Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

GAGAL GINJAL AKUT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah : KMB II
Dosen Pengampu : Ibu Marlisa, S.Kep, Ns, M.Kep

Nama : Isabenna Alviera Tamu Ina


NIM : P07520219062

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN

PRODI D-IV JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Defenisi

Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi

mensekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi


ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk
limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluaran urine kurang dari
400 ml/24 jam.
Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang
mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut (GGA)
adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu
beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria
sehinggamengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan
homeotasis tubuh.
B. Anatomi Ginjal

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam


mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi
cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti
kacang polong, berwarna merah kebiruan.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah
lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak
yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian
ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian vertebra
torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari
ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah
kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan
tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa
115-155 gram. Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila
kapsul dibuka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua.
Ginjal terdiri dari beberapa bagian, yaitu antara lain:
1. Bagian dalam (interna) medula
Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang jumlahnya
antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan
apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang
lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal.
2. Bagian luar (eksternal) korteks
Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan
bergranula. Substansia ini tepat di bawah tunika fibrosa, melengkung
sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian
dalam di antara piramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung
glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus
koligens.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000
nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu
nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal. Nefron terdiri dari bagian-bagian
berikut :

1. Glomerulus

Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak


di dalam kapsul Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan
meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol eferen. Glomerulus
berdiameter 200μm, mempunyai dua lapisan Bowman dan mempunyai dua
lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan
filtrat dalam kapsula Bowman
2. Tubulus proksimal konvulta

Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula Bowman


dengan panjang 15 mm dan diameter 55μm.
3. Gelung henle (ansa henle).

Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis, selanjutnya ke


segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm.
4. Tubulus distal konvulta

Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan


letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari
masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20
mm.
5. Duktus koligen medula

Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara


halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus ini memiliki
kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.

Anatomi ginjal

C. Fisiologi Ginjal
1. Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :
a. Fungsi ekskresi
1) Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat,
sulfat anorganik, dan asam urat.
2) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Menjaga keseimbangan asam dan basa.
b. Fungsi Endokrin
1) Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang
berperan dalam pembentukan sel darah merah.
2) Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan
darah.
3) Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu
penyerapan kalsium.
4) Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan
garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler.
D. Etiologi

Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut, yaitu

sebagai berikut:

1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)

Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi


ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang
menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
a. Penipisan volume

b. Hemoragi

c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)

d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)

e. Gangguan efisiensi jantung

f. Infark miokard

g. Gagal jantung kongestif

h. Disritmia

i. Syok kardiogenik

j. Vasodilatasi

k. Sepsis
l. Anafilaksis

m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan


vasodilatasi

2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)


Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau
tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a. Cedera akibat terbakar dan benturan

b. Reaksi transfusi yang parah

c. Agen nefrotoksik

d. Antibiotik aminoglikosida

e. Agen kontras radiopaque

f. Logam berat (timah, merkuri)

g. Obat NSAID

h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)

i. Pielonefritis akut

j. Glumerulonefritis

3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)

Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat
dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh
kondisi- kondisi sebagai berikut :
a. Batu traktus urinarius

b. Tumor

c. BPH

d. Striktur

e. Bekuan darah.

E. Klasifikasi

Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :


1. Gagal ginjal akut prarenal

GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal


hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus
dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila
perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal
walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat
metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal
tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal
merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau
morfologi pada nefron.
2. Gagal ginjal akut renal

GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang
secara tiba-tiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini
selanjutnya dapat dibagi menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah
kecil ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,

c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.

Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada


ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh
obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis
Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.
3. Gagal ginjal akut postrenal

GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin


cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab
tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan
kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya
obstruksi.

F. Patofisiologi

Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu
sebagai berikut:
1. Stadium Oliguria

Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam


sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2
liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin
sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang
dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini
penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh
penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan
oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain
sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu
penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan
biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit
(terutama K dan Na).
2. Stadium Diuresis

Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai


lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam.
Stadium
ini berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada
stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga
disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang
dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang
difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus
meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi
urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya di uresis, azotemia sedikit demi
sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.
3. Stadium Penyembuhan

Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan


selama masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi
ginjal membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal
sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap mende rita
penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.
G. Manifestasi Klinik

Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai
berikut:
1. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare,
pucat (anemia), dan hipertensi
2. Nokturia (buang air kecil di malam hari)

3. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang


menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
4. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki

5. Tremor tangan
6. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi

7. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat


dijumpai adanya pneumonia uremik.
8. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang)

9. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,


berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
10. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap
darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal,
serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
11. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebi hancairan berupa gagal jantung kongestif,
edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang
dan kesadaran menurun sampai koma.

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas


b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.

c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.

d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.

e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau


hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
f. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24
jam setelah ginjal rusak.
g. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
h. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
i. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan
gagal ginjal kronik.
j. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan
ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.
k. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum
BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
l. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila
ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
m. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic

n. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
o. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat
rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada
NTA biasanya ada proteinuria minimal.
p. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular
ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis
glomular
2. Darah

a. Hb. : menurun pada adanya anemia.

b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan


kerapuhan/penurunan hidup.
c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir
metabolisme.
d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1

e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan
urine.
f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah).
g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.

h. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.

i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.

j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan


protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan
penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
3. CT Scan

4. MRI

5. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan


asam/basa.
I. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :

1. Pengobatan Penyakit Dasar

Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus


dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan
penyembuhan faal ginjal.
Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai
parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas
ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah.
Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan
yang spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misal nya
antibiotika diduga menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini
harus segera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera
diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan
dialisis secepatnya.
2. Pengelolaan Terhadap GGA

a. Pengaturan Diet

Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea


darah akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian
protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi
katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat
per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen
sebanyak kira-kira 50%.
Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang
dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan
pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis
yang
tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging.
Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori
per hari, disertai dengan multivitamin.
Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk
dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
1) Air (H2O)

Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-


komplikasi(diare, muntah). Produksi air endogen berasa l dari
pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira 300-
400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah
pengeluaran selama 24 jam.
2) Natrium (Na)

Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per
24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah
harus segera diganti.
c. Dialisis

Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif,


juga memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis.
Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan
tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pertimbangan-
pertimbangan indivual penderita.
d. Operasi

Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk


dapat menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan
operasi diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu.
J. Pencegahan

1. Pencegahan Primer

Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk


menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA, antara lain :
a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan
dan olahraga teratur.
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang
harus dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami
gangguan ginjal dapat dikurangi.
c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita
gastroenteritis akut.
d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan,
dan pada trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar.
e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes
melitus yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.
f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.
g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.

h. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang
diketahui nefrotoksik.
i. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.

j. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi


harus segera diperbaiki.
2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk


mendeteksi secara dini suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan
mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi penyakit yang
menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang
menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis
akut maka harus mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA
prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya GGA renal
untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA prarenal,
maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk
mencegah kejadian yang lebih parah atau menceg ah kecenderungan untuk
terkena GGA renal.
3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk


mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian.
Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria lengkap. Pasien akan
meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terj adinya
kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan
ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan
produk buangan metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari
atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi
harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus
dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu di perhatikan karena infeksi
merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling se ring pada gagal
ginjal oligurik. Penyakit GGA jika segera diatasi ke mungkinan sembuhnya
besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan
kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan,
olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-
up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal da pat
segera diketahui dan diobati.
K. Komplikasi

Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis


metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan
hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema
paru yang menimbulkan kegawatan.
L. Prognosis

Prognosis GGA tergantung dari penyebab dan pengelolaannya. Bila


penyebabnya prerenal atau postrenal umumnya prognosisnya baik oleh karena
kausanya dapat diketahui dan dapat diatasi dengan catatan pengelolaannya cepat
dan tepat. Begitupula dengan sebab-sebab renal dapat sembuh sempurna bila
ditangani secara baik.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian

1. Anamnesis

Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas


klien dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama,
usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal
Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun,
khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta
usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas
penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur,
pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama


pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama
keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah
urine output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab,
seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka
bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark,
adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya
riwayat
pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada
ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem


perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab
pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV
sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering
didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu
tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi
rinagan sampai berat.
b. Pemeriksaan Pola Fungsi

1) B1 (Breathing)

Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan
jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom
akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering
didapatkan
pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan
asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
2) B2 (Blood)

Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan


menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi
sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal
akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan
usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1.
Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung
akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
3) B3 (Brain)

Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan


berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko
kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala,
penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama
pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder)

Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan


frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada
periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan
jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi
glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine
menjadi lebih pekat/gelap.
5) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering


didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)

Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari


anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan


adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan
penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK.
Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan
rasio urine : serum sering 1 : 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin

Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya


bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal
dan masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan
glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi
ginjal dan perkembangan penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit

Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu


mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan
kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat.
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
d. Pemeriksan pH

Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti


substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain
itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah
sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
5. Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah


komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut


yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan
perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi

Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti


resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi
natrium di saluran intenstinal.
c. Terapi cairan

d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat

e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.

B. Diagnosis

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder


terhadap gagal ginjal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

C. Intervensi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi


ginjal Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : a. Pengeluaran urine normal

b. tidak ada edema

c. TTV dalam rentang normal

d. Natrium serum dalam rentang normal

Intervensi :

a. Kaji status cairan :

1) Timbang berat badan harian

2) Keseimbangan masukan dan haluaran

3) Turgor kulit dan adanya oedema

4) Distensi vena leher

5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi

R/ Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk


memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
b. Pantau kreatinin dan BUN serum

R/ Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera.

c. Batasi masukan cairan

R/ Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran


urine dan respons terhadap terapi.
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan

R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam


pembatasan cairan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder
terhadap gagal ginjal
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat
ditoleransi Kriteria hasil : a. Berkurangnya keluhan lelah

b. Peningkatan keterlibatan pada aktifitas


social Intervensi :
a. Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL

R/ Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan


dalam pemenuhan ADL.
b. Kaji tingkat kelelahan

R/ Menentukan derajat dan efek ketidakmampun.

c. Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.

Rasional/ Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang


dapat diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.
d. Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.

Rasional/ Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan

e. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.

Rasional/ memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan


memberika rasa aman bagi klien.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.

Rasional/ Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu


fungsi neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi
Ht dan Hb yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi
teerjadinya gangguan eritopoetin.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil : a. Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang


diindikasikan oleh situasi individu.
b. Bebas oedema

Intervensi :

a. Kaji / catat pemasukan diet

R/ Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.


Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple
mempengaruhi pemasukan makanan.
b. Kaji pola diet nutrisi pasien

1) Riwayat diet

2) Makanan kesukaan

3) Hitung kalori

R/ Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun


menu.
c. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi

1) Anoreksia, mual dan muntah

2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien

3) Depresi

2) Kurang memahami pembatasan diet

R/ Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau


dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
d. Berikan makan sedikit tapi sering

R/ Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan


status uremik/menurunnya peristaltik.
e. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan
dorong terlibat dalam pilihan menu.
R/ Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan
dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan.
f. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur,
susu, daging.
R/ Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
g. Timbang berat badan harian

R/ Untuk membantu status cairan dan nutrisi.

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya


Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan
pengetahuan
tentang penykit dan pengobatan.

Kriteria hasil: a. Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan


diagnostic dan rencana tindakan.
b. Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan klien.

R/ Menentukan derajat efek dan kecemasan.

b. Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.

R/ Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam


rangka memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan
akibat penyakitnya
R/ klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami
perubahan berarti akibat penyakit yang diderita.
d. Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.
R/Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan
dapat membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah
untuk melaksanakan intervensi berikutnya.
e. Manfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan
kehadiran kelurga.
R/ Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan
dukungan keluarga.
D. Implementasi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

a. mengkaji status cairan :

1) Timbang berat badan harian

2) Keseimbangan masukan dan haluaran

3) Turgor kulit dan adanya oedema

4) Distensi vena leher

5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi

b. Memantau kreatinin dan BUN serum

c. Membatasi masukan cairan

d. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder


terhadap gagal ginjal
a. Mengkaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL.

b. mengkaji tingkat kelelahan.

c. mengidentifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.

d. Menciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.

e. Membantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.

f. Berkolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium darah.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
a. Mengkaji pola diet nutrisi pasien
1) Riwayat diet

2) Makanan kesukaan

3) Hitung kalori

b. Mengkaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi

1) Anoreksia, mual dan muntah

2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien

3) Depresi

3) Kurang memahami pembatasan diet

c. Memberikan makan sedikit tapi sering

d. Memerikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan


dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
e. Meninggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi :
telur, susu, daging.
f. Menimbang berat badan harian

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

a. Mengkaji tingkat kecemasan klien.

b. Memberikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.

c. Membantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai


perubahan akibat penyakitnya
d. Membiarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka..

e. Memanfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan


kehadiran kelurga.
E. Evaluasi

1. Kebutuhan cairan terpenuhi ditandai dengan pengeluaran urine normal, tidak


ada edema, TTV dalam rentang normal, dan natrium serum dalam rentang
normal
2. Mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi ditandai dengan
berkurangnya keluhan lelah, dan peningkatan keterlibatan pada aktifitas
social
3. Mampu mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat ditandai dengan
peningkatan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
4. Ansietas klien berkurang ditandai dengan klien mampu mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan,
serta sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Egran, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta:
EGC.

Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dnegan Gangguan


Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai