Anda di halaman 1dari 17

Etiologi

Etiologi acute kidney injury dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

Pre-renal failure

Intrinsic renal failure

Post-renal failure

a. Gagal ginjal prerenal (Prerenal azotemia)


Gagal ginjal prerenal adalah bentuk yang paling sering dari gagal ginjal akut dan
merupakan respon fisiologik terhadap hipoperfusi ginjal. Gagal ginjal prerenal dapat dengan
cepat direversibel dengan mengembalikan laju darah ke ginjal dan tekanan ultrafiltrasi
glomerulus. Jaringan parenkim ginjal tidak mengalami kerusakan, akan tetapi hipoperfusi
yang berat dapat menyebabkan iskemia pada jaringan parenkim ginjal dan menjadi gagal
ginjal intrinsik. Oleh karena itu, gagal ginjal prerenal dan gagal ginjal intrinsik yang
disebabkan oleh iskemia adalah bagian dari manifestasi yang luas pada hipoperfusi ginjal.
Gagal ginjal prerenal dapat disebabkan oleh hipovolemia, penurunan curah jantung,
vasodilatasi sistemik dan vasokonstriksi ginjal yang selektif. (Harrison, 2003)
Hipovolemia

dapat

disebabkan

oleh

perdarahan,

kehilangan

cairan

melalui

gastrointestinal, dehidrasi, diuresis yang berlebihan, pankreatitis, luka bakar, trauma, dan
peritonitis. (Current, 2001)
Penurunan dari curah jantung dapat disebabkan oleh syok kardiogenik, gagal jantung,
emboli paru, dan perikardial tamponade. Aritmia dan kelainan katup dapat juga mengurangi
curah jantung. Di ruangan ICU ventilasi dengan tekanan positif akan menurunkan aliran
balik vena yang akhirnya akan menyebabkan penurunan curah jantung. (Current, 2001)
Perubahan pada resistensi vaskuler dapat terjadi secara sistemik dengan terjadinya sepsis,
anafilaktik, anestesi, dan obat-obatan yang menurunkan afterload. ACE inhibitor akan
mencegah vasokonstriksi dari arterioral efferen ginjal sehingga menurunkan laju filtrasi
ginjal. NSAIDs akan mencegah vasodilatasi dari pembuluh arteriol afferen dengan cara
menginhibisi sinyal yang di mediasi oleh prostaglandin. Sehingga pada sirosis dan gagal
jantung dimana prostaglandin digunakan untuk meningkatkan aliran darah ginjal, NSAIDs
memiliki efek yang berlawanan. Epinefrin, norepinerfrin, obat-obat anestesi dan siklosporin

dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal, stenosis dari arteri ginjal(arteri renal) akan
meningkatkan resistensi dan menurunkan perfusi. (Current, 2001)
Pengelolaan dari gagal ginjal prerenal sangat bergantung pada penyebabnya, akan tetapi
mempertahankan euvolemia dan memperhatikan kadar potasium serum dan meghindari obatobatan yang bersifat nefrotoksik merupakan gold standard dari pengobatan. Hal ini
berhubungan dengan penilaian status volume penggunaan obat-obatan dan fungsi jantung.
b. Gagal Ginjal Intrinsik
Gagal ginjal intrinsik dapat merupakan komplikasi pada penyakit-penyakit di jaringan
parenkim ginjal. Dari segi patologi klinik, gagal ginjal intrinsik dibagi menjadi:
1. Penyakit pembuluh besar renal
2. Penyakit mikrosirkulasi renal dan glomeruli
3. Iskemik dan nefrotoksik
4. Tubulointerstitial
Sebagian besar dari gagal ginjal intrinsik dipicu oleh iskemik dan nefrotoksin yang dapat
menyebabkan kerusakan sehingga memicu terjadinya nekrosis tubuler akut. (Harrison, 2003)
c. Gagal Ginjal Postrenal
Gagal ginjal postrenal jarang ditemukan. Diperkirakan hanya terdapat 5 % dari seluruh
kasus gagal ginjal akut. Hal ini terjadi apabila aliran urin dari kedua ginjal terobstruksi.
Masing-masing nefron memiliki tekanan intraluminal yang meningkat sehingga laju filtrasi
glomerular menurun.(Current,2001)
Gagal ginjal postrenal dapat disebabkan oleh obstruksi uretra, disfungsi atau obstruksi
dari kandung kemih dan obstruksi dari kedua ureter dan pelvis renal. Pada laki-laki, Benign
Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan penyebab tersering. Pasien yang mengkonsumsi obatobatan kolinergik memiliki faktor resiko. Penyebab yang jarang ditemukan adalah batu uretra
bilateral, batu uretra atau striktur uretra dan nekrosis papillary bilateral. Pada pasien yang
memiliki hanya satu ginjal, obstruksi tunggal pada ureter dapat menyebabkan gagal ginjal
postrenal. (Current,2001)
Pasien yang anuria ataupun poliuria dan mengeluh nyeri pada perut bawah patut untuk
dicurigai. Obstruksi dapat bersifat menetap ataupun hilang timbul. Pada pemeriksaan, dapat

ditemukan prostat yang membesar, kandung kemih yang mengembang atau ditemukannya
massa pada daerah pelvis. Pada pemeriksaan laboratorium, pada awalnya akan menunjukkan
osmolalitas urin yang meninggi, penurunan sodium urin, dan peningkatan rasio BUN:
kreatinin. Setelah beberapa hari sodium urin akan meningkat sejalan dengan gagalnya ginjal
untuk berfungsi dan tidak mampu untuk mengkonsentrasikan urin sehingga isotenuria
tampak. Sedimen urin biasanya ringan. Pasien dengan gagal ginjal akut dan dicurigai gagal
ginjal postrenal harus melakukan ultrasonografi dan kateterisasi kandung kemih apabila
hidroureter dan hidronefrosis tampak bersamaan dengan pembesaran kandung kemih. Pasienpasien ini harus melalui diuresis post obstruktif dan harus diperhatikan pencegahan terhadap
dehidrasi. Pengobatan yang tepat untuk obstruksi ini dengan menggunakan kateter dapat
memberikan hasil reversibel yang komplit pada proses akut.
III. Patofisiologi
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
- Batu, trombus atau tumor di ureter
1.Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)
Gagal Ginjal akut prerenal merupakan kelainan fungsional,tanpa adanya kelainan
histologik/morfologik pada nefron yang paling sering menyebabkan gagal ginjal akut (GGA)
karena adanya ketidakseimbangan aliran darah ginjal (renal blood flow) yang mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) karena penurunan tekanan filtrasi. Aliran darah
ginjal walaupuin berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang
cukup kepada sel-sel tubulus. Sebetulnya menggambarkan respon fisiologis terhadap
hipoperfusi ginjal ringan hingga sedang.
Hipoperfusi disebabkan adanya vasokonstriksi renal, hipotensi, hipovolemia, perdarahan,
atau ketidakmampuan curah jantung (gagal jantung).

Gagal ginjal akut prerenal dapat menjadi gagal ginjal kronik karena keadaan stress yang
tiba-tiba pada fungsi ginjal yang sudah mulai menurun. Kegagalan untuk mengemablikan
volume darah atau tekanan darah dapat mengakibatkan nekrosis tubular akut atau nekrosis
kortikal akut.
2.Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal)
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit parenkim
ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal akut inta renal,
yaitu :
1. Pembuluh darah besar ginjal
2. Glomerulus ginjal
3. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
4. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut disebakan
oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin
3.Gagal Ginjal Akut Post Renal
Keadaan ini jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan obstruksi saluran kemih yang
mengenai kedua ginjal (Bladder outlet obstruction). Obstruksi menyebabkan peningkatan
tekanan intra luminla disertai laju filtrasi glomerulus yang menurun secara bertahap.
Manifestasi klinis yang terjadi adalah sakit pinggang dengan anuria yang berlangsung
beberapa jam kemudian disertai poliuria. Penyebab gagal ginjal akut postrenal dapat
disebabkan oleh tindakan pemasangan kateter yang dapat memnyebabkan edema pada lumen
tubular
IV. Patogenesis
Pada keadaan hipoksia atau iskemia, cadangan ATP dan aktifitas ATP-ase akan diikuti
penurunan cadangan energi dari sel-sel. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan
gangguan transport ion keluar dan masuk ke dalam sel terutama Na, K, dan Ca. (Enday
Sukandar,2006)

Perubahan transport ion-ion menyebabkan kenaikan konsentrasi ion Na intrasel dan K


ekstrasel, diikuti depolarisasi membran sel. Di dalam sel mitokondria akan menangkap Ca,
tetapi jumlah Ca yang berlebih akan merusak dan menimbulkan pembengkakan serta lisis
membran mitokondria, klasifikasi, dan pembentukan matriks yang amorf dan menimbulkan
kerusakan mitokondria. (Enday Sukandar,2006)
Pada keadaan normal asam amino intrasel lebih tinggi daripada ekstrasel untuk
mempertahankan berbagai macam jejas, tetapi pergeseran asam amino ke ruang ekstraseluler
dapat menyebabkan penurunan konsentrasi glisin yang dianggap sebagai pelindung sel
sehingga sel akan lebih rentan terhadap berbagai jejas. Kerusakan sel-sel (nekrosis atau
disfungsi) berhubungan dengan beberapa keadaan patologi berikut:
a). Kenaikan asupan kalsium (Ca) seluler akibat kerusakan membran sel
b). Penurunan keluaran Ca akibat gangguan sintesis mitokondria
c). Gangguan peranan mitokondria yang bertindak sebagai buffer Ca.
Semua keadaan patologi tersebut menyebabkan kenaikan sistolik Ca, diikuti perubahan
hemodinamik ginjal dan kerusakan sel-sel epitel tubulus ginjal. (Enday Sukandar,2006)
V. Gambaran Klinik
Pada pasien dengan azotemia harus diperiksa untuk menentukan apakah gagal ginjalnya
akut atau kronik. Suatu proses akut disimpulkan bila hasil pemeriksaan lab yang baru
dikerjakan memperlihatkan peningkatan BUN dan kreatinin serum tetapi pemeriksaan
sebelumnya biasanya tidak ada kelainan. Jika diagnostik GGA telah ditegakkan, ada
beberapa hal yang perlu segera dilakukan, yakni:
1). Identifikasi penyebab GGA,
2). Eliminasi faktor pencetus
3). Pencegahan dan pengelolaan komplikasi uremia.(Harrison 2003)
Oligouria (urin < 400 mL/hari) mulai terjadi sehari setelah hipotensi dan berlangsung
hingga 1-3 minggu, namun regresi dapat terjadi dalam beberapa jam atau berlanjut hingga
beberapa minggu tergantung dari durasi iskemia atau beratnya luka karena toksin. Anuria
(output urin < 100 mL/hari) jarang terjadi pada nekrosis tubuler akut dan 10-20 % kasus
tidak mengalami oligouria. Anuria menggambarkan oklusi arteri renalis bilateral, uropati
obstruktif, atau nekrosis kortikal akut. Keadaan non oligouria biasanya menunjukkan luka

yang kurang berat. Output urin dapat bervariasi, namun peningkatan kadar ureum maupun
kreatinin dapat terjadi.
Manifestasi awal lain tergantung pada penyebab dari gagal ginjalnya. Individu post
trauma atau pembedahan dalam kondisi katabolic mungkin akan meningkat lebih cepat
ureumnya. Mereka rentan terhadap hiperkalemia atau hiperfosfatemia karena pemecahan sel.
Aritmia dapat terjadi karena hiperkalemia. Retensi cairan dapat menyebabkan edema. Gejala
gagal jantung kongestif dapat berkembang pada penderita penyakit jantung. Mual, muntah
dan rasa letih dapat menyertai gangguan keseimbangan elektrolit dan uremia. Efusi
pericardial juga dapat terjadi dan ditemukan pericardial friction rub. Efusi dapat
menyebabkan tamponade. Penyembuhan luka terhambat, dan resiko terjadi infeksi terutama
pneumonia menjadi lebih besar. .(www.aafp./org.com,2005)
VI. Pemeriksaan Klinik
1. Gambaran klinik Pre renal ARF:
- Rasa haus
- Hipotensi ortostatik
- Takikardi
- Penurunan tekanan vena jugularis
- Penurunan turgor kulit
- Selaput lendir kering
- Berkurangnya keringat aksila
- Data penurunan secara progresif output urin dan baru saja mendapat
pengobatan NSAIDs, ACE Inhibitors, Angiotensin II receptor blocker.
Diagnosis azotemia pre renal hanya dapat dibuat bila perbaikan perfusi ginjal
mengakibatkan resolusi ginjal.( Harrison,2003)
2. Gambaran klinis Renal ARF
Disebabkan oleh iskemia yang mungkin dijumpai pada GGA dengan hipoperfusi ginjal
yang lama dan berat sebagai komplikasi hipovolemia atau syok septic atau operasi mayor.
Diagnosis GGA nefrotoksik perlu riwayat data klinis, catatan farmasi, perawatan dan
radiologik terapi nefrotoksik atau penggunaan zat radiokontras.

Walaupun GGA iskemia dan nefrotoksik terjadi lebih dari 90 % pada intrinsic renal ARF,
penyakit parenkim ginjal lainnya perlu dipertimbangkan. Nyeri tumpul tampak dominan pada
penyumbatan arteri dan vena renalis akut, pada pielonefritis akut, dan glomerulonefritis
nekrosis akut. Nodul subkutan kemih, collecting system dan capsule. Nyeri kolik tumpul
yang menjalar ke paha,plak arteriola retina berwarna orange dan iskemia digital meski teraba
nadi di kaki, memberi kesan ateroembolisme. GGA yang dengan oliguri, edema, hipertensi
dan sediment urin yang aktif ( sindroma nefritis) memberi kesan glomerulonefritis perlu
dicari tahu pemyebab sekunder ( SLE, endokarditis bakterialis, krioglobulinemi). Demam,
artralgia, dan ruam eritomatosa pruritus memberi kesan nefritis interstitial alergik, meskipun
gambaran hipersensitivitas sistemik sering tampak.
3. Gambaran Klinis post-renal ARF
Dapat asimptomatik bila obstruksi berjalan lambat, nyeri pinggang atau suprapubik
dijumpai bila ada distemsi akut pada kandung mberi kesan obstruksi ureter akut. Diagnosa
definitif azotemia pasca renal biasanya bergantung pada adanya penggunaan pemeriksaan
radiologik dan perbaikan fungsi ginjal yang cepat bila obstruksinya dihilangkan.
VII. Urinalisis
Anuria komplit menunjukkan obstruksi total saluran kemih, tetapi dapat menimbulkan
komplikasi GGA pre renal atau intrinsic yang berat. Fluktuasi yang besar dalam jumlah urin
yang diproduksi memberi kesan obstruksi intermitten danpasien dengan obstruksi saluran
kemih parsial dapat menderita poliuri akibat gangguan mekanisme konsentrasi urin sekunder.
(Harrison,2003)
GGA pre renal, sediment urin khas aseluler, dapat mengandung silinder hialin. Hyaline
casts dibentuk dalam urin yang terkonsentrasi dan unsur urin yang normal, terutama protein
Tamm-Horsfall yang normalnya disekresikan oleh sel epitel Ansa Henle. GGA post renal
memiliki sediment inaktif, meski hematuri dan piuria lazim dengan penyakit prostate dan
obstruksi intra lumen. Silinder granular pigmen (muddy brown) dan silinder yang
mengandung sel epitel tubulus adalah ciri khas nekrosis tubulus dan memberi kesan GGA
iskemik atau nefrotoksik. Silinder eritrosit menunjukkan cidera glomerulus akut. Silinder
leukosit dan silinder granuler tidak berpigmen memberi kesan nefritis interstitial dan sillinder

granuler yang lebar dari penyakit ginjal kronik mungkin disebabkan oleh fibrosis interstitial
dan dilatasi tubulus. Eosinofiluria (lebih dari 5 % leukosit urin) umumnya ditemukan pada
nefritis interstitial alergik yang diinduksi antibiotic. Eosinofiluria dapat terjadi pada GGA
ateroembolisasi. Krisstal asam urat terdapat pada pasien azotemia prerenal, tapi bila
jumlahnya banyak kesan nefropati urat akut.
VIII. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisa urin rutin: proteinuria positif 1-3, silinder titik kasar, macam-macam sel ( debris,
leukosit,eritrosit), berat jenis.
Analisa urin khusus : natrium, ureum, kreatinin, osmolaritas, fibrin degradation product
(FDP)
Biakan rutin
2. Pemeriksaan Darah
Darah rutin : Hb, Leukosit, laju endap darah, Ht, morfologi darah tepi.
Darah Khusus : FDP serum, trombosit, fibrinogen, waktu protrombin.
Faal Ginjal : Laju Filtrasi Glomerulus( ureum dan kreatinin serum), Penjernihan kratinin
( creatinin clearance), faal tubulus.
3. Pemeriksaan EKG rutin pada pasien gagal ginjal akut.
Pemeriksaan ini penting untuk menentukan diagnosis dan tindak lanjut hiperkalemia.
4. Prosedur Pencitraan ginjal
Beberapa prosedur pemeriksaan ginjal seperti foto polos perut, USG ginjal dan saluran
kemih. CT scan dan renografi hippuran, sangat penting untuk menentukan diagnosis
banding :
a. Nekrosis akut tubular (nefropati vasomotor)
b. Nefrosis akut tubular nefrotoksik
c. Gagal ginjal akut glomerulopati
d. Nefropati obstruktif akut (GGA post renal).

Kriteria Diagnosis
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (AKI klasik)
atau tidak normal (acute on chronic kidney disease). Dahulu, hal di atas disebut sebagai gagal
ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga parameter dan batas
parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada berbagai kepus- takaan. Hal itu
menyebabkan permasalahan antara lain kesulitan membandingkan hasil penelitian untuk
kepentingan meta-analisis, penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat diagnosis dini dan
spesifisitas kriteria untuk menilai tahap penyakit yang diharapkan dapat menggambarkan
prognosis pasien.
Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initia- tive (ADQI) yang beranggotakan para
nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI.
Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat
awam,

sedangkan penggantian

istilah

failure

menjadi

injury dianggap lebih

tepat

menggambarkan patologi gangguan ginjal.


Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain (1) kriteria
diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr)
serum ternyata mempengaruhi prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi
penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali
mendahului peningkatan Cr serum; (4) penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum,
UO dan LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal
yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja.
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3
kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang
menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggam- barkan
prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007


Kategori

Peningkatan kadar Cr
serum
>1,5 kali nilai dasar

Risk

Penurunan LFG
>25% nilai dasar

Kriteria UO
<0,5

mL/kg/jam,

>6 jam
Injury

>2,0 kali nilai dasar

>50% nilai dasar

<0,5

mL/kg/jam,

>12 jam
Failure

>3,0

kali

atau

>4 mg/dL dengan

kenaikan

nilai

dasar >75% nilai dasar


akut

<0,3

mL/kg/jam,

>24

jam

atau

anuria >12 jam

>0,5mg/dL
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu

Loss
End-stage

Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan

Kriteria RIFLE sudah diuji dalam berbagai penelitian dan menunjukkan kegunaaan dalam
aspek diagnosis, klasifikasi berat penyakit, pemantauan perjalanan penyakit dan prediksi
mortalitas.
Klasifikasi Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni (1)
penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim
ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran
kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari tempat
terjadinya AKI. Salah satu cara klasifikasi etiologi AKI yang sudah dimodifikasi dapat dilihat
sebagai berikut:

AKI Prarenal
I.

Hipovolemia

Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular


Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus

Kehilangan darah

Kehilangan cairan ke luar tubuh


Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal,
diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)

II. Penurunan curah jantung


-

Penyebab miokard: infark, kardiomiopati

Penyebab perikard: tamponade

Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal

- Aritmia
-

Penyebab katup jantung

III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik


-

Penurunan resistensi vaskular perifer

Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan


(contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
- Vasokonstriksi ginjal
Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus, amphotericin B
-

Hipoperfusi ginjal lokal

Stenosis a.renalis, hipertensi maligna


IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
-

Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen

Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi kronik, PGK (penyakit ginjal
kronik),

hipertensi

maligna), penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibi

tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin,


takrolimus, radiokontras)
-

Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen

Penggunaan penyekat ACE, ARB

Stenosis a. renalis

V. Sindrom hiperviskositas
-

Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia

AKI Renal/intrinsik
I.

Obstruksi renovaskular

Obstruksi a.renalis

(plak

aterosklerosis,

trombosis,

emboli, diseksi aneurisma,

vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis, kompresi)


II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
-

Glomerulonefritis, vaskulitis

III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)


-

Iskemia (serupa AKI prarenal)

- Toksin
-

Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi, pelarut organik, asetaminofen),

endogen (rabdomiolisis, hemo- lisis, asam urat, oksalat, mieloma)


IV. Nefritis interstitial
-

Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bak- teri, viral, jamur), infiltasi

(limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik


V. Obstruksi dan deposisi intratubular
-

Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat, sulfonamida

VI. Rejeksi alograf ginjal


AKI Pascarenal
I.

Obstruksi ureter

Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi eksternal

II. Obstruksi leher kandung kemih


-

Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, kegana- san, darah

III. Obstruksi uretra


-

Striktur, katup kongenital, fimosis

Pada sebuah studi di ICU sebuah rumah sakit di Bandung selama pengamatan tahun
2005-2006, didapatkan penyebab AKI (dengan dialisis) terbanyak adalah sepsis (42%), disusul
dengan gagal jantung (28%), AKI pada penyakit ginjal kronik (PGK) (8%), luka bakar dan
gastroen- teritis akut (masing-masing 3%).11
Pendekatan Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah dipaparkan
di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut memang merupakan AKI atau
merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan
kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI, pemeriksaan
klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran
ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran
kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati
diabetik dan penyakit ginjal polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada
penentuan etiologi, tahap AKI, dan penentuan komplikasi.
Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan berat
badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS, penyekat ACE
dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan takikardia,
penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering, stig- mata
penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI
renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki tanda
AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik
ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat). Diagnosis AKI renal
lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang menyokong seperti gejala trombosis,
glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna.
AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostover- tebra atau suprapubik
akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik
yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik
gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur

menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat
dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom.
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus, tubulus,
infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang didapatkan aselular
dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga menunjukkan gambaran
sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau
penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat mengarahkan pada
penyebab AKI, antara lain pigmented muddy brown granular cast, cast yang mengandung
epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau
nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented muddy brown granular cast pada nefritis
interstitial.
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas urin,
kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI, seperti yang
terlihat pada tabel 4).
Tabel 4. Kelainan Analisis Urin (Dimodifikasi)
Indeks Diagnosis
Urinalisis
Gravitasi Spesifik
Osmolalitas Urin (mmol/kgH20)
Kadar natrium utin (mmol/L)
Fraksi eksresi natrium (%)
Fraksi eksresi urea (%)
Rasio Cr Urin/Cr plasma
Rasio urea urin/urea plasma

AKI Prarenal
Silinder hialin
>1,020
>500
<10 (<20)
<1
<35
>40
>8

AKI Renal
Abnormal
~1,010
~300
>20 (>40)
>1
>35
<20
<3

Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, vasokonstriksi pembuluh darah ginjal akan
menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus hingga mencapai 99%. Akibatnya,
ketika sampah nitrogen (ureum dan kreatinin) terakumulasi di dalam darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dengan fungsi tubulus yang masih terjaga baik, fraksi ekskresi
natrium (FENa = [(Na urin x Cr plasma)/(Na plasma x Cr urin)] mencapai kurang dari 1%,

FEUrea

kurang dari 35%. Sebagai pengecualian, adalah jika vasokonstriksi terjadi pada

seseorang yang menggunakan diuretik, manitol, atau glukosuria yang menurunkan reabsorbsi Na
oleh tubulus dan menyebabkan peningkatan FENa. Hal yang sama juga berlaku untuk pasien
dengan PGK tahap lanjut yang telah mengalami adaptasi kronik dengan pengurangan LFG.
Meskipun demikian, pada beberapa keadaan spesifik seperti ARF renal akibat radiokontras dan
mioglobinuria, terjadi vasokonstriksi berat pembuluh darah ginjal secara dini dengan fungsi
tubulus ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat pula menunjukkan hasil kurang dari 1%.
Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah
pemeriksaan urin residu pasca- berkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung
dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil
kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto polos
abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi.
Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab renal yang belum
jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan tersebut
terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non- ATN yang memiliki tata laksana spesifik,
seperti glome- rulonefritis, vaskulitis, dan lain lain.
Peranan Penanda Biologis
Beberapa parameter dasar sebagai penentu kriteria diagnosis AKI (Cr serum, LFG dan
UO) dinilai memiliki beberapa kelemahan. Kadar Cr serum antara lain (1) sangat tergantung dari
usia, jenis kelamin, massa otot, dan latihan fisik yang berat; (2) tidak spesifik dan tidak dapat
membedakan tipe kerusakan ginjal (iskemia, nefrotoksik, kerusakan glomerulus atau tubulus);
(3) tidak sensitif karena peningkatan kadar terjadi lebih lambat dibandingkan penurunan LFG
dan tidak baik dipakai sebagai parameter pemulihan. Penghitungan LFG menggunakan rumus
berdasarkan kadar Cr serum merupakan perhitungan untuk pasien dengan PGK dengan asumsi
kadar Cr serum yang stabil. Perubahan kinetika Cr yang cepat terjadi tidak dapat ditangkap
oleh rumus-rumus yang ada. Penggunaan kriteria UO tidak menyingkirkan pengaruh faktor
prarenal dan sangat dipengaruhi oleh penggunaan diuretik. Keseluruhan keadaan tersebut
menggambarkan kelemahan perangkat diagnosis yang ada saat ini, yang dapat berpe- ngaruh
pada keterlambatan diagnosis dan tata laksana sehingga dapat berpengaruh pada prognosis
penderita. Dibutuhkan penanda biologis ideal yang mudah diperiksa, dapat mendeteksi AKI

secara dini sebelum terjadi peningkatan kadar kreatinin, dapat membedakan penyebab AKI,
menentukan derajat keparahan AKI, dan menentukan prognosis AKI. Penanda biologis dari
spesimen urin yang saat ini dikembangkan pada umumnya terdiri dari 3 kelompok yakni penanda
inflamasi (NGAL, IL-18), protein tubulus (kidney injury molecule [KIM]-1, Na+/H+ exchanger
isoform 3), penanda kerusakan tubulus (cystatin C, -1 mikroglobulin,retinol-binding protein,
NAG).
Berdasarkan penelitian fase 2 dan 3 yang ada saat ini, dapat disimpulkan bahwa IL-18
dan KIM-1 merupakan penanda potensial untuk membedakan penyebab AKI; NGAL, IL-18,
GST- , dan -GST merupakan penanda potensial diagnosis dini AKI; NAG, KIM-1 dan IL-18
merupakan penanda potensial prediksi kematian setelah AKI. Tampaknya untuk mendapatkan
penanda biologis yang ideal, dibutuhkan panel pemeriksaan beberapa penanda biologis. Sampai
saat ini belum ada penanda biologis yang beredar di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Brady HR, Brenner BM. 2003. Acute Renal Failure. Harrisons Principal of Medicine 15 th edition. Volume II.
Chapter 269. Halaman 1541-1550. USA. The Mcgraw-Hill Companies.
Needham, Eddie. 2005. Acute renal failure. American Family Physician Volume 72. Nomor 9. diakses dari :
www.aafp.org/afp

Sinto, Robert., Nainggola, Ginova. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. Majalah Kedokeran Indonesia Vol. 60 No.2
Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal Akut. Nefrologi Klinik. Bab VI. Halaman 284-320.
Bandung : Penerbit ITB

Anda mungkin juga menyukai