Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE KIDNEY INJURY

Laporan Ini Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah ( KMB)
Program Profesi Ners

Disusun Oleh:

Hilman Imanuddin
NIM 3222016

Program Studi Ners Non Reguler STIKep PPNI Jawa Barat

Tahun 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE KIDNEY INJURY

A. Definisi Acute Kidney Injury (AKI)


Acute Kidney Injury merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan
fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang
menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang
menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak
0,5mg/dl/hari dan kadar  nitrogen urea darah sebanyak 10mg/dl/hari dalam
beberapa hari (Price & Wilson, 2012).
Acute Kidney Injury  adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju
filtrasi glomerulus yang umumnya berlangsung reversible, diikuti kegagalan
ginjal untuk mengeksresi sisa metabolisme nitrogen, dengan atau tanpa gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sinto & Nainggolan, 2010).
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa AKI merupakan suatu
penurunan fungsi filtrasi glomerulus yang berlangsung dengan cepat. Penurunan
filtrasi glomerulus (60-89%) menyebabkan peningkatan pada kreatinin dan
kegagalan ginjal untuk mengeksresi sisa metabolisme nitrogen.

B. Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI,
yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara
langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,
~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI
pascarenal, ~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari tempat
terjadinya AKI.
AKI Prarenal
1. Hipovolemia
a. Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular, kerusakan jaringan
(pankreatitis), hypoalbuminemia, obstruksi usus
b. Kehilangan darah
c. Kehilangan cairan ke luar tubuh melalui saluran cerna (muntah, diare,
drainase), melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis
osmotik), melalui kulit (luka bakar)
2. Penurunan curah jantung
a. Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
b. Penyebab perikard: tamponade
c. Penyebab vascular pulmonal: emboli pulmonal
d. Aritmia
e. Penyebab katup jantung
3. Perubahan rasio resistensi vascular ginjal sistemik
a. Penurunan resistensi vascular perifer, Sepsis, sindrom hepatorenal, obat
dalam dosis berlebihan

AKI Renal/Intrinsik
1. Obstruksi renovaskular
a. Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, thrombosis, emboli, diseksi
aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (thrombosis, kompresi).
2. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
a. Glomerulonefritis, vasculitis
3. Nekrosis tubular akut ( Acute Tubular Necrosis)
a. Iskemia (serupa AKI prarenal)
b. Toksin
c. Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotic, kemoterapi, pelarut
organic, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis, hemolysis, asam urat,
oksalat, myeloma)
4. Nefritis interstitial
a. Alergi (antibiotic, OAINS, diuretic, kaptopril), infeksi (bakteri, jamur),
infiltasi (limfoma, leukemia, sarcoidosis), idiopatik
5. Obstruksi dan deposisi intratubular
a. Protein myeloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,
sulfonamide
6. Rejeksi alograf ginjal
AKI Pascarenal
1. Obstruksi ureter 
a. Batu gumpalan darah, papilla ginjal, keganasan, kompresi eksternal
2. Obstruksi leher kandung kemih
a. Kandung kemih neurogenic, hipertrofi prostat, batu, keganasan, darah
3. Obstruksi uretra
a. Striktur, katup kongenital, fimosis

C. Patofisiologi
D. Klasifikasi
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang
terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan
LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal
dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal seperti terlihat
dalam tabel 1

E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2013), hampir semua sistem tubuh dipengaruhi
ketika terjadi kegagalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Pasien tampak
sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah dan diare. Kulit dan
membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan napas mungkin berbau urin (fetor
uremik). Manifestasi sistem saraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala,
kedutan otot dan kejang. Manifestasi klinis AKI yaitu:
1. Perubahan Haluaran Urin
Haluaran urin sedikit, dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya
rendah.
2. Peningkatan BUN dan Kadar Kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya
bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein.
Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin
serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit.
3. Hyperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak
mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan
pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia
berat (kadar serum Kalium tinggi). Hyperkalemia menyebabkan disritmia
dan henti jantung. Sumber kalium mencakup katabolisme jaringan normal;
masukan diet, darah di saluran gastrointestinal; atau transfusi darah dan
sumber-sumber (infus intravena, penisilin kalium dan pertukaran
ekstraseluler sebagai respon terdapat adanya asidosis metabolik).
4. Asidosis metabolic
Pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti
substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolic normal. Selain itu,
mekanisme buffer  ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan Ph darah. Sehingga,
asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
5. Abnormalitas Ca++ dan PO4
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi; serum kalsium
mungkin menurun sebagai respons terhadap penurunan absorbsi kalsium di
usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum
fosfat.
6. Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak
dapat dielakan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan
darah, biasanya saluran gastrointestinal. Adanya bentuk eritropoetin
(epogen) yang sekarang banyak tersedia, menyebabkan anemia tidak lagi
menjadi masalah utama dibanding sebelumnya.
F. Komplikasi
Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait AKI
yang ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya saat
awal.
1. Kelebihan volume intravaskuler
2. Hiponatremia
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolic
5. Hiperfosfatemia
6. Hipokalsemia

G. Penatalaksanaan
Menurut Sinto & Nainggolan (2010), pada dasarnya tata laksana sangat
ditentukan oleh penyebab AKI. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi,
upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk
mencegah pasien jatuh pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi
rehidrasi bila penyebab AKI adalah prarenal/hypovolemia, terapi sepsis,
penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi pascarenal dan menghindari
penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus
dilakukan secara rutin. Selama tahap polyuria (tahap pemeliharaan dan
awal perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup
berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara
ketat dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit
urine dan serum.
1. Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pada pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit
dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem
klasifikasi pemberian nutrisi berdasarkan status katabolisme diajukan oleh
Druml pada tahun 2005 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
2. Terapi Farmakologi: Diuretik, Furosemide, Manitol dan Dopamine
Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+-ATP pada sisi luminal sel,
menurunkan kebutuhan energi sel thick limb  Ansa. Translokasi cairan
intravaskuler, bila cara tersebut tidak berhasil, peningkatan dosis lebih lanjut
tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan toksisitas. Secara hipotesis,
manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler sehingga dapat
digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oliguria. Namun
kegunaan mannitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan
ginjal lebih jauh karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit
dan menurunkan kecepatan aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada
pemberian manitol lebih dari 250mg/kg setiap 4 jam. Penelitian lain
menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urine, pemberian
mannitol tidak memperbaikiprognosis pasien. Dopamine dosis rendah (0,5-3
ug/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata laksana AKI.
Dopamine dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
ginjal menghambat Na+/K+-ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran
darah ginjal, LFG dan natriuresis.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan AKI, yaitu:
1. Urine
a. Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria), yang
terjadi dalam 24-48 jam setelah ginjal rusak.
b. Warna, kotor sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, HB,
myoglobin, porfirin.
c. Berat jenis, kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal, contoh
glomerulonephritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
d. Potensial hydrogen, lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran
kemih nekrosis tubular rise ginjal dan gagal ginjal kronis.
e. Osmolaritas, kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
dan urin/serum sering 1:1.
f. Klirens Kreatinin, mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN
dan kreatinin serum menunjukkan peningkatan bermakna.
g. Natrium, biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 m/S bila ginjal
tidak mampu mengabsorbsi natrium.
h. Bikarbonat, meningkat bila ada asidosis metabolik.
i. Sel darah merah, mungkin ada karena infeksi batu trauma tumor atau
peningkatan GF.
j. Protein, proteinuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila sel darah merah dan warna tambahan juga ada.
Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM (sel darah merah) dapat
menunjukkan infeksi atau nefritis interstitial. Pada NTA biasanya ada
proteinuria minimal.
k. Warna tambahan, biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi. Warna
tambahan seluler dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel
tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga
nefritis glomular.
2. Darah
a. Hemoglobin, menurunnya pada adanya anemia.
b. Potensial hydrogen, asidosis metabolic (<7,2) dapat terjadi karena
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hydrogen dan hasil
akhir metabolism.
c. BUN/kreatinin, biasanya meningkat pada proporsi rasio 10:1.
d. Osmolalitas serum, lebih besar dari 2850 mOsm/kg sering sama dengan
urin kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolysis sel
darah merah).
e. Natrium, biasanya meningkat tetapi bervariasi.
f. PH, kalsium dan bikarbonat menurun.
g. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
h. Protein, penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan
penurunan sintesis karena kekurangan asam amino esensial.

3. Pencitraan Radionuklida, dapat menunjukkan kalikektasis, hidronefrosis,


penyempitan dan lambatnya pengisian dna pengosongan sebagai akibat dari
AKI.
4. KUB (abdomen), menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih, adanya
kista, tumor dan perpindahan ginjal atau obstruksi batu.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: keletihan, kelemahan, malaise.
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus.
b. Sirkulasi
Tanda: hipotensi/hipertensi
Gejala: disritmia jantung, nadi lemah/halus hipotensi ortostatik
(hypovolemia). DVJ, nadi kuat (hypervolemia), edema jaringan umum
(termasuk area periorbital, mata kaki, sacrum), pucat dan kecenderungan
perdarahan.
c. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi,
polyuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria (fase
akhir). Disuria, ragu-ragu, dorongan dan retensi (inflamasi, obstruksi,
infeksi). Abdomen kembung diare atau konstipasi. Riwayat HPB,
batu/kalkuli.
Tanda: perubahan warna urine contoh kuning pekat. Oliguria (biasanya
12-21 hari), polyuria (2-6 L/hari).
d. Makanan/cairan
Gejala: mual muntah, anoreksia, nyeri ulu hati dan penggunaan diuretic.
Tanda: perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, bagian
bawah).
e. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang: sindrom “kaki
gelisah”
Tanda: gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Kejang, faskikulasi otot, aktivitas kejang.
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
g. Pernafasan
Gejala: napas pendek 
Tanda: takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi, kedalaman
(pernafasan kussmaul), napas ammonia. Batuk produktif dengan sputum
kental merah muda (edema paru).
h. Keamanan
Gejala: adanya reaksi transfuse
Tanda: demam (sepsis, dehidrasi). Pruritus, kulit kering.
i. Penyuluhan pembelajaran
Gejala: riwayat penyakit pilikistik keluarga, nefritis herediter, batu
urinarius, malignansi. Riwaya terpajan toksin, contoh obat, racun,
lingkungan. Obat nefrotik penggunaan berulang/saat ini contoh
aminoglikosida, amfoterisin B, anestetik, vasodilator. Tes diagnostic
dengan media kontras radiografik. Kondisi yang terjadi bersamaan:
tumor pada saluran perkemihan, sepsis gram negative, trauma/cedera
kekerasan, perdarahan, luka berkemih, cedera listrik, gangguan
autoimun (contoh: scleroderma, vasculitis), oklusi vaskuler/bedah, DM,
gagal jantung/hati.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d. beban jantung meningkat
b. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
c. Defisit nutrisi b.d sekresi protein terganggu
d. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi sekunder 
e. Perfusi perifer tidak efektif b.d suplai O2 ke jaringan menurun

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnose keperawatan Perencanaan

Tujuan Intervensi

1 Penurunan curah jantung Penurunan curah Perawatan Jantung (I.02075)


b.d. beban jantung jantung b.d. beban
meningkat jantung meningkat Observasi
dengan kriteria hasil:  Identifikasi tanda/gejala
 Lelah menurun primer penurunan curah
 Gambar EKG jantung (meliputi: dispnea,
aritmia menurun kelelahan, edema, ortopnea,
 Tekanan darah PND, peningkatan CVP).
membaik  Identifikasi tanda/gejala
 Dispnea menurun sekunder penurunan curah
jantung (meliputi:
peningkatan berat badan,
hepatomegaly, distensi
vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
 Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada
(mis: intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presipitasi
yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
 Monitor nilai laboratorium
jantung (mis: elektrolit,
enzim jantung, BNP,
NTpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu
jantung
 Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
 Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat (mis: beta
blocker, ACE Inhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)

Terapeutik
 Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
 Berikan diet jantung yang
sesuai (mis: batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermitten,
sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress,
jika perlu
 Berikan dukungan
emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%

Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
2 Hipervolemia b.d gangguan Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
mekanisme regulasi intervensi keperawatan (I.03116)
3x24 jam, maka
keseimbangan cairan Observasi
meningkat, dengan  Periksa tanda dan gejala
kriteria hasil: hipovolemia (mis:
 Haluaran urin frekuensi nadi meningkat,
sedang nadi teraba lemah, tekanan
 Kelembapan darah menurun, tekanan
membrane nadi menyempit, turgor
mukosa sedang kulit menurun, membran
 Edema sedang mukosa kering, volume
 Tekanan darah urin menurun, hematokrit
membaik meningkat, haus, lemah)
 Turgor kulit  Monitor intake dan output
membaik cairan
 Berat badan
membaik Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified
Trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral

Edukasi
 Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis:
NaCL, RL)
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis:
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid (albumin,
plasmanate)
 Kolaborasi pemberian
produk darah

3 Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)


dengan sekresi protein intervensi keperawatan
terganggu 3x24 jam, maka status Observasi
nutrisi membaik,  Identifikasi status nutrisi
dengan kriteria hasil;  Identifikasi alergi dan
 Porsi makanan intoleransi makanan
yang dihabiskan  Identifikasi makanan yang
meningkat disukai
 Verbalisasi  Identifikasi kebutuhan
keinginan untuk kalori dan jenis nutrien
meningkatkan  Identifikasi perlunya
nutrisi meningkat penggunaan selang
 Berat badan nasogastrik
membaik  Monitor asupan makanan
 Frekuensi makan  Monitor berat badan
membaik  Monitor hasil pemeriksaan
 Nafsu makan laboratorium
membaik
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis:
piramida makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastik
jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi
 Ajarkan posisi duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu
4 Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
hiperventilasi sekunder intervensi keperawatan (I.01011)
selama 3 x 24 jam,
maka pola napas Observasi
membaik, dengan  Monitor pola napas
kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman,
 Dispnea menurun usaha napas)
 Penggunaan otot  Monitor bunyi napas
bantu napas tambahan (misalnya:
menurun gurgling, mengi, wheezing,
 Pemanjangan fase ronchi kering)
ekspirasi menurun  Monitor sputum (jumlah,
 Frekuensi napas warna, aroma)
membaik
 Kedalaman napas Terapeutik
membaik  Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma fraktur
servikal)
 Posisikan semi-fowler atau
fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
 Ajarkan Teknik batuk
efektif

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
b.d suplai O2 ke jaringan intervensi keperawatan
menurun selama 1 x 24 jam, Observasi
maka perfusi perifer  Periksa sirkulasi perifer
meningkat, dengan (mis: nadi perifer, edema,
kriteria hasil: pengisian kapiler, warna,
 Pengisian kapiler suhu, ankle-brachial index)
membaik  Identifikasi faktor risiko
 Akral membaik gangguan sirkulasi (mis:
 Warna kulit pucat diabetes, perokok, orang
menurun tua, hipertensi, dan kadar
 Turgor kulit kolesterol tinggi)
membaik  Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas

Terapeutik
 Hindari pemasangan infus,
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi

Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis: melembabkan kulit
kering pada kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
 Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
(mis: rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis: rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa).

Anda mungkin juga menyukai