Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ACUTE KIDNEY DISEASE YANG


TERPASANG VENTILATOR MEKANIK”

Oleh :

NAMA : YULI NOPITA SARI


NIM : 21117141

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
A. Definisi
Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga
komposisi darah dengan mencegah menumpuknya limbah dan
mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit
seperti sodium, potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi
hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah,
membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap kuat (Infodatin, 2017).
Acute Kidney Injury adalah penurunan fungsi ginjal mendadak
dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan
homeostatis tubuh. Acute Kidney Injury juga merupakan suatu sindrom
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat
terjadinya penimbunan hasil metabolik persenyawaan nitrogen seperti
ureum dan kreatinin. Diagnosa Acute Kidney Injury (Gagal Ginjal
Akut) yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif
0.5 mg/dl per hari. Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10
sampai 20 mg/dl per hari kecuali bila terjadi hiperkatabolisme dapat
mencapai 100 mg/dl per hari (Nuari & Widayati, 2017).
Acute Kidney Injury adalah fungsi ginjal yang menurun dengan
tibatiba yang dapat menganggu keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Biasanya gejalanya ditandai dengan penurunan berkemih atau
peningkatan berkemih dalam 24 jam. Berdasarkan pemeriksaan
laboratorium terjadi peningkatan ureum dan kreatinin

B. Etiologi
Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa berdasarkan
etiologi dan proses terjadinya Acute Kidney Injury, dapat diklasifikasikan
menurut tahapan kerusakan ginjal sebagai berikut :
a. Pre-Renal
Acute Kidney Injury pre-renal merupakan kelainan fungsional tanpa
adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron. Acute Kidney
Injury pre-renal adalah keadaan paling ringan yang berlangsung secara
cepat dan jika perfusi ginjal ini segera diperbaiki maka fungsi ginjal
akan dapat kembali normal (reversible) Namun, bila hipoperfusi ginjal
tidak segera diperbaiki, maka akan menimbulkan terjadinya Nekrosis
Tubular Akut (NTA). Penyebab terjadnya Acute Kidney Injury pre-
renal adalah semua faktor atau kondisi yang menyebabkan penurunan
jumlah darah yang sampai ke ginjal sehingga terjadi hipoperfusi renal.
Kondisi yang dapat menyebabkan hipoperfusi ginjal atau renal antara
lain :
1) Penurunan Volume Vaskular
Hal ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan
plasma atau darah karena perdarahan, luka bakar atau kehilangan
cairan ekstraseluler karena muntah dan diare.
2) Kenaikan Kapasitas Vaskuler
Penyempitan pembuluh darah dapat meningkatkan kapasitas atau
tahanan vaskuler sehingga aliran darah ke ginjal menurun. Kondisi
ini dapat terjadi sepsis, blokade ganglion, dan reaksi anafilaksis.
3) Penurunan Curah Jantung
Ginjal membutuhkan perfusi ginjal dari jantung sebanyak 25
sampai 30% dari COP (Cardiac Output). Jika jumlah tersebut
kurang maka ginjal dapat mengalami penurunan fungsi secara akut.
Kondisi yang dapat menyebabkan penurunan COP diantaranya
adalah renjatan atau syok kardiogenik, payah jantung kongestif,
tamponade jantung, disritmia, emboli paru, dan infark jantung.
b. Intrarenal
Acute Kidney Injury yang disebabkan oleh kerusakan atau penyakit
primer dari ginjal yang menyebabkan Acute Tubuler Necrosis.
Gangguan ginjal ini mencakup masalah seperti yaitu:
1) Infeksi Glomerulonefritis merupakan infeksi yang dapat
menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus.
2) Crush Injury Trauma hebat dan luas pada otot dan jaringan lunak
dapat menyebabkan peningkatan myoglobulin (pelepasan protein
akibat kerusakan otot yang berkaitan dengan hemoglobulin)
merupakan toxic atau racun bagi nefron.
3) Reaksi Transfusi Berat Hati-hati dengan tindakan transfusi karena
jika terjadi kesalahan dan menyebabkan reaksi transfusi berupa
hemolisis kemudian menyebabkan peningkatan konsentrasi darah
menuju ginjal, maka ginjal akan sulit di filtrasi.
4) Obat-obatan Obat merupakan zat kimia di mana ginjal sebagai
jalan pengeluaran racun yang ada pada obat. Beberapa obat yang
mempunyai sifat toksik terhadap ginjal (nefrotoxic) bila diberikan
dalam jumlah berlebihan. Obat khususnya golongan Nonsteroidal
Anti-inflammantory Drugs (NSAIDs) dan ACE (Angiotensin-
Converting Enzyme) inhibitors mempunyai efek antara yang secara
mekanisme autoregulasi dapat menyebabkan hipoperfusi ginjal
renal dan iskemik renal.
5) Racun/Zat Kimia Ada beberapa zat kimia beracun yang apabila
masuk ke dalam tubuh baik secara inhalasi ataupun ingesti dapat
merusak fungsi ginjal. Zat tersebut diantaranya arsen, merkuri,
asam jengkolat dan sebagainya.
c. Post-Renal
Post-Renal Acute Kidney Injury post-renal adalah suatu keadaan di
mana pembentukkan urin sudah cukup, tetapi aliran urin di dalam
saluran kemih terhambat. Penyebab yang paling sering adalah
obstruksi saluran kemih karena batu, penyempitan/striktur, dan
pembesaran prostat. Namun, postrenal juga dapat terjadi akibat proses
ekstravasasi.

C. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi:
Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di belakang kavum
abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis
III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuknya
ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan,
ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan dan pada umumnya ginjal
laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita (Widia, 2015).
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi bagian, yaitu bagian kulit
(korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis
renalis). Kulit ginjal yang terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron. Tempat penyaringan darah ini
banyak mengandung kapiler darah yang tersusun bergumpal-gumpal
disebut glomerulus. Tiap glomerulus dikelilingi oleh simpai bowman,
dan gabungan antara glomerulus dan simpai bowman disebut badan
malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu
diantara glomerulus dan simpai bowman. Zat-zat yang terlarut dalam
darah akan masuk ke dalam simpai bowman. Zat-zat tersebut akan
menuju ke pembuluh darah yang merupakan lanjutan dari simpai
bowman yang terdapat di dalam sumsum ginjal (Nuari & Widayati,
2017).
Ginjal diperkirakan memiliki 1.000.000 nefron yang selama 24 jam
dapat menyaring darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni
dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal
masing-masing membentuk simpul dari kapiler satu badan malphigi
yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang bercabang
membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari
ginjal ke vena kava inferior (Widia, 2015)

2. Fisiologi:
Ginjal memainkan peran penting dalam mengatur volume dan
komposisi cairan tubuh, mengeluarkan racun dan menghasilkan
hormon seperti renin, erythropoietin dan bagian aktif vitamin D.
Kegagalan untuk menangani efek-efek ini menjadi pertimbangan yang
dapat menghasilkan kesalahan serius dalam penanganan pasien. Ginjal
dibentuk dari kira-kira 1 juta unit fungsional yang disebut dengan
nefron. Secara anatomi, sebuah nefron terdiri dari sebuah tubulus
berliku-liku dengan sedikitnya enam segmen yang khusus Akhir
bagian proksimal (Kapsula Bowman), ultrafiltrasi darah telah
terbentuk, dan selama cairan ini melewati nefron, jumlah dan
komposisinya termodifikasi oleh kedua proses reabsoprsi dan sekresi.
Hasil akhir yang dikeluarkan berupa urin. Enam bagian utama anatomi
daan fungsional nefron meliputi kapiler-kapiler glomerular, tubulus
proksimal, lengkung henle, tubulus distal, tubulus pengumpul, dan
apparatus juxtaglomerular (Nuari & Widayati, 2017).
Perubahan patologi yang mendasari Acute Kidney Injury adalah
terjadinya Nekrosis Tubular Akut (NTA). Kondisi ini mengakibatkan
deskuamasi sel tubulus nekrolit dan bahan protein lainnya. Kemudian
membentuk silinder dan menyumbat lumen tubulus sehingga tekanan
intratubuluer meningkat. Tekanan intratubulus yang meningkat
menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus sehingga GFR menurun.
Obstruksi tubulus merupakan faktor penting pada ARF yang
disebabkan oleh logam berat. Etilen glikol atau iskemia
berkepanjangan. Pada keadaan sel endotel kapiler glomerulus dan/atau
sel membran basalis mengalami perubahan sehingga luas permukaan
filtrasi menurun mengakibatkan penurunan ultrafiltrasi glomerulus
(Diyono & Mulyanti, 2019).
D. Patofisiologi dan Patoflow
1. Patofisiologi
Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa perubahan patologi
yang mendasari Acute Kidney Injury adalah terjadinya Nekrosis
Tubulus Akut. Kondisi ini mengakibatkan deskuamasi sel tubulus
nekrolit dan bahan protein lainnya. Kemudian membentuk silinder dan
menyumbaat lumen tubulusl sehingga tekanan intratubuler meningkat.
Tekanan intratubulus yang meningkat menyebabkan gangguan filtrasi
glomerulus sehingga GFR menurun. Obstruksi tubulus merupakan
faktor penting pada ARF (Acute Renal Failure) yang disebabkan oleh
logam berat. Etilen glikol atau iskemia berkepanjangan. Pada keadaan
sel endotel kapiler glomerulus dan/atau sel membran basalis
mengalami perubahan sehingga luas permukaan filtrasi menurun
mengakibatkan penurunan ultrafiltrasi glomerulus.
Muttaqin dan Sari (2014), mengatakan bahwa pada ginjal normal,
90% aliran darah di distribusi ke korteks (letak glomerulus) dan 10%
menuju ke medula, dengan demikian ginjal dapat memekatkan urin
dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya, pada ARF perbandingan
antara distribusi korteks daan medula ginjal menjadi terbalik sehingga
terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal. Konstriksi dan arteriol
aferen merupakan dasar penurunan laju filtrasi glomerulus. Iskemia
ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan memperbera
iskemia korteks luar ginjal setelah hilangnya rangsangan awal.
Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa secara umum
faktor-faktor yang terlibat dalam proses potagenesis ARF diawali
dengan adanya gangguan iskemia atau nefrotoksin yang ada pada
tubulus atau glomerulus sehingga menurunkan aliran darah ke ginjal.
Acute Kidney Injury yang kemudian bersifat menetap dapat terjadi
melalui beberapa akibat cedera awal. Masih banyak hal yang belum
diketahui mengenai patofisiologi ARF. Selain itu, masih banyak yang
harus diteliti lebih jauh untuk mengetahui hubungan antara beberapa
faktor yang memengaruhinya. Tahapan Acute Kidney Injury secara
patologi berlangsung melalui 4 tahap sebagai berikut:
a. Tahap Inisiasi
Tahap dimana ginjal mulai mengalami penurunan ginjal. Pada
tahap ini biasanya pasien belum merasakan gejala yang berarti.
Rata-rata pasien mengeluh badan yang tiba-tiba terasa lemas,
nyeri sendi, kadang diikuti nyeri pinggang hebat bahkan sampai
kolik abdomen. Serangan ini berlangsung selama beberapa saat,
jam atau beberapa hari.
b. Fase Oliguri-Anuri
Volume urin ditandai dengan peningkatan konsentrasi urin ynag
biasanya dikeluarkan oleh ginjal. Terdapat penurunan fungsi
ginjal dengan pendekatan retensi nitrgoren, peningkatan BUN,
ureum dan kreatin.
c. Fase Deuretik
Dimulai ketika dalam waktu 24 jam volume urin yang keluar
mencapai 500 ml dan bahkan mulai normal. Berakhir ketika
BUN serta serum kreatinin tidak bertambah lagi. Pada tahap ini
perawat harus terus mengobservasi kondisi pasien, karena
kadang pasien dapat mengalami dehidrasi yang ditandai dengan
peningkatan ureum
d. Fase Penyembuhan
Walaupun kerusakan nefron bersifat irreversible, namun apabila
kerusakan belum berlangsung lama dan segera di perfusi dengan
baik maka Acute Kidney Injury dapat dicegah agar tidak
berlanjut dan nefron dapat berfungsi kembali. Biasanya proses
ini berlangsung beberapa bulan (tiga bulan sampai dengan satu
tahun) namun, kadang-kadang terjadi jaringan parut yang tidak
selalu menyebabkan ginjal kehilangan fungsi
2. Patoflow

Pre Renal Renal Post Renal

GAGAL GINJAL AKUT

Gangguan Filtrasi Gangguan rearbsorbsi Disfungsi ekskresi amonia


Penurunan
sekresi
Hipofiltrasi bikarbonat
Hipernatremia Retensi amonia

Penurunan ekskresi urine Kadar H2O meningkat pH turun


Pemeabilitas kapiler
terganggu
Oedema Asidosi metabolik
Oliguria, Anuria

Penurunan oksigenasi
MK : GANGGUAN MK : KELEBIHAN Mekanisme
sirkuasi
ELIMINASI VOLUME CAIRAN kompensasi
URINE

hipoksemia
hiperventalisasi
Akumulasi residual urine

Hipoksia sel
MK :
KETIDAKEFEK
Timbunan zat sisa metabolisme
TIFAN POLA
NAFAS
MK : KETIDAKEFEKTIVAN
PERFUSI JARINGAN PERIFER
Intoksikasi

Kerja otot meningkat Keseimbang O2


dan CO2
Sirkulasi

Timbunan asam laktat


meningkat
Kulit kering, gatal , pucat , purpura MK : GG.
PERTUKARAN
keletihan GAS

MK : KERUSAKAN
INTEGRITAS KULIT MK :
Keseimbangan energi INTOLERANSI
AKTIVITAS
E. Manifestasi Klinik
Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa manifestasi klinik
pada Acute Kidney Injury menurut yaitu :
a. Pernafasan seperti pernafasan kussmaul, efusi pleura dan pneumonia.
b. Saraf seperti sakit kepala, kelelahan, perubahan status mental.
c. Kardiovaskular seperti anemia (nomochromic, normocytic), hipertensi,
disritmia.
d. Perkemihan seperti perubahan volume dan komponen tergantung
penyebab dan perubahan ekskresi karena obat-obatan.
e. Kulit seperti oedema mata, tangan atau kaki dan memar.
f. Darah seperti asidosis, hiperkalemia, BUN, meningkat, dan serum
kreatinin meningkat.

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), mengatakan perjalanan klinis


Acute Kidney Injury dibagi menjadi tiga stadium: oliguria, diuresis dan
recovery. Pembagian ini dipakai pada penjelasan dibawah ini, tetapi harus
diingat bahwa ginjal akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urin
lebih dari 400 ml/24 jam. Stadium oliguria timbul dalam waktu 24 sampai
48 jam sesudah trauma dan disertai azotemia. Stadium diuresis yakni (1)
stadium Acute Kidney Injury dimulai bila keluaran urin lebih dari 400 ml/
hari, (2) berlangsung 2 sampai 3 minggu, (3) pengeluaran urin harian
jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami hidrasi yang
berlebih, (4) tingginya kadar urea darah, (5) memungkinan menderita
kekurangan kalium, natrium dan air, (6) selama stadium dini diuresis kadar
BUN mungkin meningkat terus. Stadium penyembuhan berlangsung
sampai satu tahun, dan selama itu anemia dan kemampuan pemekatan
ginjal sedikit demi sedikit membaik.

F. Pemeriksaan Penunjang
Setelah ada kecurigaan adanya penurunan fungsi renal, maka
pemeriksaan penunjang segera harus dilakukan untuk mengetathui
penyebab penurunan fungsi renal. Kecepatan peeriksaan lanjutan ini ikut
19 berperan penting dalam penatalaksanaan ARF dan mencegah terjadinya
CHF (Congestive Heart Failure). Pemeriksaan penunjang difokuskan pada
faktor etiologi pre-renal, intrarenal, atau post-renal. Diyono & Mulyanti
(2019), mengatakan bahwa pemeriksaan yang sering dilakukan menurut
yaitu :
a. Hematologi, biasanya akan terjadi peningkatan ureum, kreatinin,
BUN, hipokalemia, hipokalsemia, anemia.
b. USG (Ultrasound Sonography) untuk mengetahui kemungkinan faktor
post-renal seperti batu atau tumor saluran kemih.
c. Radiologi (BNO [Blass Nier Overzicht] – IVP [Intra Venous
Pyelography], Cystogram), dilakukan jika dengan USG hasilnya tidak
begitu jelas.
d. Arteriogram, dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab pre-renal,
misalnya oclusi arteri renalis.

G. Penatalaksanaan

Penatalakasanaan pada klien gagal ginjal akut dilakukan secara


komprehensif baik dari disiplin medis, nurse practitionist, nutritionist dan
lan sebagainya. Berikut ini adalh menejemn penatalaksanaan pada klien
gagal ginjal akut (Judith, 2002) :

1. Tata laksana umum


Secara umum yang harus dilakukan pada klien gagal ginjal akut
adalah memberlakukan dan mengawasi secara ketat diet tinggi kalori
dan rendah protein, natrium, kalium , dengan pemberian suplemen
vitamin tambahan. Dan yang paling penting adalah membatasi asupan
cairan. Untuk mengontrol kadar elektrolit yang tidak seimbangan
dalam tubuh, maka diperlukan tindakan dialisi (hemodilysis /
peritoneal dialysis)
2. Tata laksana medis
Penggunaan terapi medis padaa gagal ginjal akut utamanya
diperuntukan untuk menjaga volume cairan dalam tubuh sesuai
dengan kopensasi ginjal dan menjaga kondisi asam basa darah.
a. Furosemid, Pemberian 20 sampai 100 mg per IV setiap 6 (enam)
jam akan menjaga stabilitas volume cairan dalam tubuh
b. Kalsium gukonat, Pemberian 10 ml / 10 % dalam cairan solute
infuse (IV) akan membantu kadar kalium
c. Natrium polystyrene, 15 gr dalam dosis 4 kali sehari dicampur
dalam 100 ml dari 20 % sorbitol, 30 sampai 50 gr dalam 50 ml
70 % sorbitol dan 150 ml dalam air akan menjaga kadar kalium.
d. Natrium bikarbonat, Pemberian ini akan mengatasi kondisi
asidosis metabolic
3. Observasi ketat
Hasil pemeriksaan laboratorium (BUN, kreatinin dn kadar kalium)
harus dimonitoring secara ketat. Hal ini sangat bermakna dalam
mempertahankan hidup klien.

H. Gagal Ginjal Akut Dengan Terpasang Ventilasi Mekanik


Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator
berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan
tepat. Meski perawat tidak benar-benar bertanggung jawab terhadap
penyesuaian pengesetan pada ventilator atau pengukuran parameter
ventilator (biasanya ini merupakan tanggung jawab dari ahli terapi
pernapasan). Perawat bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya
harus mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien
secara keseluruhan.

Ketika seorang pasien dalam kondisi kritis, organ-organ vital dalam


tubuhnya tidak bisa berfungsi dengan baik. Karena itu, ia memerlukan
perawatan khusus di unit perawatan intensif (ICU) yang dilengkapi
peralatan medis penunjang kehidupan. Alat-alat itulah yang akan
mengambil alih tugas organ-organ vital tersebut untuk sementara waktu.
Di era terdahulu, di ICU keberadaan alat ventilator untuk membantu
pernapasan dan obat-obatan pemacu kerja jantung menjadi tumpuan
harapan. Seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran, muncul peralatan
baru yang semakin melengkapi kebutuhan pasien kritis. Salah satunya,
mesin untuk terapi pengganti ginjal berkelanjutan (continuous renal
replacement therapy/CRRT). Alat itu merupakan pengganti fungsi ginjal.
"Sekitar 70% pasien yang masuk ICU mengalami gagal ginjal akut.
Karena itu, keberadaan CRRT sangat diperlukan,"

gagal ginjal akut pada pasien ICU terjadi 'tiba-tiba' karena penyakit yang
dialami. Misalnya, pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia. "Pada
pasien preeklampsia, terjadi kebocoran cairan tubuh hingga merendam
organ-organ vital, termasuk ginjal. Ginjal tidak lagi dapat membuang
kelebihan carian dan sisa-sisa metabolime melalui pembentukan urine.

I. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Dalam pengkajian dalam menegakkan permasalahan
keperwtan pada kien gagal ginjal, amaka ada beberapa pengakajian
dsar yanag harus dilakukan untuk menghasilkan data focus, baik yang
bersifat subyektif maupun obyektif. Berikut ini adalah beberapa
anamnesa dan kajian fisik pada klien dengan gagal ginjal (kahan,
2009).

a. Kaji tanda-tanda vital untuk mengetahui kondisi hipo / hipertensi,


hipo / hipertermi, takikardia atau distrees napas yang dikarenakan
oleh penurunan cardiac output :
Pada klien gagal ginjal dimana sirkulasi sistemik mengalami
gangguan / penurunan, maka akan berdampak pada blod flow
dalam sirkulasi yang juga akan menurun (cardiac output
decrease). Namun , perlu diperhatiakan bahwa klien yang dirawat
di Rumah sakit pada fase akut sering mengalami peningkatan
metabolic dan peningkatan kebutuhan cairan karena dampak dari
kondisi sekundernya penyakitnya, misalnya adanya komplikasi
sepsis dan post operasi.
b. Analisa dan hitung haluaran urine secara akurat :
Dianjurkan untuk menghitung secara obyektif haluaran urine pda
klien gagal ginjal dengan membuat draft pada lembar kertas
observasi urine output. hal ini akan bermanfaat untyk mengetahui
fungsi ginjal dalam hala ekskresi dan seberapa besar cairan yang
tertahan dalam tubuh.

c. Kaji masukan cairan (makanan, minuman, terapi ciran via


parenteral daan sumber input lainnya) :
Haluaran urin dipengaruhi oeleh besran input cairan. Oleh karena
itu, perhitungan keseiimbangan anatara input dan output akan
memberikan informasi yang akurat dalam penentuan fungsi
ginjal.
d. Kaji riwayat gangguan dalm eliminasi urine :
Kaji adanya hesistensi, urgensi, rasa tidak puas setelah
berkemih, disuria, hematuria, kesulitan untuk mnegelurakan
urine, riwayat penyakit prostat (BPH).

e. Kaji riwayat penyakit lainya yang mempengaruhi fungsi ginjal :


Hal ini untuk mengeksplorasi apakah gangguan fungsi
ginjal diakibatkan oleh factor prenatal, renal atau post renal.
Beberapa penyakit yang bisa mengakibatkan komplikasi gagal
ginjal misalnya hipertensi, diabetes militus, gagal jantung
kongestif (chronic Heart Failure), dan SLE (System Lupus
Eritematous).

f. Kaji riwayat penggunaan obat-obatan :


Obat yang bersifat efek samping nephrotoxic akan
berdampak pada gangguan fungsi ginjal jika dikonsumsi dalam
jangka panjang dan terlebih jika tidak terkontrol ole medis,
misalnya NSAID, ACE inhibitors, anminoglikosida.

g. Kaji riwayat perbedaan pada area pelvis :


Infeksi ginjal bisa diakibatkan oleh adanya pembedahan
pada area pelvis, sehingga akan mempengaruhi fungsi ginjal.

h. Jika terpasang kateter,maka kaji karakteristik urine :


Kaji warna, ada / tidaknya darah, ada / tidaknya sedimen,
dan kepekatan , dan jumlah. Klien gagal ginjal mengalami
oliguria bahkan sampai retensio urine. Jika kondisi ini berlanjut
lama (kronis), maka kemungkinnan akan terjadi hydronrphrosis.

i. Cek fungsi ginjal melalui pemeriksaan laboratorium :


Hal ini untuk mengetahui bagaimana clearance ginjal untk
meakukan filtrasi melalui analisa kreatinin, ureum, dan nitrogen.

Pemeriksaan Ginjal
Pada pemeriksaan ginjal, beberapa hal yang perlu diamati pada
saat melakukan :

1. Inspeksi diantaranya adalah adanya pembesaran pada daerah


pinggang atau abdomen sebelah atas. Pemebesaran merupakan
akibat dari adanya hidronefrosis atau tumor apada derah
retroperitoneal. Sementara itu untuk palpasi harus
2. Sementara untuk palpasi, pada metode pemeriksan ini
dimaksudnya untuk mengetahui ada pembesran pada ginjl akibat
dari perengangan kapsula ginjal.
Keadan yang penting diperhatikan sewaktu pemeriksaan adalah :

a. Cahaya ruangan cukup baik


b. Pasien terus rileks
c. Pakaian harus terbuka dari processus xyphoideus sampai
sympisis pubis.
Untuk mendapatkan relaksasi dari pasien adalah :

a. Vesica urinaria harus dikosongkan lebih dahulu


b. Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala dan
lutut pada posisi fleksi (bila diperlukan)
c. Kedua tangan disamping atau dilipat diatas dada. Bila tangan
diatas kepala akan menarik adan menegangkan otot perut
d. Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat, dan kuku
harus pendek. Dengan jalan menggesek gesek tangan kan
membuat telapak tangan jadi hangat
e. Lakuka pemeriksaan perlahan-lahan, hindari gerakan yang
cepat dan tak diinginkan
f. Jika perlu ajak pasien berbicara sehaingga pasien akan lebih
relak
g. Jika pasien sangat sensitive dan mulailah palpasi dengan
tangan pasien dendiri dibawah tangan pemeriksa
menggantikan tangan pasien
h. Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan raut
muka dn emosi pasien.
Palpasi Ginjal :
a. Ginjal kanan
Letakkaan tangan kanan di bawah dan parare dengan iga 12
dengan ujung jari menyetuh sudut costovetebra. Angkat dan
dorong ginjal akanan kearah anterior. Letakkan tangan kanan
secara gente di kwadrant kanan atas sebelah lateral dan pararel
dengan muskulus.rektus bdominalis dekstra. Suruh pasien
bernafas dalam saat pasien dipuncak inspirasi, tekan tangan
akanan cepat dan dalam di kwadrant kanan atas dibawah
pinggir arcus costarum dan ginjal kanan akan teraba diantara
tangan

Suruh pasien menahan nafas. Lepaskan tekanan tangan


kanan secara pelan-pean dan rasakan bagaimana ginjal kanan
kembali keposisi semula dalam ekspirasi. Jika ginjal kanan
teraba tentuka ukuran , countur, dan adanya nyeri tekan.

b. Ginjal kiri
Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah kesebalah kiri pasien.
Gunakan tangan kanan untuk mendorong dan mengangkat dari
bawah, kemudian gunakan tangan kiri menekan kwadrant kiri
atas lakukan seperti sebelumnya. Pda keadaan noral ginjal kiri
jarang teraba.

c. Pemeriksaan ginjal dengan perkusi ; nyeri tekan ginjl mungkin


ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga dapat dilakukan pada
sudut costovertebra. Kadang-kadang penekanan pada ujung
jari pada tempat tersebut cukup membuat nyeri, dan dapat pula
ditinju dengan permukaan ulnar kepala tangan kanan dengan
beralaskan volar tangan kiri (fish percussion).

2. Diagnosa

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi
2. Ketidakefektifn perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kurang pengetahuan tentang proses penyakit
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara supali dan kebutuhan oksigen
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolar-kapiler
3. Intervensi

No. Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji riwayat jumlah dan tipe
cairan b.d gangguan keperawatan 1x24 jam intake cairan serta kebiasaan
mekanisme regulasi diharapkan fluid balance eliminasi
2. Cek capillary refill time dan
dengan kriteria hasil:
turgor kulit
1. Tekanan darah, pulsasi
3. Monitoring berat badan, intake
radial,MAP,CVP,pulsasi
dan output, serum dan urine
perifer dalam batas
elektrolit, albumin serum dan
normal
protein total, osmolalitas urin dan
2. Keseimbangan intake dan
serum, tanda-tanda vital, tekanan
output dalam 24 jam
darah ortostatik
3. Tugor kulit baik
4. Jaga keseimbangan intake dan
4. Membrane mukosa lembab
output
5. Kadar serum elektrolit, 5. Monitoring tanda gejala
hematokrit, dan berat jenis terjadinya asites
urine normal 6. Rencanakan tindaka dialysis
6. Outpu urine 8 jam normal
7. Warna urine , pH urin dan
kadar elektrolit dalam rentang
normal
8. Tidak terjadi peningkatan
BUN,kreatinin serum,
natrium serum, glukosa urine,
protein urin, leukosit
9. Tidak terjadi peningkatan
berat badan , hipertensi,
nusea, fatigue,malaise,
anemia dan edema
2. Ketidakefektifn Setelah dilkukan tindakan 1. Monitoring abnormalitas nilai
perfusi jaringan Keperawatan selama 1x24 jam srum elektrolit
perifer b.d kurang diharapkan Circulation status 2. Lakukan pemeriksaan
pengetahuan tentang dengan krtieria hasil: laboratorium (hematokrit, BUN,
proses penyakit, 1. Tekanan darah sistolik, protei, natrium dan kalium)
hipertensi diastolic, nadi , MAP, CVP, 3. Beri cairan sesuai kebutuhan dan
teknan paru, pulsasi karotis, tingkatkan asupan per oral

pulsasi brakhialis, pulsasi 4. Batasi / hindarai cairan yang yang


radialis, pulsasi femoralis, bersifat dieresis / laktasif

dengan rentang normal 5. Koreksi kondisi preoperative

2. PaO2 dan PaCO2 dalam dehidrasi

rentang normal
3. Satursi oksigen normal
4. Capirally refill tima < 2
detik

3. Intoleransi aktivitas b.d Setelah Dilakukan Tindakan 1. Kaji status psikologis klien dan
Kelemhan umum, Keperawatan 1x24 Jam Di kondisi fatigue
Ketidakseimbangan Harapkan activity tolerance, 2. Monitoring intake nutrisi sebgai
antara supali dan sumber energy
dengan kriteria hasil :
kebutuhan oksigen, 3. Konsultasi dengan ahli gizi
1. Saturasi oksigen , denyut
Imobilitas tentang cara meningkatkan energy
nadi, frekuensi napas pasca
. asuapan nutrisi
aktifitas normal
4. Kaji pola tidiur dan waktu tidur
2. Tidak ada sesak nafas
klien
3. Tekanan darah sistolik dan
5. Kaji loksi yang menimbulkan
diastolik pasca aktifitas
nyeri / tidak nyaman selama
normal
beraktifitas
4. Mampu melakukan aktiftas
6. Gunakan ROM aktif / pasif untuk
sehari-hari, meliputi :
melatih kekuatan otot
makan ,memakai pakaian,
7. Atur pola keseimbangan aktifitas
toileting, berdandan, personal
dan istirahat
hygiene, berjalan, mobilitas
dengan kursi roda dan
berpindah secara mandiri.
4. Gangguan pertukaran Setelah Dilakukan Tindakan 1. Kaji patensi jalan napas
gas b.d Perubahan Keperawatan 1x24 Jam Di 2. Atur posisi untuk optimalisasi
membrane alveolar- Harapkan base balance dengan ventilasi ( buka jalan napas dan
kapiler, Ventilasi- elevasi kepala)
kriteria hasil :
perfusi 3. Pastikan patensi akses intravena
1. Tidak ada fungsi,
4. Monitor nilai BGA (Ph
kelemahan otot / kram
arteri,paCO2,dan HCO3,dll) untuk
otot, kram abdomen
menentukan tipe respiratorik /
2. Tidak ada
metabolik ,dan kompensasi
mual,disritmia,dan
mekanisme fisiologis (kompensasi
prasetia
pulmonal/ginjal)
3. pH arteria normal
5. Monitoring sirkulasi oksigenasi
4. Saturasi oksigen normal
jaringan (PaO2,SaO2,Hb,dan
5. Terjadi keseimbangan
cardiac output)
perfusi –ventalasi
6. Monitoring gejala gagal nafas
6. Tidak ada dyspnu saat
(PaO2 rendah, peningkatan PaCO2,
kondisi istirahat maupun
dan kelemahan otot pernapasan)
aktifitas ringan
7. Tidak ada siaonosis
Daftar Pustaka

Ariani. 2016. Stop Gagal Ginjal dan Gangguan Ginjal Lainnya. Yogyakarta :
Istana Media.

Aulia. 2017. Ginjal Kronis. Diakses pada tanggal 12 Juni 2019 dari
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-jantung-
dan-pembuluh-darah/ginjal-kronis.

Budiono & Budi Pertami, Sumirah. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :
Bumi Medika.

Cianci et al. 2009. Hypertension in Hemodialysis. An Overview on


Physiopathology and Therapeutic Approach in Adults and Children. The
Open Urology & Nepphrology Journal. 2 : 11-19.

Corwin J, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisilogi. Jakarta : EGC

Jorres A.2010.Management of Acute Kidney problems.New York:Springer


Heidelberg Dordrecht London.

Judith.2005.Pathophysiology A 2-in-1 Reference for


Nurses.Philadelphia;Lippincott Williams & Wilkins.

Moorhead et all.2008.Nursing Outcomes Classification (NOC):Fourt


Edition.Missouri:Mosby

Anda mungkin juga menyukai