Anda di halaman 1dari 55

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

STUDI KASUS PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI GENGGAM


JARI TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA NY. A DENGAN
POST SECTIO CAESAREA DI RUANG KEBIDANAN RSUD
BANGKINANG

NAMA : MELI HERLINA, S.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TENGKU MAHARATU PEKANBARU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap wanita pasti menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat

melahirkan bayinya dengan sempurna. Persalinan bisa saja berjalan normal, namun

tidak jarang adanya proses persalinan yang mengalami hambatan dan harus

menjalani operasi. Operasi untuk membantu proses persalinan adalah operasi sectio

caesare. Operasi caesar atau sectio caesarea yaitu tindakan pembedahan yang

dilakukan untuk melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus.

Sectio Caesarea adalah keluarnya janin melalui tindakan dari laparatomi dan

histerektomi (Rasjidi, 2009). Sectio caesarea merupakan tindakan insisi pada

dinding perut dan dinding rahim untuk mengeluarkan janin dengan syarat berat

janin diatas 500 gram serta rahim dalam keadaan utuh (Prawirohardjo, 2010). Jadi

sectio caesarea adalah persalinan dengan cara operasi untuk mengeluarkan janin

melalui insisi di dinding perut dengan indikasi dan syarat – syarat tertentu Menurut

Oxorn dan Forte (2017),

World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata sectio

caesarea di sebuah negara adalah sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia. Di

negara berkembang, proporsi kelahiran dengan cara sectio caesarea berkisar 21,1%

dari total kelahiran yang ada, sedangkan dinegara maju hanya 2%. Menurut studi

The SEA ORCHID (South East Asia Optimising Reproductive and Child Health in

Developing Countries) dengan sumber data dari fasilitas kesehatan, proporsi


tindakan operasi caesarea di Asia yang diwakili 9 negara sebesar 27,3% dan di Asia

Tenggara sebesar 27%. Menurut WHO terjadi peningkatan persalinan dengan sectio

caesarea di seluruh Negara selama tahun 2017-2018 yaitu 110.000 per kelahiran di

seluruh Asia (Gibbons, 2018).

Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia terus meningkat baik di rumah

sakit pendidikan maupun di rumah sakit swasta. Menurut Data Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia (SDKI) (2018), menunjukan terjadi kecenderungan

peningkatan operasi caesarea di Indonesia pada tahun 2016-2017 yaitu 1,3% –

6,8%. Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia menurut data survei nasional

pada tahun tahun 2016 sebesar 51,59% dan tahun 2017 sebesar 53,68% (Riskesdas,

2018). Persalinan caesarea di kota jauh lebih tinggi dibandingkan di desa, yaitu 11%

dibandingkan 3,9%. Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan kelahiran dengan

metode sectio caesarea sebesar 9,8% dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun

2017 sampai dengan 2018, dengan porposi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan

terendah di Sulawesi Tenggara (3,3%).

Di Provinsi Riau persalinan dengan Sectio Caesarea pada tahun 2020 sebesar

40,5%, hal ini menunjukkan angka kejadian sectio caesarea di Provinsi Riau masih

tergolong tingggi, sehingga perlu diwaspadai karena sectio caesarea tetap

merupakan prosedur pembedahan disertai dengan sayatan di dinding perut dan

rahim, yang dapat mengakibatkan timbulnya jaringan parut dan perlengketan pada

bekas lukanya. Beberapa studi membuktikan adanya peluang terjadinya peningkatan

masalah pada kehamilan berikutnya baik untuk ibu ataupun bayinya (Suryati, 2018).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang diperoleh dari rekam medik Lili di

RSUD Bangkinang, didapatkan data ibu melahirkan melalui sectio caesarea pada
tahun 2019 sebesar 25,2%, pada tahun 2020 sebesar 71,3%, pada tahun 2021

sebesar 58,2%, Angka persalinan dengan sectio caesarea di RSUD Bangkinang

sebesar 112 dari total 312 persalinan. Pada 2 tahun terakhir persalinan dengan sectio

caesarea terus meningkat setiap tahunnya, dengan puncak tertinggi pada tahun 2021

sebesar 58,2%

Sectio caesarea dilakukan bila terdapat indikasi medis tertentu, baik indikasi

dari ibu maupun janin. Indikasi dari ibu seperti panggul sempit, perdarahan, ada

pembedahan sebelumnya pada uterus, dan lain sebagainya. Sedangkan indikasi dari

janin seperti, gawat janin, cacat atau kematian janin sebelumnya, diabetes maternal

dan lain sebagainya.. Selain itu sectio caesarea juga menjadi alternative persalinan

tanpa indikasi medis karena dianggap lebih mudah dan nyaman. Akan tetapi hanya

sebagian kecil ibu melahirkan dengan sectio caesarea tanpa indikasi dan tidak

memiliki resiko tinggi untuk melahirkan secara normal sebanyak 25 % (Depkes,

2019).

Persalinan melalui operasi sectio caesarea memungkinkan terjadinya

komplikasi lebih tinggi daripada persalinan pervaginal. Komplikasi yang bisa

muncul pada ibu post sectio caesarea seperti potensi terjadinya thrombosis, potensi

terjadinya penurunan kemampuan fungsional, penurunan elastisitas otot perut dan

otot dasar panggul, perdarahan, luka kandung kemih, infeksi, bengkak pada

ekstremitas bawah, dan gangguan laktasi (Rustam, 2018). Akan tetapi masalah

utama dan pertama yang dikeluhkan ibu post sectio caesarea adalah nyeri pada

daerah insisi, dimana nyeri yang dirasakan unik, universal dan bersifat individual

yang membuat seseorang merasa tidak nyaman. Tindakan sectio caesarea,

mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan karena robekan dari proses


pembedahan yang dapat menimbulkan nyeri (Asmadi, 2018). Selama proses

pembedahan pasien akan diberi anastesi, namun ketika efek anastesi berakhir maka

pasien akan merasakan nyeri yang sangat mengganggu. Apabila nyeri tersebut dapat

ditangani dengan tepat maka komplikasi seperti diatas dapat diminimalkan karena

bila nyeri tertangani segera, mobilisasi ibu berjalan dengan maksimal.

Penanganan nyeri yang digunakan pada post sectio caesarea berupa

penanganan farmakologi. Prosedur farmakologi dilakukan dengan pemberian

analgetik, yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri (Prasetyo, 2015).

Pemberian terapi farmaka efektif untuk mengurangi nyeri sedang dan berat. Namun

demikian pemberian terapi farmakologi tidak dapat meningkatkan kemampuan

pasien untuk mengontrol nyerinya sendiri. Sehingga perlunya kombinasi tindakan

manajemen non farmakologi untuk mengurangi sensori nyeri tersebut. Pemberian

tindakan manajemen nyeri non farmakologi, memberikan manfaat yang sama

dengan pemberian manajemen nyeri farmaka bahkan lebih efektif dan efisien

dengan efek samping yang rendah (Hidayat dan Uliyah, 2018).

Tindakan non farmakologi dapat dilakukan melaluimelalui strategi fisik,

seperti: massage, akupuntur, akupresur, terapi aroma dan warm kompres.

Sedangkan pada pemberian melalui strategi kognitif lingkungan, seperti: teknik

relaksasi nafas dalam, hipnotis atau hipnoterapi, dan guided imagery. Tindakan

manajemen non farmakologi disamping memiliki efek samping seminimal mungkin,

tindakan tersebut sangat aman dan efektif dalam penggunaannya. Salah satu terapi

non farmaka yang dapat digunakan yaitu relaksasi genggam jari. (Virgona dan

Nur’aeni, 2019).
Relaksasi genggam jari adalah terapi yang berhubungan dengan pengelolaan

dan mengembangkan emosional, dimana emosi merupakan gelombang energi yang

mengalir dalam tubuh, pikiran dan jiwa. Emosi juga seperti perasaan yang

berlebihan dalam tubuh serta pikiran yang menyebabkan aliran energi dalam tubuh

tersumbat dan tertahan, sehingga mengakibatkan nyeri atau rasa tertekan. Di

sepanjang jari - jari tangan manusia, terdapat saluran atau meridian energi yang

menghubungkan antar organ dan emosi. Dengan menggenggam jari dengan

bernafas dalam, dapat melancarkan aliran energi emosional dan perasaan, sehingga

membantu pelepasan jasmani dan penyembuhan (Cane, 2017). Relaksasi genggam

jari dapat mengurangi nyeri dan mengontrol diri ketika terjadi perasaan yang tidak

nyaman juga dapat menenangkan pikiran dan mengontrol emosi (Liana, 2018).

Mekanisme kerja terapi relaksasi genggam jari melalui saluran atau meridian

energi yang terdapat di sepanjang jari - jari tangan. Titik - titik refleksi pada tangan

memberikan rangsangan secara spontan (refleks) pada saat menggenggam jari.

Rangsangan tersebut, akan mengalirkan semacam gelombang kejut atau listrik

menuju ke otak kemudian diterima otak dan diproses dengan cepat lalu diteruskan

menuju syaraf pada organ tubuh yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan di

jalur energi organ tersebut menjadi lancer. Terapi relaksasi genggam jari dapat

membantu tubuh, pikiran, dan jiwa untuk mencapai titik relaksasi (Cane, 2013).

Secara ilmiah, dalam keadaan relaksasi dapat memicu pengeluaran hormon

endorfin, hormon ini merupakan analgesik alami dari tubuh sehingga nyeri akan

berkurang (Aprianto, 2019).

Dari hasil observasi dan wawancara pada 5 pasien di Ruang Kebidanan RSUD

Bangkinang, mengatakan bahwa merasakan nyeri setelah 2 - 3 jam pasca operasi,


dan setelah hilangnya efek dari anastesi. Berdasarkan hasil wawancara dengan

perawat Ruang Kebidanan RSUD Bangkinang meskipun telah diberi terapi farmaka

(analgetik) dan terapi non farmaka (teknik nafas dalam), nyeri pada pasien post

sectio caesarea masih belum bisa teratasi, dibuktikan dengan nyeri yang dirasakan

pasien berkisar antara skala 5 - 7.

Berdasarkan hasil diatas , peneliti tertarik melakukan studi kasus asuhan

keperawatan tentang “Penerapan teknik relaksasi genggam jari terhadap intensitas

nyeri pada Ny. A dengan post sectio caesarea di Ruang Kebidanan RSUD

Bangkinang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang diatas, maka rumusan

masalah pada kasus ini adalah “Bagaimanakah penerapan teknik relaksasi genggam

jari terhadap intensitas nyeri pada Ny. A dengan post sectio caesarea di Ruang

Kebidanan RSUD Bangkinang?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan teknik relaksasi genggam jari terhadap intensitas nyeri pada

Ny. A dengan post sectio caesarea di Ruang Kebidanan RSUD Bangkinang”

2. Tujuan Khusus

a) Mampu melaksanakan pengkajian pada Ny. A dengan post sectio caesarea Di

Ruang Kebidanan RSUD Bangkinang

b) Mampu melaksanakan diagnosa keperawatan pada Ny. A dengan post sectio

caesarea Di Ruang Kebidanan RSUD Bangkinang


c) Mampu melaksanakan rencana tindakan pada pada Ny. A dengan post sectio

caesarea Di Ruang Kebidanan RSUD Bangkinang

d) Mampu melaksanakan implementasi pada pada Ny. A dengan post sectio

caesarea Di Ruang Kebidanan RSUD Bangkinang

e) Mampu melaksanakan evaluasi pada pada Ny. A dengan post sectio caesarea

Di Ruang Kebidanan RSUD Bangkinang

f) Mampu melaksanakan pemberian terapi relaksasi genggam jari pada Ny. A

dengan post sectio caesarea Di Ruang Kebidanan RSUD Bangkinang

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan edukasi dan memberikan

manfaat dan dapat diaplikasikan serta dijadikan sebagai salah satu tindakan

alternatif non farmakologi untuk mengurangi nyeri pasca sectio caesarea,

sehingga nyeri dapat berkurang dan kenyamanan pasien meningkat

2. Bagi RSUD Bangkinang

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan mengenai

penggunaan terapi non farmakologi dalam upaya menurunkan intensitas

nyeri pada pasien post sectio caesarea, khususnya dengan relaksasi genggam

jari.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini dapat memberi informasi dan menjadi referensi untuk

penelitian selanjutnya tentang efektifitas relaksasi genggam terhadap ibu

post sectio caesarea.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Konsep Dasar Sectio Caesarea

a. Definisi

Operasi caesar atau sectio caesarea yaitu tindakan pembedahan yang

dilakukan untuk melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dan

uterus (Oxorn dan Forte, 2012).

Sectio caesarea adalah keluarnya janin melalui tindakan dari laparatomi

dan histerektomi. Sectio caesarea merupakan tindakan insisi pada dinding perut

dan dinding rahim untuk mengeluarkan janin dengan syarat berat janin diatas

500 gram serta rahim dalam keadaan utuh (Prawirohardjo, 2015).

Jadi dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sectio

caesarea adalah persalinan dengan cara operasi untuk mengeluarkan janin

melalui insisi di dinding perut dengan indikasi dan syarat - syarat tertentu.

b. Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi sectio caesarea dapat dikategorikan menjadi indikasi absolut dan

indikasi relatif. Setiap keadaan yang tidak memungkinkan untuk melahirkan

pervaginal merupakan indikasi absolut, seperti panggul sempit dan neoplasma

yang menyumbat jalan lahir. Sedangkan indikasi relatif yaitu kelahiran

pervaginal bisa saja terlaksana tetapi ada suatu keadaan sedemikian rupa yang
menjadikan kelahiran lewat sectio caesarea akan aman bagi ibu, anak ataupun

keduanya (Oxorn dan Forte, 2015)

Secara garis besar indikasi dari sectio caesarea karena disproporsi

fetopelvik, malposisi dan malpresentasi, disfungsi uterus, distocia jaringan

lunak, neoplasma, dan persalinan yang tidak maju, Pembedahan sebelumnya

pada uterus ; sectio caesarea, histerectomy, miomectoy ekstensif, dan jahitan

luka, Perdarahan yang disebabkan plasenta previa dan aborptio plasenta

(Aprianto, 2019).

c. Kontraindikasi Sectio Caesarea

Pada umumnya, sectio caesarea tidak dapat dilakukan pada janin yang

mati, keadaan syok, anemia berat yang belum diatasi, dan kelainan kongenital

berat (bayi besar). Kontraindikasi dilakukannya sectio caesarea ada tiga, yaitu

1) Janin dalam rahim berada dalam keadaan yang tidak baik sehingga

kemungkinan hidup kecil atau janin yang sudah mati.

2) Jika jalan lahir ibu mengalami infeksi luas dan tidak tersedia fasilitas untuk

dilakukannya seserea ekstraperitonal.

3) Jika tidak mempunyai dokter bedah yang berpengalaman, serta tidak

tersedia tenaga asisten yang memadai (Oxorn dan Forte, 2014).

d. Tipe - tipe Sectio Caesarea

1) Segmen Bawah : Insisi Melintang

Sectio caesarea tipe ini, merupakan prosedur yang sering dipilih karena

cara ini memungkinkan kelahiran per abdominal yang aman sekalipun

dilakukan pada saat persalinan. Keuntungan dari tipe insisi melintang

adalah insisi dilakukan pada segmen bawah uterus, otot tidak dipotong
tetapi dipisah kesamping, cara ini dapat mengurangi perdarahan. Lapisan

otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah dirapatkan kembali

dan keseluruhan luka insisi dapat terbungkus oleh lipatan vesicouterina

sehingga dapat mengurangi pembesaran di dalam cavumperitonia

generalisata.

2) Segmen Bawah : Insisi Membujur

Pada tipe ini sayatan bisa diperlebar atau diperluas ke atas. Pelebaran ini

diperlukan jika bayinya besar, terdapat malposisi janin, seperti letak lintang

atau adanya anomali janin. Akan tetapi kerugian utamany adalah

perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak, karena terpotongnya otot.

Tidak jarang pula adanya luka insisi tanpa dikehendaki meluas ke segmen

atas sehingga nilai penutupan retroperitoneal tidak sempurna.

3) Sectio Caesarea Klasik

Indikasi dilakukannya caesarea tipe klasik adalah apabila adanya kesulitan

dalam menyingkapkan segmen bawah. Akan tetapi teknik ini hampir sudah

tidak dilakuka lagi karena adanya resiko pelengketan isi abdomen pada

luka jahitan uterus dan insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya.

4) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal

Sectio caesarea tipe ini dilakukan untuk menghindari histerektomi pada

kasus - kasus infeksi dengan mencegah peritonitis generalisata yang

bersifat fatal. Teknik peda prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja

masuk ke dalam cavum peritonei, dan insiden cedera vesica urinaria

meningkat. Metode ini tidak boleh dihilangkan tetapi tetap disimpan

sebagai cadangan bagi kasus - kasus tertentu.


5) Histerektomi Caesarea

Pembedahan tipe ini merupakan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan

pengangkatan uterus. Indikasi dilakukannya histerektomi caesarea karena

adanya perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal,

perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus - kasus plasenta

previa dan abruptio plasenta tertentu, plasenta acreta, fibromyoma yang

multiple dan luas, kasus - kasus kanker cerviks atau ovarium, ruptura

uterus yang tidak dapat diperbaiki. Tipe ini juga sebagai metode sterilisasi

jika kelanjutan haid tidak dikehendaki demi alasan medis dan pada ibu

yang tidak dapat mempertahankan uterus karena sudah memiliki beberapa

anak dan tidak ingin menambah lagi. Sebagai metode sterilisasi, prosedur

ini memiliki beberapa keuntungan tertentu dibandingkan dengan

pengangkatan tuba, yaitu angka kegagalan yang lebih rendah dan

pengeluaran organ yang kemudian hari bisa menimbulkan kesulitan.

Namun demikian, ada beberapa komplikasi pada tipe ini sehingga prosedur

ini tidak dianjurkan sebagai prosedur rutin sterilisasi (Oxorn dan Forte,

2014).

e. Komplikasi Sectio Caesarea

Komplikasi Sectio Caesarea Beberapa komplikasi yang sering terjadi

pasca sectio caesarea adalah akibat dari tindakan anastesi, jumlah darah yang

dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, serta adanya komplikasi

penyulit seperti endometriosis (radang endometrium), tromboplebitis, dan

embolisme (Prawirohardjo, 2014). Menurut Oxorm dan Forte (2014),

perdarahan pasca sectio caesarea juga dapat terjadi karena atonia uteri,
pelebaran insisi uterus, kesulitan mengeluarkan plasenta, dan hematoma

ligamentum latum. Komplikasi serius yang bisa muncul pada ibu post sectio

caesarea seperti potensi terjadinya thrombophlebitis, cedera dengan atau tanpa

fistula di traktus urinaria dan usus, infeksi insisi, serta obstruksi usus.

Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama beberapa

hari selama nifas. Komplikasi lainnya adalah nyeri pasca operasi sectio

caesarea, setelah efek anastesi habis, biasanya pasien akan merasakan nyeri di

abdomen bekas insisi operasi. Nyeri dapat bersifat ringan hingga berat

tergantung pada penanganannya. Akan tetapi, apabila nyeri tidak tertangani

maka akan timbul masalah lain seperti potensi penurunan kekuatan otot perut

karena adanya sayatan pada dinding perut dan adanya penurunan kekuatan otot

dasar panggul karena selama kehamilan otot-otot dasar panggul teregang

seiring dengan membesarnya janin dalam uterus. Selain dampak di atas juga

terdapat dampak lain yaitu penurunan kemampuan fungsional dikarenakan

adanya nyeri dan kondisi ibu yang masih lemah (Basuki, 2017).

2. Konsep Dasar Nyeri

a. Definisi

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual ataupun potensial. Nyeri

juga merupakan proses patologis pada tubuh. Nyeri adalah sesuatu yang

menyakitkan pada tubuh individu yang mengalaminya dan dapat terjadi kapan

saja sewaktu-waktu. Nyeri dapat digambaran suatu fenomena kompleks yang

tidak hanya melibatkan respon fisik dan mental tetapi juga merupakan reaksi

emosional dari seseorang (Potter dan Perry, 2015).


nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang subjektif dan tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan. Keluhan sensorik yang dirasakan

individu bermacam - macam, seperti pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, dan lain

sebagainya. Meskipun rasa nyeri hanya satu rasa protopatik (primer), tapi pada

dasarnya rasa nyeri adalah rasa majemuk yang dikombinasi dari nyeri,

panas/dingin dan rasa tertekan. Jadi dari beberapa pengertian diatas, dapat

disimpulkan bahwa nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan karena

adanya kerusakan jaringan aktual maupun potensial. Rasa nyeri antar individu

berbeda - beda karena nyeri bersifat subjektif dan individual (Muttaqin, 2015).

b. Klasifikasi Nyeri

Berdasarkan Durasi (Waktu terjadinya), nyeri terbagi menjadi dua meliputi :

1) Nyeri Akut

Menurut Pinzon (2014) nyeri akut merupakan sebagai nyeri yang

dirasakan seseorang selama kurang dari enam bulan. Nyeri akut umumnya

datang dengan tiba-tiba berkaitan dengan cidera spesifik jika ada

kerusakan maka berlangsung tidak lama dan tidak ada penyakit sistemik,

nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan proses penyembuhan.

Beberapa pustaka lain mengatakan nyeri akut yaitu kurang dari 12 minggu.

Nyeri 6-12 minggu adalah nyeri sub akut dan nyeri diatas 12 minggu

disebut nyeri kronis.

2) Nyeri Kronis

Menurut Smeltzer & Bare (2013), nyeri kronik adalah nyeri

konstan atau nyeri yang berlangsung di luar waktu penyembuhan yang

diperkirakan dan tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera


spesifik.. nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan

dengan tetap dan sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak

memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebab

pastinya.

c. Mekanisme Nyeri

Nyeri timbul setelah menjalani proses transduksi, transmisi, modulasi dan

persepsi. Transduksi yaitu rangsangan nyeri diubah menjadi depolarisasi

membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf. Transmisi merupakan

saraf sensori perifer yang melanjutkan rangsangan ke terminal di medula spinalis

disebut sebagai neuron aferen primer. Jaringan saraf yang naik dari medula

spinalis ke batang otak dan talamus disebut dengan neuron penerimaan kedua,

neuron yang menghubungkan dari talamus ke kortek serebri disebut neuron

penerima ketiga.

Sedangkan modulasi yaitu suatu proses dimana terjadi interaksi antara

sistem analgesic endogen (endorphin, noradrenalin, serotonin) dengan asupan

nyeri yang masuk ke kornus posterior sehingga asupan nyeri dapat ditekan. Jasi

modulasi merupakan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, pada

fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan system inhibisi dan transmisi

nosisepsi yang berupa suatu analgesic endogen.

Selanjutnya persepsi merupakan nyeri sangat dipengaruhi oleh faktor

subyektif, walaupun mekanismenya belum jelas. Nyeri dapat berlangsung

berjam-jam sampai dengan berhari-hari. Fase ini dimulai pada saat dimana

nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada formatio reticularis dan juga talamus,

sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan efek sinyal ini kemudian
dilanjutkan ke area system limbik. Area ini mengandung sel-sel yang dapat

mengatur emosi (Yudiyanta, 2015).

d. Pengukuran Skala Nyeri

Menurut Yudiyanta (2015) NRS dianggap sederhana dan mudah

dimengerti, sensitive terhadap dosis, jenis kelamin dan perbedaan etnis. NRS

adalah skala nyeri yang lebih banyak digunakan khususnya pada kondisi pasien

akut, mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik,

mudah untuk digunakan dan didokumentasikan. Nyeri berdasarkan Numeric

Rating Scale (NRS) dibagi atas

0 : tidak ada keluhan nyeri

1-3 : nyeri ringan ( ada rasa nyeri dan masih dapat ditahan)

4-6 : nyeri sedang (ada rasa nyeri, terasa menganggu, memerlukan usaha yang

kuat untuk menahan nyeri).

7-10: nyeri berat ( adanya nyeri bertambah, sangat mengganggu, tidak

tertahankan.

e. Manajemen Nyeri

Ada dua teknik manajemen nyeri yaitu farmakologi dan nonfarmakologi.

Menurut Tamsuri (2012), farmakologi adalah penanganan yang sering

digunakan untuk menurunkan nyeri dengan menggunakan obat.

Obat merupakan salah satu bentuk pengendalian nyeri, obat nyeri terbagi

menjadi tiga golongan opioid (meperidin/petidin, morfin, metadon, fentanil,

buprenorfin, dezosin, butorfanol, nalbufin, nalorfin, dan pentasozin),

analgesik non opioid (Nonsteroid anti-Inflammatory Drugs/NSAIDs, seperti


aspirin, asetaminofen, ibuprofen dan ketorolak), adjuvan dan koanalgesik

(amitriptilin).

Sedangkan manajemen nyeri secara Nonfarmakologi menurut Tamsuri

(2012) ada beberapa teknik dan juga metode yang dapat dilakukan dalam

upaya untuk mengatasi nyeri antara lain yaitu distraksi, hipnotis, meditasi,

terapi musik, akupuntur, pijat, kompres panas dan dingin, teknik relaksasi nafas

dalam serta teknik relaksasi genggam jari

f. Penatalaksanaan Nyeri Post Sectio Caesarea

Penatalaksanaan untuk klien post sectio caesarea, menurut Cunningham

(2013), antara lain :

1) Analgetik

Analgetik meredakan nyeri dan memberi rasa euforia (kegembiraan) lebih

besar dengan mengikat reseptor opiat dan mengaktivasi endogen dalam

susunan saraf pusat. Efek samping dari pemberian analgesik opioid adalah

mual, muntah, konstipasi, depresi pernafasan.

2) Tanda – tanda vital. Setelah dipindahkan ke ruang rawat, maka tanda –

tanda vital klien harus dievaluasi setiap 4 jam sekali. Jumlah urin dan

jumlah darah yang hilang serta keadaan fundus uteri harus diperiksa,

adanya abnormalitas harus dilaporkan, selain itu, suhu juga perlu diukur.

3) Terapi cairan dan diet. Pemberian cairan harus dilakukan untuk

menggantikan cairan yang keluar pada saat operasi.

4) Ambulasi Pada hari pertama post operasi, klien dengan bantuan perawat

dapat bangun dari tempat tidur sekurang – kurangnya sebanyak 2 kali.

Ambulasi dapat ditentukan waktunya sedemikian rupa sehngga prepara


analgetik yang baru saja diberikan akan mengurangi rasa nyer. Dengan

ambulasi dini, trombosit vena dan emboli pulmoner jarang terjadi.

5) Perawatan luka. Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka

yang relative ringan tampak banyak plester sangat menguntungkan. f.

Laboraturium Secara rutin Ht diukur pada pagi hari setelah operasi, Ht

harus segera dicek kembali bila terdapat kehilangan darah atau bila

terdapat oliguri atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia. Jika Ht

stabil, klien dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan apapun dan

kemungkinan ecil jika terjadi kehilangan darah lebih lanjut.

3. Relaksasi Genggam Jari

1) Definisi

Teknik genggam jari adalah cara yang mudah untuk mengelola emosi dan

mengembangkan kecerdasan emosional. Emosi adalah seperti gelombang

energi yang mengalir di dalam tubuh, pikiran, dan jiwa. Saat kita merasakan

perasaan yang berlebihan, aliran energi di dalam tubuh kita menjadi tersumbat

atau tertahan, sehingga akan menghasilkan rasa nyeri atau kemampatan. Di

sepanjang jari-jari tangan terdapat saluran atau meridian energi yang

terhubungkan dengan berbagai organ dan emosi, dengan memegang setiap jari

sambil bernafas dalamdalam, kita dapat memperlancar aliran energi emosional

dan perasaan kita untuk membantu pelepasan jasmani dan penyembuhan

(Cane, 2013).

Menggenggam jari sambil menarik nafas dalam-dalam (relaksasi) dapat

mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena

genggaman jari akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi


pada meridian (energi channel) yang terletak pada jari tangan (Liana, 2008).

Relaksasi Genggam Jari merupakan teknik sentuhan serta pemijatan ringan,

yang dapat menormalkan denyut jantung dan tekanan darah, serta

meningkatkan kondisi rileks dalam tubuh dengan memicu perasaan nyaman

melalui titik akupuntur di permukaan jari. Teknik ini memfasilitasi distraksi

dan menurunkan transmisi sensorik stimulasi dari dinding abdomen sehingga

mengurangi ketidaknyamanan pada area yang sakit (Haniyah,dkk 2016)

2) Manfaat Relaksasi Genggam Jari

Menurut Liana (2018) relaksasi genggam jari dapat memberi manfaat :

a) Dapat mengurangi nyeri dan dan mengontrol diri ketika terjadi perasaan

yang tidak nyaman.

b) Dapat menenangkan pikiran dan mengontrol emosi

c) Dapat memperlancar aliran darah

d) Mengurangi perasaan panik, khawatir dan terancam

e) Manfaat genggam jari terhadap 5 jari :

1) Ibu jari berhubungan dengan perasaan sedih, ingin menangis, dan

merasa merana.

2) Jari telunjuk, berhubungan dengan perasaan tahut, panik, terancam

dan rasa tidak nyaman

3) Jari tengah, berhubungan dengan perasaan marah, benci dan kecewa.

4) Jari manis, berhubungan dengan perasaan cemas dan khawatir.

5) Jari kelingking berhubungan dengan perasaan rendah diri dan kecil

hati
3) Mekanisme Kerja Relaksasi Genggam Jari

Mekanisme kerja terapi relaksasi genggam jari melalui saluran atau

meridian energi yang terdapat di sepanjang jari - jari tangan. Titik - titik

refleksi pada tangan memberikan rangsangan secara spontan (refleks) pada

saat menggenggam jari. Rangsangan tersebut, akan mengalirkan semacam

gelombang kejut atau listrik menuju ke otak kemudian diterima otak dan

diproses dengan cepat lalu diteruskan menuju syaraf pada organ tubuh yang

mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi organ tersebut

menjadi lancer. Terapi relaksasi genggam jari dapat membantu tubuh, pikiran,

dan jiwa untuk mencapai titik relaksasi. Secara ilmiah, dalam keadaan

relaksasi dapat memicu pengeluaran hormon endorfin, hormon ini merupakan

analgesik alami dari tubuh sehingga nyeri akan berkurang (Cane, 2013).

4) Cara Melakukan Teknik Relaksasi Genggam Jari

Cara melakukan teknik genggam jari menurut Cane (2013) dan Liana (2008),

adalah :

a) Genggam tiap jari mulai dari ibu jari selama 2 - 5 menit, anda bisa memulai

dengan tangan manapun.

b) Tarik nafas dalam - dalam ( ketika bernafas, hiruplah dengan rasa

harmonis, damai, nyaman dan kesembuhan)

c) Hembuskan nafas secara berlahan dan lepaskan dengan teratur (ketika

menghembuskan nafas, hembuskanlah secara berlahan sambil melepas

semua perasaan - perasaan negatif dan masalah - masalah yang

mengganggu pikiran dan bayangkan emosi yang mengganggu tersebut


keluar dari pikiran kita yang berhubungan dengan kerusakan jaringan

karena post operasi sectio caesarea)

d) Rasakan getaran atau rasa sakit keluar dari setiap ujung jari - jari tangan.

Lakukan cara diatas beberapa kali pada jari tangan lainnya. Tindakan

Relaksasi Genggam Jari dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari atau saat

nyeri terasa.

B. Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea


Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik secara bio, pisiko, sosial dan spiritual (Dermawan
2012). Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan,
pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
kemampuan menidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini
akan menentukan diagnosis keperawatan oleh karena itu pengkajian harus
dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perwatan pada
klien dapat diidentifikasi
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama Pada uumumnya pasien post sectio caesar mengeluh nyeri
pada daerah luka bekas operasi. Nyeri biasanya bertambah parah jika pasien
bergerak.
3) Riwayat kesehatan Pada pengkajian riwayat kesehatan, data yang dikaji
adalah riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang dan riwayat
kesehatan keluarga. Dalam mengkaji riwayat kesehatan dahulu hal yang
perlu dikaji adalah penyakit yang pernah diderita pasien khususnya penyakit
kronis, menular, dan menahun seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes,
TBC, hepatitis dan penyakit kelamin. Riwayat kesehatan sekarang berisi
tentang pengkajian data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
dilakuakannya operasi sectio caesarea seperti kelainan letak bayi (letak
sungsang dan letak lintang), faktor plasenta (plasenta previa, solution
plasenta, plasenta accrete, vasa previa), kelainan tali pusat (prolapses tali
pusat, telilit tali pusat), bayi kembar (multiple pregnancy), pre eklampsia,
dan ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu membuat rencana
tindakan terhadap pasien. Riwayat kesehatan keluarga berisi tentang
pengkajian apakah keluarga pasien memiliki riwayat penyakit kronis,
menular, dan menahun seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC,
hepatitis dan penyakit kelamin yang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya pre eklampsia dan giant baby, seperti diabetes dan
hipertensi yang sering terjadi pada beberapa keturunan.
4) Riwayat perkawinan Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji
adalah menikah sejak usia berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah,
status pernikahan saat ini.
5) Riwayat obsterti Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi
riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil,
penolong persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin, jumlah anak,
apakah pernah abortus, dan keadaan nifas yang lalu. 6) Riwayat persalinan
sekarang Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan,
jenis kelamin anak, keadaan anak.
7) Riwayat KB Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui
apakah klien pernah ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat
keluhan dan maalah dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan setelah
masa nifas ini akan menggunakan alat kontrasepsi apa.
8) Pola-pola fungsi kesehatan
Setiap pola fungsi kesehatan pasien terbentuk atas interaksi antara pasien
dan lingkungan kemudian menjadi suatu rangkaian perilaku membantu
perawat untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memilah-milah
data. Pengkajian pola fungsi kesehatan terdiri dari pola nutrisi dan
metabolisme biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena adanya
kebutuhan untuk menyusui bayinya. Pola aktifitas biasanya pada pasien
post sectio caesarea mobilisasi dilakuakn secara bertahap meliputi miring
kanan dan kiri pada 6-8 jam pertama, kemudian latihan duduk dan latihan
berjalan. Pada hari ketiga optimalnya pasien sudah dapat dipulangkan. Pra
eliminasi biasanya terjadi konstipasi karena pasien post sectio caesarea
takut untuk melakukan BAB.
Pola istirahat dan tidur biasasnya terjadi perubahan yang
disebabkan oleh kehadiran sang bayi dan rasa nyeri yang ditimbulkan akibat
luka pembedahan. Pola reproduksi biasanya terjadi disfungsi seksual yang
diakibatkan oleh proses persalinan dan masa nifas.
9). Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kulit kepala,
apakah ada lesi atau benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat chloasma
gravidarum pada ibu post partum. Pada pemeriksaan mata meliputi
kelengkapan dan kesimetrisan mata,kelompok mata, konjungtiva, cornea,
ketajaman pengelihatan.
Pada ibu post sectio caesarea biasanya terdapat konjungtiva yang
anemis diakibatkan oleh kondisi anemia atau dikarenakan proses persalinan
yang mengalami perdarahan. Pada pemeriksaan hidung meliputi tulang
hidung dan posisi septum nasi, pernafasan cuping hidung, kondisi lubang
hidung, apakah ada secret, sumbatan jalan nafas, apakah ada perdarahan
atau tidak, apakah ada polip dan purulent.
Pada pemeriksaan telinga meliputi bentuk, ukuran, ketegangan
lubang telinga, kebersihan dan ketajaman pendengaran. Pada pemeriksaan
leher meliputi posisi trakea, kelenjar tiroid, bendungan vena jugularis. Pada
ibu post partum biasanya terjadi pemebesaran kelenjar tiroid yang
disebabkan proses meneran yang salah. Pada pemeriksaan mulut dan
orofaring meliputi keadaan bibir, keadaan gigi, lidah, palatum, orofaring,
ukuran tonsil, warna tonsil. Pada pemeriksaan thorak meliputi inspeksi
(bentuk dada, penggunaan otot bantu nafas, pola nafas), palpasi (penilaian
voval fremitus), perkusi (melakukan perkusi pada semua lapang paru mulai
dari atas klavikula kebawah pada setiap spasiem intercostalis), auskultasi
(bunyi nafas, suara nafas, suara tambahan). Pada pemeriksaan payudara
pada ibu yang mengalami bendungan ASI meliputi bentuk simetris, kedua
payudara tegang, ada nyeri tekan, kedua puting susu menonjol, areola
hitam, warna kulit tidak kemerahan, ASI belum keluar atau ASI hanya
keluar sedikit. Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan
palpasi (amati ada atau tidak pulsasi, amati peningkatan kerja jantung atau
pembesaran, amati ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas jantung
untuk mengetahui ukuranjantung), auskultasi (bunyi jantung).
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi (lihat luka bekas
operasi apakah ada tanda-tanda infksi dan tanda perdarahan, apakah
terdapat striae dan linea), auskultasi (peristaltic usus normal 5-35 kali
permenit), palpasi (kontraksi uterus baik atau tidak). Pada pemeriksaan
genetalia eksterna meliputi inspeksi (apakah ada hematoma, oedema,tanda-
tanda infeksi,periksa lokhea meliputi warna, jumlah, dan konsistensinya).
Pada pemeriksaan kandung kemih diperiksa apakah kandung kemih ibu
penuh atau tidak, jika penuh minta ibu untuk berkemih, jika ibu tidak
mampu lakukan kateterisasi. Pada pemeriksaan anus diperiksa apakah ada
hemoroid atau tidak. Pada pemeriksaan integument meliputi warna, turgor,
kerataan warna, kelembaban, temperatur kulit, tekstur, hiperpigmentasi.
Pada pemeriksaan ekstermitas meliputi ada atau tidaknya varises,
oedema, reflek patella, reflek Babinski, nyeri tekan atau panas pada betis,
pemeriksaan human sign. Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi
emosi, orientasi klien, proses berpikir, kemauan atau motivasi serta persepsi
klien

B. Diagnosa Keperawatan
Adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat,
sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
atau potensial (NANDA 2015). Masalah keperawatan yang muncul pada
pasien sectio caesarea adalah ;
1. Nyeri Akut bd Agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik bd nyeri
3. Konstipasi bd penurunan tonus otot
4. Menyusui tidak efektif bd ketidakadekuatan suplai ASI
5. Resiko infeksi bd adanya luka insisi

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1 Nyeri Akut bd Setelah dilakukan 1. Identifikasi
Agen pencedera tindakan keperawatan lokasi,karaktristik,dur
fisik 3x8 jam diharapkan asi
nyeri berkuran dengan frekuensi,kualitas,inte
Kriteria Hasil : ns itas nyeri
- Mampu mengontrol 2. Identifikasi respon
nyeri (tahu penyebab, nonverbal
mampu menggunakan 3. Kaji jenis dan sumber
teknik nonfarmakologi nyeri
untuk mengurangi 4. Berikan teknik
nyeri) nonfarmakologi untuk
- Melaporkan bahwa mengurangi rasa nyeri
nyeri berkurang (relaksasi nafas dalam)
5. Fasilitasi istirahat dan
tidur
6. Kolaborasi pemberian
obat
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor TTV
mobilitas fisik tindakan asuhan 2. Identifikasi adanya
bd nyeri keperawatan selama nyeri atau keluhan
3x8 jam diharapkan lainnya
klien meningkat dalam 3. Identifikasi toleransi
aktivitas fisik dengan fisik melakukan
kriteria hasil: pergerakan
- mengerti tujuan dari 4. Ajarkan mobilisasi
peningkatan mobilitas sederhana
- Vital Sign dalam batas 5. Fasilitasi
normal kemandirian,bantu jika
tidak mampu
melakukan ADLs
3 Konstipasi b/d Setelah dilakukan 1. Auskultasi terhadap
penurunan tonus tindakan keperawatan adanya bising usus
otot 3x8 jam diharapkan pada keempat
konstipasi dapat diatasi kuadran setiap 4 jam
dengan Kriteria Hasil : setelah kelahiran
- Bebas dari 2. Palpasi abdomen,
ketidaknyamanan perhatikan distensi
konstipasi - atau
Mengidentifikasi ketidaknyamanan
indikator untuk 3. Identifikasi aktivitas
mencegah konstipasi dimana klien dapat
- Fases lunak dan menggunakannya
berbentu dirumah untuk
merangsang kerja
usus
4. Anjurkan cairan oral
yang adekuat, bila
masukan oral sudah
mulai kembali
4 Menyusui tidak Setelah dilakukan 1. Identifikasi tujuan atau
efektif bd tindakan keperawatan keinginan menyusui
ketidakadekuatan selama 3x8 jam 2. Identifikasi adanya
suplai ASI diharapkan menyusui keluhan nyeri,rasa
efektif dengan kriteria tidak nyaman,
hasil : pengeluaran,
- kemantapan perubahan bentuk
pemberian ASI:IBU: payudara dan putting
kemantaban ibu untuk 3. Monitor kemampuan
membuat bayi melekat bayi menyusu
dengan tepat dan 4. Dampingi ibu selama
menyusu dari payudara kegiatan menyusui
ibu untuk memperoleh berlangsung
nutrisi selama 3 minggu 5. Anjurkan ibu
pertama pemberian ASI mengonsumsi sayur
dan buah-buahan
6. Ajarkan perawatan
payudara postpartum (
pijat payudara, pijat
oksitisin, memerah
ASI)
5 Resiko infeksi bd Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan
adanya luka insisi tindakan Keperawatan gejala infeksi
3x8 jam Diharapkan 2. Monitor keadaan lokia
tidak ada tanda tanda (warna,jumlah dan
infeksi dengan Kriteria bau)
Hasil : - Pasien terbebas 3. Cuci tangan sebelum
dari tanda gejala infeksi dan sesudah kontak
- Menunjukkan dengan pasien dan
kemampuan untuk lingkungan pasien
mencegah timbulnya 4. Jelaskan tanda dan
infeksi gejala infeksi
- Jumlah leukosit dalam 5. Kaji suhu, nadi dan
batas normal jumlah sel darah putih
- Menunjukkan prilaku 6. Inspeksi balutan luka
hidup sehaT terhadap perdarahan
berlebihan.
7. Kolaborasi pemberian
antibiotik

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawa untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (potter & pretty, 2011).

5. Evaluasi
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan
tujuan tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan
perubahan sesuai kriteria hasil yang telah ditentukan, tujuan tercapai
sebagaian apabila jika klien menunjukkan perubahan pada sebagaian
kriteria hasil yang telah ditetapkan, tujuan tidak tercapai jika klien
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.
(Suprajitno dalam Wardani,2013)
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Identitas Klien

Nama : Ny.A

Umur : 33 tahun

Suku / bangsa : Melayu

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. Identitas Penanggng Jawab

Nama : Tn..R

Umur : 36 tahun

Suku / bangsa : Melayu

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

C. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Keluhan Utama: Nyeri pasca post op

Riwayat Masuk Rumah Sakit: Pada tanggal 04 Agustus 2022 pasien

merasa kontraksi terus menerus lalu di bawah ke klinik ngampit tempat pasien

kontrol, pasien di periksa tekanan darah pasien tinggi 180/120 bidan pun

merujuk ke RSUD Bangkinang,di RSUD dilakukan pemeriksaan ulang dan

tekanan darah pasien tetap tinggi lalu tim medis di RSUD merencanakan
tindakan operasi SC dengan indikasi PEB (pre eklampsi berat),operasi

dilakukan pada jam 09.00 dan selesai jam 11.00 dan bayi lahir dengan BB

2800g dan TB 56cm setelah operasi di lakukan pasien mengeluh nyeri di

daerah insisi, luka post sc rasanya seperti terbakar dan tersayat-sayat nyeri di

bagian abdomen dengan skala 6 nyeri terasa saat bergerak.

2. Riwayat Obsetri

a. Riwayat Menstruasi

1) Menarche: 12tahun 5)Lamanya : 4 hari


2) Banyaknya: Banyak 6)Keluhan :-
3) HPHT :23.November 2021

4) Siklus : lancar

Genogram

Laki-laki

Perempuan
Sudah meninggal

Pasien
.......... Tinggal 1 rumah
a. Persalinan Sekarang
1) Kala persalinan

a) Kala I: Tidak terkaji

b) Kala II: Tidak terkaji

c) Kala III : Tidak terkaji

d) Kala IV :

Jenis : ( √ ) lochea ruba

Jumlah :5 cc

(2)) TFU : 2 jari di bawah pusat.

(3)) K
: (√ ) Baik ( ) Tidak

Lain – lain : tidak ada robekan

Rencana Perawatan Bayi : (√ ) sendiri

2. Riwayat Keluarga Berencana

1) Melaksanakan KB : (√ ) ya

2) Bila ya jenis kontrasepsinya apa yang digunakan : pil

3. Riwayat Kesehatan

1) Penyakit yang pernah diderita: Gastritis

4. Pemeriksaan Fisik

5. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Baik


Tekanan darah: 120/90 mmHg

Nadi: 83x/menit,

Suhu: 36,4ºC,

Respirasi:20x/menit.

6. Sistem pernafasan

Inspeksi: Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi otot bantu nafas, pola

nafas teratur dengan frekuensi nafas 20x/menit, Palpasi: vokal fremitus

antara kanan dan kiri sama, Perkusi thorax resonan, tidak memakai alat

bantu nafas, tidak batuk.Auskultasi : suara nafas vesikuler.

7. Sistem kardiovaskuler

Inspeksi: Tidak ada nyeri dada , tidak ada cyanosis, irama jantung regular.

Palpasi : pulsasi kuat di ICS V midklavikula sinistra, CRT < 2 detik, tidak

ada pembesaran JVP.. Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 tunggal.

8. Sistem persyarafan

Inspeksi: Kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, klien kooperatif, tidak

ada kejang, tidak ada kaku kuduk, tidak ada nyeri kepala. Klien

mengatakan saat dirumah tidur siang selama 4 jam dari jam 10.00 sampai

jam 14.00, tidur malam selama 9 jam dari jam 20.00 sampai jam 05.00.

Pada pemeriksaan nervus cranialis tidak ditemukan adanya gangguan,

tidak ada penurunan fungsi motorik dan muskuluskeletal pada bagian

tubuh.

9. Sistem genetourinaria

Inspeksi: Bentuk alat kelamin normal, uretra normal, alat kelamin bersih,
produksi urin 1500 ml/hr, warna jernih, bau khas urine, tempat yang

digunakan toilet, tidak ada alat bantu yang digunakan. klien mampu

melakukan tugas fisik dan aktivitas seperti perawatan diri secara mandiri,

klien diseka sehari sekali oleh keluarganya terkadang tidak diseka, selalu

mengganti bajunya jika kotor. Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada bladder.

10. Sistem pencernaan

Inspeksi: Mukosa lembab, bibir lembab, lidah bersih, rongga mulut

bersih, pasien rajin menggosok gigi, keadaan gigi tidak ada caries,

tenggorokan baik, tidak ada kesulitan menelan, saat diinspeksi bentuk

abdomen simetris, normal. Saat dipalpasi nyeri pada luka pembedahan,

peristaltik 20x/mnt, BAB 1x pada saat dirumah sakit dengan konsistensi

lembek, warna kuning kecoklatan, bau khas feses, tempat yang digunakan

toilet, tidak ada pemakaian obat pencahar, perkusi: abdomen tidak terjadi

asites, auskultasi: paristaltik usus 12x/menit.

11. Sistem muskuluskeletal dan integument

Inspeksi: Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai : bebas, kekuatan

otot ekstremitas atas (5,5), ekstremitas bawah (5,5). Tidak ada fraktur,

tidak ada dislokasi, akral hangat, turgor baik, kembali <3 detik, tidak ada

oedema, kebutuhan klien dalam pergerakan bebas, semua aktivitas klien

dilakukan secara mandiri, aerolla mammae normal, papilla mamma

menonjol, colostrum sudah keluar berwarna kuning kental, dengan

keadaan bersih, terdapat luka vertikal bekas pembedahan pada abdomen,

Pasien tampak meringis saat bergerak


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Leukosit (WBC) 7,350 3,70-10,1

Monosit L 4,3 % 4,40 – 12,7

Hemoglobin 12,49 g/dl 12,0 – 16,0

(HGB)

Hematokrit L 34,63 % 38–47


(HTC)
MCHC H 36,05 g/dl 31,8 – 35,4

RDW L 10,60 % 11,5 – 14,5

Kreatinin L 0,563 Mg/dl 0,6 - 1,0

Glukosa Darah 74 Mg/dl < 200

TERAPI

- Infus RD 5% 16 Tpm (untuk memenuhi kebutuhan glukosa tubuh)

- Injeksi cefuroxime 3x1gr (antibiotik untuk mengobati infeksi)

- Injeksi metocloporamid 3x1(untuk meredahkan mual muntah efek pembedahan )

- Injeksi kalnex3x1(untuk membantu menghentikan perdarahan)

- Oral :

- Cefadroxyl 2x1tab (berguna sebagai antibiotik)

- Asamafenamat 2x1tab(anti nyeri ringan).


ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI PROBLEM

1 Ds:pasien mengatakan nyeri Nucal curd Nyeri akut

pada luka post op dengan

PQRST:

P:Luka post op Insisi dinding

Q: Sepeti tersayat-sayat rahim

R:Pada abdomen

S: Dengan skala 6

T: Setiap bergerak. Terputus nya

Do: jaringan

-k/u : baik tidak lemah pembuluh

kesadaran:composmentis darah .

-GCS : 4-5-6

-TTV:

TD: 120/90 mmHg Nyeri

N :83x/Menit

RR: 20 x/Menit
-Pasien tampak meringis saat
bergerak
Tampak luka vertikal post SC
Hambatan
h\\\\\

Ds : Ibu mengatakan Sectio mobilitas fisik


susah untuk caesarea
beraktivitas karena
terbatas mobilisasi Tindakan
Do : anasthesi
1. Aktivitas pasien
terbatas Efek anasthesi
2. Aktivitas klien hilang
hanya di tempat tidur
3. ADL dibantu Nyeri pada
keluarga luka post op
4. Ekstremitas bawah
terbatas Hambatan
5 5 mobilitas fisik
4 4

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma akibat pembedahan post SC.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri


Intervensi Keperawatan

TUJUAN /
No. INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
1. Setelah diberikan 1. Bina Hubungan Saling Agar tercipta
asuhan keperawatan Percaya hubungan saling
selama 2x24 jam percaya antara
diharapkan nyeri perawat dan pasien
dapat berkurang
dengan Kriteria hasil 2. Lakukan observasi Mengetahui sejauh
: nyeri secara mana nyeri yang
1. Pasien mampu komprehensif (lokasi, dirasakan pasien
mengenali nyeri karakteristik, durasi, berkurang atau tidak
(skala, intensitas, frekuensi, kualitas)
frekuensi, dan tanda
nyeri) 3. Observasi TTV Mengetahui kondisi
2. Pasien mengatakan umum peningkatan
rasa nyaman dan pasien
melaporkan bahwa
nyeri telah berkurang 4. Ajarkan teknik non Agar pasien dapat
3. Mampu mengontrol farmakologi seperti mengontrol nyeri
nyeri distraksi dan relaksasi
4. Tanda tanda vital
dalam batas rentang 5. Kolabari pemberian Pemberian analgesik
normal anallgesik dengan tim dapat mengurangi
2. Setelah diberikan 1. Observasi kemampuan Mengetahui
asuhan keperawatan pasien dalam mobilisasi kemampuan klien
selama 2x24 jam dalam mobilisasi
diharapkan klien
mampu beraktivitas 2. Jelaskan tentang Menambah
kembali dengan latihan ROM kemampuan klien
Kriteria Hasil : sebelum dilakukan
1. Mengerti tujuan
dari peningkatan mobilisasi
mobilitas fisik
3. Ajarkan kepada klien
2. Memverbalisasikan Memudahkan klien
tentang latihan ROM
perasaan dalam dalam melatih
meningkatkan kekuatan fisik dalam
kekuatan dan melakukan gerakan
kemampuan berpindah secara bertahap
3. Kemampuan klien
4. Dampingi dan bantu
meningkat dalam Membantu klien
pasien saat mobilisasi
aktivitas fisik dalam mika miki dan
dan bantu penuhi
4. Bantu untuk dapat membantu
kebutuhan ADL
mobilisasi kebutuhan ADL

Implementasi
No. Dx TANGGAL JAM IMPLEMENTASI
1. 04/08/2022 08.00 1. Membina hubungan saling percaya
dengan cara perawat mengenalkan

08.05 nama ke pasien dan menjelaskan


maksut kedatangan
2. Menjelaskan penyebab nyeri
3. Mengobservasi tanda tanda vital
08.15 - TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Suhu : 36,7oc
08.25 - RR : 21 x/menit
4. Mengobservasi karakteristik nyeri
- Nyeri terasa panas, skala nyeri 6
08.30 5. - Mengajarkan teknik relaksasi
dengan cara mengambil nafas sedalam
mungkin kemudian di keluarkan
perlahan dari mulut dan ulangi hingga
3kali
- Mengajarkan teknik distraksi yaitu
dengan cara mengalihkan perhatian
kesuatu objek agar nyeri tidak
seberapa terasa
6. Memberikan posisi ibu senyaman
mungkin
7. Mengkolaborasikan pemberian
analgesik
- Injeksi IV Ketorolac 10mg
8. Memberikan terapi melalui IV
- Injeksi Cefuroxime 250mg
- - Injeksi Metoclopramid 10mg
2 10.05 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
pentingnya mobilisasi
- respon ibu baik dan mendengarkan
2. Mengobservasi kemampuan pasien
dalam mobilisasi
- ibu masih susah untuk mika miki
3. Mengajarkan kepada klien mobilisasi
dini
4. Membantu pasien dalam mobilisasi
(mika miki)
5. Memberikan dukungan dan bantuan
keluarga atau orang terdekat pada latuhan
gerak pasien

Hari je 2

No. Dx TANGGAL JAM IMPLEMENTASI NAMA / TTD


1 05/08/2022 08.20 1. Mengobservasi tanda tanda
vital
- TD = 120/90 mmHg

08.25 - N = 86 x/m
- S = 36.5oc
- RR = 21 x/m
08.30 2. Mengobservasi
karakteristik nyeri dan
skaa nyeri
- skala nyeri turun menjadi
08.32
4, terasa panas
3. Menganjurkan melakukan
10.05 teknik relaksasi
4. Memberikan posisi yang
nyaman
5. Mengkolaborasikan
pemberian analgesic
- injeksi iv Ketorolac 10mg
10.06
6. Memberikan terapi melalui
IV
- injeksi iv Cefuroxime
250mg
- injeksi iv Metoclopramid
10mg
2 05-08-2022
1. Mengobservasi kemampuan
pasien dalam nmobilisasi
2. Membantu pasien saat
mobilisasi
3. Memberikan dukungan dan
bantuan keluarga atau orang
terdekat pada latihan gerak
pasien
Evaluasi

DIAGNOSA CATATAN
TANGGAL PARAF
KEPERAWATAN PERKEMBANGAN
31/03/2022 Nyeri Akut b/d S : Ibu mengatakan nyeri
terputusnya kontinuitas pada luka operasinya
jaringan akibat luka O : K/U cukup
pembedahan TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/m
S : 36.5oc
RR : 21 x/m
P : Luka bekas operasi
Q : Nyeri terasa panas
R : Luka bekas operasi
di bagian bawah
abdomen
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri timbul saat
ibu mobilisasi
-Wajah tampak
menyeringai
-Ibu memegangi
perutnya
-Adanya nyeri tekan
pada luka bekas
operasi
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
(no 2,3,4,5)

2 Gangguan mobilitas S : Pasien mengatakan


fisik berhubungan bisa mika miki sedikit
dengan nyeri O : K/U cukup
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/m
S : 36.5oc
RR : 21 x/m
-Pasien bisa mika
miki sedikit
-ADL dibantu oleh
keluarga
-Terpasang infuse RL
pada tangan kiri
-Terpasang selang
kateter
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
(no 1,3,4)

Hari kedua
DIAGNOSA CATATAN
TANGGAL PARAF
KEPERAWATAN PERKEMBANGAN
01/04/2022 Nyeri Akut b/d S : Pasien mengatakan
nyeri berkurang pada luka
terputusnya kontinuitas
bekas operasinya
jaringan akibat luka O : K/U cukup
pembedahan TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/m
S : 36oc
RR : 20 x/m
P : Luka bekas operasi
Q : Nyeri terasa tidak
panas

R : Luka bekas
operasi di bagian
bawah abdomen

S : Skala nyeri 2
T : Nyeri timbul saat
ibu mobilisasi
-Wajah tampak rilex
-Ibu jarang
memegangi perutnya

A : Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
S : Pasien sudah
bisa melakukan
aktivitas walaupun
perlahan lahan
O : K/U cukup
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/m
S : 36oc
RR : 20 x/m
-Pasien dapat mika
miki
-ADL sendiri
-tidak terpasang infus
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Implementasi Evidence Based Nursing (EBN) :

1. Persiapan

Persiapan untuk mengaplikasikan Evidence Based Nursing, pertama-tama

melakukan diskusi jurnal tentang pemberian teknik relaksasi genggam jari dengan

pembimbing akademik, dan pembimbing klinik serta perawat diruangan kebidanan

RSUD Bangkinang. Instrumen yang dipakai yaitu relaksasi genggam jari,

Pasien yang akan diberikan intervensi harus sesuai dengan kriteria inklusi

yang ada pada EBN yaitu pasien post SC, kesadaran penuh dan menyadari waktu

dan tempat, memiliki pernapasan spontan. tidak memiliki asma, alergi, paru

obstruktif kronis dan penyakit paru-paru lainnya, dermatitis kontak dengan zat

aromatik. Pasien menyetujui untuk dilakukan intervensi. Selanjutkan menjelaskan

prosedur kepada pasien dan keluarga.

2. Pelaksanaan

Penerapan Evidence Based Nursing dilakukan selama 1 hari yaitu setelah

pasien post operasi. Pemberian genggam jari dilakukan 3 kali sehari saat nyeri

terasa. Sebelum melakukan intervensi pada pasien, dianjurkan pasien mengambil

posisi senyaman mungkin, kemudian perawat melakukan pengkajian terhadap skala

nyeri pasien dengan menggunakan pengkajian nyeri Visual Analogue Scale dengan

menanyakan langsung kepada pasien serta mengukur tanda-tanda vital

3. Evaluasi

Pasien yang diberikan aromaterapi menunjukan perubahan nyeri dari

skala 5 (sedang) turun menjadi skala 2 (ringan). Pada saat pengkajian tampak

skala nyeri yang dirasakan pasien 5 (sedang). Selanjutnya pasien menerapkan


teknik relaksasi genggam jari

Pada 2 jam pertama skala nyeri pasien masih berada di skala 5 (sedang).

Pada jam 13.00 dilakukan pengkajian nyeri kembali dan pasien mengatakan

skala nyeri sudah berkurang dan tampak skala nyeri yang dirasakan pasien di

skala 4.

Pada jam 15.00 pasien mendapatkan terapi medis berupa paracetamol 4×500

mg. Pada jam 14.00 dilakukan pengkajian nyeri kembali dan pasien mengatakan

skala nyeri berkurang dan tampak skala nyeri yang dirasakan pasien di skala 3.

sehingga dapat disimpulkan bahwa setelah diberikan intervensi EBN aromaterapi

minyak essensial lavender, skala nyeri mengalami penurunan.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Evaluasi Evidence Based Nursing (EBN)

Teknik relaksasi genggam jari efektif terhadap penurunan skala nyeri pada

pasien post sc 6 jam. Hal ini berhubungan dengan pengaruh intervensi genggam

jari yang dilakukan pada setiap ujung jari dimana area ini merupakan saluran

masuk dan keluarnya energi yang berhubungan dengan organ-organ di dalam

tubuh serta emosi yang berkaitan. Relaksasi genggam jari dapat mengendalikan

dan mengembalikan emosi yang akan membuat tubuh menjadi rileks sehingga

stimulus nyeri terhambat dan nyeri berkurang.

Hal ini dapat dijelaskan pada teori Gate Control dimana adanya stimulus

nyeri pada area luka bedah menyebabkan keluarnya mediator nyeri yang akan

menstimulasi transmisi impuls disepanjang serabut saraf aferen non nosiseptor ke

subtansia gelatinosa (pintu gerbang) di medula spinalis untuk selanjutnya

melewati thalamus kemudian disampaikan ke kortek serebri dan

diinterpretasikan sebagai nyeri. Perlakuan relaksasi genggam jari akan

menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf aferen non nosiseptor.

Serabut saraf aferen non nosiseptor mengakibatkan “pintu gerbang” tertutup

sehingga stimulus nyeri terhambat dan berkurang. Teori two gate control

menyatakan bahwa terdapat satu “pintu gerbang” lagi di thalamus yang mengatur

impuls nyeri dari nervus trigeminus akan dihambat dan mengakibatkan

tertutupnya “pintu gerbang” di thalamus. Tertutupnya “pintu gerbang” di


thalamus mengakibatkan stimulasi yang menuju korteks serebri terhambat

sehingga intensitas nyeri berkurang untuk kedua kalinya.

Teknik relaksasi juga merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental

dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi

terhadap nyeri. Relaksasi genggam jari merupakan salah satu cara mengurangi

rangsangan nyeri dengan mengistirahatkan atau relaksasi pada otot-otot tubuh.

Teknik relaksasi genggam jari merupakan cara yang mudah mengelola emosi dan

mengembangkan kecerdasan emosional. Disepanjang jari-jari tangan kita

terdapat saluran atau meridian energi yang terhubung dengan berbagai organ dan

emosi. Teknik relaksasi genggam jari membantu tubuh, pikiran dan jiwa untuk

mencapai relaksasi. Dalam keadaan relaksasi secara alamiah akan memicu

pengeluaran hormon endorphin, hormon ini merupakan analgesik alami dari

tubuh sehingga nyeri akan berkurang.

Pada penelitian ini responden diberikan perlakuan teknik relaksasi genggam

jari selama 30 menit yaitu 15 menit dijari-jari tangan kanan pada 15 menit dijari-

jari tangan kiri untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri post operasi sectio

caesarea. Dari hasil pengamatan dan penelitian diperoleh hasil bahwa sebagian

besar responden mengalami penurunan intensitas nyeri setelah diberikan

intervensi. Ekspresi wajah menunjukkan bahwa responden merasa lebih nyaman

dan rileks, dapat diajak berkomunikasi dan dapat menceritakan pengalaman

operasinya.
Responden juga dapat menunjukkan lokasi nyeri yang dirasakan serta

tingkatan nyeri yang dirasakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknik

relaksasi genggam jari ini merupakan salah satu manajemen nyeri non

farmakologik yang dapat membantu mengurangi nyeri pasien, mudah dilakukan

oleh siapa saja dan kapan saja nyeri dirasakan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Setelah dilakukan pengkajian tidak semua pemeriksaan fisik yang ada diteori

ditemukan pada pasien.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

cedera fisik dan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, Rencana

asuhan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa yang muncul dan dibuat

berdasarkan rencana asuhan keperawatan secara teoritis

3. Implementasi dilakukan sesuai rencana keperawatan yang disusun.

4. Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Dari semua diagnosa

keperawatan yang telah ditegakkan dan implementasi yang telah dilakukan

sesuai dengan rencana tindakan keperawatan

B. Saran

1. Bagi Responden

Dengan penelitian ini diharapkan ibu post sectio caesarea dan masyarakat

dapat menerima informasi tentang relaksasi genggam jari dan aromaterapi lemon

sebagai salah satu terapi non farmakologi untuk menurunkan intensitas nyeri post

sectio caesarea. Selain itu, diharapkan ibu post sectio caesarea mau dan mampu

untuk menggunakan terapi relaksasi genggam jari dan aromaterapi lemon untuk

menurunkan intensitas nyeri post setio caesarea.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan


Dengan penelitian ini diharapkan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan

keperawatan dalam mengatasi masalah nyeri pada pasien post sectio caesarea tidak

hanya memberikan terapi farmaka saja, akan tetapi dapat dikembangkan dengan

memberikan relaksasi genggam jari dan aromaterapi lemon sebagai salah satu

terapi komplementer untuk membantu menurunkan intensitas nyeri pada pasien

post sectio caesarea serta dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi RSUD

Bangkinang, bahwa pemberian terapi relaksasi genggam jari dapat dijadikan SOP

dalam pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif pada ibu post sectio

caesarea untuk menurunkan intensitas nyeri.

3. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan secara luas kepada pihak

akademis, sehingga dapat dijadikan sumber referensi dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien post sectio caesarea. Bagi institusi pendidikan agar dapat

meningkatkan penelitian-penelitian lain dibidang kesehatan khususnya pada terapi

komplementer.
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA A.A, Citra Hutri. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Pirngadi Medan. Medan : Universitas Sumatra Utara.
A.F Mandagi, Cynthya, dkk. (2017). Karakteristik yang Berhubungan dengan Tingkat
Nyeri pada Pasien Fraktur di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum GMIM Bethesda
Tohomon. E- journal Keperawatan (e-Kp), Volume 5. No. 1. Tomohon :
Universitas Sam Ratulangi
Andarmoyo,Sulistyo. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media
Anggorowati,dkk. (2017). Efektifitas pemberian intervensi spiritual “spirit ibu” terhadap
nyeri post sectio caesarea (SC) pada RS sultan Agung dan RS Roemani
Semarang.Journal Media Ners, Vol.8 No.2, A
prianto. (2012). Perbedaan Imajinasi Terpimpin Dengan Mendengarkan Musik
Keroncong Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Hernia Di RSUD
Wilayah Kabupaten Pekalongan. Eskripsi. Pekalongan
Asmadi. (2018). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika
Astutik Puji dan Kurlinawati Eka.(2017).Pengaruh Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea Di Ruang Delima Rsud
Kertosono:Stikes Satria Bhakti Nganjuk
Aticeh, Kurningsih. (2016). Lemon Aromatherapy Oils Effectively Lowering Labor Pain
Active Phase I. Jakarta : Department Midwifery of the Ministri of Health
Polytechnic
Aulia, Dian, dkk. (2016). Akupresur Efektif Mengatasi Intensitas Nyeri Post Sectio
Caesarea.Skripsi : Magelang Baradero, Dayrit & Siswadi. (2009). Keperawatan
Perioperatif : Prinsip dan Praktik.Jakarta : EGC Batbual, B.(2010). Hypnosis
Hypnobrithing : Nyeri Persalinan dan berbagai Metode Penanggulangannya.
Yogyakarta : Gosyen Publishing
Cane,PM. (2013). Hidup Sehat dan Selaras : Penyembuhan Trauma. Alih Bahasa:
Maria,S & Emmy,L.D. Yogyakarta: Capacitar International. INC
Datak, G. (2018). Perbedaan Rileksasi Benson Terhadap Nyeri Pasca Bedah Pada Pasien
Transurethral Resection of The Prostate di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
(Thesis). Universitas Indonesia
Haniyah, Siti, dkk. (2016). Efektifitas Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Nyeri
Post Sectio Caesarea di RSUD Ajibarang. Jurnal Muswil Ipemi. Purwokerto :
STIKes Harapan Bangsa
Hidayat, A.A.A & Uliyah, M. (2018). Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan. Jakarta:Salemba Medika
Jaelani. (2019). Aromterapi. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta : Nuha Medika
Khasani, Isa & Amriyah, Nisa. (2012). Pengaruh Aromaterapi Terhadap Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Sectio Caesareadi Rsud Kajen Kabupaten Pekalongan.
Pekalongan
M. Raudotul Atun, dkk. (2015). Efektifitas Relaksasi Genggam Jari terhadap Penurunan
Skala Nyeri pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardi Purwokerto. Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah, vol.2, no.1.
Purwokerto : STIKes Aisyiyah
Muttaqin, Arif. (2018). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan.Jakarta:Salemba Medika
Notoadmodjo,S.(2010). Ilmu Perilaku Kesehatan.Jakarta : PT Rineka Cipta
Nurgiwiati, Endeh. (2015). Terapi Alternatif & Komplementer dalam Bidang
Keperawatan. Bogor: In Media

Anda mungkin juga menyukai