Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL AKUT (GGA)

MUHLIS R MIU, S.Kep


2019032054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL (GGA)
A. Konsep Teoritis
1. Pengertian
Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah penurunan fungsi ginjal
tiba-tiba yang ditentukan oleh peningkatan kadar BUN dan kreatinin plasma
(Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2015).
Menurut Davey (2016) gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang
ditandai oleh penurunan yang cepat pada laju filtrasi glomerulus (glomerular
filtration rate [GFR]). Gagal ginjal akut terjadi ketika ginjal tidak mampu
mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya
(Smeltzer & Brare, 2018).

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi

Gambar 1. Anatomi ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah


lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan
lemak yang tebal, di belakang peritoneum, dank arena itu di luar rongga
peritoneum (Pearce, 20015)..
Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari
ketinggian vrtebrata torakalis terakhir sampai vertebrata lumbalis ketiga.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena adanya hepar pada sisi
kanan. Setiap ginjal panjangnya sekitar 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal 1,5
sampai 2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk
ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilium menghadap ke
tulang punggung. Sisi luarnya cembung. Arteri dan vena, pembulu limfe,
nervus renalis, dan ujung atas ureter bergabung dengan ginjal pada hilium
(Gibson, 2014 & Pearce, 2015).
Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat; (1) Fasia renal
adalah pembungkus terluar, (2) Lemak perirenal adalah jaringan adipose
yang terbungkus fasia renal, (3) Kapsul fibrosa adalah membran halus
transparan yang langsung membungkus ginjal
Strukur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan
satuan-satuan fungsionil ginjal, diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam
setiap ginjal (Pearce, 2014). Setiap nefron terdiri dari tubulus renalis,
glomelurus dan pembuluh darah. Setiap tubulus renalis adalah tabung
panjang yang bengkok, dilapisi oleh selapis sel kuboid. Tubulus renalis
dimulai sebagai Kapsula Bowman, mangkuk berlapis ganda yang
menutupi glomelurus. Terdapat
Pembuluh darah untuk nefron menjalankan tugas khusus: (a)
Glomelurus adalah pusaran kapiler yang tertutup dalam Kapsula
Bowman. Arteriol afferent membawa darah kedalamnya, (b) Pembuluh
darah efferent berjalan dari glomelurus menuju tubulus ginjal dan
memecah menjadi kapiler pada permukaannya, (c) Kapiler mengalirkan
darah ke dalam vena yang akhirnya bergabung dengan vena lain
membentuk vena renalis (Gibson, 2014).
Menurut Gibson (2014), ginjal adalah prgan ekskresi utama tubuh,
dan agar dapat menjalankan fungsi ekskresi ini, ginjal harus menerima
proposi darah sekitar seperempat ketika tubuh dalam keadaan istirahat.
b. Fisiologi
Ginjal berfungsi sebagai pengaturan keseimbangan air, pengaturan
konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, dan
ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam (Pearce, 2016). selain itu
berperan dalam produksi vitamin D dan ekskresi beberapa obat (Gibson,
2017).
Proses ginjal menghasilkan urin yaitu filtrasi. filtrasi plasma terjadi
ketika darah melewati kapiler dari glomelurus. Dari proses ultrafiltrasi
ini, filtrate glomelural kira-kira 180 liter per hari. Ultrafiltrasi diukur
sebagai laju filtrasi glomelurus (Glomelular Filtration Rate, [GFR]).
Secara klinis, GFR diartikan sebagai jumlah filtrate glomelural yang
dihasilkan dalam satu menit. GFR pada orang dewasa kira-kira 125 ml
per menit (7,5 liter per jam) (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2014).
Kedua ginjal menerima sekitar 20% dari curah jantung yang dapat
membuat kecepatan aliran darah ginjal sebanyak 1.200 ml per menit.
Aliran darah yang sangat cepat ini memang melampaui kebutuhan
oksigen dan metabolik ginjal, tetapi diperlukan karena memperlancar
ekskresi sisa metabolik.
Kemampuan ginjal untuk mempertahankan air dan elektrolit (melalui
reabsorpsi) juga sangat penting dalam kelangsungan hidup seseorang.
Tanpa kemampuan ini seseorang dapat mengalami kekurangan air dan
elektrolit dalam 3-4 menit. Tubulus kontortus distal dan tubulus kontortus
proksimal mereapsorbsi 85-90% air yang ada dalam ultrafiltrat, 80% dari
natrium; sebagian besar kalium, bikarbonat, klorida, fosfat, glukosa, dan
asam amino. Tubulus Kontortus distal dan tubulus koligentes
menghasilkan urin.
Ginjal mempertahankan keseimbangan fisiologis dengan mengatur
komposisi cairan dan pelarut dalam darah. Ginjal memakai tiga proses
yang kompleks, yaitu proses filtrasi, proses reabsorpsi, dan proses sekresi.
Filtrasi terjadi dalam kapsula Bowman. Reabsorpsi dan sekresi terjadi
dalam tubulus dan duktus koligentes (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2015).
Selain fungsinya sebagai pengendali keseimbangan air dan kimia
tubuh, ginjal menghasilkan rennin dan eritropenin. Renin diproduksi oleh
sel-sel tertentu dalam dinding arteriol yang dilalui darah menuju
glomelurus. Renin disekresi bila tekanan darah menurun sangat rendah
sehingga jumlah darah yang melewati ginjal tidak cukup. Hormon ini
meningkatkan tekanan darah. Eritropenin disekresi oleh ginjal sebagai
respon terhadap penurunan tekanan oksigen normal. Hormon ini
merangsang pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang dan
meningkatkan jumlah yang tersedia untuk pengangkutan oksigen (Gibson,
2015).
3. Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu
prarenal, intrarenal, dan pascarenal. Prarenal adalah penyebab tersering
gagal ginjal akut. Kondisi Prarenal terjadi akibat keadaan yang tidak
berkaitan dengan ginjal, tetapi yang merusak ginjal dengan mempengaruhi
aliran darh ginjal. Penyebab prarenal adalah segala sesuatu yang
menyebabkan penurunan tekanan darah yang sistemik yang parah
menimbulkan syok, misalnya infark miokardium, reaksi anafilaktik,
kehilangan darah atau deplesi volume yang berat, luka bakar, atau sepsis
(infeksi yang ditularkan melalui darah). Tindakan bedah yang menyebabkan
penurunan aliran darah ginjal yang lama juga dapat menyebabkan kegagalan
prarenal. Pada tekanan darah sistemik rata-rata yang kurang dari 80 mmHg,
otoregulasi ginjal tidak dapat berjalan dengan baik (Corwin, 2019).
Intrarenal adalah jenis gagal ginjal akut yang terjadi akibat kerusakan
truktur glomelurus atau tubulus ginjal (Smeltzer & Brare, 2017). Pada
kegagalan intrarenal, kerusakan sel-sel ginjal biasanya terjadi akibat nekrosis
tubulus iskemik. Hal ini cenderung mengaburkan perbedaan antara
kegagalan prarenal dan intrarenal karena penyebab utama nekrosis tubulus
iskemik adalah penurunan aliran darah ginjal. Nekrosis tubulus juga dapat
terjadi akibat efek langsung obat-obat nefrotoksik (merusak nefron),
misalnya berbagai logam berat dan pelarut organic. Antibiotik
aminoglikosida, misalnya gentamisin, juga bersifat nefrotoksik.
Pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal (Smeltzer & Brare, 2017). Menurut Corwin
(2016) pascarenal adalah jenis gagal ginjal akut yang terjadi akibat kondisi
yang mempengaruhi aliran urin keluar ginjal, dan mencangkup cidera atau
penyakit ureter, kandung kemih, atau uretra. Penyebab kegagalan pascarenal
yang sering dijumpai adalah obstruksi. Obstruksi dapat terjadi sebagai
respon terhadapbanyak faktor, termasuk batu yang tidak diobati, tumor,
infeksi berulang, hyperplasia prostat, atau kandung kemih neurogenik.
4. Patofisiologi
Lima teori yang menggambarkan patofisiologi GGA :
1. Obstruksi tubulus
2. Kebocoran cairan tubulus
3. Penurunan permeabilitas glomerulus
4. Disfungsi vasomotor
5. Glumerolus feedback
Teori obstruksi glumerolus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular
akut) menggakibatkan deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan materi
protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat
lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga ikut
menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan tubulus
meningkat, sehingga tekanan filtrasi glumerolus menurun. Teori ini sesuai
untuk kondisi iskemia berkepanjangan, keracunan logam berat dan etilen
glikol.
Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glumerolus terus
berlangsung normal tetapi cairan tubulus bocor keluar melalui sel-sel tubulus
yang rusak dan masuk dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membran
basalis dapat terlihat pada NTA yang berat
Pada ginjal normal, 90 % alian darah didistribusi ke korteks (tempat
dimana terdapat glumerolus) dan 10 % pada medula. Denggan demikian,
ginjal dapat memekatkan kemih dan menjalankan funggsinya. Sebaliknya
pada GGA, perbandingan antara distribusi korteks dan medulla menjadi
terbalik, sehingga terjadi iskemia pada korteks ginjal. Kontriksi dari arteriol
aferen merupakan dasar faskular penurunan laju filtrasi glumerolus (GFR).
Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin – angiotensin dan
memperrberat iskemia corteks luar ginjal setelah hilangnya rangsangan awal.
Kadar renin tertinggi pada korteks luar ginjal, tempat dimana terjadi iskemia
paling berat selama berlangsunggnya GGA.
Menurut teori Disfungsi Vasomotor, Prostaglandin dianggap
bertanggungjawab terjadinya GGA, dimana dalam keadan normal, hipoksia
merangsang ginjal mensintesis PGE dan PGA (vasodilator kuat) sehingga
aliran darah ginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis.
Agaknya iskemia akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat
ginjal untuk mensintesis prostaglandin. Penghambatan prostaglandin seperti
aspirin diketahui dapat menurunkan aliran darah renal pada orang normal
dan menyebabkan NTA.
Teori glumerolus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada
tubulus proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi rusak akibat nefrotoksin
atau iskemia gagal untuk menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi
dan air. Akibatnya makula densa mendeteksi adanya peningkatan natrium
pada cairan tubulus distal dan merangsang peninggkatan produksi renin dari
sel jukstaglumerolus. Terjadi aktivasi angiotensin II yang menyebabkan
vasokontriksi ateriol aferen, mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal
dan laju aliran glumerolus.
Pathway

obstruksi tubulus vaskular Obstruksi saluran kemih Iritasi/cidera


Zat toksik
jaringan

desklamasi sel-sel tubulus arterosklerosis Tertimbun di ginjal


Retensi urin Batu besar
Hematuria
kasar
iskemia
menyumbat lumen tubulus permeabilitas ginjal oliguria
menurun Nyeri pinggang Anemia
Suplai darah ke ginjal menurun anuria
tekanan tubulus

GGA

Sekresi eritropoitis
GFR

Hb berkurang
Retensi Na Payah jantung kiri

Suplai Suplai O2 turun


Total CES naik COP turun darah ke
otak turun ureum dan kreatinin
Tek.kapiler naik Aliran darah Suplai
Suplai O
O22 ke
ke
ke ginjal jaringan
jaringan Syncope
mual, muntah,
Edema (kelebihan cairan)
kurang nafsu makan
RAA turun Metabolisme anaerob
Preload naik
Perubahan Nutrisi
Retensi Na dan asidosis metabolik kurang dari
Beban jantung
penurunan curah H2O naik kebutuhan tubuh
meningkat
jantung Asam laktat tinggi

Hipertropi ventrikel kelebihan


kiri volume cairan fatigue intoleransi aktivitas
5. Pemeriksaan Diagnostik
Apabila diduga ada perubahan fungsi ginjal, perlu dilakukan evaluasi
BUN, kreatinin, dan elektrolit. Perlu juga dilakukan urinalisis untuk
mengetahui berat jenis, osmolalitas, dan natrium urin. Pemeriksaan lain juga
diperlukan misalnya seperti kimiawi darah, pemeriksaan darah lengkap, gas
darah arteri, dan urin protein.
Ultrasonografi, Pemindaian computed tomography (CT Scan), pielografi
intravena (IVP), dan magnetic resonance imaging (MRI), dilaksanakan
untuk mengesampingkan adanya obstruksi sebagai penyebab gagal ginjal.
Melalui pemeriksaan ini, besar dan letak ginjal dapat diketahui. Ginjal yang
membesar dapat menunjukkan hidronefrosis. Apabila etiologi ARF belum
diketahui biopsy dapat membantu mengetahui penyebabnya (Baradero,
Dayrit, & Siswadi, 2015).
6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk memulihkan keseimbangan kimia
normal dan mencegah komplikasi sehingga perbaikan jaringan ginjal dan
fungsi ginjal dapat terjadi. Identifikasi, obati, dan hilangkan semua penyebab
yang mungkin.
a) Atasi penurunan kadar pembentukan eritropoietin dengan pemberian
parenteral eritropoietin (Epogen) untuk mencegah anemia.
b) Infus albumin bila gagal ginjal akut disebabkan oleh hipovolemia
sekunder akibat hipoproteinemia.
c) Ekspansi volume plasma secara agresif.
d) Pemberian diuretik untuk meningkatkan pembentukan urin.
e) Pantau gas darah arteri jika terjadi asidosis berat.
f) Vasodilator, terutama dopamine diberikan untuk meningktakan aliran
darah ginjal.
g) Pembatasan asupan protein dan kalium dari makanan sering diterapkan
pada gagal ginjal akut. Asupan tinggi karbohidrat mencegah metabolism
protein dan mengurangi pembentukan produk sisa protein.
h) Mungkin diperlukan terapi antibiotic untuk mencegah atau mengobati
infeksi karena tingginya angka sepsis pada gagal ginjal akut (Corwin,
2019 & Baughman dan Hackley, 2017).
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
1. Aktifitas dan istirahat :
a. gejala : Kelitihan kelemahan malaese
b. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.
2. Sirkulasi.
a. Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia,
hipertensi akibat kehamilan), Disritmia jantung, Nadi lemah/halus
hipotensi ortostatik (hipovalemia), nadi kuat (hipervolemia), Edema
jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum), Pucat,
Kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi
a. Gejala : Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi, poliuria atau
penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir), Disuria, ragu-ragu, dorongan,
dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi), Abdomen kembung diare atau
konstipas, Riwayat HPB, batu/kalkuli
b. Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat,
berawan, Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).
4. Makanan/Cairan
a. Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan
(dehidrasi), Mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati
b. Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, bagian bawah).
5. Neurosensori
a. Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur.
Kram otot/kejang, sindrom “kaki Gelisah”.
b. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan elektrolit/ asama basa.
Kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.
6. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala
b. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah
7. Pernafasan
a. Gejala : nafas pendek
b. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas
amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema
paru)
8. Keamanan
a. Gejala : adanya reaksi transfuse
b. Tanda : demam, sepsis(dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus,
kulit kering.
9. Penyuluhan/Pembelajaran:
a. Gejala : riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu
urianrius, malignansi., riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan),
Obat nefrotik penggunaan berulang Contoh : aminoglikosida,
amfoterisisn, B,anestetik vasodilator, Tes diagnostik dengan media
kontras radiografik, kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran
perkemihan, sepsis gram negatif, trauma/cedera kekerasan , perdarahan,
cedra listrik, autoimun, DM, gagal jantung/hati.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan
b) kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
katabolisme protein
d) intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue
3. Intervensi
Diagnosa Kep. Tujuan / Kriteria Intervensi Rasional

1. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Mandiri: Mandiri:


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam, 1. Awasi TD dan 1. Deteksi dini terhadap kelebihan
kelebihan cairan diharapkan Penurunan curah frekuensi jantung cairan
jantung tidak terjadi, dengan
kriteria : 2. Respon terhadap berlanjutnya
Mempertahankan curah jantung, 2. Observasi EKG gagal ginjal
TD. Dan denyut jantung normal
Nadi ferifer kuat: sama dengan 3. Deteksi dini untuk persiapan
waktu pengisisn kapiler 3. Auskultasi bunyi dialysis
jantung. 4. Deteksi dini terhadap
4. Kaji warna kulit, vasokontriksi atau anemia,
sianosis yang mungkin
membran mukosa dan
berhubungan dgn. Gagal ginjal
dasar kuku. 5. Indikator hipokalemia yang dpt.
mempengaruhi kontraktilitas
5. Selidiki kram otot, dan fungsi jantung.
kesemutan pada jari
dan kejang otot. 6. Menurunkan konsumsi
oksigen/kerja jantung
6. Pertahankan tirah
baring/dan dorong Deteksi dini perubahan elektrolit darah
istirahat adekuat
Memaksimalkan sediaan oksigen.
Kolaborasi pemeriksaan : Memperbaiki curah jantung
Lab.K,Na, Ca.
Berikan tambahan oksigen Mengatasi Hipokalemia dan
Berikan obat s/d memperbaiki iritabilitas jantung.
indikasi:Inotropik(digoksin)
Memperbaiki asidosis

,
2. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Mandiri: Mandiri:
berhubungan dengan retensi keperawatan selama 3x24 jam 1. Catat pemasukan dan 1. Menentukan fungsi ginjal dan
natrium diharapkan Perubahan pengeluaran akurat. kebutuhan penggantian cairan.
2. Awasi bj. Urine 2. Mengukur kemampuan ginjal
kelebihan cairan tidakterjadi
mengkonsentrasikan urin.
Kriteria : 3. Timbang BB. Tiap hari 3. Pengawasan status cairan tubuh
dengan alat yang sama.
1. Menunjukan haluaran urine 4. Awasi TD, suara paru.
tepat 4. Mengetahui tachicardi,hipertensi
2. Berat jenis urine normal dan edema paru dan bunyi nafas
3. BB stabil tambahan.
4. Tanda vital normal 5. Kaji kulit, wajah area
5. Edema tidak ada 5. Mudah terjadinya edema dan
edema evaluasi derajat mengetahui akumulasi cairan
edema

6. Auskulstasi paru dan 6. Deteksi dini terjadinya oedema


bunyi jantung paru

Kolaborasi ;

Perbaiki Mengembalikan ke fungsi normal.


penyebab:contohnya Mengkaji berlanjutnya disfungsi
memperbaiki perfusi ginjal gagal
Awasi pemeriksaan Lab:
Bun,Kreatinin,
Na.K,Hb/Ht,Foto thorax
Batasi cairan s/d
Manajemen cairan diukur untuk
Indikasi menggantikan pengeluaran dari
semua sumber ditambah prakiraan
kehilangan yang tak tampak..

Berikan obat sesuai dengan


indikasi:Diuretik,antihiperte Untuk melebarkan lumen tubulerdari
nsi. debris, meningkatkan vol. Urine
adekuat,antihipertensi untuk
mengatasi hipertensi sehingga
menurunkan aliran darah ginjal

3. Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan Mandiri: Mandiri:


dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji/catat pemasukan 1. Membantu dalam
berhubungan dengan diharapkan kebutuhan nutrisi diet mengidentifikasi defisiensi dfan
katabolisme protein. terpenuhi, dengan kebutuhan diet.
kriteria ; 2. Berikan makanan 2. Meminimalkan anoreksia dan
Mempertahankan/meningkatkan sedikit dan sering mual
Berat badan, 3. Tawarkan perawatan 3. Menghindari membran mukosa
Bebas oedema. mulut , berikan permen mulut kering dan pecah
karet atau penyegar
mulut diantara waktu
makan 4. Deteksi dini perpindajan
4. Timbang berat badan keseimbangan cairan
setiap hari

Kolaborasi:
1. konsul dengan ahli gizi. 1. Menentukan kalori individu, dan
kebutuhan nutrisi
2. Berikan kalori tinggi, 2. Kalori diperlukan untuk
rendah protein memenuhi kebut. Energi, rendah
protein disesuaikan dengan
fungsi ginjal yang menurun.

3. Berikan obat s/d 3. Mengatasi anemia, memperbaiki


indikasi;Fe, Ca, Vit. D, kadar normal serum ,
Vit Bcompleks, Anti memudahkan absorbsi kalsium,
emetik diperlukan koenzim,pada
pertumbuhan sel..
4. Kelelahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan Mandiri Mandiri:
dengan fatigue keperawatan selama 3x24jam, 1. Evaluasi laporan 1. Menentukan derajat dan efek
diharapkan Kelelahan bisa kelelahan ketidakmampuan.
2. Membantu memilihkan intervensi
berkurang/hilangdengan 2. Kaji kemampuan untuk
berpartisipasi dalam
kriteria : aktivitas yang
diinginkan.
Berpartisipasi pada aktivitas 3. Mengatasi penyebab
3. Identifikasi faktor stress
yang diberikan yang dapat memperberat
4. Rencanakan periode 4. Mencegah kelelahan berlebihan
istirtahat adekuat
5. Berikan bantuan dalam 5. Memberikan keamanan pada
aktivitas sehari-hari pasien
6. Tingkatkan partisipasi 6. Membatasi frustasi..
sesuai dengan
kemampuan
Kolaborasi ; Ketidakseimbangan mengganggu
Awasi ; pemeriksaaan fungsi neuromuskuler
Elekrolit
Daftar Pustaka

Baredero, M., Dayrit, M., Siswadi, Y. (2015). Seri asuhan keperawatan klien gangguan ginjal.
Jakarta: EGC.

Baughman, D., Hackley, J. (2019). Keperawatan medical bedah buku saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.

Corwin, J. E. (2017). Buku saku patofisiologi (rev.ed). Jakarta: EGC.

Davey, P. (2016). At a glance medicine. Jakarta: Erlangga.

Doenges, M., Moorhouse, M., Geissler, A. (2016). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Gibson, J. (2015). Fisiologi dan anatomi modern untuk perawat (2nd ed). Jakarta: EGC.

Pearce, E. (2014). Anatomi dan fisiologis untuk paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2014). Buku ajar keperawatan medikal-bedah brunner and
suddarth (8th Ed., vols. 2). Jakarta: EGC.

Wilkinson, J. (2017). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil
NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai