“Delirium Tremens”
Disusun Oleh:
Dosen Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................1
DAFTAR ISI .......................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................4
2. 1 Definisi .......................................................................................................4
2. 2 Epidemiologi...............................................................................................4
2. 3 Etiopatogenesis ..........................................................................................5
2. 4 Manifestasi Klinis ......................................................................................9
2. 5 Diagnosis ....................................................................................................10
2. 6 Diagnosis Banding .....................................................................................13
2. 7 Tatalaksana ................................................................................................14
2. 8 Komplikasi..................................................................................................16
2. 9 Pencegahan ................................................................................................16
2. 10 Prognosis ....................................................................................................16
BAB III KESIMPULAN .....................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................18
BAB I
2
PENDAHULUAN
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Delirium tremens, umumnya dikenal sebagai 'DTs' atau 'the shakes' adalah
bentuk manifestasi paling parah akibat putus alkohol secara absolut atau
relatif pada pengguna yang ketergantungan berat dengan riwayat
penggunaan yang lama.2,3 Ditandai dengan perubahan status mental
(menjadi sangat kebingungan) dan perubahan cara otak mengatur sirkulasi
darah serta pernapasan (hiperaktif). Delirium tremens pertama kali
dijelaskan pada tahun 1813 sebagai ‘brain fever’ yang disebabkan oleh
penyalahgunaan alkohol yang berlebihan. Nama withdrawal syndrome ini
berasal dari istilah latin yaitu 'trembling delirium' yang secara istilah
menggambarkan gejala utama yaitu delirium, tremor parah (gemetar) dan
kecemasan. Delirium sendiri dapat diartikan sebagai kondisi mental yang
bingung dan sering kali disertai halusinasi. Delirium tremens menggunakan
kriteria diagnostik untuk gangguan penggunaan alkohol (AUD) yang
tercantum dalam DSM-5 dengan subklasifikasi ringan, sedang, dan berat. 3,4
2. 2 Epidemiologi
Alkohol sebagai penyebab kematian ketiga yang dapat dicegah di Amerika
Serikat. menurut National Institutes on Alcohol Abuse and Alcoholism.
Setiap tahun 95.000 orang di Amerika Serikat meninggal karena penyebab
terkait alcohol.8 Prevalensi alcohol use disorder (AUD) menurut WHO
berkisar antara 0% - 16% tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi
terbesar di negara-negara Eropa Timur dimana 85% laki-laki dewasa
mengkonsumsi alkohol. Alcohol withdrawal syndrome (AWS) atau
Sindrom putus alkohol terjadi pada sekitar 8% pasien rawat inap AUD yang
dirawat di rumah sakit. AWS yang emergensi seperti delirium tremens,
risiko untuk menjadi delirium tremens di antara individu dengan
kecanduan alkohol kronis diperkirakan 5-10%. Hanya 5% pasien dengan
penghentian alkohol yang berkembang menjadi delirium tremens. Kurang
4
dari 50% orang yang bergantung pada alkohol mengalami gejala putus
alkohol yang signifikan dan memerlukan pengobatan farmakologis setelah
penghentian asupan alkohol. 3,5
2. 3 Etiopatogenesis 1,3,4,5,6,7
5
Gambar. Mekanisme perubahas sistem kerja otak akibat alkohol
Alkohol (zat etanol) bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat. Etanol
berinteraksi terutama dengan reseptor GABA yang merupakan
neurotransmitter penghambat yang menginduksi perasaan rileks dan sedasi.
Aktivasi reseptor ini meningkatkan efek GABA dengan mengubah cara
neurotransmitter dikelola di otak dengan meningkatkan reseptor GABA
sambil beraksi pada reseptor glutamat presinaps (mGluRs) dan kanal
kalsium presinaps (VSCCs) untuk menghambat pelepasan glutamat.
Sebagai tanggapan, saluran klorida terbuka, menyebabkan masuknya
klorida. Ini membuat sel menjadi hiperpolarisasi, menurunkan laju
pengaktifan neuron, yang pada akhirnya menghasilkan sedasi. Hambatan
pelepasan glutamat juga akan menyebabkan fenomena disinhibisi, yaitu
penurunan inhibisi oleh GABA karena menurunnya excitatory drive dari
glutamat. Akibat penurunan inhibisi ini, maka akan terjadi peningkatan
pelepasan dopamine oleh neuron dopaminergik di VTA. Aksi ini penting
6
untuk memperkuat aspek adiktif alkohol. Alkohol juga beraksi pada
reseptor µ dan menyebabkan pelepasan opioid endogen seperti enkephalin.
Hal ini berkontribusi pada timbulnya adiksi alkohol.
7
Konsumsi alkohol yang berlebihan akan meningkatkan level toleransi
peminum alkohol melalui proses yang disebut neuroadaptations: secara
bertahap reseptor di otak beradaptasi dengan efek dari alkohol untuk
mengimbangi rangsangan dan sedasi yang terjadi sehingga efek dari
alkohol dalam jumlah yang sama menjadi berkurang dari waktu ke waktu.
Hal ini menyebabkan seseorang yang mengonsumsi alkohol akan
menambah jumlah alkohol yang diminumnya untuk mendapatkan sensasi
yang dia inginkan karena jumlah yang sama tidak lagi memberikan efek
atau sensasi yang sama baginya. Proses toleransi ini sangat dipengaruhi
oleh reseptor GABA dan glutamat. Konsumsi alkohol akan menyebabkan
ketidakseimbangan aktivitas antara GABA dan NMDA.
Ketidakseimbangan fungsi ini semakin menjadi tak terkendali (overactive)
di otak apabila seseorang memutuskan untuk berhenti minum alkohol.
Delirium tremens terjadi pada pengguna alkohol kronis yang secara tiba-
tiba menghentikan penggunaan alkohol, Ketika alkohol dihentikan secara
tiba-tiba, terjadi penurunan fungsional dalam neurotransmitter GABA. Hal
ini menyebabkan hilangnya kontrol atau ketidakseimbangan terhadap
hambatan neurotransmitter peka rangsang seperti norepinefrin, glutamat,
dan dopamin.
8
2. 4 Manifestasi Klinis 1,3,6
Tremor
Sakit kepala
Gejala Minor Palpitasi (jantung berdebar)
(Awitan dini 6 jam-24 jam setelah Kecemasan
putus asupan alkohol terakhir) Mual
Muntah
Insomnia
Halusinasi visual
Halusinasi auditorik
Gejala Mayor Tremor pada seluruh tubuh
(Awitan dini 10 jam – 72 jam Muntah
setelah putus asupan alkohol Diaforesis
terakhir) Hipertensi
9
alkohol berkembang menjadi
DTs
Kejang bisa kambuh tapi hanya
3% yang menjadi status
epileptikus
Kejang pada pasien
ketergantungan alkohol dapat
disebabkan oleh penggunaan
obat perangsang secara
bersamaan, seperti kokain atau
amfetamin, atau dari obat
penenang, seperti
benzodiazepin atau barbiturat
Kebingungan global yang
mendalam (ciri khas DTs)
Agitasi, gaduh gelisah
Delirium Tremens (DTs)
Disorientasi
(Awitan dini 48 – 72 jam atau 3 –
Diaforesis
10 hari setelah putus asupan
Halusinasi
alkohol terakhir)
Demam
Hiperaktivitas otonom
(takikardia dan hipertensi)
Hipertermia
2. 5 Diagnosis 1,4,7
A. Anamnesis
Riwayat awal serta informasi terkait riwayat medis mencakup
penggunaan alkohol antara lain: riwayat dan pola penggunaan
alkohol (jumlah, durasi, pola penggunaan harian), adanya
ketergantungan, perhitungan jumlah alkohol yang dikonsumsi
perhari atau perminggu, riwayat komplikasi alkohol dan durasi
10
minum terakhir menjadi penting dalam mengenali tingkat keparahan
gejala.
Masalah kesehatan fisik.
Informasi tambahan harus diidentifikasi mengenai penyakit
penyerta (kormobid) seperti gagal jantung, penyakit jantung
koroner, penyakit hati kronis, dan lain-lain.
Penggunaan zat lainnya, termasuk obat-obat yang dijual bebas.
Masalah psikologis dan sosial.
B. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada temuan khusus pada pemeriksaan fisik yang dapat
mendiagnosis delirium tremens (DTs). Namun, DTs sering muncul
dengan penyakit yang menyertai, jadi pemeriksaan fisik yang cermat
harus dilakukan untuk mengungkap penyakit yang berpotensi serius
yang mungkin ada. Pencarian tanda-tanda trauma juga harus disertakan.
C. Pemeriksaan Penunjang
Tujuan Menilai tingkat kerusakan tubuh akibat penggunaan alkohol.
Hitung darah lengkap
Pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal
CT-Scan kepala
Indikasi
- Kejang baru
- Kejang terjadi selama lebih dari 6 jam
- Kejang fokal
- Bukti trauma kepala
Pungsi Lumbal
Pasien dengan sindrom putus alkohol yang mengalami kejang terus
menerus harus menjalani pungsi lumbal jika tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Beberapa pasien mungkin tidak
memiliki tanda klasik meningitis, seperti kaku kuduk, dan cairan
11
serebrospinal (CSF) dari pasien ini harus diperiksa untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pleositosis CSF sering
muncul setelah kejang penarikan, bahkan tanpa adanya infeksi atau
perdarahan intrakranial. Namun, pleositosis CSF setelah kejang
tidak boleh hanya dikaitkan dengan kejang tanpa mencari penyebab
infeksi yang dapat diobati.
D. Pedoman Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk sindrom putus zat alkohol (alcohol
withdrawal) berdasarkan DSM 5 dan ICD-11 untuk keadaan putus
zat dengan delirium.
Dokter perlu mengevaluasi tingkat keparahan penghentian alkohol
berdasarkan riwayat dan manifestasi klinis. Alat terbaik divalidasi
untuk menilai tingkat keparahan penarikan alkohol adalah Clinical
Institute Withdrawal Assessment for Alcohol, Revised (CIWA-Ar)
merupakan alat kuesioner 10 item dengan maksimum skor 67 yang
digunakan untuk mengevaluasi, memantau, dan mengobati
penarikan alkohol.
12
gangguan sentuhan, sakit kepala, agitasi, dan pengaburan
sensorium.
Dengan penilaian kesimpulan hasil skor :
- Skor 8 poin atau lebih rendah menunjukan gejala ringan
- Skor 9 hingga 15 menunjukkan gejala sedang
- Skor 15 atau lebih sesuai dengan gejala berat Berisiko
mengalami kejang dan DTs Harus segera diobati
13
Diagnosis banding :
Gagal hati akut
Ketoasidosis alkoholik
Abses otak
Penyakit ginjal kronis
Ketoasidosis diabetik
Trauma kepala
Ensefalopati hepatik
Ensefalopati Hipertensi
Hipoglikemia
Ensefalopati Uremik
2. 7 Tatalaksana 5,6,7
Tujuan pengobatan untuk penghentian alkohol adalah untuk mengontrol
agitasi, menurunkan risiko kejang, dan menurunkan morbiditas dan
mortalitas.
A. Farmakologi
Tiami: Tiamin dapat bermanfaat untuk mencegah kebingungan,
ataksia, opthalmoplegia (Ensefalopati Wernicke), gangguan akut
dan kronis yang disebabkan oleh defisiensi tiamin, dan gangguan
memori dan amnesia ( sindrom wernicke-korsakoff).
Magnesium: Defisiensi magnesium karena status gizi yang buruk
dan malabsorpsi. Magnesium menstabilkan membran, membantu
dalam pemeliharaan homeostasis kalium dan kalsium serta dapat
mengatasi tremor, kejang dan aritma.
Benzodiazepin (Pilihan utama DTs): Jenis obatnya seperti
Chlordiazepoxide (librium), diazepam (valium), dan lorazepam
(ativan) untuk perawatan DTs. Benzodiazepin dianggap sebagai
obat pilihan untuk pengelolaan semua tahap sindrom penarikan
alkohol, termasuk DT. Mekanisme kerja pada kompleks reseptor
14
benzodiazepine-GABA-klorida, memiliki efek potensiasi GABA
yang sama seperti alkohol. Pasien yang putus dari alkohol yang
menunjukkan salah satu fenomena putus alkohol harus
mendapatkan terapi benzodiazepin, seperti chlordiazepoxide 25-50
mg tiap 2-4 jam hingga pasien lepas dari bahaya. Tetapi jika tanda
delirium terlihat, berikan chlordiazepoxide 50-100 mg tiap 4 jam
peroral atau lorazepam intravena jika medikasi oral tidak
memungkinkan.
Fenobarbital: Dalam hubungannya dengan benzodiazepin dapat
menjadi efektif. Benzodiazepin meningkatkan frekuensi
pembukaan saluran klorida yang disebabkan oleh aktivasi reseptor
GABA-A yang membutuhkan kehadiran GABA presinaptik,
fenobarbital meningkatkan arus klorida GABA-A dengan
meningkatkan durasi pembukaan saluran klorida. Oleh karena itu,
fenobarbital dan benzodiazepin dapat memiliki efek klinis yang
sinergis, mendukung penggunaan fenobarbital sebagai tambahan
untuk benzodiazepin.
15
2. 8 Komplikasi 4,6
Oversedation
Kegagalan pernafasan
Aritmia jantung
Pneumonitis aspirasi
Hipertermia
Kematian
2. 9 Pencegahan 6
Bagi yang telah kecanduan alkohol, melakukan konseling ke psikiater
atau psikolog dapat membantu untuk mengurangi ketergantungan
terhadap alkohol.
Bagi yang tidak kecanduan alkohol, dapat mengurangi asupan alkohol.
Pencegahan dengan skrining rutin: AUDIT (Alcohol Use Disorders
Identification Test) atau CAGE (cut-hate-guilty-eye) sangat membantu
dalam penyaringan.
2. 10 Prognosis
Pengobatan dini dapat menurunkan angka kematian hingga kurang dari
5%. Kondisi paling umum yang menyebabkan kematian pada pasien DTs
adalah gagal napas dan aritmia jantung. Faktor risiko seperti pneumonia,
pankreatitis, usia lanjut, riwayat masalah kesehatan lainnya dapat
menyebabkan peningkatan mortalitas. 6
16
BAB III
KESIMPULAN
DTs merupakan manifestasi klinis dari sindrom putus alkohol yang bersifat
emergensi ditandai dengan perubahan status mental (kebingungan global) dan
hiperaktivitas otonom (takikardia dan hipertensi). Diagnosis dini dan skrining
dapat mengurangi angka kejadian DTs serta dengan terapi yang tepat dapat
mengurangi angka mortalitas bervariasi dari 5 hingga 15%. Kegagalan mengobati
atau keterlambatan diagnosis dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahman A. Paul M. (2020) Delirium tremens. In: StatPearls. StatPearls
Publishing. Dalam https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482134/
(Diakses 6 Febuari 2021).
2. Muslim R. (2019) Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-
III, DSM-5, ICL-11. Cetakan ke – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta : PT Nuh Jaya.
3. Lavole S. (2013) What Is Delirium Tremens? - Symptoms, Treatment &
Definition. Dalam https://study.com/academy/lesson/what-is-delirium-
tremens-symptoms-treatment-definition.html. (Diakses 4 Febuari 2021).
4. Schuckit MA. (2014) Recognition and management of withdrawal
delirium (delirium tremens). New England Journal of Medicine, Vol. 371,
No 22. p. 2109-2013. DOI: https://doi.org/10.1056/nejmra1407298
5. Jesse S. et al. (2017) Alcohol withdrawal syndrome: mechanisms,
manifestations, and management. Acta Neurologica Scandinavica, Vol.
135, No 1. p. 4-16. DOI: https://doi.org/10.1111/ane.12671
6. Burns M J. (2020) Delirium Tremens (DTs). Dalam Medscape.com :
https://emedicine.medscape.com/article/166032-overview (6 Febuari
2021).
7. Supriyanto I. (2020) Alcohol Use Disorder. Dalam Alomedika:
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/alcohol-use-disorder (6
Febuari 2021).
8. Kattimani S, Bharadwaj B. (2013) Clinical management of alcohol
withdrawal: A systematic review. Ind Psychiatry J. Vol. 22, No 2, p. 100-
108. DOI: 10.4103/0972-6748.132914.
18