksi kelamin dan tumornya biasanya bilateral 30%-40% dari
kasus1,2.
Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominan
otosom, tetapi sekarang

diduga bahwa suatu alel di satu lokus di dalam pita

kromosom 13q14 mengontrol tumor bentuk herediter dan non herediter.


Retinoblastoma menunjukkan berbagai macam pola pertumbuhan, yaitu pola
pertumbuhan endofitik, eksofitik, dan infiltrasi difus. Pola pertumbuhan endofitik
biasanya berhubungan dengan vitreous seeding, dimana fragmen kecil dari jaringan
menjadi terpisah dari tumor utama. Pola pertumbuhan eksofitik berhubungan dengan
akumulasi cairan subretinal dan terjadinya sobekan pada retina. Jenis pertumbuhan
infiltrasi difus merupakan jenis pertumbuhan yang jarang dimana hanya 1,5% dari
seluruh pola pertumbuhan retinoblastoma.
Kebanyakan gejala dini dari retinoblastoma adalah leukokoria(refleks pupil yang
putih), strabismus, dan inflamasi intraokular. Diagnosis retinoblastoma umumnya bisa
1

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mata dasar yang lengkap. Sel Retinoblastoma


pada keadaan keluar mata dengan menyerang saraf opticus dan menyebar ke bagian
subarachnoid. Gambaran kalsifikasi bisa dilihat dengan CT Scan, MRI juga bisa
menjadi modalitas untuk menegakkan diagnosis dan mengevaluasi nervus optikus,
orbita, dan otak.
Prognosis retinoblastoma baik jika dilakukan terapi medis yang tepat. Terapi
medis yang dapat dilakukan bermacam-macam seperti External Beam Radiation
Therapy, plaq Isotop radioaktif, kemoterapi. Terapi pembedahan yang bisa dilakukan
meliputi enukleasi, krioterapi, fotokoagulasi, dan exenterasi.
Angka ketahanan hidup seluruh pasien retinoblastoma di Amerika dan Inggris saat
ini lebih dari 85%. Angka kesembuhan hampir 90% jika nervus optikus tidak terlibat
dan enukleasi dilakukan sebelum tumor melewati lamina kribrosa. Namun, kematian
dapat terjadi sekunder akibat perluasan ke intrakranial.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu diketahui cara diagnosis dini yang
akurat dan penatalaksanaan yang tepat bagi penderita retinoblastoma.1,2
1.2 Batasan Masalah
Pembahasan makalah ini dibatasi pada penataksanaan retinoblastoma.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memahami penatalaksanaan yang tepat pada
retinoblastoma.
1.4. Metode Penulisan
Metode yang dipakai pada penulisan makalah ini adalah tinjauan kepustakaan
yang merujuk kepada berbagai literatur ilmiah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di
tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm dibelakang
garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen
retina sehingga juga bertumbuk dengan membrana bruch, koroid dan sklera. Di
sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga
membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada
diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat,
sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini
berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sklera,
yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora
serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel permukaan dalam
korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina
dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalam adalah sebagai berikut : (1)
membran limitans interna, (2) lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel
ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus, (3) lapisan sel ganglion, (4) lapisan
pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel
amakrin dan sel bipolar, (5) lapisan inti dalam sel bipolar, amakrin dan sel horizontal,
(6) lapisan pleksiformis luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel
3

horizontal dengan fotoreseptor, (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor, (8) membran
limtans eksterna, (9) lapisan fotoreseptor segmaen dalam dan luar kerucut dan (10)
epitelium pigmen retina. Lapisan dalam membran bruch sebenarnya adalah membrana
basalis epitelium pigmen retina. 1

Gambar 1. Retina dan lapisannya

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Ditengah-tengah retina terdapat makula. Ditengah makula, sekitar 3,5 mm
disebelah lateral diskus optikus terdapat fovea. Fovea merupakan zona avaskular di
retina pada angiografi fluoresens. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea,

disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling tipis. Retina
menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaria yang berada tepat di luar
membrana bruch yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabangcabang dari arteri sentralis retina yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.
Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh korokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang
tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina
sebelah luar terletak setinggi lapisan retina1.
Sel-sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mampu mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat
saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan
warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya dan serat saraf yang
keluar dan hal ini menjamin penglihatan paling tajam. Diretina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama dan diperlukan sistem pemancar
yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama
digunakan untuk penglihtan sentral dan warna sedangkan bagian retina lainnya yang
sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang digunakan untuk penglihatan perifer
dan malam.1,2

2.2. Retinoblastoma
2.2.1. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor ganas intraokular diretina yang sering terdapat
pada anak-anak yang muncul di lapisan nuklear retina dari fokus multiple. Sering
tampak sebagai massa putih yang tumbuh kedalam vitreus dan menyebabkan
leukokoria ketika telah berukuran besar. Berasal dari retinoblast primitif. Bersifat
hampir selalu herediter yang diturunkan secara autosomal dominan dengan berbagai
penetrasi. Gen yang turun berperan berlokasi di kromosom 13q14.1,2
2.2.2. Epidemiologi
Insiden 1 : 14000 kelahiran hidup. Rata-rata didiagnosis usia 18 bulan dan
67% kasus unilateral. Kasus unilateral biasanya karena mutasi tetapi sekitar 1 dari 10
mungkin karena penyakit herediter. Individu yang selamat dari kasus bilateral akan
menurunkannya sebagai karakteristik dominan, tetapi yang selamat pada kasus
unilateral dan tanpa riwayat keluarga hanya berkesempatan 5% untuk menurunkan.
Anak-anak dengan retinoblastoma bilateral didiagnosa rata-rata pada usia 13 bulan,
sedangkan yang unilateral usia 24 bulan.2
2.2.3. Etiologi
Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominant
autosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus dalam pita kromosom
13q14 mengontrol tumor bentuk herediter dan non herediter. Gen retinoblastoma
normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau antionkogen.
Individu dengan penyakit yang herediter mempunyai suatu alel yang terganggu di
setiap sel tubuhnya; apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh
mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor1

Gambar 2. Pewarisan Retinoblastoma


2.2.4. Patofisiologi2,3,4
Konsep yang dianut sekarang secara luas adalah histiogenesis retinoblastoma
yang umumnya muncul dari sel precursor multipotensial (mutasi lengan panjang
kromosom 13/13q14) yang bisa berkembang dalam hampir berbagai tipe sel lapisan
dalam dan luar retina. Secara intraokular, ini memperlihatkan variasi pola
pertumbuhan yang secara klasik telah digambarkan seperti :
1. Pertumbuhan endofitik
Pertumbuhan endofitik terjadi saat tumor menembus membrane limitan
interna dengan gambaran massa berwarna putih sampai krim yang
menunjukkan tidak adanya pembuluh darah superfisial atau pembuluh darah
tumor irregular yang kecil. Pola pertumbuhan ini biasanya berhubungan
dengan vitreous seeding, dimana fragmen kecil dari jaringan menjadi terpisah
dari tumor utama. Pada beberapa keadaan, vitreous seeding dapat meluas
menyebabkan sel tumor terlihat sebagai massa-massa spheroid yang
7

mengapung pada viteous dan bilik depan mata, menyerupai endoftalmitis atau
iridosiklitis dan mengaburkan massa tumor primer.
2. Pertumbuhan eksofitik
Pertumbuhan eksofitik terjadi pada celah subretinal. Pola pertumbuhan ini
biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan subretinal dan terjadinya
sobekan pada retina. Sel tumor dapat menginfiltrasi melalui membran Bruch
ke koroid dan kemudian menginvasi nervus siliaris.
3. Pertumbuhan infiltrasi difus
Jenis pertumbuhan ini merupakan jenis pertumbuhan yang jarang dimana
hanya 1,5% dari seluruh pola pertumbuhan retinoblastoma. Pertumbuhan ini
dikarakteristikkan dengan infiltrasi datar pada retina oleh sel tumor tanpa
massa tumor yang tampak jelas. Massa putih yang biasanya yang terlihat pada
jenis pola pertumbuhan retinoblastoma yang lihat jarang terjadi.
2.2.5. Klasifikasi5
Stadium retinoblastoma menurut Abramson:

Stage I: Penyakit intra okular; a. Tumor di retinal b. Perluasan kedalam koroid


c. Perluasan ke lamina cribrosa d. Perluasan ke dalam sklera..

Stage II: Penyakit orbital; a. Tersangka tumor Orbital (patologi penyebaran sel
episkleral), terbukti tumor orbital dengan biopsi, b. Keterlibatan nodus lokal.

Stage III: Tumor nervus optikus a. Tumor menembus lamina tetapi tidak
sampai membelah melintang b. Tumor membelah melintang pada nervus
optikus.

Stage IV: metastasis intracranial; a. CSF positive, b. Massa lesi CNS.


8

Stage V: metastasis hematogen; a. Lesi tulang positif b. Penyusupan ke organ


lain.

Klasifikasi retinoblastona menurut Reese-Ellswort:

Group I: a. Tumor soliter kurang dari 4 diameter diskus (DD) atau dibelakang
ekuator. b. Tumor multipel tidak lebih 4 DD atau dibelakang ekuator

Group II: a. Tumor soliter 4-10 DD atau dibelakang ekuator. b. tumor multipel
4-10 DD atau dibelakang ekuator

Group III: a. beberapa lesi anterior sampai ekuator. b. tumor soliter lebih dari
10 DD dibelakang ekuator.

Group IV: a. tumor multipel lebih dari 10 DD. b. beberapa lesi meluas ke
anterior menuju ora serata

Group V: a. Tumor masif meliputi setengah retina atau lebih. b. Vitreous


seeding

2.2.6. Diagnosis
Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai perkembangannya cukup lanjut
sehingga menimbulkan papil putih (leukokoria), strabismus atau peradangan
intraocular harus di evaluasi untuk mencari adanya retinoblastoma. Di stadiumstadium awal tumor biasanya terlihat hanya apabila dicari misalnya pada anak yang
memiliki riwayat keluarga positif atau pada kasus-kasus di mana yang lain telah
terkena.1
a. Gejala Klinis
Retinoblastoma bermanifestasi sebelum usia 3 tahun pada 90% anak. Orang
tua menemukan leukoria pada 60% anak, Strabismus (20%) dan mata merah (10%).
Setiap anak dengan strabismus harus dilakukan pemeriksaan fundus dengan
melebarkan pupil untuk menyingkirkan kemungkinan retinoblastoma.6
9

Gejala klinis retinoblastoma dibagi atas3:


1) Stadium dini
Penampilan abnormal : leukokoria dan strabismus
Optalmoskopi menampakkan nodul tumor merah muda keputihan dari retina
ke dalam vitreus ( Pertumbuhan endofitik) atau pemisahan retina karena
proliferasi tumor subretina dan eksudasi (pertumbuhan eksofitik)

Gambar 3. Leukokoria penanda retinoblastoma


2) Stadium lanjut
a. Uveitis nyata : ekspansi tumor yang menyertai nekrosis ke dalam vitreus
dan bilik depan menghasilkan akumulasi materi sel proses peradangan
(pseudohipopion)

Gambar 4. Psudohipopion
10

b. Glaukoma

neovaskuler

sekunder : nekrosis

fokal

dalam tumor

menyebabkan dilepaskannya faktor pertumbuhan endotel vaskuler dengan


neovaskularisasi di retina dan iris disertai oleh glaukoma sudut tertutup
sekunder
3) Keterlibatan orbital
Nekrosis masif tumor dalam bola mata dikaitkan dengan selulitis orbital akut.
Tercatat bahwa tumor ini disuplai hanya oleh arteri retina sentral. Tumor
meluas sepanjang nervus optikus mencapai kavitas kranial dan perluasan
transkleral ke dalam orbit menyebabkan proptosis.

Gambar 5. Nekrosis masif tumor

b. Pemeriksaan ofalmoskop6,7,
Pada pemeriksaan oftalmoskop tampak gambaran keabu- abuan difundus,
dengan pembuluh darah baru dan hemoragik dipermukaannya, yang menyebar ke
dalan atau kebelakang bagian saraf retina yang menyebabkan pemisahan retina atau
mungkin tumbuh sebagai massa di vitreus.

11

Gambar 6. Gambaran funduskopi pada retinoblastoma


c. Pemeriksaan penunjang4,6,7
1. Pemeriksaan Laboratorium

Hitung jenis darah dan determinasi elektrolit membantu menyingkirkan


kondisi lain yang mirip dengan retinoblastoma. Specimen darah sebaiknya
diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga dari orang tua dan saudara
kandung untuk analisis DNA

Uji kadar enzim aqueous humor bermanfaat untuk pasien yang diduga
menderita retinoblastoma.

2. Pencitraan
Pada pemeriksaan CT scan tampak gambaran kalsifikasi dan perluasan tumor

Gambar 7. Gambaran CT scan pada retinoblastoma


12

USG USG berguna dalam membedakan retinoblastoma dari keadaan non


neoplastik. USG berguna juga untuk mendeteksi kalsifikasi. MRI dapat
berguna untuk memperkirakan derajat diferensiasi retinoblastoma namun tidak
sespesifik CT-Scan karena kurangnya sensitivitas mendeteksi kalsium. Pada
daerah dimana USG dan CT-Scan tidak tersedia, pemeriksaan X-ray dapat
merupakan modalitas untuk mengidentifikasi kalsium intraocular pada pasien
dengan media opaq.
3. Gambaran Histopatologi
Penemuan histology klasik pada retinoblastoma adalah Flexner-Wintersteiner
Rosettes. Terdapat berbagai variasi dalam gambaran histologi. Beberapa
neoplasia menunjukkan gambaran nekrosis dan foci kalsifikasi yang nyata.
Yang lain menunjukkan area diferensiasi glial.

Gambar 8. Flexner-Wintersteiner Rosettes


2.2.7. Diagnosis Banding
1. Primer hyperplasia vitreus persisten
2. Coats Disease
3. Toksokarias
4. Uveitis intermedia
13

5. Displasia retina
6. Retinositoma
2.2.8. Penatalaksanaan4,8,9
a. Medical Care
Terapi

medis

ditujukan

untuk

pengawasan

lengkap

tumor

dan

mempertahankan penglihatan sebisa mungkin.

External Beam Radiation Therapy (EBRT)


Dosis radiasi yang diberikan minimal yaitu 4000-4500 cGy dengan
efek terapi lokal yang tinggi. Namun, terdapat morbiditas dan
mortalitas yang signifikan yang berkaitan dengan terapi ini. EBRT
menghambat pertumbuhan tulang dimana terjadi hipoplasia. Yang lebih
penting lagi, EBRT justru meningkatkan resiko berkembangnya kanker
sekunder. Saat ini digunakan kemoterapi neoajuvant (kemoreduksi
yang dikombinasi dengan EBRT) yang diharapkan bisa menekan efek
buruk dari EBRT. EBRT masih di indikasikan pada beberapa keadaan
seperti
1. Signifikan vitreous seeding.
2. Pada anak-anak dengan perjalanan penyakit yang progresif
walaupun sedang menjalani terapi kemoreduksi.
3. Pada tumor yang berkembang melewati batas pemotongan
nervus optikus setelah enukleasi.

Plaq Isotop radioaktif


Biasanya digunakan radioaktif cobalt 60, iodine 125, iridium 192 dan
ruthenium 106. Radioaktif I 125 direkomendasikan sebagai terapi
pada tumor besar. Keuntungan plak isotop radioaktif adalah secara
14

langsung diarahkan ke tumor sehingga meminimalisir radiasi ke


jaringan normal. Namun kerugiannya karena diarahkan dosis yang
tinggi ke sklera, radiasi untuk lesi-lesi di anterior lebih sedikit.

Kemoterapi
Kemoterapi neoadjuvant primer atau kemoreduksi merupakan temuan
terapi retinoblastoma yang paling memberikan kemajuan signifikan.
Terapi ini digunakan untuk terapi retinoblastoma intraokuler group C
dan D. Kemoterapi profilaksis dianjurkan jika tumor sudah menyerang
nervus optikus yang telah melewati lamina kribrosa. Keuntungannya
adalah mengurangi komplikasi dari EBRT.
Obat antikanker yang digunakan adalah vinkristin (vincasar, oncovin
PFS), karboplatin (paraplatin) dan etoposide (toposar). Sebagai
kombinasi juga diberikan agen imunosupresi seperti siklosporin.
Pada

penelitian

oleh

kelompok

peneliti

Retinoblastoma

memperlihatkan bahwa penggunaan kemoterapi (karboplatin, etoposit,


dan vinkristin) sebagai terapi primer dalam mengurangi ukuran tumor
yang diikuti dengan berbagai terapi lokal (radioterapi-external beam
atau plak isotop, krioterapi, termoterapi dan fotokoagulasi) dapat
mengontrol perkembangan tumor.
b. Pembedahan
Terapi

pembedahan

tumor

merupakan

standar

terapi

pada

kasus

retinoblastoma tahap lanjut.

Enukleasi
Enukleasi dilakukan saat tidak ada kesempatan untuk mempertahankan
kemampuan visual/penglihatan. Pasien yang umumnya memerlukan
15

enukleasi adalah orang-orang dengan pelepasan retina total dan atau


segmen posterior penuh dengan tumor dimana pasien tidak dapat
mempertahankan fungsi penglihatan.

Krioterapi
Dapat digunakan secara primer untuk tumor berukuran kecil yang
berlokasi di anterior, yang jauh dari diskus dan makula, tetapi dapat
juga diindikasikan untuk rekurensi yang terjadi setelah terapi radiasi.
Siklus krioterapi diulangi 3-4 kali. Pengobatan berhasil jika
terangkatnya tumor secara lengkap dengan jaringan parut datar.

Fotokoagulasi
Dapat digunakan sebagai terapi primer untuk tumor berukuran kecil
yang berlokasi di anterior. Namun, fotokoagulasi dekat makula dapat
mengakibatkan defek dekat discus optikus dan penurunan kemampuan
visual. Fotokoagulasi dapat juga digunakan untuk tumor rekuren
setelah EBRT.

Exenterasi
Tetap digunakan pada banyak negara belum berkembang dimana telah
terdapat perluasan tumor ke daerah sekitar.

2.2.9. Komplikasi

Tumor nonokular sekunder bisa berkembang pada mereka yang selamat dari
retinoblastoma, seperti : osteosarcoma, sarcomas jaringan lunak, malignan
melanoma, , leukaemia, limfoma, dan tumor otal lainnya

16

Komplikasi vascular : kerusakan vascular retina dan perdarahan mungkin


terlihat setelah radiasi

2.2.10. Prognosis
Prognosis baik dimana anjuran perawatan medis tersedia. Secara keseluruhan
angka harapan hidup retinoblastoma di Amerika Serikat dan Inggris lebih dari 85%.
Angka penyembuhan hampir 90% apabila nervus optikus tidak terkena dan enukleasi
terjadi sebelum tumor melewati lamina cribrosa. Angka harapan hidup menurun 60%
apabila tumor meluas melewati lamina cribrosa bahkan bila ujung potongan saraf
terbebas dari sel tumor. Angka harapan hidup menurun kurang dari 20% apabila sel
ditemukan pada penampang melintang pembedahan. Kematian terjadi sekunder
terhadap pembesaran intracranial. Angka kematian apabila terjadi invasi ke koroid,
sclera, orbital adalah 21,6% dan 8,7% jika mengenai nervus optikus.

17

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Retinoblastoma adalah keganasan intraokuler primer yang paling banyak
terjadi pada anak-anak.
2. Retinoblastoma disebabkan mutasi pada gen RB1 yang berlokasi pada lengan
panjang dari kromosom 13 lokus 14 (13q14).
3. Retinoblastoma menunjukkan berbagai macam pola pertumbuhan, yaitu
pertumbuhan endofitik, eksofitik, dan infiltrasi difus.
4. Retinoblastoma diklasifikasi kan menjadi grup A, B, C, D, dan E menurut
International Classification System.
5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat penyakit keluarga dan
pemeriksaan oftalmologi
6. Terapi retinoblastoma meliputi terapi medis dan terapi pembedahan.
7. Prognosis retinoblastoma baik jika dilakukan terapi medis yang tepat.
8. Komplikasi yang terjadi dapat berupa tumor non okuler sekunder dapat
muncul pada penderita retinoblastoma dan komplikasi akibat radioterapi.

18

DAFTAR PUSTAKA
1.

Vaughan D, Taylor A, Riordan E. P. 2000. Retina dan Tumor IntraOkular.


Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widva Medika. Hal: 217-219.

2.

Schlote, et,al. 2006. Atlas of Opthalmology. Thieme, New York.

3.

Sehu, K Weng. 2005. Ophthalmic Pathology. An Illustrated Guide for


Clinician. Published by Blackwell Publishing Ltd. USA

4.

Marichelle L Aventura, et al. Retinoblastoma: Medication and Treatment.


2008. Diambil dari www.medscape.com

5.

Goodman, Randal. 2003. Ophto Notes . The Essential Guide. Thieme. New
York

6.

Lang, Gerhard K. Opthalmology. 2000. A Short Textbook.. Thieme, New


York.

7.

Crick, Pitt and Khaw. 2003. A Textbook of Clinical Opthalmology. Third


edition. World Scientific Publishing. USA.

8.

Retinoblastoma. Diakses dari http://www.wikipedia.com

9.

Retinoblastoma. Diakses dari http://www.mayoclinic.com

19

Anda mungkin juga menyukai