Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

(ACUTE KIDNEY INJURY) AKI

Oleh :

NAMA : DESIA LOLITHA


NIM : 22222016

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
KONSEP TEORI ACUTE KIDNEY INJURY

A. PENGERTIAN
Acute Kidney Injury adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan
akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostatis
tubuh. Acute Kidney Injury juga merupakan suatu sindrom yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat terjadinya
penimbunan hasil metabolik persenyawaan nitrogen seperti ureum dan
kreatinin. Diagnosa Acute Kidney Injury (Gagal Ginjal Akut) yaitu terjadinya
peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0.5 mg/dl per hari.
Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10 sampai 20 mg/dl per hari
kecuali bila terjadi hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dl per hari.
Acute Kidney Injury adalah fungsi ginjal yang menurun secara tiba-tiba
ditandai penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate) dan terjadi hampir
dalam hitungan jam atau hari. Acute Kidney Injury biasanya secara mendadak
tanpa didahului dengan gejala penurunan fungsi ginjal. Kasus yang banyak
terjadi adalah ketika pasien bekerja berat, berolah raga, stress, dan sebagainya,
tiba-tiba muncul gejala Acute Kidney Injury ini. Gejala biasanya baru
teridentifikasi di rumah sakit yang berupa oliguria yaitu output urin dalam 24
jam kurang dari 400 cc, azotemia progresif dan disertai kenaikan ureum dan
kreatinin. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan ureum
dan kreatinin.

B. ETIOLOGI
Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa berdasarkan etiologi dan
proses terjadinya Acute Kidney Injury, dapat diklasifikasikan menurut tahapan
kerusakan ginjal sebagai berikut :
1. Pre-Renal Acute Kidney
Injury pre-renal merupakan kelainan fungsional tanpa adanya kelainan
histologik atau morfologik pada nefron. Acute Kidney Injury pre-renal
adalah keadaan paling ringan yang berlangsung secara cepat dan jika
perfusi ginjal ini segera diperbaiki maka fungsi ginjal akan dapat kembali
normal (reversible). Namun, bila hipoperfusi ginjal tidak segera
diperbaiki, maka akan menimbulkan terjadinya Nekrosis Tubular Akut
(NTA). Penyebab terjadnya Acute Kidney Injury pre-renal adalah semua
faktor atau kondisi yang menyebabkan penurunan jumlah darah yang
sampai ke ginjal sehingga terjadi hipoperfusi renal. Kondisi yang dapat
menyebabkan hipoperfusi ginjal atau renal antara lain :
a. Penurunan Volume Vaskular
Hal ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan plasma
atau darah karena perdarahan, luka bakar atau kehilangan cairan
ekstraseluler karena muntah dan diare.
b. Kenaikan Kapasitas Vaskuler
Penyempitan pembuluh darah dapat meningkatkan kapasitas atau
tahanan vaskuler sehingga aliran darah ke ginjal menurun. Kondisi ini
dapat terjadi sepsis, blokade ganglion, dan reaksi anafilaksis.
c. Penurunan Curah Jantung
Ginjal membutuhkan perfusi ginjal dari jantung sebanyak 25 sampai
30% dari COP (Cardiac Output). Jika jumlah tersebut kurang maka
ginjal dapat mengalami penurunan fungsi secara akut. Kondisi yang
dapat menyebabkan penurunan COP diantaranya adalah renjatan atau
syok kardiogenik, payah jantung kongestif, tamponade jantung,
disritmia, emboli paru, dan infark jantung.
2. Intrarenal Acute Kidney Injury
Disebabkan oleh kerusakan atau penyakit primer dari ginjal yang
menyebabkan Acute Tubuler Necrosis. Gangguan ginjal ini mencakup
masalah seperti yaitu :
a. Infeksi Glomerulonefritis
Merupakan infeksi yang dapat menyebabkan penurunan filtrasi
glomerulus.
b. Crush Injury
Trauma hebat dan luas pada otot dan jaringan lunak dapat
menyebabkan peningkatan myoglobulin (pelepasan protein akibat
kerusakan otot yang berkaitan dengan hemoglobulin) merupakan toxic
atau racun bagi nefron.
c. Reaksi Transfusi Berat
Hati-hati dengan tindakan transfusi karena jika terjadi kesalahan dan
menyebabkan reaksi transfusi berupa hemolisis kemudian
menyebabkan peningkatan konsentrasi darah menuju ginjal, maka
ginjal akan sulit di filtrasi.
d. Obat-obatan
Obat merupakan zat kimia di mana ginjal sebagai jalan pengeluaran
racun yang ada pada obat. Beberapa obat yang mempunyai sifat toksik
terhadap ginjal (nefrotoxic) bila diberikan dalam jumlah berlebihan.
Obat khususnya golongan Nonsteroidal Anti-inflammantory Drugs
(NSAIDs) dan ACE (Angiotensin-Converting Enzyme) inhibitors
mempunyai efek antara yang secara mekanisme autoregulasi dapat
menyebabkan hipoperfusi ginjal renal dan iskemik renal.
e. Racun/Zat Kimia
Ada beberapa zat kimia beracun yang apabila masuk ke dalam tubuh
baik secara inhalasi ataupun ingesti dapat merusak fungsi ginjal. Zat
tersebut diantaranya arsen, merkuri, asam jengkolat dan sebagainya.
3. Post-Renal Acute Kidney
Injury post-renal adalah suatu keadaan di mana pembentukkan urin sudah
cukup, tetapi aliran urin di dalam saluran kemih terhambat. Penyebab yang
paling sering adalah obstruksi saluran kemih karena batu,
penyempitan/striktur, dan pembesaran prostat. Namun, postrenal juga
dapat terjadi akibat proses ekstravasasi.
C. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut :
1. Periode awal
Dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam)
Disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang
biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation
intraseluler – kalium dan magnesium). Jumlah urin minimal yang
diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400
ml. pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul, dan
kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi. Pada banyak
pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan
retensi nitrogen, namun pasien masih mengekskresikan urin sebanyak 2
liter atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari
gagal ginjal dan terjadi terutama setelah antibiotic nefrotoksik diberikan
kepada pasien, dapat juga terjadi pada kondisi terbakar, cedera traumatic,
dan penggunaan anestesi halogen.
3. Periode diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai
tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat
dan akhirnya menurun. Meskipun haluaran urin mencapai kadar normal
atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik
mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan
masih diperlukan. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya
dehidrasi selama tahap ini; jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
4. Periode penyembuhan
Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3
sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun
terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permanent sekitar 1 % sampai 3
%, tetapi secara klinik tidak signifikan.
Ada beberapa manifestasi klinis yang dapat di lihat pada kasus Gagal Ginjal
Akut diantaranya adalah :

1. Pre renal
Klien akan menunjukkan gejala seperti : hipotensi, takhikardi, penurunan
haluaran urine, penurunan cardiac output dan tekanan vena sentral (CPV),
letargi.
2. Intra renal
Klien akan menunjukkan gejala: oliguria atau anuria, edema, takhikardi,
nafas pendek, distensi vena jugularis, peningkatan berat badan, bunyi
nafas rales atau crackles, anoreksia, nausea, mual muntah, letargi atau
mengalami tingkat kesadaran yang bervariasi, abnormalitas elektrolit
kadang-kadang terjadi.
3. Pasca renal
Klien mungkin akan memperlihatkan perbaikan. Perawat harus tetap
memonitor adanya oliguria atau anuria intermitten, gejala uremia dan
letargi. Selain itu ada beberapa manifestasi klinis pada penyakit GGA ini
yaitu :
1) Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah
dan gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah
1,015-1,025)
2) Peningkatan bun, creatinin
3) Kelebihan volume cairan
4) Hiperkalemia
5) Serum calsium menurun, phospat meningkat
6) Asidosis metabolik
7) Anemia
8) Letargi
9) Mual persisten, muntah dan diare
10) Nafas berbau amoniak
11) Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala,
kedutan otot dan kejang.

D. KLASIFIKASI
United State Renal Data System (2015), mengatakan bahwa ADQI (Acute
Dialysis Quality Initative) mengeluarkan sistem klasifikasi AKI (Acute Kidney
Injury) dengan kriteria RIFLE (Risk, Injury, Failure, Loss of kidney function ,
and End-Stage kidney disease) :
1. Risk
Risk merupakan stadium yang paling penting karena dengan adanya
stadium ini diharapkan klinisi dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap
kerusakan ginjal yang masih reversibel dengan intervensi dini. Risk
didefinisikan sebagai penurunan LFG lebih dari 25% atau pengeluaran
urin kurang dari 0,5 mL/kgbb/jam selama lebih dari 6 jam, definisi ini
kemudian berkembang sebagai peningkatan kreatinin serum lebih dari 0,3
mg/dL (26,5 µmol/L). Berbagai metode pengukuran kreatinin yang
memberikan hasil yang berbeda merupakan masalah yang dikhawatirkan
oleh banyak klinisi. Penurunan pengeluaran urin biasanya merupakan
tanda awal penurunan LFG. Beberapa kelemahan yang dijumpai pada
stadium ini antara lain adanya kerancuan penilaian klinis pada pasien yang
telah menggunakan diuretik serta kegagalan dalam mendeteksi AKI pada
pasien tanpa oligouria.
2. Injury (Kerusakan)
Stadium injury didefinisikan sebagai baik penurunan kadar kreatinin
serum ataupun penurunan diuresis kurang dari 0,5 mL/kgbb/ jam selama
lebih dari 12 jam. Sekitar 50% pasien dengan stadium ini dapat
berkembang ke arah stadium gagal ginjal. Pada stadium ini penting bagi
klinisi untuk menentukan etiologi antara pre-renal dan renal. Untuk
membedakan antara kelainan renal dan pre-renal, selain penilaian klinis
dan pemeriksaan urinalisis, digunakan deteksi kegagalan ginjal
mengkonsentrasikan urin yaitu osmolaritas urin dan pemeriksaan fraksi
ekskresi natrium terfiltrasi (FENa). Namun demikian parameter tersebut
memiliki kelemahan antara lain peningkatan FENa dapat ditemukan pada
pasien dengan terapi diuretik walaupun terdapat azotemia prerenal,
sedangkan FENa yang lebih rendah dari normal yang mengindikasikan
penurunan aliran darah ginjal, juga dapat ditemukan pada obstruksi tahap
awal, glomerulonefritis akut, nefropati pigmentosa, dan GGA intrinsik
akibat alergi bahan kontras radiologi.
3. Failure (Kegagalan)
Failure didefinisikan sebagai penurunan LFG lebih dari 75% atau diuresis
kurang dari 0,3 mL/kgbb/jam selama lebih dari 24 jam atau keadaan anuria
lebih dari 12 jam. Gagal ginjal dapat juga ditentukan berdasarkan
peningkatan kreatinin serum > 4mg/dL dengan peningkatan 0,5 mg/dL
(42,4 µmol/L) yang terjadi secara akut. Kebutuhan akan RRT meningkat
pada stadium ini sampai lebih dari 50% dibandingkan dengan stadium I
dan R. Pada saat pasien berada pada stadium ini, RRT menjadi
pertimbangan yang penting diberikan sebagai intervensi mencegah
mortalitas. Secara umum indikasi RRT pada AKI adalah bila terdapatnya
overload cairan tubuh, hiperkalemia, asidosis metabolik dan gejala uremia.
Walaupun tidak ditunjang bukti yang kuat namun beberapa ahli
mempertimbangkan RRT pada stadium ini sebagai terapi suportif karena
pasien yang tergolong stadium failure namun tidak mendapatkan RRT
memiliki angka mortalitas yang tinggi, sehingga dipercaya RRT yang
diberikan secara dini dapat menurunkan mortalitas.
4. Loss dan End stage renal disease
Loss merupakan penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
minggu. End stage renal disease adalah penurunan fungsi ginjal menetap
selama lebih dari 3 bulan. Terdapat kecenderungan peningkatan jumlah
populasi pasien yang membutuhkan terapi dialisis sesuai dengan penelitian
yang melaporkan bahwa sebesar 13,8% pasien membutuhkan terapi
dialisis secara terus menerus. Hal tersebut yang menyebabkan adanya
kriteria RIFLE yang memuat lamanya waktu yang dibutuhkan pasien
untuk terapi dialisis. Pada stadium loss, pasien membutuhkan RRT selama
lebih dari empat minggu sementara pada pasien dengan disfungsi ginjal
yang ireversibel tergolong pada stadium tahap terminal (end stage)
membutuhkan RRT yang lebih lama lagi hingga dilakukan tranplantasi
ginjal. Penelitian oleh Acute renal failure network menunjukkan bahwa
kurang dari 50% pasien AKI yang selamat membutuhkan RRT

E. PATOFISIOLOGI
Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa perubahan patologi yang
mendasari Acute Kidney Injury adalah terjadinya Nekrosis Tubulus Akut.
Kondisi ini mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrolit dan bahan protein
lainnya. Kemudian membentuk silinder dan menyumbat lumen tubulus
sehingga tekanan intratubuler meningkat. Tekanan intratubulus yang
meningkat menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus sehingga GFR
menurun. Obstruksi tubulus merupakan faktor penting pada ARF (Acute
Renal Failure) yang disebabkan oleh logam berat. Etilen glikol atau iskemia
berkepanjangan. Pada keadaan sel endotel kapiler glomerulus dan/atau sel
membran basalis mengalami perubahan sehingga luas permukaan filtrasi
menurun mengakibatkan penurunan ultrafiltrasi glomerulus. Pada ginjal
normal, 90% aliran darah di distribusi ke korteks (letak glomerulus) dan 10%
menuju ke medula, dengan demikian ginjal dapat memekatkan urin dan
menjalankan fungsinya. Sebaliknya, pada AKI perbandingan antara distribusi
korteks dan medula ginjal menjadi terbalik sehingga terjadi iskemia relatif
pada korteks ginjal. Konstriksi dan arteriol aferen merupakan dasar penurunan
laju filtrasi glomerulus. Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin-
angiotensin dan memperbera iskemia korteks luar ginjal setelah hilangnya
rangsangan awal. Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa secara
umum faktor-faktor yang terlibat dalam proses potagenesis ARF diawali
dengan adanya gangguan iskemia atau nefrotoksin yang ada pada tubulus atau
glomerulus sehingga menurunkan aliran darah ke ginjal. Acute Kidney Injury
yang kemudian bersifat menetap dapat terjadi melalui beberapa akibat cedera
awal. Tahapan Acute Kidney Injury secara patologi berlangsung melalui 4
tahap sebagai berikut:
1. Tahap Inisiasi
Tahap dimana ginjal mulai mengalami penurunan ginjal. Pada tahap ini
biasanya pasien belum merasakan gejala yang berarti. Rata-rata pasien
mengeluh badan yang tiba-tiba terasa lemas, nyeri sendi, kadang diikuti
nyeri pinggang hebat bahkan sampai kolik abdomen. Serangan ini
berlangsung selama beberapa saat, jam atau beberapa hari.
2. Fase Oliguri-Anuri
Volume urin (<400 sampai 500ml/24 jam) ditandai dengan peningkatan
konsentrasi urin yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal. Terdapat
penurunan fungsi ginjal dengan peningkatan retensi nitrogen, peningkatan
BUN, ureum dan kreatinin.
3. Fase Diuretik
Dimulai ketika dalam waktu 24 jam volume urin yang keluar mencapai
500 ml dan bahkan mulai normal. Berakhir ketika BUN serta serum
kreatinin tidak bertambah lagi. Pada tahap ini perawat harus terus
mengobservasi kondisi pasien, karena kadang pasien dapat mengalami
dehidrasi yang ditandai dengan peningkatan ureum.
4. Fase Penyembuhan (recovery)
Walaupun kerusakan nefron bersifat irreversible, namun apabila kerusakan
belum berlangsung lama dan segera di perfusi dengan baik maka Acute
Kidney Injury dapat dicegah agar tidak berlanjut dan nefron dapat
berfungsi kembali. Biasanya proses ini berlangsung beberapa bulan (tiga
bulan sampai dengan satu tahun) namun, kadang-kadang terjadi jaringan
parut yang tidak selalu menyebabkan ginjal kehilangan fungsi.
F. PATHWAY

Pre renal (Hemoragi, Intra renal (Iskemik renal Post renal (batu ginjal,
dehidrasi, sequestrasi berat, eklamsia, aefropati tumor, obstruksi, kandung

Penurunan sirkulasi ginjal Gangguan fungsi dan struktur jaringan ginjal Aliran urin dari ginjal

Penumpukan zat toksin di ginjal


Kerja ginjal terganggu
Acute Kidney Injury Merusak jaringan ginjal
Ketidakmampuan
ginjal mensekresi
GFR Menurun Disfungsi ekskresi ammonia
Kreatinin serum Retensi ammonia
meningkat dan
Retensi cairan, Na
ureum meningkat
PH turun dan elektrolit

Penumpukan di kulit
asidosis metabolik Suplai O2 ke CES meningkat

Kulit kering gatal/ Pruritis jaringan


Mekanisme kompensasi Tekanan kapiler naik
Gangguan integritas kulit Metabolisme
anaerob
Hiperventilasi sehingga Vol. intertisial naik
meningkatkan

Pernafasan kusmaul
Edema
Nyeri sendi, Fatigue
Pola napas tidak efektif
Kelebihan volume
cairan
Nyeri Akut (Hipervolemia)
G. KOMPLIKASI
Odema paru terjadi karena gagal jantung kongestif. Keadaan ini terjadi akibat
ginjal tidak dapat mensekresi urin, garam dalam jumlah yang cukup. Posisi
pasien setengah duduk agar cairan dalam paru dapat di distribusi ke vaskular
sistemik, di pasang oksigen, dan di berikan diuretik kuat (furosemide injeksi).
Aritmia terjadi karena efek dari hiperkalemia yang mempengaruhi kelistrikan
jantung. Gangguan elektrolit (hiperkalemia, hiponatremia dan asidosis).
Penurunan kesadaran terjadi karena perubahan perfusi dan penurunan aliran
darah ke otak. Infeksi terjadi karena retensi sisa metabolisme tubuh dalam
peredaran darah (BUN, 20 kreatinin). Anemia, terjadi akibat penurunan
produksi eritropoietin sehingga eritrosit yang dihasilkan juga akan berkurang
(Nuari & Widayanti, 2017).

H. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis
memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendurungan
perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa
pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum
( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi
puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status
klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral
atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan
harian, Pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum,
cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan
haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase
luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantia cairan.
4. Pertimbangan nutrisional
Diet protein dibatasi sampai 1g/kg selama fase oligurik untuk menurunkan
pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik.
Kebutuhan kalori dipenuhi dengan pemberian diet tinggi karbohirdat,
karena karbohidrat memiliki efek tehadap protein yang luas (pada diet
tinggi karbohidrat, protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan
energi tetapi “dibagi” untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan.
Makanan dan cairan yang mengandung kalium yang mengandung kalium
dan fosfat (pisang, buah dan jus jeruk, kopi) dibatasi. Masukan kalium
biasanya dibatasi sampai 2g/hari. Pasien mungkin memerlukan nutrisi
parenteral total.
5. Cairan IV dan diuretik
Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat
dipertahankan melalui cairan IV dan medikasi. Manitol, furosemid, atau
asam etrakrinik dan diresepkan untuk mengawali diuresis dan mencegah
atau mengurangi gagal ginjal berikutnya. Jika gagal ginjal akut disebabkan
oleh hipovolemia akibat hipoproteinemia, infus albumin yang diresepkan.
Syok dan infeksi ditangani jika ada.
6. Koreksi asidosis dan kadar fosfat
Jika asidosis berat terjadi gas darah arteri harus dipantau, tindakan
ventilasi yang tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernapasan.
Pasien memerlukan terapi natrium karbonat atau dialisis. Peningkatan
konsentrasi serum fosfat pasien dapat dikendalikan dengan agen pengikat-
fosfat (alumunium hidroksida), agens ini membantu mencegah
peningkatan serum fosfat dengan menurunkan absorpsi fosfat di saluran
intestinal.
7. Pemantauan berlanjut selama fase pemulihan
Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10-20 hari dan diikuti oleh
fase diuretik, dimana haluaran urin mulai meningkat, menunjukkan bahwa
fungsi ginjal membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk menentukan
jumlah natrium, kalium, dan cairan yang diperlukan selama pengkajian
terhadap hidrasi lebih dan hidrasi kurang. Setelah fase diuretik, pasien
diberikan diet tinggi protein, tinggi kalori dan didorong untuk melakukan
aktivitas secara bertahap.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
2. Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium
serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
3. KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya
obstruksi
4. Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5. Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstraskular, massa.
6. Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,refluks
ureter,retensi
7. Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
8. Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis
9. Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ;
keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
10. EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE KIDNEY INJURY

A. PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas kliendan
identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia,
jeniskelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut
dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun,
khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta
usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas
penanggung jawab datayang didapatkan yakni meliputi nama, umur,
pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
2) Status Kesehatan Pasien
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-
sedikit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit
terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan
berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah
penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dengan
predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan,
diare, muntah berat, luka bakar luas,cedera luka bakar, setelah
mengalami episode serangan infark, adanyariwayat minum obat
NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan
tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung padaginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masasebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab
pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayatalergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
3) Pengkajian Primer
a. Airway
1) Penilaian tentang kesadaran, dengan cara menyentuh,
menggoyangkan dan memanggil namanya, misalnya bapak atau
ibu
2) Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera, lihat
adakah partikel-partikel benda asing seperti darah, muntahab,
permen karet, gigi palsu atau tulang
3) Posisi pasien diatur agar mudah untuk bernapas
4) Peningkatan sekresi pernapasan
5) Adanya benda asing pada saluran pernapasan
6) Adanya bunyi napas yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas
b. Breathing
1) Auskultasi bunyi napas dan evaluasi ekspansi dada, usaha respirasi
dan adanya bukti trauma dinding dada atau abnormalitas fisik
2) Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan, dan observasi
pernapasan ekspansi bilateral dada
3) Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan pernapasan,
pasien diberikan alat oksigenisasi yanga dekuat.
4) Pola dan frekuensi pernapasan
5) Pengembangan dada simitri atau tidak
6) Penggunaan otot bantu pernapasan
7) Adanya retraksi interkosta
c. Circulation
1) Cek nadi dan iramanya serta ritmenya
2) Kaji tekanan darah
3) Kaji warna kulit(Adanya sianosis)
4) Kajia adanya bukti perdarahan
5) Kirimkan sampel darah untuk melakukan cek labolatorium
6) Capiler refill (3-4 detik)
7) Adakah tanda tanda syok
d. Disability
Pemeriksaan neurologis : GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan,keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemaha
n pada tungkai
1) A : Allert : sadar penuh, respon bagus
2) V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon terhadap suara
3) P : Pain Respons :kesadaran menurun, tidak berespon terhadap
suara, berespon terhadap rangsangan nyeri
4) U : Unresponsive : kesadaran menurun, tidak berespon terhadap
suara, tidak bersespon terhadap nyeri.
e. Exposure
Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera
yang lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap
dijaga dalam kondisi hangat supaya untuk mencegah terjadinya
hipotermi.
4) Pengkajian Sekunder
a. F (find patient medical history)
Metode SAMPLE yang merupakan pengkajian mengenai riwayat
singkat pasien di rumah sakit. Pengkajian ini dapat dilakukan jika
pasien sudah dalam keadaan stabil
1) S (Sign and Simptoms) adalah gejala pertama yang dirasakan
pasien saat itu.
2) A (Allergies) adalah ada tidaknya alergi
3) M (Medication) adalah riwayat pemgobatan/terapi terakhir pasien
4) P (Past Medical History) adalah riwayat medis sebelum pasien
dirawat di Rumah Sakit.
5) L (Last Meal) adalah asupan makanan/minum terakhir pasien
6) E (Event Prociding Incident) adalah kemungkinan peristiwa yang
mengawali terjadinya serangan atau penyakit pasien saat ini
b. G (Get Vital Sign)
TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang
ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan : biasanya ditemukan
frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan
meningkat krena demam, BB ; biasanya mengalami penrunan(bahkan
hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi
badan tetap).
c. H (Head to toe)
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan
atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh
data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan
hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien. Pemeriksaan Fisik meliputi :
1) Kepala
a) Rambut : biasanya pasien berambut tipis dan kasar, pasien
sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : biasanya pasien berwajah pucat
c) Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
d) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan pasien
bernafas pendek.
e) Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut,
ulserasi gusi, perdarahan gusi dan nafas berbau.
f) Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi
g) Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan
2) Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar
getah bening.
3) Dada/Thorak
Inspeksi : biasanya pasien dengan nafas pendek, kusmaul
(cepat/dalam)
Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan
Perkusi : biasanya sonor
Auskultasi : biasanya vesikuler
4) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2
linea dekstra sinistra
Perkusi : biasanya ada nyeri
Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat
5) Perut/Abdomen
Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan, mual dan muntah
Auskultasi :biasanya bising usus normal, antara 5-35 kali/menit
Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang,
dan adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites
6) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, distensi
abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urin menjadi
kuning pekat.
7) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas, kram
otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan
keterbatasan gerak sendi.
8) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik,
adanya area ekimosis pada kulit.
9) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori,
penurunan tingkat kesadaran,disfungsi serebral, seperti perubahan
proses fikir dan disorientasi. Pasien sering didapati kejang, dan
adanya neuropati perifer.
d. Inisied, Intervention & Isolation
Pemeriksaan penunjang, intervensi dan apakah perlu dilakukan isolasi.
e. Justment
Memberikan keputusan apakah perlu rawat inap, pulang atau rujuk.

B. DIAGNOSA
1. (D.0005) Pola napas tidak efektif b.d Hambatan upaya napas
2. (D.0077) Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis
3. (D.0022) Hipervolemia b.d Gangguan mekanisme regulasi
4. (D.0129) Gangguan integritas kulit b.d Kelebihan volume cairan

C. INTERVENSI
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
1. Setelah dilakukam I.01011
intervensi keperawatan Manajemen Jalan Napas
maka diharapkan masalah Observasi
pola napas dapat membaik 1. Monitor pola napas (frekuensi,
dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha napas)
1. Dyspnea menurun skala 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
5. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi
2. Penggunaan otot bantu kering)
napas menurun skala 5. Terapeutik
3. Frekuensi napas 1. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
membaik skala 5. 2. Berikan minum hangat
4. Ekskursi dada membaik
skala 5.
5. Tekanan inspirasi dan 3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
ekspirasi membaik
skala 5.
4. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

2. Setelah dilakukan tindakan I.08238


keperawatan diharapkan Manajemen nyeri
tingkat nyeri membaik Observasi :
dengan, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
- Kemampuan nyeri.
menuntaskan aktivitas 2. Identifikasi skala nyeri
meningkat skala 5.
- Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi faktor yang memperberat
skala 5. dan memperingan nyeri.
- Meringis menurun skala
5. Terapeutik :
- Gelisah menurun skala 5. 1. Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (kompres
hangat, terapi musik).
2. kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan).

Edukasi :
1. jelaskan strategi meredakan nyeri.

2. Ajarkan teknik non farmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

3. Setelah dilakukan tindakan I.03114


keperawatan diharapkan Manajemen Hipervolemia
keseimbangan cairan Observasi
meningkat dengan, 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
Kriteria hasil : (mis.Dipsnea, ortopnea, edema)
- Asupan cairan 2. Monitor intake dan output cairan
meningkat skala 5. 3. Monitor TTV
- Haluaran urin
meningkat skala 5. Terapeutik
- Asupan makanan 1. Batasi asupan cairan dan garam
meningkat skala 5. 2. Tinggikan kepala tempat tidur 30º-40º
- Edema menurun skala
5. Edukasi
- Dehidrasi menurun 1. Ajarkan cara membatasi cairan
skala 5.
- Turgor kulit membaik Kolaborasi
skala 5. 1. Kolaborasi pemberian diuretik
4. Setelah dilakukan tindakan I.11353
keperawatan diharapkan Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit dan jaringan Observasi
meningkat dengan, 1. Identifikasi penyebab gangguan
Kriteria hasil : integritas kulit (mis. Perubahan
- Kerusakan jaringan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
menurun skala 5. peneurunan kelembaban, suhu
- Kemerahan menurun lingkungan ekstrem, penurunan
skala 5. mobilitas)
- Jaringan parut menurun Terapeutik
skala 5. 1. Gunakan produk berbahan petrolium
- Suhu kulit membaik atau minyak pada kulit kering
skala 5. 2. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
3. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering

Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. Lotin, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkat asupan buah dan
sayur

D. IMPLEMENTASI
Melakukan intervensi atau tindakan keperawatan yang sudah direncanakan
untuk pasien sesuai jadwal dan bertahap agar diperoleh hasil yang diinginkan.
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dari perwujudan rencana tindakan yang
meliputi beberapa kegiatan yaitu validasi rencana keperawatan,
mendokumentasikan rencana tindakan keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan mengumpulkan data.

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap atau langkah dalam proses keperawatan yang
dilaksanakan dengan sengaja dan terus-menerus yang dilakukan oleh perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya dengan tujuan untuk memenuhi apakah
tujuan dan rencana keperawatan terapi atau tidak serta untuk melakukan
pengkajian ulang, sehingga didapat penilaian sebagai berikut :
1. Tujuan tercapai : Klien mampu melakukan/menunjukan perilaku pada
waktu yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah
ditentukan
2. Tujuan tercapai sebagian : Klien mampu menunjukan perilaku tetapi hanya
sebagian dari tujuan yang diharapkan.
3. Tujuan tidak tercapai : Bila klien tidak mampu atau tidak sama sekali
menunjukan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
Pelaksanaan evaluasi didokumentasikan bisa dalam bentuk catatan
perkembangan dengan menggunakan metode SOAP
S (Subjektif) : data berdasarkan keluhan pasien/keluarga pasien.
O (Objektif) :data berdasarkan hasil pengukuran/observasi langsung
kepada pasien.
A (Assegment) : masalah keperawatan yang masih terjadi atau baru saja
terjadi akibat perubahan status kesehatan yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.
P (Planning) : perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau menambah rencana tindakan
keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai