Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

GAGAL GINJAL AKUT DAN HIPERTENSI

OLEH
KELOMPOK 1

1. APRIANUS BARROS DACOSTA


2. AYUB RIWU TETA
3. BERNADETH FEREIRA
4. DESTAMAYA BAISILA
5. DONNY MENNO
6. EFRAIM S. METE
7. EMERENSIANA SUSANA BENGA
8. FILMANDA NAKBENA
9. GERRY NALLE
10. HERMANUS P. H BEKAK
11. IMANUEL OBA SANAK
12. IJADORO DACOSTA BERE
13. INCE OTU
KELAS :B
SEMESTER : VII

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2021

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.       Definisi Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan
pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional
ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau
sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan
penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. (Davidson 1984).
Gagal ginjal akut adalah penurunan laju filtrasi glomerulus secara tiba-tiba, sering kali dengan
oliguri, peningkatan kadar urea dan kreatinin darah, serta asidosis metabolic dan hiperkalemia.
( D. Thomson 1992 : 91 )

2.2.       Anatomi Fisiologi


Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan
internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah
organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding
posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum.
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian vertebra torakalis
sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak
hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki
panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram
dan wanita dewasa 115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunikafibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat permukaan
ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari bagian dalam, medula, dan bagian
luar, korteks. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis
yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansahenle, vasa rekta dan
duktuskoli gensterminal. Bagianluar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di
antara pyramid dinamakan kolumnarenalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan
distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Kedua
ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bias membentuk
urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.

2.3.       Etiologi
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut(Muttaqin,arif.2011).
2.3.1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi
glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
a)      Penipisan volume
b)      Hemoragi
c)      Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
d)     Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)
e)      Gangguan efisiensi jantung
f)       Infark miokard
g)      Gagal jantung kongestif
h)      Disritmia
i)        Syok kardiogenik
j)        Vasodilatasi
k)      Sepsis
l)        Anafilaksis
m)    Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi

2.3.2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)


Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang
dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a)      Cedera akibat terbakar dan benturan
b)      Reaksi transfusi yang parah
c)      Agen nefrotoksik
d)     Antibiotik aminoglikosida
e)      Agen kontras radiopaque
f)       Logam berat (timah, merkuri)
g)      Obat NSAID
h)      Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
i)        Pielonefritis akut
j)        glumerulonefritis

2.3.3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)


Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di
bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
a)      Batu traktus urinarius
b)      Tumor
c)      BPH
d)     Striktur
e)      Bekuan darah.

2.4.       Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan
fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif,
obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstruksi
vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak
secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan
gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut(Dongoes):
1.        Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2.        Stadium Oliguria.
Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat
diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar
dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung
atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan
pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan
makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini.
Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau
penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam hari. Dalam keadaan
normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah
tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon teehadap kegelisahan atau minum yang
berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutamam menyerang
tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan
anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun
dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas
penderita mulai terganggu.
3.        Stadium III.
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan
tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah,
nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR
nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok
sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup
parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal.
Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang
dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis
Menurut Price, (1995) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi gmnjal, yaitu sebagai
berikut :
a)      Obstruksi tubulus.
b)      Kebocoran cairan tubulus.
c)      Penurunan permeabilitas glomerulus.
d)     Disfungsi vasomotor.
e)      Glomerolus feedback.
Teori obstruksi glomerulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular acute) mengakibatkan
deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan materi protein lainnya, yang kemudian membentuk
silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga
ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan tubulus meningkat
sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun.
Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus terus berlangsung normal,
tetapi cairan tubulus bocor keluar melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk dalam sirkulasi
peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada NTA yang berat.
Pada ginjal normal, 90% aliran darah didistribusi ke korteks (tempat di mana terdapat
glomerulus) dan 10% pada medula. Dengan demikian, ginjal dapat memekatkan urine dan
menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada GGA, perbandingan antara distribusi korteks dan
medula menjadi terbalik sehingga terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal. Konstriksi dan
arteriol aferen merupakan dasar penurunan laju flitrasi glomerulus (GFR). Iskemia ginjal akan
mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan memperberat iskemia korteks luar ginjal setelah
hilangnya rangsangan awal.
Pada disfungsi vasomotor, prostaglandin dianggap bertanggung jawab terjadinya GGA, dimana
dalam keadaan normal, hipoksia merangsang ginjal untuk melakukan vasodilator sehingga aliran
darah ginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis. Ada kemungkinan iskemia
akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat ginjal untuk menyintesis prostaglandin.
Penghambatan prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan aliran darah renal pada
orang normal dan menyebabkan NTA.
Teori glomerulus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada tubulus proksimal. Tubulus
proksimal yang menjadi rusak akibat nefrotoksin atau iskemia gagal untuk menyerap jumlah
normal natrium yang terfiltrasi dan air.
Akibatnya makula densa mendeteksi adanya peningkatan natrium pada cairan tubulus distal dan
merangsang peningkatan produksi renin dan sel jukstaglomerulus, Terjadi aktivasi angiotensin II
yang menyebabkan vasokontriksi ateriol aferen sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah
ginjal dan laju aliran glomerulus.

Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu periode
awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan.
1.      Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2.      Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan
konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam
urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan
untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik
untuk pertama kalinya muncul dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
3.      Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai
tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar normal atau
meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya
dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
4.      Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3-
12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal.

2.6.       Manifestasi Klinis


a)      Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan gravitasinya
rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)
b)      Peningkatan BUN, creatinin
c)      Kelebihan volume cairan
d)     Hiperkalemia
e)      Serum calsium menurun, phospat meningkat
f)       Asidosis metabolik
g)      Anemia
h)      Letargi
i)        Mual persisten, muntah dan diare
j)        Nafas berbau urin
k)      Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang
2.7.       Pemeriksaan Penunjang
1.        Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein.
2.        Arteriogram ginjal
3.        Biopsi ginjal
4.        Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium,
Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
5.        KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi .
6.        Pielografi retrograde
7.        Sistouretrogram berkemih
8.        Ultrasono ginjal
9.        Endoskopi ginjal nefroskopi
10.    EKG

2.8.       Penatalaksanaan
1.        Penatalaksanaan secara umum adalah:
Kelainan dan tatalaksana penyebab.
a.       Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan cairan, dan
status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah dikoreksi,
diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
b.      Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih penuh,
ada pembesaan prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter urin,
selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari urin dan
mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG ginjal.
c.       Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan
pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
2.        Penatalaksanaan gagal ginjal
a.       Mencapai & mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium dibatasi
hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya atau 30
mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus
tetap diawasi.
b.      Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau hiperalimentaasi
intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium, pemberian kalsium intravena
pada kedaruratan jantung dan dialisis.
c.       Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran napas dan
nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera dilepas bila
diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
d.      Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya
perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio
ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H (misalnya
ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
e.       Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi, hiperkalemia,
atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40 mmol/L. Secara umum
continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang intensif, sedangkan
hemodialisis intermitten dengan kateter subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai
tambahan untuk pasien katabolik yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.

2.9.       Komplikasi
1.      Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
2.      Gangguan elektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis
3.      Neurlogi : iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang
4.      Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan gastrointestinal
5.      Hematologi : anemia, diathesis hemoragik
6.      Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT
1.    Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung
jawab,identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,serta diagnosa medis.
Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia
manapun,khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius,terluka serta usia dewasa
dan pada umumnya lanjut usia. Pada pengkajian jenis kelamin, pria disebabkan oleh hipertrofi
prostat sedangkan pada wanita disebabkan oleh infeksi saluran kemih yang berulang, serta pada
wanita yang mengalami perdarahan pasca melahirkan. Untuk pengkajian identitas penanggung
jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si
penderita.
2.    Riwayat Kesehatan
2.1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
2.2.Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan
renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output
dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dnegna predisposisi
penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar nluas,
cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat
NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya
riwayat trauma langsung pada ginjal.
2.3.Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
2.4.Riwayat psikososialcultural
Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang berat akan
memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
3.    Pemeriksaan Fisik
3.1.Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan
adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi
denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan
suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
3.2.Pemeriksaan Pola Fungsi
3.2.1. B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang
merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau
urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan
menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
3.2.2. B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada
sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut
merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi
eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi
jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya
peningkatan.

3.2.3. B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit
kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri
yang berlanjut pada sindrom uremia.
3.2.4. B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan
urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang
menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi
glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
3.2.5. B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan
intake nutrisi dari kebutuhan.
3.2.6. B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan penurunan
perfusi perifer dari hipetensi.
3.3. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, dan
myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK,
NTA,d an GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio
urine : serum sering 1 : 1.
Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu
mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam
cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti
jantung.
Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti
substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer
ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida
darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
4.    Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang
meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.      Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2.      Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema. Natrium
polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
3.      Terapi cairan
4.      Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5.      Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis
5.    Analisa Data
symptom Etiologi Problem
DS:- fase diuresis dari Defisit volume cairan
DO:-perubahan pola gagal ginjal akut
kemih,warna urin
pekat,penurunan urine output
<400 ml/hari.
DS:- penurunan pH pada Aktual/risiko tinggi
DO:pernapasan ciaran serebrospinal, pola napas tidak efektif
kussmaul,fetor uremik, perembesan cairan,

DS:- gangguan konduksi Aktual/risiko tinggi


DO:klien gelisah,Terdapat elektrikal efek aritmia.
papiledema,deficit sekunder dari
neurologis,kadar kalium hiperkalemi
serum meningkat.
DS:- kerusakan hantaran Aktual/risiko tinggi
DO:peningkatan suhu saraf sekunder dari kejang
tubuh,penglihatan kabur,kram abnormalitas
otot,azotemia. elektrolit dan uremia.
DS:- gangguan transmisi Aktual/risiko tinggi
DO:kehilangan kemampuan sel-sel saraf sekunder defisit neurologis
konsentrasi,kehilangan dari hiperkalsemi
memori,penurunan lapang
pandang.
DS:- intake nutrisi yang Ketidakseimbangan
DO:muntah,anoreksia,lemah. tidak adekuat nutrisi kurang dari
sekunder dari kebutuhan tubuh
anoreksi, mual,
muntah
DS:- edema ekstremitas, Gangguan ADL
DO:lemah,ada edema,terlihat kelemahan fisik (Activity Daily Living)
sakit berat. secara umum

DS:- prognosis penyakit, cemas


DO:bingung dengan ancaman, kondisi
kondisinya,peningkatan sakit, dan perubahan
TTV,ketidakmampuan kesehatan
berkonsentrasi,

6.    Diagnosa keperawatan


1.      Defisit volume cairan b.d. fase diuresis dari gagal ginjal akut
2.      Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d penurunan pH pada ciaran serebrospinal,
perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi
cairan interstisial dari edema paru pada respons asidosis metabolik
3.      Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri,
perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan
uremia
4.      Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal efek
sekunder dari asidosis metabolik
5.      Aktual/risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari
hiperkalemi
6.      Aktual/risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
7.      Aktual/risiko tinggi defisit neurologis b.d gangguan transmisi sel-sel saraf sekunder dari
hiperkalsemi
8.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat sekunder dari anoreksi, mual, muntah
9.      Gangguan ADL (Activity Daily Living) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik secara
umum
10.  Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
7.    Intervensi
Rencana keperawatan yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan klien, menghindari
penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan risiko komplikasi.

Dia Tujuan dan Intervensi Rasional


gno criteria hasil
se
Tujuan : defisit 1.   Monitoring status 1.    Jumlah dan tipe cairan
volume cairan cairan (turgor kulit, pengganti ditentukan dari
dapat teratasi membran mukosa, keadaan status cairan
Kriteria urine output) Penurunan volume cairan
evaluasi : 2.   Auskultasi TD dan mengakibatkan menurunnya
-          Klien tidak timbang berat badan. produksi urine, monitoring
mengeluh pusing, 3.   Programkan untuk yang ketat pada produksi
membran mukosa dialysis. urine <600 ml/hari karena
lembab, turgor 4.   Kaji warna kulit, merupakan tanda-tanda
kulit normal, TTV suhu, sianosis, nadi terjadinya syok hipovolemik.
dalam batas perifer, dan diaforesis 2.    Hipotensi dapat terjadi
normal, CRT < 3 secara teratur. pada hipovolemik. Perubahan
detik, urine > 600 5.   Kolaborasi berat badan sebagai
ml/hari Pertahankan parameter dasar terjadinya
Laboratorium : pemberian cairan defisit cairan.
nilai hematokrit secara intravena 3.    Program dialisis akan
dan protein serum mengganti fugnsi ginjal yang
meningkat, terganggu dalam menjaga
BUN/Kreatinin keseimbangan cairan tubuh.
menurun 4.    Mengetahui adanya
pengaruh adanya peningkatan
tahanan perifer.
5.    Jalur yang paten penting
untuk pemberian cairan
secara cepat dan
memudahkan perawat dalam
melakukan kontrol intake dan
output cairan

Tujuan:tidak 1.    Kaji faktor 1.        Mengeidentifikasi


terjadi perubahan penyebab asidosis untuk mengatasi penyebab
pola napas metabolic. dasar dari asidosis metabolic.
Kriteria evaluasi: 2.    Monitor ketat 2.        Perubahan TTV akan
-          Klien tidak TTV. memberikan dampak pada
sesak napas, RR 3.    Istirahatkan klien risiko asidosis yang
dalam batas dengan posisi fowler. bertambah berat dan
normal 16-20 4.    Ukur intake dan berindikasi pada intervensi
x/menit. output. untuk secepatnya melakukan
-          Pemeriksaan Manajemen koreksi asidosis
gas arteri pH 7.40 lingkungan : 3.        Posisi fowler akan
± 0,005, HCO, 24 5.    lingkungan meningkatkan ekspansi paru
± 2 mEq/L, dan tenang dan batasi optimal istirahat akan
PaCO, 40 mmHg pengunjung. mengurangi kerja jantung,
Kolaborasi meningkatkan tenaga
6.    Berikan cairan cadangan jantung, dan
ringer laktat secara menurunkan tekanan darah.
intravena. 4.        Penurunan curah
7.    Berikan jantung, mengakibatkan
bikarbonat. gangguan perfusi ginjal,
8.    Pantau data retensi natrium/air, dan
laboratorium analisis penurunan urine output.
gas darah 5.        Lingkungan tenang
berkelanjutan akan menurunkan stimulus
nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan O2
ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan.
6.        Larutan IV ringer laktat
biasanya merupakan cairan
pilihan untuk memperbaiki
keadaan asidosis metabolik
dengan selisih anion normal,
serta kekurangan volume
ECF yang sering menyertai
keadaan ini.
7.        Kolaborasi pemberian
bikarbonat. Jika penyebab
masalah adalah masukkan
klorida, maka pengobatannya
adalah ditujukan pada
menghilangkan sumber
klorida.
8.        Tujuan intervensi
keperawatan pada asidosis
metabolik adalah
meningkatkan pH sistemik
sampai ke batas yagn aman
dan menanggulangi sebab-
sebab asidosis yang
mendasarinya. Dengan
monitoring perubahan dari
analisis gas darah berguna
untuk menghindari
komplikasi yang tidak
diharapkan
Tujuan:tidak 1.    Kaji faktor 1.    Banyak faktor yang
terjadi aritmia penyebab dari menyebabkan hiperkalemia
Kriteria : situasi/keadaan dan penanganan disesuaikan
-          Klien tidak individu dan faktor- dengan faktor penyebab.
gelisah, tidak faktor hiperkalemi. 2.    Makanan yang
mengeluh mual- Manajemen mengandung kalium tinggi
mual dan muntah pencegahan yang harus dihindari
-          GCS 4, 5, 6 hipokalemia termausk kopi, cocoa, the,
tidak terdapat 2.    Beri diet rendah buah yang dikeringkan,
papiledema. TTV kalium kacang yang dikeringkan,
dalam batas 3.    Memonitor tanda- dan roti gandum utuh. Susu
normal. tanda vital tiap 4 jam. dan telur juga mengandung
-          Klien tidak 4.    Monitoring ketat kalium yang cukup besar.
mengalami defisit kadar kalium darah Sebaliknya, makanan dengan
neurologis, kadar dan EKG. kandungan kalium minimal
kalium serum 5.    Monitoring klien termasuk mentega, margarin,
dalam batas yang berisiko terjadi sari buah, atau saus
normal hipokalemi. cranbeery, bir jahe, permen
6.    Monitoring klien karet, atau gula-gula
yang mendapat infus (permen), root beer, gula dan
cepat yang madu.
mengandung kalium 3.    Adanya perubahan TTV
Manajemen secara cepat dapat menjadi
kolaborasif koreksi pencetus aritmia pada klien
hiperkalemi: hipokalemi.
7.    Pemberian 4.    Upaya deteksi berencana
kalsium glukonat. untuk mencegah hiperkalemi.
8.    Pemberian 5.    Asidosis dan kerusakan
glukosa 10%. jaringan seperti pada luka
9.    Pemberian natrum bakat atau cedera remuk,
bikarbonat. dapat menyebabkan
10.                    perpindahan kalium dari ICF
ke ECF, dan masih ada hal-
hal lain yang dapat
menyebabkan hiperkalemia.
Akhirnya, larutan IV yang
mengandung kalium harus
diberikan perlahan-lahan
untuk mencegah terjadinya
beban kalium berlebihan
latrogenik.
6.    Aspek yang paling
penting dari pencegahan
hiperkalemia adalah
mengenali keadaan klinis
yang dapat menimbulkan
hiperkalemia karena
hiperkalemia adalah akibat
yang bisa diperkirakan pada
banyak penyakit dan
pemberian obat-obatan.
Selain itu, juga harus
diperhatikan agar tidak
terjadi pemberian infus
larutan IV yang mengandung
kalium dengan kecepatan
tinggi.
7.    Dilakukan
penghambatan terhadap efek
jantung dengan kalsium,
disertai redistribusi K+ dari
ECF ke ICF. Tiga metode
yang digunakan dalam
penangan kegawatan dari
hiperkalemia berat (>8
mEq/L atau perubahan EKG
yang lanjut)
8.    Kalsium glukonat 10%
sebanyak 10 ml diinfus IV
perlahan-lahan selama 2-3
menit dengan pantauan EKG,
efeknya terlihat dalam waktu
5 menit, tetapi hanya
bertahan sekitar 30 menit.
9.    Glukosa 10% dalam 500
ml dengan 10 U insulin
regular akan memindahkan
K+ ke dalam sel; efeknya
terlihat dalam waktu 30
menit dan dapat bertahan
beberapa jam.
10.                  Natrium
bikarbonat 44-88 mEq IV
akan memperbaiki asidosis
dan perpindahan K+ ke dalam
sel; efeknya terlihat dalam
waktu 30 menit dan dapat
bertahan beberapa jam.
Tujuan : perfusi 1.    Monitor tanda- 1.    Dapat mengurangi
jaringan otak tanda status kerusakan otak lebih lanjut.
dapat tercapai neurologis dengan 2.    Pada keadaan normal,
secara optimal. GCS. autoregulasi
Kriteria 2.    Monitor tanda- mempertahankan keadaan
evaluasi : tanda vital seperti TD, tekanan darah sistemik yang
-          Klien tidak nadi, suhu, respirasi, dapat berubah secara
gelisah, tidak ada dan hati-hati pada fluktuasi. Kegagalan
keluhan nyeri hipertensi sistolik. autoreguler akan
kepala, mual, 3.    Bantu klien untuk menyebabkan kerusakan
kajang, GCS membatasi muntah vaskular serebral yang dapat
4,5,6, pupil dan batuk. Anjurkan dimanifestasikan dengan
isokor, refleks klien untuk peningkatan sistolik dan
cahaya (+). mengeluarkan napas diikuti oleh penurunan
-          Tanda-tanda apabila bergerak atau tekanan diastolik, sedangkan
vital normal (nadi berbalik di tempat peningkatan suhu dapat
60-100 tidur. menggambarkan pejralanan
kali/menit, suhu : 4.    Anjurkan klien infeksi.
36-36,70C, untuk menghindari 3.    Aktivitas ini dapat
pernapasan 16-20 batuk dan mengejan meningkatkan tekanan
kali/menit), berlebihan intrakranial dan
-          serta klien 5.    Ciptakan intraabdomen. Mengeluarkan
tidak mengalami lingkungan yang napas sewaktu bergerak atau
defisit neurologis tenang dan batasi mengubah posisi dapat
seperti : lemas, pengunjung. melindungi diri dari efek
agitasi, iritabel, 6.    Monitor kalium valsava.
hiperefleksia, dan serum 4.    Batuk dan mengejan
spastisitas dapat dapat meningkatkan tekanan
terjadi hingga intrakranial dan potensial
akhirnya timbul terjadi perdarahan ulang.
koma, kejang 5.    Rangsangan aktivitas
yang meningkatkan dapat
meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketegangan
mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasusu
stroke hemoragik/perdarahan
lainnya.
6.    Hiperkalemi terjadi
dengan asidosis, hipokalemi
dapat terjadi pada kebalikan
asidosis dan perpindahan
kalium kembali ke sel.
Tujuan : 1.    Kaji dan catat 1.    Penting artinya untuk
perawatan risiko faktor-faktor yang mengamati hipokalsemia
kejang berulang menurunkan kalsium pada klien berisiko. Perawat
tidak terjadi dari sirkulasi. harus bersiap untuk
Kriteria 2.    Kaji stimulus kewaspadaan kejang bila
evaluasi : kejang. hipokalsemia hebat.
-Klien tidak 3.    Monitor klien 2.    Stimulus kejang pada
mengalami kejang yang berisiko tetanus adalah rangsang
hipokalsemi. cahaya dan peningkatan suhu
4.    Hindari konsumsi tubuh.
alkohol dan kafein 3.    Individu berisiko
yang tinggi. terhadap osteoporosis
Kolaborasi diinstruksikan tentang
pemberian terapi perlunya masukan kalsium
5.    Garam kalsium diet yang adekuat; jika
parenteral dikonsumsi dalam diet,
6.    Vitamin D suplemen kalsium harus
7.    Tingkatan dipertimbangkan.
masukan diet kalsium. 4.    Alkohol dan kafein
8.    Monitor dalam dosis yang tinggi
pemeriksaan EKG dan menghambat penyerapan
laboratorium kalsium kalsium dan perokok kretek
serum sedang meningkatkan
ekskresi kalsium urine
5.    Garam kalsium
parenteral termausk kalsium
glukonat, kalsium klorida,
dan kalsium gluseptat.
Meskipun kalsium klorida
menghasilkan kalsium
berionisasi yang secara
signifikan lebih tinggi
dibandingkan jumlah
akuimolar kalsium glukonat,
tetapi cairan ini tidak sering
digunakan karena cairan
tersebut l ebih mengiritasi
dan dapat menyebabkan
peluruhan jaringan jika
dibiarkan menginfiltrasi
6.    Terapi vitamin D dapat
dilakukan untuk
meningkatkan absorpsi ion
kalsium dari traktus GI
7.    Tingkatan masukan diet
kalsium sampai setidaknya
1.000 hingga 1.500 mg/hari
pada orang dewasa sangat
dianjurkan (produk dari susu:
sayuran berdaun hijau;
salmon kaleng, sadin, dan
oyster segar)
8.    Menilai keberhasilan
intervensi

Anda mungkin juga menyukai