TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh
yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat
menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan
dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda dengan alergi, keracunan
memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan tepat
karena penanganan yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan hanya
akan memperparah keracunan yang dialami penderita.2
Dalam ilmu kimia alkohol atau alkanol adalah istilah yang umum
untuk senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat
pada atom karbon dimana atom karbon itu sendiri juga terikat pada atom
hidrogen atau atom karbon yang lain. Etil alkohol juga disebut sebagai
etanol merupakan bentuk alkohol yang umum, sering kali disebut alkohol
minuman. Rumus kimia untuk etanol adalah CH3-CH2-OH. Dari semua
jenis alkohol yang diketahui dalam ilmu kimia, etanol merupakan satu-
satunya yang digunakan dalam batas tertentu oleh manusia untuk berbagai
maksud dan tujuan (sebagian besar alkohol lainnya terlalu toksik untuk
diminum).1,4,5
2.2 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian pria 4 kali lebih sering menjadi pecandu
alkohol dibandingkan wanita. Kira-kira 85% dari semua penduduk
Amerika Serikat pernah menggunakan minuman yang mengandung
alkohol sekurang-kurangnya satu kali dalam hidupnya. Dan kira-kira 51%
dari semua orang dewasa di Amerika Serikat merupakan pengguna alkohol
saat ini. Di Indonesia sendiri ada sekitar 3,4 juta orang pecandu alkohol
yang 80% diantaranya berusia 20-24 tahun dan hampir 8% orang
dewasa.1,5,7
2
a) Absorpsi
Kira-kira 10% alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi di lambung,
dan sisanya di usus kecil. Konsentrasi puncak alkohol didalam darah
dicapai dalam waktu 30-90 menit, biasanya dalam 45-60 menit, tergantung
apakah alkohol diminum saat lambung kosong, yang meningkatkan
absorbsi atau diminum bersama makanan yang memperlambat absorbsi.1
Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dalam darah juga
merupakan suatu faktor selama alkohol dikonsumsi, waktu yang singkat
menurunkan waktu untuk mencapai konsentrasi puncak. Absorbsi paling
cepat 15-30% (kemurnian -30 sampai -60).1
Tubuh memiliki alat pelindung terhadap masuknya alkohol.
Sebagai contoh, jika konsentrasi alkohol menjadi terlalu tinggi didalam
lambung, mukus akan disekresikan dan katup pilorik ditutup, hal tersebut
akan memperlambat absorbsi dan menghalangi alkohol masuk ke usus
kecil. Jadi, sejumlah besar alkohol dapat tetap tidak terabsorbsi didalam
lambung selama berjam-jam. Selain itu, pilorospasme sering kali
menyebabkan mual dan muntah.1
Jika alkohol telah diabsorbsi ke dalam aliran darah, alkohol
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Jaringan yang mengandung
proporsi air yang tinggi memiliki konsentrasi alkohol yang tinggi. Efek
intoksikasi menjadi lebih besar jika konsentrasi alkohol didalam darah
tinggi.1
b) Metabolisme
Kira-kira 90% alkohol yang diabsorbsi dimetabolisme di hati,
sisanya dieksresikan tanpa diubah oleh ginjal dan paru-paru. Kecepatan
oksidasi di hati konstan dan tidak tergantung pada kebutuhan energi tubuh.
Tubuh mampu memetabolisme kira-kira 15 mg/dl setiap jam dengan
rentan berkisar antara 10-34 mg/dl per jamnya.1
Alkohol dimetabolisme dengan bantuan 2 enzim yaitu alkohol
dehidrogenase (ADH) dan aldehida dehidrogenase. ADH mengkatalisasi
konversi alkohol menjadi asetilaldehida yang merupakan senyawa toksik.
Aldehida dehidrogenase mengkatalisasi konversi asetaldehida menjadi
3
asam asetat. Aldehida dehidrogenase diinhibisi oleh disulfiram ( An-
tabuse), yang sering digunakan dalam pengobatan gangguan terkait
alkohol.1
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada wanita memiliki
ADH yang lebih rendah dari pada laki-laki, yang mungkin menyebabkan
wanita cenderung menjadi lebih terintoksikasi dibanding laki-laki setelah
minum alkohol dalam jumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim yang
memetabolisme alkohol akan menyebabkan mudahnya seseorang terjadi
intoksikasi alkohol dan gejala toksik.1
d) Efek prilaku
Hasil akhir aktivitas molekular adalah bahwa alkohol memiliki fungsi
depresan yang sangat mirip dengan barbiturat dan benzodiazepin. Pada
konsentrasi 0,05% alkohol didalam darah, maka pikiran, pertimbangan, dan
pengendalian akan mengalami kemunduran dan sering kali terputus. Pada
konsentrasi 0,1 aksi motorik akan canggung. Pada konsentrasi 0,2% fungsi
4
seluruh daerah motorik menjadi terdepresi, bagian otak yang mengontrol
prilaku emosional juga terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3% seseorang
biasanya mengalami konfusi dan dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi 0,4-
0,5% dapat terjadi koma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pusat primitif di
otak yang mengontrol pernapasan dan kecepatan denyut jantung akan
terpengaruhi dan dapat terjadi kematian.1
Sistem gastrointestinal
Meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
terjadinya esofagitis, gastritis, aklorhidria, dan ulkus lambung. Perkembangan
menjadi varises esofagus dapat menyertai pada seseorang dengan
penyalahgunaan alkohol yang berat, pecahnya varises esofagus merupakan
suatu kegawatdaruratan medis yang sering menyebabkan perdarahan bahkan
kematian. Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan pada usus, pankreatitis,
insufisiensi pankreas, dan kanker pankreas. Asupan alkohol yang banyak
dapat mengganggu proses pencernaan dan absorbsi makanan yang normal.
Sebagai akibatnya makanan yang dikonsumsi dalam penyerapannya menjadi
tidak adekuat.1
Tes laboratorium
Kadar gamma-glutamiyl transpeptidase meningkat pada kira-kira 80%
dari semua pasien dengan gangguan berhubungan dengan alkohol, dan volume
korpuskular rata-rata (MCV; mean corpuscular volume) meningkat kira-kira
60%. Hasil tes laboratorium lain yang mungkin berhubungan dengan
gangguan berhubungan dengan alkohol adalah asam urat, trigliserida, glutamat
oksaloasetat transaminase serum (SGOT) atau aspartat aminotransferase
(AST), dan glutamatpiruvat transaminase (SGPT) atau alanin
aminotransferase (ALT).1
2.4 GANGGUAN-GANGGUAN
6
Kadar Alkohol Dalam Darah dan Hubungannya Dengan Gejala Pada Sistem Saraf
Pusat.6
KONSENTRASI (g/dl) PEMINUM PEMINUM KRONIK
SPORADIK
0,050-0,075 (taraf pesta) Euforia, Suka -Tak tampak gejala
berkumpul -Sering masih terlihat
(gregarious), suka segar
mengomel
(garroulous)
0,100 (intoksikasi secara Tidak terkoordinasi Gejala minimal
hukum*)
0,125-0,150 Perilaku tak Menyenangkan, mulai
Terkontrol euforia, kurang
koordinasi
0,200-0,250 Hilang Membutuhkan
kewaspadaan, usaha untuk mem-
lethargy pertahankan
emosi/kontrol motorik
0,300-0,350 Stupor sampai koma Mengantuk, lamban
Lebih dari 0,500 Fatal, mungkin mem- Koma
butuhkan
Hemodialysis
*) Di beberapa Negara (atau negara bagian di AS seperti California) secara hukum
kadar 0.080 sudah ditetapkan sebagai intoksikasi.
7
c. Pesta minuman keras (tetap terintoksikasi sepanjang hari untuk
sekurangnya dua hari)
d. Mengkonsumsi kadang-kadang 5 takaran minuman keras (atau
ekuivalennya pada bir atau anggur)
e. Periode amnestik untuk peristiwa yang terjadi selama terintoksikasi
(blackout)
f. Terus minum walaupun adanya suatu gangguan fisik serius yang telah
diketahuinya dieksaserbasi oleh penggunaan alkohol
g. Minum alkohol yang bukan minuman, seperti bahan bakar atau produk
komersial yang mengandung alkohol
8
Beratnya gejala intoksikasi alkohol berhubungan secara kasar
dengan konsentrasi alkohol dalam darah, yang mencerminkan intoksikasi
alkohol didalam otak. Pada onset intoksikasi, beberapa orang menjadi suka
bicara dan suka berkelompok, beberapa menjadi menarik diri dan
cemberut, yang lainnya menjadi suka berkelahi. Beberapa pasien
menunjukkan labilitas mood, dengan episode tertawa dan menangis yang
saling bergantian (intermiten). Toleransi jangka pendek terhadap alkohol
dapat terjadi, orang tersebut tampak kurang terintoksikasi setelah berjam-
jam minum daripada setelah hanya beberapa jam.1
Komplikasi medis intoksikasi alkohol sering disebabkan karena
terjatuh yang dapat menimbulkan hematoma subdural dan fraktur. Tanda
yang menggambarkan intoksikasi akibat sering bertanding minum adalah
hematoma wajah, khususnya disekitar mata, yang disebabkan terjatuh atau
berkelahi saat mabuk.1
Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Alkohol
9
Tabel didasarkan dari DSM-IV, Dignostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, ed 4. Hak cipta American Psyciatric Association, Washington 1994.1
2.7 Pengobatan
Penatalaksanaan intoksikasi secara umum2
1. Stabilisasi
Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan
resusitasi kardiopulmoner yang dilakukan dengan cepat dan tepat berupa
pembebasan jalan napas, perbaikan fungsi pernapasan, dan perbaikan sistem
sirkulasi darah.
2. Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk
menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah
kerusakan.
3. Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari
pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan berikan
oksigen lembab 100% dan jika perlu beri ventilator.
4. Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari
racun yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring ke posisi mata
yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan
aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah
hilang.
5. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian,
arloji, sepatu dan aksesorisd lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik
yang kedap air dan tutup rapat, cuci bagian kulit yang terkena dengan air
mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan
handuk kering dan lembut.
6. Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga
tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau
10
mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan
kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.
7. Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran
racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal
setelah lebih dari 4 jam
8. Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada
obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial
sangat sedikit jumlahnya.
Medikasi
Terapi obat untuk intoksikasi dan putus alkohol
Psikoterapi
Psikoterapi memusatkan pada alasan seseorang mengapa minum. Fokus
spesifik adalah dimana pasien minum, dorongan premotivasi dibelakang minum,
hasil yang diharapkan dari minum, dan cara alternatif untuk mengatasi situasi
tersebut. Melibatkan pasangan yang tertarik dan bekerja sama dalam terapi
bersama (conjoint therapy) untuk sekurangnya satu sesion adalah sangat efektif.1
Medikasi
Disulfiram
Disulfiram (antabuse) menghambat secara kompetitif enzim aldehida
dehidrogenase, sehingga biasanya minuman segelaspun biasanya menyebabkan
12
reaksi toksik karena akumulasi asetaldehida didalam darah. Pemberian obat tidak
boleh dimulai sampai 24 jam setelah minuman terakhir pasien. Pasien harus dalam
kesehatan yang baik, sangat termotivasi, dan bekerja sama. Dokter harus
memberitahukan pasien akibat meminum alkohol saat menggunakan obat dan
selama 2 minggu setelahnya.1
Psikotropika
Terapi Prilaku
13
14
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. RA
Jeniskelamin : Perempuan
Umu : 2 4 tahun
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Kebun handil
Tanggal MRS : 3 Januari 2018
Keluhan Utama : Muntah-muntah dengan cairan berwarna merah gelap dan bercampur
buih.
15
dibawa ke rumah sakit. Alkohol yang dikonsumsi dikatakan jenis Red Label dengan volume
kurang lebih 600 cc. Dikatakan bahwa alkohol ini tidak dicampur dengan minuman apapun.
Riwayat Pengobatan:
Pasien dikatakan belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya untuk meringankan gejala
yang dialaminya.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Lemah, Agitasi
Kesadaran : Somnolen
Tanda vital : TD : 100/60mmHg
Nadi : 90 x/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 °C
Saturasi : 90%
STATUS GENERAL:
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, oedema palpebrae (-/-)
16
THT
Telinga : sekret tidak ada, pendengaran menurun tidak ada
Hidung : sekret tidak ada
Tenggorokan : tonsil T1/T1, hiperemis (-), pharing hiperemis (-)
Lidah : ulkus (-), papil lidah atropi (-)
Kelenjar parotis : tidak ditemukan pembesaran
Mukosa bibir : basah, stomatitis angularis (-)
Leher
JVP : PR + 0 cmH2O
Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran
Kelenjar parotis dan tiroid : tidak ditemukan pembesaran
Thoraks : Simetris
Cor:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas jantung ICS II midclavicular line sinistra, batas kanan jantung
parasternal line dekstra, batas kiri jantung midclavicular line sinistra ICS V
Auskultasi : S1S2tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo :
17
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : ascites (-), nyeri tekan tidak dapat dievaluasi, massa (-), hepar dan lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba,
Perkusi : timpani di semua regio
DIAGNOSIS KERJA
Intoksikasi Alkohol + Hematemesis e.c. suspek Ulkus Peptikum dd/ Ulkus Duodenum
Rencana Diagnosis
Endoskopi
18
Rencana Monitoring
Vital sign
Keluhan
FOLLOW UP PASIEN
F. Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
20
- Ad fungsionam : dubia ad bonam
21
BAB III
PEMBAHASAN
22
Obat-obatan agen anti-anxietas seperti pada golongan benzodiazepine belum perlu
digunakan karena tidak terjadi sampai gejala agitasi berat, halusinasi ataupun kejang pada pasien.
23
DAFTAR PUSTAKA
DSM-IV, Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4. Hak cipta American
Psyciatric Association, Washington 1994.1
Katz K D, Sakamoto K M, Pinsky M R. Organophosphate Toxicity. Medscape eMedicine, 2011.
Available on: http://emedicine.medscape.com/article/167726-overview. Accessed: 4th
May 2011.
Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, edisi IV. 2006.
Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Page
214-16
Ooi S, Manning P. Guide to Essentials in Emergency Medicine. Singapore: McGrawHill, 2004.
Page: 369-71
Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, edisi 3, jilid I, 1999, hal :
434 – 437.
MM Panggabean, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV, jilid 1, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2006, hal : 1513 – 1514.
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
24