Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Data SEARO menunjukkan bahwa konsumsi minuman
alkohol di Indonesia rata-rata 0,1 L/tahun per orang. Di Negara
maju konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan kecelakaan lalu
lintas, namun di negara berkembang seperti Indonesia konsumsi
alkohol lebih sering diberitakan kasus intoksikasi (terutama
metanol). Di Amerika Serikat, konsumsi alkohol diduga
"bertanggungjawab" terhadap 15.000 kematian karena kecelakaan
lalu lintas setiap tahun
Kita temui berbagai pemberitaan di surat kabar dalam 5
tahun terakhir menunjukkan penggunaan alkohol dalam taraf
membahayakan masih banyak terjadi di Indonesia dan jumlahnya
pun terus meningkat. Kejadian penggunaaan alkohol tersebut juga
telah tersebar di seluruh daerah di Indonesia dan digunakan oleh
anak - anak hingga dewasa.
Kejadian penyitaan miras, pembatasan bahan baku miras
hingga kasus-kasus kesakitan dan kematian akibat miras yang
diberitakan di surat kabar dan televisi tentu saja merupakan suatu
fenomena gunung es yang angka kejadian sesungguhnya jauh
lebih besar daripada yang diberitakan. Gejala yang diberitakan
biasanya adalah mual, muntah -muntah, sesak nafas, dan
pandangan mata kabur. Banyak diantara para pengguna alkohol
tersebut yang nyawanya tidak terselamatkan dan mengakibatkan
kecacatan. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan para dokter
terutama yang bertugas di unit gawat darurat dalam mengatasi
masalah emergensi pada penggunaan alkohol perlu ditingkatkan.

B. DEFINISI
Alkohol adalah kelompok cairan organik yang memiliki gugus
(OH) dalam struktur kimianya. Alkohol dapat dibagi menjadi

1
beberapa golongan berdasar panjangnya rantai karbon dalam tiap
struktur dasarnya. Methanol (methyl-alcohol), Ethanol (ethyl-
alcohol), Propanol (propyl-alcohol), Butanol (Butyl-alcohol). Etanol
merupakan golongan alkohol yang paling populer, dan "resmi"
diperdagangkan sebagai minuman keras di Indonesia.

Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat ke dalam


tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan
dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila
diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Keracunan memiliki
gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan tepat
karena penanganan yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan
hanya akan memperparah keracunan yang dialami penderita.

Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis zat


yang digunakan (dose-dependent), individu dengan kondisi organic
tertentu yang mendasari (misalnya insufisiensi ginjal atau hati) yang
dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang
tidak proporsional.

Intoksikasi alkohol akut dapat dikenali dengan gejala-gejala :


 ataksia dan bicara cadel/tak jelas
 emosi labil
 napas berbau alkohol
 mood yang bervariasi

Komplikasi akut pada intoksikasi atau overdosis :


 paralisis pernapasan, biasanya bila muntahan masuk
saluran pernapasan
 obstructive sleep apnoea
 aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebih dari
0,4 mg/ml

Gejala klinis sehubungan dengan overdosis alkohol dapat meliputi:

2
 penurunan kesadaran, stupor atau koma
 perubahan status mental
 kulit dingin dan lembab, suhu tubuh rendah
Intoksikasi yang terkait alkohol, termasuk methanol, etilen
glikol, dietilen glikol, propilenglikol, dan ketoasidosis alkoholik dapat
menunjukkan metabolik asidosis dengan kesenjangan osmolal.
Akumulasi alkohol dalam darah dapat menyebabkan peningkatan
kesenjangan anion dan menurunnnya kadar bikarbonat. Di samping
metabolik asidodis, gagal ginjal akut, dan gangguan saraf dapat
terjadi pada pasien yang mengalami intoksikasi alkohol. Dialisis
untuk menghilangkan alkohol yang belum termetabolisme dan
mengatasi anion asam organic dapat membantu dalam terapi
intoksikasi alkohol. Pemberian fomepizol atau etanol yang dapat
menghambat enzim alkohol dehidrogenase bermanfaat dalam
terapi intoksikasi etilen glikol dan methanol.

Intoksikasi alkohol yang umum terjadi

C. EPIDEMIOLOGI

3
Berdasarkan penelitian pria 4 kali lebih sering menjadi
pecandu alkohol dibandingkan wanita. Di Indonesia ada sekitar 3,4
juta orang pecandu alkohol yang 80% diantaranya berusia 20-24
tahun dan hampir 8% orang dewasa.

D. ETIOLOGI
1. Riwayat Masa Kanak-kanak
Beberapa faktor telah teridentifikasi dalam riwayat masa
kanak-kanak dari seseorang yang memiliki gangguan
berhubungan dengan alkohol. Anak-anak yang beresiko yaitu
jika satu atau lebih orang tuanya adalah pengguna alkohol.
Gangguan kepribadian khususnya gangguan kepribadian
antisosial juga merupakan predisposisi seseorang kepada suatu
gangguan berhubungan dengan alkohol.

2. Faktor Psikoanalisis
Menurut teori psikoanalisis, orang dengan superego
yang keras yang bersifat menghukum diri sendiri berpaling ke
alkohol sebagai cara menghilangkan stres bawah sadar
mereka. Beberapa dokter psikiatrik psikodinamika
menggambarkan kepribadian umum dari seseorang dengan
gangguan berhubungan dengan alkohol adalah pemalu,
terisolasi, tidak sabar, iritabel, penuh kecemasan, hipersensitif,
dan terrepresi secara seksual.
Pada tingkat yang kurang teoritis, alkohol dapat
disalahgunakan oleh beberapa orang sebagai cara untuk
menurunkan ketegangan, kecemasan, dan berbagai jenis
penyakit psikis. Konsumsi alkohol pada beberapa orang juga
menyebabkan rasa kekuatan dan meningkatnya harga diri.

3. Faktor Sosial dan Kultural

4
Beberapa lingkungan sosial menyebabkan minum yang
berlebihan. Asrama perguruan tinggi dan basis militer adalah
dua contoh lingkungan dimana minum berlebihan dipandang
normal dan prilaku yang diharapkan secara sosial. Sekarang
ini, perguruan tinggi dan universitas mencoba mendidik
mahasiswanya tentang resiko kesehatan dari minum alkohol
yang berlebihan.

4. Faktor Prilaku dan Pelajaran


Sama seperti faktor kultural, faktor prilaku dan pelajaran
juga dapat mempengaruhi kebiasaan minum, demikian juga
kebiasaan di dalam keluarga, khususnya kebiasaan minum
pada orang tua dapat mempengaruhi kebiasaan minum.

E. EFEK FISIOLOGI DARI ALKOHOL


Karakteristik rasa dan bau berbagai minuman yang
mengandung alkohol tergantung kepada metode pembuatannya,
yang menghasilkan berbagai senyawa dalam hasil akhirnya.
Senyawa tersebut termasuk metanol, butanol, aldehida, fenol,
tannins, dan sejumlah kecil berbagai logam. Walaupun senyawa ini
dapat menyebabkan suatu efek psikoaktif yang berbeda pada
berbagai minuman yang mengandung alkohol, perbedaan tersebut
dalam efeknya adalah minimal dibandingkan dengan efek etanol itu
sendiri.

Penggunaan etanol sering berhubungan dengan penekanan


pernafasan dan reflek muntah.

Glascow Coma Scale (GCS) secara statistik tidak


dipengaruhi oleh alkohol sampai kadar alkohol darah mencapai >
200 mg %. Jadi jangan memasukkan penuturunan kesadaran
karena alcohol kecuali kadar alkohol penderita sedikitnya 200 mg
%

5
a) Absorpsi
Kira-kira 10% alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi di
lambung, dan sisanya di usus kecil. Konsentrasi puncak alkohol
didalam darah dicapai dalam waktu 30-90 menit, biasanya
dalam 45-60 menit, tergantung apakah alkohol diminum saat
lambung kosong, yang meningkatkan absorbsi atau diminum
bersama makanan yang memperlambat absorbsi.
Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dalam darah
juga merupakan suatu faktor selama alkohol dikonsumsi, waktu
yang singkat menurunkan waktu untuk mencapai konsentrasi
puncak.
Tubuh memiliki alat pelindung terhadap masuknya
alkohol. Sebagai contoh, jika konsentrasi alkohol menjadi
terlalu tinggi didalam lambung, mukus akan disekresikan dan
katup pilorik ditutup, hal tersebut akan memperlambat absorbsi
dan menghalangi alkohol masuk ke usus kecil. Jadi, sejumlah
besar alkohol dapat tetap tidak terabsorbsi didalam lambung
selama berjam-jam. Selain itu, pilorospasme sering kali
menyebabkan mual dan muntah.
Jika alkohol telah diabsorbsi ke dalam aliran darah,
alkohol didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Jaringan yang
mengandung proporsi air yang tinggi memiliki konsentrasi
alkohol yang tinggi. Efek intoksikasi menjadi lebih besar jika
konsentrasi alkohol didalam darah tinggi.

b) Metabolisme
Kira-kira 90% alkohol yang diabsorbsi dimetabolisme di
hati, sisanya dieksresikan tanpa diubah oleh ginjal dan paru-
paru. Kecepatan oksidasi di hati konstan dan tidak tergantung
pada kebutuhan energi tubuh. Tubuh mampu memetabolisme
kira-kira 15 mg/dl setiap jam dengan rentan berkisar antara 10-
34 mg/dl per jamnya.

6
Alkohol dimetabolisme dengan bantuan 2 enzim yaitu
alkohol dehidrogenase (ADH) dan aldehida dehidrogenase.
ADH mengkatalisasi konversi alkohol menjadi asetilaldehida
yang merupakan senyawa toksik. Aldehida dehidrogenase
mengkatalisasi konversi asetaldehida menjadi asam asetat.
Aldehida dehidrogenase diinhibisi oleh disulfiram ( An-tabuse),
yang sering digunakan dalam pengobatan gangguan terkait
alkohol.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada wanita
memiliki ADH yang lebih rendah dari pada laki-laki, yang
mungkin menyebabkan wanita cenderung menjadi lebih
terintoksikasi dibanding laki-laki setelah minum alkohol dalam
jumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim yang
memetabolisme alkohol akan menyebabkan mudahnya
seseorang terjadi intoksikasi alkohol dan gejala toksik.

c) Efek prilaku
Hasil akhir alkohol memiliki fungsi depresan yang sangat
mirip dengan barbiturat dan benzodiazepin. Pada konsentrasi
0,05% alkohol didalam darah, maka pikiran, pertimbangan, dan
pengendalian akan mengalami kemunduran dan sering kali
terputus. Pada konsentrasi 0,1% aksi motorik akan canggung.
Pada konsentrasi 0,2% fungsi seluruh daerah motorik menjadi
terdepresi, bagian otak yang mengontrol prilaku emosional juga
terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3% seseorang biasanya
mengalami konfusi dan dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi
0,4-0,5% dapat terjadi koma. Pada konsentrasi yang lebih
tinggi, pusat primitif di otak yang mengontrol pernapasan dan
kecepatan denyut jantung akan terpengaruhi dan dapat terjadi
kematian.

d) Efek fisiologis lain


 Hati

7
Efek dari penggunaan alkohol yang utama adalah
terjadinya kerusakan hati. Penggunaan alkohol walaupun
dalam jangka waktu yang pendek dapat menyebabkan
akumulasi lemak dan protein yang dapat menimbulkan
perlemakan hati (fatty liver) yang pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya pembesaran hati.

 Sistem gastrointestinal
Meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan terjadinya esofagitis, gastritis, dan ulkus
lambung. Perkembangan menjadi varises esofagus dapat
menyertai pada seseorang dengan penyalahgunaan alkohol
yang berat, pecahnya varises esofagus merupakan suatu
kegawatdaruratan medis yang sering menyebabkan
perdarahan bahkan kematian. Kadang-kadang juga dapat
terjadi gangguan pada usus, pankreatitis, insufisiensi pankreas,
dan kanker pankreas. Asupan alkohol yang banyak dapat
mengganggu proses pencernaan dan absorbsi makanan yang
normal. Sebagai akibatnya makanan yang dikonsumsi dalam
penyerapannya menjadi tidak adekuat.

 Gejala pada sistem saraf pusat.

8
 Sistem tubuh lain
Asupan alkohol yang signifikan dihubungkan dengan
meningkatnya tekanan darah, disregulasi lipoprotein dan
trigliserida serta meningkatkan terjadinya infark miokardium dan
penyakit serebrovaskular. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa
alkohol dapat merugikan sistem hemopoetik dan dapat
meningkatkan insidensi kanker, khususnya kanker otak, leher,
esofagus, lambung, hati, kolon, dan paru-paru. Intoksikasi akut
juga dapat menyebabkan hipoglikemia, yang jika tidak cepat
terdeteksi akan menyebabkan kematian mendadak pada orang
yang terintoksikasi.

 Tes laboratorium
Hasil tes laboratorium yang mungkin berhubungan
dengan alkohol adalah asam urat, trigliserida, glutamat
oksaloasetat transaminase serum (SGOT) atau aspartat
aminotransferase (AST), dan glutamatpiruvat transaminase
(SGPT) atau alanin aminotransferase (ALT).1

9
F. DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS:
Intoksikasi alkohol bukan merupakan kondisi yang ringan.
Intoksikasi alkohol yang parah dapat menyebabkan koma, depresi
pernapasan dan kematian, baik karena henti pernapasan atau
karena aspirasi muntah. Pengobatan untuk intoksikasi berat berupa
bantuan pernapasan mekanik diunit perawatan intensif, dengan
perhatian pada keseimbangan asam basa pasien, elektrolit, dan
temperatur.
Beberapa pasien menunjukkan labilitas mood, dengan
episode tertawa dan menangis yang saling bergantian (intermiten).

Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Alkohol

A. Baru saja menggunakan alkohol


B. Prilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna
secara klinis (misalnya, prilaku seksual atau agresif yang tidak
tepat, labilitas mood, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi
sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera
setelah ingesti alkohol
C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau
segera setelah pemakaian alkohol
1) Bicara cadel
2) Inkoordinasi
3) Gaya berjalan tidak mantap
4) Nistagmus
5) Gangguan atensi atau daya ingat
6) Stupor atau koma
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental lain

Tabel didasarkan dari DSM-IV, Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4. Hak cipta
American Psyciatric Association, Washington 1994.

10
G. DIAGNOSA BANDING PENURUNAN KESADARAN PADA
PENDERITA INTOKSIKASI ALKOHOL

H. LANGKAH -LANGKAH PENANGANAN INTOKSIKASI ALKOHOL


1. Deteksi dini dan evaluasi jalan nafas dengan segera.
2. Lakukan anamnesis dengan segera dan dalam waktu singkat.
Gejala utama terutama intoksikasi methanol menyebabkan:
i. Iritasi saluran pencernaan: nausea, muntah dan nyeri perut
ii. Intoksikasi susunan saraf pusat: pusing, bingung dan
penurunan kesadaran
iii. Toksisitas okuli: lihat apakah ada edema retina dan hiperemi
dari discus dan tajam penglihatan
iv. Asidosis metabolic
3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
1. Laboratorium yang penting
a. Darah lengkap
b. Urea/ elektrolit/ kreatinin; hitung anion gap (Na+)- (HCO3-
)- (Cl-).
2. Laboratorium pilihan
a. Kadar etanol darah
b. Urinalisis: untuk darah dan keton
c. Amylase serum
d. Test fungsi hepar (meliputi PT dan PTT)

11
e. Pemeriksaan toksikologi
f. Osmolalitas serum: berguna dalam kecurigaan adanya
alkohol yang lain, contoh methanol dan etilen glikol.
Harga normal 286 ± 4 mOsm/kg H2O. Hitung hitung
perbedaan osmolalitas ( harus melibihi 10 mOsm/kg)
g. Beda osmolalitas = osmolalitas yang terukur –
osmolalitas yang dihitung. Lihat pada Penggunaan
formula
h. Analisa gas darah: tidak penting jika saturasi oksigen
normal
 Pencitraan:
1. Foto dada: berguna jika riwayat nya ada trauma dada,
atau ada demam, atau ditemukan kelainan pada
pemeriksaan auskultasi.
2. foto servikal lateral, AP pelvis dan ekstremitas:
dibutuhkan berdasarkan riwayat dan pemeriksaan
fisik
3. Scaning kepala diperuntukkan pada kasus yang:
a. Adanya kejadian trauma kepala dengan
penurunan kesadaran yang persisten atau
ditemukan adanya kelainan neurologi fokal.
b. Penderita dengan keadaan mental yang
tidak menentu dengan kadar etanol darah
c. Tidak adanya perbaikan dalam, atau
perburukan dari, status neurologi sesuai
dengan waktu.
 EKG: berguna untuk mendeteksi adanya hubungan
dengan penyakit jantung, contoh penyakit jantung iskemi
atau kardiomiopati alkoholik
4. Terapi (Protap tatalaksana intoksikasi alcohol dari Kepmenkes RI
2010) yaitu:
1. Perawatan suportif

12
2. Bilas lambung, induksi muntah, atau gunakan karbon aktif
untuk mengeluarkan alcohol dari saluran cerna
(gastrointestinal) jika pasien datang kurang dari 60 menit
setelah minum alcohol.
3. Terapi obat:
a. Pengobatan agresif asidosis metabolic dengan natrium
bikarbonat
b. Terapi etanol:
Untuk mempertahankan kadar etanol 100-120 mg/dl

Beban : 0,6-0,8 g/kg

Pemeliharaan : 0,11 g/kg/j

Dialysis : 0,24 g/kg/j

Metode oral: tidak dipergunakan jika penderita menolak


dan tidak mempunyai reflek muntah

Beban : gunakan 50% cairan unatuk memenuhi


beban dengan tabung Rele’s: 2 ml/kg dari 50% berikan
0,8 g/kg

Pemeliharaan : 0,11-0,13 g/kg/j

Penggunaan : 0,16 ml/kg/j dari 95% larutan tetapi


didilusikan dengan air 1:1 untuk menghindari terjadinya
gastritis dan berikan 0,33 ml/kg/j

Tingkatkan proporsional dengan dialisis.

c. Fomeprisole (suatu inhibitor alkohol dehidrogenase


sintetik) terapi untuk penderita yang diduga ataupun
peminum dan terintoksikasi etilen glikol ataupun
methanol.
Tanpa hemodialisis

13
Beban : IV fomeprizole 15 mg/kg, diikuti
dengan dosis 10 mg/kg setiap 12 jam X 4 dosis,
kemudian 15 mg/kg 12 jam setelahnya

Catatan :

1. Semua dosis yang diberikan melalui intravena dan


perlahan dengan normal salin atau dilarutkan
sepanjang 30 menit. Jangan memberikan tanpa
dilarutkan ataupun bolus.
2. Selama hemodialise : seringnya dosis harus
ditingkatkan setiap 4 jam dengan kecepatan yang
sama. Terapi harus dilanjutkan sampai kadar etilen
glikol atau methanol kurang dari 20 mg/dl dan tidak
ada gejala pada penderita

Fomediprizole oral : cocok untuk kasus2 dimana baru


saja minum dan tidak ada muntah.

Dosis: 15 mg/kg awalnya, diikuti dengan 5 mg/kg 12


jam kemudian; kemudian 10 mg/kg setiap 12 jam
sampai kadar etilen glikol dalam plasma tidak dapat
dideteksi.

4. Hemodialisis untuk menghilangkan kandungan


induk dan racun yang dihasilkan. Indikasinya :
a. Jika kadar dalam darah melebihi 25 mg/dl
b. Jika metabolic asidosis tidak dapat diperbaiki
c. Dengan ancaman terjadinya gagal ginjal
d. Dengan gejala penglihatan pada keracunan
metanol
 Kondisi Koma:
1) Posisi miring untuk mencegah aspirasi
2) Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit

14
3) Injeksi Tiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya
Wernicke Encephalopathy lalu 50 ml Dekstrose 50% iv
(urutan jangan sampai terbalik)
 Problem Perilaku (gaduh/gelisah):
1) Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
2) Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut
atau merasa terancam
3) Buat suasana tenang
4) Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau
Haloperidol 5 mg per oral, bila gaduh gelisah berikan secara
parenteral (i.m)

Terapi obat untuk intoksikasi dan putus alkohol

Psikoterapi
Psikoterapi memusatkan pada alasan seseorang
mengapa minum. Fokus spesifik adalah dimana pasien
minum, dorongan premotivasi dibelakang minum, hasil yang

15
diharapkan dari minum, dan cara alternatif untuk mengatasi
situasi tersebut.

Medikasi Disulfiram
Disulfiram (antabuse) menghambat secara kompetitif
enzim aldehida dehidrogenase, sehingga biasanya minuman
segelaspun biasanya menyebabkan reaksi toksik karena
akumulasi asetaldehida didalam darah. Pemberian obat
tidak boleh dimulai sampai 24 jam setelah minuman terakhir
pasien. Pasien harus dalam kesehatan yang baik, sangat
termotivasi, dan bekerja sama. Dokter harus
memberitahukan pasien akibat meminum alkohol saat
menggunakan obat dan selama 2 minggu setelahnya.

Mereka yang menggunakan alkohol sambil meminum


disulfiram 250 mg setiap harinya akan mengalami
kemerahan dan perasaan panas pada wajah, sklera,
anggota gerak atas dan dada. Mereka akan menjadi pucat,
hipotensif dan mual juga mengalami malaise yang serius.
Pasien juga akan mengalami rasa pusing, pandangan kabur,
palpitasi, sesak dan mati rasa pada anggota gerak. Dengan
dosis lebih dari 250 mg maka dapat terjadi gangguan daya
ingat dan konfusi.

Psikotropika

Obat antiansietas dan antidepresan dapat mengobati


gejala kecemasan pada pasien dengan gangguan terkait
alkohol.

Terapi Prilaku

Terapi prilaku mengajarkan untuk menurunkan


kecemasan. Latihan ditekankan pada latihan relaksasi,
latihan ketegasan, keterampilan mengendalikan diri, dan

16
strategi baru untuk menguasai lingkungan. Sejumlah
program pembiasaan prilaku (operant conditioning)
Membiasakan untuk memodifikasi prilaku minum atau untuk
berhenti minum. Dorongan berupa hadiah keuangan,
kesempatan untuk tinggal dalam lingkungan rawat inap yang
baik, dan jalur untuk memasuki interaksi sosial yang
menyenangkan.

Halfway House

Pemulangan seorang pasien dari rumah sakit sering


kali memiliki masalah penempatan yang serius. Rumah dan
lingkungan keluarga lainnya mungkin menghalangi, tidak
mendukung, atau terlalu tidak berstruktur. Halfway house
adalah suatu sarana pengobatan yang penting yang
memberikan bantuan emosional, konseling, dan
pengembalian progresif ke dalam masyarakat.

I. KOMPLIKASI
a. Kebutaan permanen
b. Asidosis laktat
c. Hipokalemia
d. Asidosis metabolik
e. Depresi kardiovaskular
f. Gagal napas akut
g. Pneumonia aspirasi
h. Gagal ginjal akut
i. Perdarahan intrakranial dan koma.

J. PROGNOSIS
a. Prognosis buruk bila terjadi asidosis metabolik yang berat
dan terdapat penyakit penyerta pemakaian alkohol kronik

17
b. Prognosis buruk bila kadar pH <7,1, asidosis laktat yang
berat, hipotensi yang berat dan kadar serum metanol >50
sampai 100 mg.dl dan keterlambatan penanganan lebih dari
24 jam setelah keracunan
c. Kematian disebabkan oleh komplikasi
d. Angka kematian keracunan metanol dilaporkan sebesar 48%
e. Sekuele yang dijumpai pada pemantauan selama 6 tahun
setelah keluar rumah sakit adalah gangguan neurologis baru
(36%) dan gangguan penglihatan (36%).

K. KRITERIA PEMULANGAN

a. Dapat makan/ minum


b. Berjalan dengan langkah yang tegap orientasi terhadap
sekitar
c. Tersedianya teman atau keluarga yang bersama dengan
penderita.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, edisi 3,


jilid I, 1999, hal : 434 – 437.

DSM-IV, Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4. Hak


cipta American Psyciatric Association, Washington 1994.1
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.

Katz K D, Sakamoto K M, Pinsky M R. Organophosphate Toxicity.


Medscape eMedicine, 2011. Available on:
http://emedicine.medscape.com/article/167726-overview.
Accessed: 4th May 2011.
MM Panggabean, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV, jilid 1,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006, hal : 1513 – 1514.

Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.


Jilid I, edisi IV. 2006. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Page 214-16

19

Anda mungkin juga menyukai