Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KERACUNAN ALKOHOL

OLEH
KELOMPOK 8

NI KADEK POPPY INDRIANA (KP1219015)


COK ISTRI TRI WIDHIASIH (KP1219016)
MUHAMMAD ASRORUDDIN (KP1219033)
I WAYAN SUDIARSA (KP1219042)

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IX UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “ Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Keracunan Alkohol ” dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan


Gawat Darurat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat serta pihak yang tidak bisa kami
sebutkan satu per satu karena beliau banyak membantu dalam proses penulisan
penyusunan dan diskusi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Denpasar, 19 Maret 2021

Tim penulis

i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kasus keracunan merupakan masalah masyarakat modern dan kejadiannya


terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga sering disebut sebagai
epidemicmodern. Keracunan adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan
fungsi organ tubuh karena kontak dengan bahan kimia. Berdasarkan gejala klinis
yang timbul, keracunan dibedakan atas keracunan akut, keracunan subklinis dan
keracunan samar, yang secara proporsional digambarkan sebagai  pyramid dengan
keracunan akut (KA) sebagai puncaknya.

Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain
alcohol; dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol. Hal ini
disebabkan karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada
minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Begitu juga dengan
alkohol yang digunakan dalam dunia famasi. Alkohol yang dimaksudkan adalah
etanol.

WHO menyebutkan, penyalahgunaan alkohol merupakan salah satu


pembunuh utama kaum muda India. Penelitian yang dilakukan oleh pemerintah
India pada tahun 2004 didapatkan bahwa 62,5 juta orang bergantung pada
minuman keras. Pada Juli 2009, 43 orang meninggal akibat miras lokal Gujarat
India Barat. Pada Mei 2008 lebih dari 168 orang meninggal di dua bagian India
Selatan, Karnataka dan Tamil Nadu, karena kasus serupa. Di Amerika Serikat
pada tahun 2012 terjadi 1612 kasus keracunan methanol. Kejadian keracunan
alkohol oplosan ini pun telah terjadi di kalangan masyarakat Indonesia,
diantaranya terdapat kejadian luar biasa miras oplosan hingga Desember 2014 di
Sumedang Jawa Barat mencapai 127 orang. Sementara di Garut terdapat korban
meninggal mencapai 16 orang. Pada Agustus 2013 di Cicalengka, Bandung
terdapat 33 kasus keracunan miras yang 12 diantaranya meninggal. Di Yogyakarta
antara Januari 2013-2014 terdapat sedikitnya 19 korban jiwa akibat minuman
keras oplosan, di Mojokerto pada Desember 2013 terdapat 17 orang meninggal.
Dari hasil uji laboraturium terungkap semua miras yang diminum mengandung

1
methanol dengan kadar 38-84% (Suaramerdeka, 2014). Di Bali sendiri telah
terjadi kasus keracunan di beberapa kabupaten yang diantaranya Kabupaten
Buleleng dan Bangli. Di Buleleng pada awal Januari 2014 telah terjadi kasus
keracunan arak methanol sebanyak 55 orang yang 3 orang diantaranya meninggal
dunia. Di Kabupaten Bangli sendiri, menurut informasi yang diberikan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Bali pada bulan September 2012 terdapat 41 kasus keracunan
dan belum lagi kasus –kasus yang belum terekspos (Pemerintah Provinsi Bali,
2012).

Atas pertimbangan permasalahan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat


topik permasalahan yang  mengenai keracunan alkohol, agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa, perawat dan khusunya bagi masyarakat yang belum
mengetahui mengenai hal ini.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan asuhan keperawatan


keracunan alkohol.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan konsep dasar penyakit pada pasien dengan diagnosa medis


keracunan alkohol.

2. Menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa


medis keracunan alkohol.

2
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Umum

Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dasar dari


keracunan alkohol.

1.3.2 Manfaat Khusus


1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan agar dapat menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan keracunan alkohol.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi praktisi
kesehatan khususnya keperawatan agar dapat meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan dalam menyusun asuhan keperawatan pada
pasien dengan keracunan alkohol.

3
BAB 2

KONSEP TEORI

2.1 Pengertian

Alkohol adalah senyawa-senyawa dimana satu atau lebih atom hidrogen


dalam sebuah alkana digantikan oleh sebuah gugus -OH. Alkohol mempunyai
rumus umum R-OH. Strukturnya serupa dengan air, tetapi satu hidrogennya
diganti dengan satu gugus alkil. Gugus fungsi alkohol adalah gugus hidroksil, -O.
Alkohol tersusun dari unsur C, H, dan O. Struktur alkohol : R-OH primer,
sekunder dan tersier.

Alkohol adalah golongan senyawa kimia alifatik yang mempunyai 1 gugusan


OH. Keracunan alkohol dapat mengakibatkan gangguan sistim saraf  pusat yang
berat, gangguan abdomen dan ginjal bahkan kematian.Golongan alkohol banyak
digunakan sebagai pelarut dan yang paling sering kita jumpai adalah methanol,
etanol, dan esopropanol. Senyawa yang sering kita kenal sebagai alkohol adalah
etanol. Sedangkan glikol atau etilen glikol adalah senyawa etan dengan 2 gugusan
– OH.

Seseorang dikatakan mengalami keracunan alkohol apabila jumlah alkohol


yang dikonsumsi melebihi toleransi individu dan menimbulkan gangguan fisik
dan mental. Takaran alkohol untuk menimbulkan gejala keracunan bervariasi
begantung dari kebiasaan minum dan sensitifitas genetic perorangan. Umumnya

4
35 gram alkohol menyebabkan penurunan kemapuan untuk menduga jarak dan
kecepatan serta menimbulkan euphoria. Alkohol sebanyak 75-80 gram akan
menimbulkan gejala keracunan akut dan 250-500 gram alkohol dapat merupakan
takaran fatal. Sebagai gambaran dapat dikemukan di sini kadar alkohol darah dari
konsumsi 35 gram alkohol dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

A=CxPxR

A = Jumlah alkohol yang diminum

C = Kadar alkohol dalam darah (mg%)

P = Berat badan (kg)

R = Konstanta (0,007)

2.2 Penyebab

Alkohol dalam bentuk etanol (etil alkohol) terkandung dalam minuman


beralkohol, obat kumur, ekstrak bahan masakan, beberapa obat dan produk rumah
tangga tertentu.Keracunan alkohol etil umumnya terjadi akibat minum terlalu
banyak minuman beralkohol, terutama dalam waktu singkat.Bentuk lain alkohol –
termasuk isopropil alkohol (ditemukan dalam alkohol, lotion dan beberapa produk
pembersih) dan metanol atau etilena glikol (bahan umum dalam antibeku, cat dan
pelarut) – dapat menyebabkan keracunan lainnyayang memerlukan pertolongan
medis darurat.

5
Alkohol tidak sama halnya dengan makanan. Tubuh memerlukan waktu
beberapa jam untuk mencerna makanan sedangkan alkohol diserap dengan cepat
oleh tubuh – jauh lebih cepat dibandingkan sebagian besar nutrisi lainnya.Dan
dibutuhkan lebih banyak waktu bagi tubuh untuk menyingkirkan alkohol yang
dikonsumsi.

Kebanyakan alkohol diproses oleh hati, dan secara umum, hati kita
membutuhkan sekitar satu jam untuk memproses (memetabolisme) alkohol dalam
satu minuman. Satu minuman didefinisikan sebagai berikut:

 12 ons (355 mililiter) bir biasa (dengan kadar alkohol sekitar 5 persen)
 8-9 ons (237-266 mililiter) malt minuman keras (dengan kadar alkohol sekitar
7 persen)
 5 ons (148 mililiter) anggur (dengan kadar alkohol sekitar 12 persen)
 1,5 ons (44 mililiter) 80 minuman keras (dengan kadar alkohol sekitar 40)

Minuman yang dicampur mungkin berisi lebih dari satu porsi alkohol dan
akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dimetabolisme tubuh.

2.3 Tanda Gejala

Tanda-tanda dan gejala keracunan alkohol, antara lain:

 Kebingungan
 Muntah
 Kejang
 Bernapas lambat (kurang dari delapan napas per menit)
 Bernapas tidak teratur (selang waktu lebih dari 10 detik antara setiap napas)
 Kulit biru-biruan atau kulit pucat

6
 Suhu tubuh rendah (hipotermia)
 Pingsan (tidak sadar) dan tidak dapat dibangunkan

Seseorang yang mengalami kecanduan alkohol tidak selalu memiliki semua


tanda dan gejala di atas, jadi jika Anda melihat seseorang menunjukkan tanda-
tanda dan gejala di atas setelah mengonsumsi alkohol, walaupun hanya beberapa,
segera cari pertolongan medis. Seseorang yang tidak sadar atau tidak dapat
dibangunkan berisiko mengalami kematian

2.4 Patofisiologi

Alkohol dapat larut sempurna dalam air, dan dapat masuk ke dalam hampir
semua sel, kecuali adiposit, & bersifat toksik pada semua jenis sel. Metabolisme
alkohol menghasilkan aldehid, yang juga bersifat larut dalam air dan sangat
toksik. Alkohol dan aldehid menyebabkan gangguan pada hampir semua proses
biokimia dalam tubuh.

Penyebab kematian pada intoksikasi alkohol akut adalah depresi napas,


aspirasi, hipotensi dan depresi kardiovaskular. Semua jenis alkohol dapat
menyebabkan intoksikasi bila diminum dalam julah yang cukup banyak, namun
yang paling sering menyebabkan intoksikasi adalah isopropanol ethylene glycol
dan metanol.

Intoksikasi alkohol sering bermanifestasi sebagai depresi glutamat yang


merupakan suatu neurotransmiter eksitator susunan saraf pusat, dan alkohol juga
meningkatkan aktivitas inhibisi dari Gama amino butric (GABA) dan glisin.
Alkohol juga mempengaruhi fosforilasi protein yang berperan dalam
fungsi signaling sel melalui kanal yang diatur oleh ligand.

7
Efek utama keracunan alkohol adalah depresi susunan saraf pusat. Gejala
yang timbul sangat tergantung pada kadar alkohol dalam darah (BAC = Blood
alcohol concentration). Pada kadar alkohol darah > 300 mg/dl, risiko depresi
napas dan henti jantung meningkat. Kematian dapat terjadi pada kadar alkohol >
500mg/dl.

Setelah ingesti peroral, metanol, etanol dan etilen glikol diserap secara
cepat oleh mukosa saluran cerna dan mecapai kadar puncak dalam plasma setelah
30-60 menit. Selanjutnya akan mengalami metabolisme di hepar dan kemudian
dieksresi terutama melalui ginjal.

Oksidasi alkohol terjadi di hepar dengan bantuan enzim alkohol


dehidrogenase (ADH), yang merupakan titik kunci dari metabolsime alkohol.
Metanol akan dimetabolisme menjadi formaldehid yang oleh enzim fornmaldehid
dehidrogenase menjadi formic acid, yang akan diubah menjadi CO2 dan H2O
yang tergantung oleh konsentrasi tetrahidrofolat.

Proses metabolisme ini sangat mudah menjadi jenuh dan menyebabkan


akumulasi formic acid di dalam darah. Etilen glikol di ubah menjadi glikoaldehid
dan etanol diubah menjadi asetaldehid. Glikoaldehid kemudian diubah menjadi
asam glikolik yang selanjutnya oleh enzim ALDH diubah menjadi L-lactic acid
dan d-lactic acid.

L-lactic acid kemudian diubah menjadi methylglyoxal, yang kemudian


masuk ke dalam jalur glukoneogenesis, sedangkan D-laktat akan dimetabolisme
menjadi piruvat dan CO2. Aston biasanya dieksresi lewat ginjal. Asetaldehid akan
dimetabolisme oleh ALDH menjadi asam astat yang kemudian diubah menjadi
asetil koenzim A, yang aka masuk dalam siklus asam sitrat.

8
Sebagian besar golongan alkohol akan diekresi lewat ginjal, etilen glikol
sebesar 20%, etanol sebesar 2-5% dan metanol sebesar 2%, sedangan 3% metanol
dieksresi lewat paru.

2.5 Pemeriksaan Dignostik

Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah,


cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit,
urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati ), EKG, Foto toraks/ abdomen,
Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat, Tes toksikologi kuantitatif
(Mansjoer Arif,2009).

2.6 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

1. Tindakan Emergensi
a. Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi
b. Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernapasan tidak adekuat.
c. Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki
perfusi jaringan.
2. Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda
usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang

9
setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan
pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya
menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif
bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila
keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga
berat tindakankumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan
pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi
pnemonia.
4. Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi
Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah,mulut
kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal (Suzanne C.
Brenda G.2011).

10
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat
Pengkajian di fokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan
nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa,
keadaan status jantung, dan status kesadaran
Riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan berapa lama
diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus
keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
Keluhan utamanya biasanya mual terus menerus seperti hendak
muntah namun tidak dapat memuntahkan isi perutnya. Nyeri kepala di
kedua sisi kepala seperti tertindih benda berat terus menerus yang tidak
dipengaruhi perubahan posisi tubuh, nafsu makan menurun.
1. Pemeriksaan Primer :
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat
trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary
survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan
segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :

 Airway maintenance dengan cervical spine protection

 Breathing dan oxygenation

 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal

 Disability-pemeriksaan neurologis singkat

11
 Exposure dengan kontrol lingkungan

Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan


primary survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan
yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah
sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota
tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim
dan anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway,
circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai
pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of
Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus dilakukan berulang-
ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk
perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah,
kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai
serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,
intervention, reassessment).

Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara


lain : (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :

a) Pengkajian Airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah


memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien
berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka
jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak
sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi
endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau
dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh

12
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien


antara lain :

 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat


berbicara atau bernafas dengan bebas?

 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien


antara lain:

 Adanya snoring atau gurgling

 Stridor atau suara napas tidak normal

 Agitasi (hipoksia)

 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest


movements

 Sianosis

 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas


bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :

 Muntahan

 Perdarahan

13
 Gigi lepas atau hilang

 Gigi palsu

 Trauma wajah

 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas


pasien terbuka.

 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada


pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang
belakang.

 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas


pasien sesuai indikasi :

 Chin lift/jaw thrust

 Lakukan suction (jika tersedia)

 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,


Laryngeal Mask Airway

 Lakukan intubasi

b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)

14
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-
langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada


pasien antara lain :

 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi


dan oksigenasi pasien.

 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah


ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating
injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.

 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling


iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk
diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.

 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.

 Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada


pasien jika perlu.

 Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih


lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.

15
 Penilaian kembali status mental pasien.

 Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan

 Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat


dan / atau oksigenasi:

 Pemberian terapi oksigen

 Bag-Valve Masker

 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi


penempatan yang benar), jika diindikasikan

 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced


airway procedures

 Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa


lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.

c) Pengkajian Circulation

Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ


dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok
paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada
temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda

16
hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan
perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac
tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui
paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
(Wilkinson & Skinner, 2000).

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi


pasien, antara lain :

 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.

 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk


digunakan.

 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan


dengan pemberian penekanan secara langsung.

 Palpasi nadi radial jika diperlukan:

 Menentukan ada atau tidaknya

 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)

 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)

 Regularity

17
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).

 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan


skala AVPU :

 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya


mematuhi perintah yang diberikan.

 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara


yang tidak bisa dimengerti.

 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat


tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk
mengkaji gagal untuk merespon)

 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik


stimulus nyeri maupun stimulus verbal.

e) Expose, Examine dan Evaluate

18
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada
pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan
log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada
pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan
eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).

Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma


yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus
segera dilakukan:

 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada


pasien

 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam


nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis. (Gilbert.,
D’Souza., & Pletz, 2009)

Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan


pengkajian kembali (reassessment) yang penting untuk
melengkapi primary survey pada pasien di gawat darurat adalah
:

Komponen Pertimbangan

Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro


Pharyngeal Airway, Laryngeal Mask Airway ,
maupun Endotracheal Tube (salah satu dari

19
peralatan airway) tetap efektif untuk
menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan risiko
yang minimal.

Breathing Pastikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan


pasien :

 Pemeriksaan definitive rongga dada


dengan rontgen foto thoraks, untuk
meyakinkan ada tidaknya masalah
seperti Tension pneumothoraks,
hematotoraks atau trauma thoraks
yang lain yang bisa mengakibatkan
oksigenasi tidak adekuat

 Penggunaan ventilator mekanik

Circulation Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin


perfusi jaringan khususnya organ vital tetap
terjaga, hemodinamik tetap termonitor serta
menjamin tidak terjadi over hidrasi pada saat
penanganan resusitasicairan.

 Pemasangan cateter vena central

 Pemeriksaan analisa gas darah

 Balance cairan

 Pemasangan kateter urin

20
Disability Setelah pemeriksaan GCS pada primary
survey, perlu didukung dengan :

 Pemeriksaan spesifik neurologic yang


lain seperti reflex patologis, deficit
neurologi, pemeriksaan persepsi
sensori dan pemeriksaan yang lainnya.

 CT scan kepala, atau MRI

Exposure Konfirmasi hasil data primary survey dengan

 Rontgen foto pada daerah yang


mungkin dicurigai trauma atau fraktur

 USG abdomen atau pelvis

2. Pemeriksaan Sekunder :
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis
riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian
pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat
masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga,
sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007).

21
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh
langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,
usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu,
konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau
orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang
dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran
mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh:

a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk


pengaman: cedera wajah, maksilo-fasial, servikal. Toraks,
abdomen dan tungkai bawah.

b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial,


fraktur servikal atau vertebra lain, fraktur ekstremitas.

c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi,


keracunan CO.

Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa


didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing
Association, 2007):

A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,


plester, makanan)

M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti


sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat

22
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)

L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,


dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)

Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang


disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada pasien dengan
kecenderungan konsumsi alkohol, dapat digunakan beberapa
pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing Association,
2007):

 C. have you ever felt should Cut down your drinking?

 A. have people Annoyed you by criticizing your drinking?

 G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?

 E. have you ever had a drink first think in the morning to


steady your nerver or get rid of a hangover (Eye-opener)

Jawaban Ya pada beberapa kategori sangat berhubungan


dengan masalah konsumsi alkohol.

Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS


dapat digunakan dalam proses pengkajian. Beberapa

23
pertanyaan yang diajukan antara lain : “dalam setahun terakhir
ini seberapa sering pasanganmu” (Emergency Nursing
Association, 2007):

 Hurt you physically?

 Insulted or talked down to you?

 Threathened you with physical harm?

 Screamed or cursed you?

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri


pada pasien yang meliputi :

 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang


membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan
nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri?
apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?

 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?


apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa
terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan
dengan kata-katanya sendiri.

 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana?


Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?

24
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10
dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat

 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau


lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus
atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini
sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya
atau berbeda?

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya


adalah pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi
suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat
badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien
dewasa menurut Emergency Nurses Association,(2007).

Komponen Nilai normal Keterangan

Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral,


aksila, dan rectal. Untuk
mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri
pulmonal, kateter urin,
esophageal probe, atau
monitor tekanan intracranial
dengan pengukur suhu. Suhu
dipengaruhi oleh aktivitas,
pengaruh lingkungan, kondisi
penyakit, infeksi dan injury.

Nadi 60-100x/menit Dalam pemeriksaan nadi


perlu dievaluais irama
jantung, frekuensi, kualitas
dan kesamaan.

Respirasi 12-20x/menit Evaluasi dari repirasi

25
meliputi frekuensi, auskultasi
suara nafas, dan inspeksi dari
usaha bernafas. Tada dari
peningkatan usah abernafas
adalah adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi
interkostal, tidak mampu
mengucapkan 1 kalimat
penuh.

Saturasi oksigen >95% Saturasi oksigen di monitor


melalui oksimetri nadi, dan
hal ini penting bagi pasien
dengan gangguan respirasi,
penurunan kesadaran,
penyakit serius dan tanda
vital yang abnormal.
Pengukurna dapat dilakukan
di jari tangan atau kaki.

Tekanan darah 120/80mmHg Tekana darah mewakili dari


gambaran kontraktilitas
jantung, frekuensi jantung,
volume sirkulasi, dan tahanan
vaskuler perifer. Tekanan
sistolik menunjukkan cardiac
output, seberapa besar dan
seberapa kuat darah itu
dipompakan. Tekanan
diastolic menunjukkan fungsi
tahanan vaskuler perifer.

Berat badan Berat badan penting diketahui


di UGD karena berhubungan
dengan keakuratan dosis atau
ukuran. Misalnya dalam
pemberian antikoagulan,
vasopressor, dan medikasi
lain yang tergantung dengan
berat badan.

26
1. Pemeriksaan fisik

a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada
penderita yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada
darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala
penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan
wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio,
fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta
adanya sakit kepala (Delp & Manning. 2004).

b. Wajah

Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya


kesimterisan kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di
sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena
pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan
mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat
kesadaran dengan skor GCS.

1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran


pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana
reflex cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau
midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies
visus dan acies campus), apakah konjungtivanya
anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal,
ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta
diplopia

2) Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,


penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas

27
(pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.

3) Telinga : periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,


penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan
senter mengenai keutuhan membrane timpani atau
adanya hemotimpanum

4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas

5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur

6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa


terhadap tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi;
amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah
tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian
rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan
nyeri, inspeksi amati adanya tonsil meradang atau
tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri

c. Vertebra servikalis dan leher

Pada saat memeriksa leher, periksa adanya


deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan
massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan)
dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau
tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan.
Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan,

28
emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher
dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan
proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi.
Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..

d. Toraks

- Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping


dan belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka,
lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi
dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding
dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan
ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker,
frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)

- Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma


tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan
krepitasi.

- Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor


dan keredupan

- Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki,


wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop,
friction rub)

29
e. Abdomen

Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput


terdiagnosis, misalnya pada keadaan cedera kepala dengan
penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan
(penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans
otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).

- Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk


adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan
internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet,
memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma.

- Auskultasi bising usus,

- perkusi abdomen, untuk mendapatkan nyeri lepas


(ringan).

- Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan


atau nyeri tekan, hepatomegali, splenomegali, defans
muskuler, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil.
Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal,
dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic
peritoneal lavage, ataupun USG (Ultra Sonography).
Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus
gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali.
Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang
operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).

30
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)

Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada


pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat
ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan
syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang
PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur
pelvis (Tim YAGD 118, 2010).

Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka,


laserasi , ruam, lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan
perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum
memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan
adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi,
adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus
musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok
vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau
laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter
dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada
tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah).
Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia
subur. Permasalahan yang ada adalah ketika terjadi
kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi
pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi,
kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung
janin (pertama kali mendengar dengan Doppler
ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan
minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat.
Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa

31
sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi,
hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus
diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil,
2006).

g. Ektremitas

Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move.


Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya
luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat
pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal
dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila
jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra
kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga
membahayakan aliran darah), mungkin luput terdiagnosis
pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya
kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus
diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur,
sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger
serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.

Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan


vaskular. Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi
tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat
menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-
tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi
dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat

32
disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur
torako lumbal dapat dikenal pada pemeriksaan fisik dan
riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam
keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent.
Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila belum
dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan
yang muncul adalah

1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit


dikontrol, sehingga terjadi syok yang dpat berakibat
fatal

2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa


lagi penderita dalam keadaan tidak sada. Apabila
kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan ini
dikenali.

3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru


dikenal setelah penderita mulai sadar kembali (Diklat
RSUP Dr. M.Djamil, 2006).

h. Bagian punggung

Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan


log roll, memiringkan penderita dengan tetap menjaga
kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan
pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma,

33
ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula
pada kolumna vertebra periksa adanya deformitas.

i. Neurologis

Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi


pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya
paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna
vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan
short atau long spine board, kolar servikal, dan alat
imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur
servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk
melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja,
sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher
sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita
memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala,
diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat
kesadaran penderita, karena merupakan gambaran
perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan kesadaran
akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi
oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila
ada perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi
ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil,
2006).

Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya


kejang, twitching, parese, hemiplegi atau hemiparese

34
(ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula
adanya vertigo dan respon sensori

3.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada
miokard
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

3.1.3 Rencana Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan
Tujuan : mempertahankan keefektifan pola nafas

Intervensi Rasional

Pantau tingkat irama Efek alkohol yang mungkin dapat


pernapasan dan suara napas mengakibatkan hilangnya kepatenan
serta pola pernapasan aliran udara atau depresi
pernapasan, pengkajian yang
berulang sangat penting karena
kadar toksisitas mungkin berubah-
ubah secara drastis

Tinggikan kepala tempat tidur Menurunkan kemungkinan


aspirasi,diafragma bagian bawah
untuk meningkatkan inflasi paru

Dorong untuk batuk/nafas Memudahkan ekspansi paru dan


dalam mobilisasi sekresi untuk
mengurangi resiko

35
atelektasis/pneumonia

Auskultasi suara napas Pasien dapat beresiko atelektasis


dihubungkan dengan hipoventilisasi
dan pneumonia

Berikan 02 jika dibutuhkan Hipoksia mungkin terjadi akibat


depresi pernapasan

2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada


miokard
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat

Intervensi Rasional

  Kaji adanya perubahan tanda- Data tersebut berguna dalam


tanda vital. menentukan perubahan perfusi

Kaji daerah ekstremitas  Ekstremitas yang dingin,sianosis


dingin,lembab,dan sianosis menunjukan penurunan perfusi
jaringan

Berikan kenyamanan dan istirahat Kenyamanan fisik memperbaiki


kesejahteraan pasien istirahat
mengurangi komsumsi oksigen

Kolaborasi dengan dokter dalam Obat antidot (penawar) dapat


pemberian terapi antidotum mengakumulasi penumpukan
racun.

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi secara adekuat

Intervensi Rasional

36
Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi Mengetahui kekurangan nutrisi
klien klien

Agar dapat dilakukan intervensi

Kaji penurunan nafsu makan klien dalam pemberian makanan pada


klien

Jelaskan pentingnya makanan Dengan pengetahuan yang baik


bagi proses penyembuhan tentang nutrisi akan memotivasi
untuk meningkatkan pemenuhan
nutrisi

Ukur tinggi dan berat badan klien Membantu dalam identifikasi


malnutrisi protein-kalori,
khususnya bila berat badan
kurang dari normal

Dokumentasikan masukan oral Mengidentifikasi


selama 24 jam, riwayat makanan, ketidakseimbangan kebutuhan
jumlah kalori dengan tepat nutrisi
(intake)

Ciptakan suasana makan yang Membuat waktu makan lebih


menyenangkan menyenangkan, yang dapat
meningkatkan nafsu makan

Berikan makanan selagi hangat Untuk meningkatkan nafsu


makan

Berikan makanan dengan jumlah Untuk memudahkan proses


kecil dan bertahap makan

Menyarankan kebiasaan untuk Meningkatkan selera makan klien


oral hygine sebelum dan sesudah
makan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Ahli gizi adalah spesialisasi


membantu memilih makanan yang dalam ilmu gizi yang membantu
dapat memenuhi kebutuhan gizi klien memilih makanan sesuai

37
selama sakit dengan keadaan sakitnya, usia,
tinggi, berat badannya

38
BAB 4

PENUTUP

4.1 Simpulan

Keracunan alkohol adalah keadaan dimana apabila seseorang meminum


alkohol dalam waktu singkat dan menimbulkan efek seperti perubahan tingkah
laku, perubahan tanda vital, dan risiko untuk gangguan kesehatan dan kematian.

Alkohol biasanya adalah etanol atau grain alkohol. Etanol dapat dibuat dari
fermentasi buah atau gandum dengan ragi. etanol adalah salah satu obat reakreasi
(obat yang digunakan untuk bersenang-senang) yang paling tua dan paling banyak
digunakan di dunia. Semua alkohol bersifat toksik (beracun), tetapi etanol tidak
terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan cepat.

Alkohol merupakan obat yang dapat menekan sistem saraf pusat. Bila
diminum secara terus menerus atau belebihan, minuman beralkohol seperti bir,
arak, anggur, akan menyebabkan kemampuan mental dan fisik terganggu.
Keracunan alkohol sangat berbahaya karena dapat melumpuhkan alat-alat
pernafasan sehingga menimbulkan kematian dan kebutaan.

4.2 Saran

Untuk menghindari segala efek buruk dari alkohol, diharapkan seluruh


lapisan masyarakat bisa secara selektif untuk menggunakan alkohol.

39
Sebagai seorang perawat jika kita menemui pasien dengan masalah keracunan
alkohol maka harus dilakukan penanganan sesegera mungkin untuk menghindari
komplikasi lebih lanjut yang tidak diinginkan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Aliah B. Purwakania Hasan, Pengantar Psikologi Kesehatan Islam, hlm. 230-231.


Damono. 2005. Toksikologi Narkoba Dan Alkohol Pengaruh Neurotoksisitasnya
Pada Saraf Pusat . Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Mansjoer Arif,2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media


Aesculapius,FKUI,Jakarta

Muchlis Achsan Udji Sofro dan Dito Anurogo, 5 Menit Memahami 55


Problematika Kesehatan, (Yogyakarta: D-Medika, 2013), hlm. 20.

https://www.scribd.com/document/359027354/Gadar-Keracunan-Alkohol

https://www.academia.edu/33408302/MAKALAH_TOKSIKOLOGI_KERACUN
AN_ANTISEPIK_ALKOHOL

http://dokterpost.com/penatalaksanaan-intoksikasi-alkohol-secara-umum/

http://www.academia.edu/10950378/pengkajian_kegawatdaruratan

Anda mungkin juga menyukai