Anda di halaman 1dari 2

Kehamilan adalah serangkaian peristiwa yang diawali dengan konsepsi dan akan

berkembang sampai menjadi fetus yang aterm dan diakhiri dengan proses persalinan
(Rahmawati et al., 2019). Persalinan bisa terjadi secara normal ataupun melalui pembedahan,
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar yang terjadi pada kehamilan yang cukup bulan (37–42
minggu) dengan ditandai adanya kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya penipisan,
dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir dengan presentase belakang
kepala tanpa alat atau bantuan (lahir spontan) serta tidak ada komplikasi pada ibu dan janin
(Indah et al., 2019).
Sectio caesarea kini telah menjadi jenis persalinan yang diminati masyarakat karena
berbagai alasan baik dorongan medis maupun keinginan klien dan keluarga. Persalinan
melalui operasi sectio caesarea memiliki resiko yang membahayakan nyawa ibu dan janin
dibandingkan persalinan normal. Resiko ini tidak hanya dapat dialami ibu pada saat operasi,
tapi pada masa nifas ibu masih tetap dihantui oleh resiko ini (Suryani et al., 2016). Sectio
Caesarea (SC) merupakan salah satu proses persalinan melalui pembedahan yang
membutuhkan pengawasan yang ketat dan cermat, karena akan berdampak langsung pada
kematian ibu(Antameng et al., 2019).
Organisasi kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan bahwa angka persalinan
dengan SC tidak boleh lebih dari 5-15%, di negara maju frekuensi SC berkisar antara 1,5-7%
sedangkan di negara berkembang berkisar 21,1% dari total yang ada (Sihombing, dkk, 2017).
Data Riskesdas 2013 (Kementerian Kesehatan RI, 2013) menunjukkan bahwa kelahiran
dengan metode SC di Indonesia sebesar 9,8% dari total 49.603 kelahiran dari tahun 2010
sampai dengan 2013, dengan propinsi DKI Jakarta memiliki proporsi angka tertinggi (19,9%)
dan Sulawesi Tenggara terendah (3,3%)(Antameng et al., 2019).
Dalam proses persalinan SC dilakukan tindakan pembedahan dengan membuat
sayatan di dinding perut dan dinding rahim, sehingga menyebabkan adanya luka bekas
operasi yang cukup besar, yang membuat ibu merasa khawatir dan takut untuk melakukan
pergerakan. Adanya luka bekas operasi juga menimbulkan nyeri pada ibu. Nyeri adalah
penanganan sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial.Tingkat dan keparahan nyeri pasca operasi tergantung pada fisiologis
psikologis individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri. Saat ini banyak dilakukan teknik
untuk mengurangi nyeri pada post sectio caesarea(Antameng et al., 2019).
Daftar pustaka

Antameng, R., Rambi, C. A., & Tinungki, Y. L. (2019). RUANGAN DAHLIA RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH LIUN KENDAGE TAHUNA TAHUN 2019 APPLICATION
OF EARLY MOBILIZATION IN POST SECTIO CAESAREA MOTHER. 59–64.
Indah, Firdayanti, & Nadyah. (2019). Jurnal midwifery. Manajemen Asuhan Kebidanan
Intranatal Pada Ny “N” Dengan Usia Kehamilan Preterm Di RSUD Syekh Yusuf Gowa
Tanggal 01 Juli 2018, 1(1), 1–14.
Rahmawati, A., Catur, R., Wulandari, L., Islam, U., & Agung, S. (2019). Jurnal kebidanan.
9, 148–152.
Suryani, T., Tampilang, A., Rambi, C. A., & Gansalangi, F. (2016). SECTIO CAESAREA DI
RSD LIUN KENDAGE TAHUNA. 126–136.

Anda mungkin juga menyukai