Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE KIDNEY INJURY (AKI) ATAU GAGAL GINJAL AKUT

A. DEFINISI
Gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam

beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa

metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa

disertai oliguri. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi

ginjal, retensi sisa metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan

metabolik lainnya seperti asidosis dan hiperkalemia, gangguan keseimbangan

cairan serta dampak terhadap berbagai organ tubuh lainnya. Diagnosis GGA

berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi peningkatan

secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar

kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatkan >20% bila kreatinin awal

>2,5mg%.
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal

ginjal akut (GGA, acute renal failure [ARF]) merupakan salah satu sindrom

dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan

peningkatan insidens. Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan

peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang

lebih ringan dapat terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan

nyata kasus AKI akibat meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit

komorbid yang beragam, meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ

selain ginjal, intervensi diagnostik dan terapeutik yang lebih agresi.


AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara

tiba-tiba (dalam 48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin

(SCr) >0.3 mg/dL (>25 mol/L) atau meningkat sekitar 50% dan adanya

penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam. Suatu kondisi

penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal

untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit

dan cairan

B. KLASIFIKASI
Tabel Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations

Group (Roesli R, 2007).

Penurunan Laju
Peningkatan Filtrasi Kriteria Urine
Kategori Kadar Serum Cr Glomerulus Output
<0,5 mL/kg/jam,
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar >6 jam
<0,5 mL/kg/jam,
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar >12 jam
<0,3 mL/kg/jam,
Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar >24 jam
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
Loss Minggu
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
End stage Bulan

C. ETIOLOGI
1. Pre renal
a. Hipoperfusi
b. Hipovolemia : perdarahan hebat, diare, muntah, diurisis. Hipotensia :

shock, AMI luas, anestesia.


2. Renal (intrinsik): kerusakan struktur & fungsi ginjal
a. Hipoperfusi berkepanjangan.
b. Nekrosis tubular akut akibat
c. Hipotensi : pasca bedah
d. Hipovolemik dan infeksi : luka bakar.
e. Hipotensi akibat trauma berat
f. Infeksi, nefrotoksis, penyakit parenkim ginjal (pielonefritis akut,

glomerulonefritis akut)
3. Post renal (obstruktif).
a. Endapan asam urat, kristal sulfat
b. Obstruksi : batu KK, hipertrofiprostat, cancer kolon, cancer servik &

uterus.
c. Pembedahan ureter.
d. Obstruksi uretra ; striktura uretra

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dan gagal

ginjal akut, yaitu periode awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode

perbaikan. Gagal ginjal akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine

lebih dari 400 ml/24 jam.


1. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Stadium oliguria
Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai

dengan peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya

diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta kation

intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang

diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah

400 ml. Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan

disertai azotemia. Pada bayi, anak-anak berlangsung selama 35 hari.

Terdapat gejala-gejala uremia (pusing, muntah, apatis, rasa haus,

pernapasan kusmaul, anemia, kejang), hiperkalemi, hiperfosfatemi,

hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.


3. Stadium diuresis
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara

bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine

output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih

dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya

dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya

meningkat.
a. Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400 ml/hari
b. Berlangsung 2-3 minggu
c. Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak

mengalami hidrasi yang berlebih


d. Tingginya kadar urea darah
e. Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium dan air
f. Selama stadium dini dieresis, kadar BUN mungkin meningkat terus
4. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama

itu anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit

membaik. Nilai laboratorium akan kembali normal.


5. Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu:
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah,

diare, pucat (anemia), dan hipertensi.


b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan

yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).


d. Tremor tangan.
e. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
f. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat

dijumpai adanya pneumonia uremik.


g. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan

kejang).
h. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung

darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)


i. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju

endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein),

perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada

kerusakan glomerulus.
j. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan

lebih menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung

kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa

hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.

E. PATOFISIOLOGI
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal

dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung

dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah

akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral

ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara

permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang

berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani. Terdapat 4 tahapan

klinik dari gagal ginjal akut yaitu :


1. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya

oliguria.
2. Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah

rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.

Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar

dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat

melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita

mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada


stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan

pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap

stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita

biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran

kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau

penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam

hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan

malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang

terjadi juga sebagai respon teehadap kegelisahan atau minum yang

berlebihan. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada

penyakit yang terutamam menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat

sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia

pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas

sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan

darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.


3. Stadium III
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak

dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala

yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang

tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai

koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah

hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin

mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin

serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai
penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala

yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan

homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya

menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena

kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang

tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan

biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik

memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal

ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan

dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialysis.


F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
1. Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
2. Gangguanelektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis
3. Neurlogi : iritabilitasneuromuskuler, flap, tremor, koma,

gangguankesadaran, kejang
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan

gastrointestinal
5. Hematologi : anemia, diathesis hemoragik
6. Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan secara umum adalah: Kelainan dan tatalaksana

penyebab.
a. Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus

keseimbangan cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa

konsentrasi natriumurin, volume darah dikoreksi, diberikan diuretik,

dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.


b. Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah

kandung kemih penuh, ada pembesaan prostat, gangguan miksi atau

nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter urin, selain untuk

mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari urin

dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG ginjal.


c. Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik

urin, dan pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau

tes lainnya.
2. Penatalaksanaan gagal ginjal
a. Mencapai & mempertahankan keseimbangan natrium dan air.

Masukan natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500

ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar

jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun keseimbangan

harus tetap diawasi


b. Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori

atau hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena,

penambahan kalium, pemberian kalsium intravena pada kedaruratan

jantung dan dialysis


c. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap

infeksi saluran napas dan nosokomial. Demam harus segera harus

dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera dilepas bila diagnosis

obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan


d. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa

untuk adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula

dideteksi dari kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan

hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H (misalnya ranitidin)

diberikan pada pasien sebagai profilaksis


Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum

tinggi, hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh

melebihi 30-40 mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan

dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang intensif, sedangkan

hemodialisis intermitten dengan kateter subklavia ditujukan untuk pasien

lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik yang tidak adekuat

dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein.
2. Arteriogram ginjal
3. Biopsi ginjal
4. Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium

serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.


5. KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan

adanya obstruksi
6. Pielografi retrograde
7. Sistouretrogram berkemih
8. Ultrasono ginjal
9. Endoskopi ginjal nefroskopi
10. EKG

J. DATA FOKUS PENGKAJIAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien

dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama,

usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal

Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia

manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit

serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk

pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni

meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.


b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi

miksi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit

terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat

menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output

dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada

hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca

perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar


luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan

infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian

antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya

riwayat trauma langsung pada ginjal.


3. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem

perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit

hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi

penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat

pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi

terhadap jenis obat dan dokumentasikan.


4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada

TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri

sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi

mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan

peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi

perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.

2. Pemeriksaan Pola Fungsi


a. B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola

napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap

azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau

urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada


beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis

metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.


b. B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi

akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda

khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada

sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia

yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak

dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi

eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel

darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1.

Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi

jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan

tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.


c. B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,

penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan

elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder

akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram

otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri

yang berlanjut pada sindrom uremia.


d. B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi

penurunan frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari,

sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang


menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai

tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan

didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.


e. B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga

sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.


f. B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder

dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.


d. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan

menunjukkan adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis

<1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00

menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari

350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine :

serum sering 1 : 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan

yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung

pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal

dan masukan protein. Serum kratinin meningkat pada

kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat

dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.


c. Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan

lajut filtrasi glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium.

Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler

ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat.

Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.


d. Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi

muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk

oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer

ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya

penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah

sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.

K. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Faktor Biologis Ketidakseimbangan
Klien mengatakan tidak Nutrisi Kurang Dari
nafsu makan, mual Kebutuhan Tubuh
DO :
muntah
BB menurun
Tampak tidak
nafsu makan
DS : kelebihan asupan Kelebihan Volume cairan
klien mengatakan kakinya natrium
bengkak

DO :
Kaki klien terlihat
bengkak

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b/d Faktor

Biologis.
2. Kelebihan volume cairan b/d kelebihan asupan natrium
M. NURSING CARE PLANNING (NCP)

INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA KEPERAWATAN
No
KEPERAWATAN HASIL (Nursing Outcome) (Nursing Intervention
Classication)
Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi
kurang dari kebutuhan keperawatan ............ x 24 jam, makanan
tubuh diharapkan Nutrisi dalam 2. Kolaborasi dengan ahli
Tanda dan Gejala tubuh terpenuhi. gizi untuk menentukan
1. Berat badan 20% Kriteria hasil jumlah kalori dan
atau lebih dibawah nutrisi yang
ideal Indikator IR ER dibutuhkan pasien
2. Dilaporkan adanya 1. Intake 3. Anjurkan pasien untuk
intake makanan makanan dan meningkatkan intake
yang kurang dari cairan Fe
RDA 2. Energi 4. Anjurkan pasien untuk
(Recommended 3. Masa tubuh meningkatkan protein
Daily Allowance) 4. Berat badan dan Vitamin C
3. Membran mukosa 5. Ukuran 5. Berikan substansi gula
dan konjungtiva kebutuhan yakinkan diet yang
pucat nutrisi secara dimakan mengandung
4. Kelemahan otot biokimia tinggi serat untuk
yang digunakan mencegah konstipansi
untuk Keterangan : 6. Berikan makanan yang
menelan/menguyah 1. Keluhan ekstrim terpilih (sudah
5. Luka, inflamasi 2. Keluhan berat dikonsultasikan dengan
3. Keluhan sedang ahli gizi)
pada rongga mulut
4. Keluhan ringan 7. Ajarkan pasien
6. Mudah merasa
5. Tidak ada keluhan
kenyang sesaat bagaimana membuat
setelah mengunyah catatan makanan harian
makanan 8. Monitor jumlah nutrisi
7. Dilaporkan atua dan kandungan kalori
adanya fakta 9. Berikan informasi
kekurangan tentang kebutuhan
makanan nutrisi
8. Dilaporkan adanya 10. Kaji kemampuan
perubahan sensasi pasien untuk
rasa mendapatkan nutrisi
9. Perasaan yang diibutuhkan
ketidakmampuan
untuk menguyah NUTRITIONAL
makanan MONITORING (monitor
10. Miskonsepsi nutrisi)
11. Kehilangan berat
1. BB pasien dalam batas
badan dengan
normal
makanan cukup 2. Monitor adanya
12. Keengganan untuk
penurunan berat badan
makan 3. Monitor tipe dan jumlah
13. Kram pada
aktivitas yang bisa
abdomen tonus otot
dilakukan
jelk 4. Monitor interaksi anak
14. Nyeri abdominal
atau orang tua selama
dengan atau tanpa
makan
patologi 5. Monitor lingkungan
15. Kurang berminat
selama makan
terhadap makanan 6. Jadwalkan pengobatan
16. Pembuluh darah
dan tindakan tidak
kapiler mulai rapuh
selama jam makan
17. Diare dan atau
7. Monitor kulit kering dan
steatonhea
perubahan pigmentasi
18. Kehilanga rambut
8. Monitor turgor kulit
yang cukup banyak
monitor kekeringan,
(rontok) suara usus
rambut kusam, dan
hiperaktif
mudah patah
19. Kurangnya
9. Monitor mual dan
informasi,
muntah
misinformasi 10. Monitor kada albumin,
total protein. Ho dan
Berhubungan dengan : kadar Ht
1. Ketidakmampuan 11. Monitor makanan
pemasukan atau kesukaan
mencerna makanan 12. Monitor pertumbuhan
dan mengabsorpsi dan perkembangan
zat-zat gizi 13. Monitor pucat,
berhubungan kemerahan, dan
dengan faktor kekeringan jaringan
biologis, psikologis konjungtiva
atau ekonomi 14. Monitor kalori dan
intake nutrisi
15. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
apabila lidah dan cavitas
oral
16. Catat jika lidah
berwarna maggenta,
scarlet

2. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan intake dan


cairan berhubungan keperawatan selama1x 24 jam output yang akurat
dengan mekanisme diharapkan keseimbangan 2. Monitor vital sign
penurunan melemah cairan klien terpenuhi 3. Kaji lokasi dan luas
Kriteria Hasil : edema
Indikator IR 4.
ER Monitor tanda dan
gejala dari edema
1. Tekanan darah 3
5. Monitor membrane
dalam batas yang
mukosa, turgor kulit,
diharapkan
3 dan rasa haus
2. Nadi perifer
teraba jelas
4
3. Tidak ada asites
2
4. Tidak terdapat
edema perifer 3
5. Tidak terdapat
haus abnormal
Keterangan:
1. Keluhan ekstreme
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Interna Publishing. Jakarta.

Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.

Corwin Elizabeth J. 2009. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa


Nike Budi Subekti, Egi Komara Yuda, Jakarta: EGC.

Docterman dan Bullechek. 2004. Nursing Invention Classifications (NIC),


Edition 4, United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic
Press.

Guyton, Arthur C, 1997. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3,


Jakarta: EGC.

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2004. Nursing Out Comes (NOC),
United States Of America : Mosby Elseveir Acadamic Press.

Nanda International. 2009. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan


klassifikasi, Jakarata: EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah.

Anda mungkin juga menyukai