Anda di halaman 1dari 30

ASMA BRONKHIAL

A. Anatomi Fisiologi :

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung (oksigen) serta menghembus udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Fungsi pernafasan :
 Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh (sel-
selnya) untuk mengadakan pembakaran
 Mengeluarkan karbondioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran,
kemudian dibawa oleh darah keparu-paru untuk dibuang (karena tidak berguna
lagi oleh tubuh)
 Menghangatkan dan melembapkan udara
1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang
masuk ke dalam lubang hidung.
1
a. Bagian luar dinding terdiri dari kulit
b. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan
c. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan
karang hidung (konka nasalis), yang jumlahnya 3 buah :
1) Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah)
2) Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah)
3) Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas)
Fungsi hidung:
a. Bekerja sebagai saluran udara pernapasan
b. Sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
c. Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
d. Membunuh kuman yang masuk bersama udara pernafasan oleh leukosit yang
terdaat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung
2. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antar jalan pernafasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak dibelakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher.
Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian :
a. Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring
b. Bagian tengah yang sama tingginya dengan istimus fausium disebut orofaring
c. Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
saluran pembentukan suara, terletak didepan bagian faring sampai ketinggian
vertebral servikal dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorok ini
dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi
laring.
4. Trakea
Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam
2
diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya
bergerak kearah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat
yang dilapisi oleh otot polos.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea ada 2 buah yang
terdapat pada vertebra torakalis IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trakea
dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus ini berjalan kebawah dan kesamping
kearah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih ramping dari pada yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.
Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebutbronkiolus. Pada
bronkiolus tak terdaoat cincin lagi dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru/gelembung hawa/ gelembung alveoli.
6. Paru-paru
Paru-paru dibagi dua : pasru-paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu lobus
pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus inferior. Paru-paru kiri terdiri dari
pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru dibungkus oleh selaput
yang bernama pleura. Pada pleura dibagi menjadi dua:
a. Pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru
b. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.

3
B. Pengertian :
Kata asthma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengah-engah atau sukar
bernafas. Dalam ilmu kedokteran istilah asma meliputi dua pengertian, pertama, merujuk
pada asma kardial yang sesak nafasnya berkaitan dengan kegagalan jantung yang
menyebabkan sembab paru. Kedua, asma bronkial yang sesak nafasnya berkaitan dengan
penyempitan saluran nafas secara menyeluruh.

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).
(Polaski : 1996).

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
(Smelzer Suzanne : 2001).

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan (The American Thoracic Society).

4
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang
manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari
saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajad penyempitannya dapat
berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan
dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita.
(United States Nasional Tuberculosis Assosiation 1967).

C. Etiologi :

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan
jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
5
musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
f. Polusi udara atau bau yang merangsang
Polusi udara atau racun, seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum, asap
industry.

D. Patofisiologi :
6
E. Klasifikasi :
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Pada golongan ini keluhan ada hubunganya dengan paparan terhadap allergen
lingkungan yang spesifik,seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan

7
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi yang mempunyai sifat-sifat : timbul
sejak kanak-kanak, pada family ada yang menderita asma, adanya eksim pada waktu
bayi, sering menderita rinitis. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik
seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)Pada golongan ini, keluhan tidak ada
hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah:
serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang menderita asma, penyakit
infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik,
rangsangan psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma,
perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka
bagi penderita. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronik dan emfisema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

F. Manifestasi klinis :
Stadium dini

1. Faktor hipersekresi yang lebih menonjol

 Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

 Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul

 Whezing belum ada

 Belum ada kelainan bentuk thorak

8
 Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E

 BGA belum patologis

2. Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan

 Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

 Whezing

 Ronchi basah bila terdapat hipersekres

 Penurunan tekanan parsial O2

Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah–olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)

G. Pemeriksaan Diagnostik :
1. Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
2. Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan
pemberian kortikosteroid.
3. Analisa gas darah:Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat
atau status asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan
asidosis respiratorik. Pada asma ringan sampai sedang PaO2 normal sampai
9
sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis respiratorik. Pada asma
yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat dan terjadi
asidosis respiratorik.
4. Radiologi: Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan yang
khas untuk asma adanya hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi
paru.
5. Faal paru: Menurunnya FEV1
6. Uji kulit: Untuk menunjukkan adanya alergi
7. Uji provokasi bronkus: Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan
FEV 1 sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan petanda adanya
hiperreaktivitas bronkus.
8. Spirometri: Fungsi paru tes untuk mengukur kapasitas pernapasan Anda dan
seberapa baik Anda bernapas. Anda akan bernapas ke dalam alat yang disebut
spirometer a.
9. Puncak Arus Ekspirasi (EAP): menggunakan alat yang disebut peak flow meter,
mengeluarkan nafas paksa ke dalam tabung untuk mengukur kekuatan udara yang
dapat keluar dari paru-paru.

H. Mekanisme Terjadinya Kelainan Pernapasan :

Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu


dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus, dll.
Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka
timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut
terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui reflek batuk.

10
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari
tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif),
maka terjadilah keadaan dimana:

 Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi /memendek
/mengkerut
 Produksi kelenjar lendir yang berlebihan

 Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi
sembab/pembengkakan dalam saluran napas

Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri,
keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang
timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut
dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.

Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-
hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-
batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati.

11
Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada
berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang
yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas,
posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi,
bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius.

Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada
alveolus terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat
sensitif untuk hal ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki
menjadi dingin, bibir dan jari kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun

I. Pengenalan Jenis Serangan Asma Bronchial :


Pengenalan jenis serangan asma berkaitan erat dengan cara pengobatannya. Serangan
asma/bengek ada 2 macam, yaitu:
1. Serangan asma bronkial karena otot polos saluran napas yang berkerut (Asma
Episodik) :

Serangan asma bronkial/bengek hanya sekali-sekali, ada periode bebas sesak


napas, serangan “mengi” mungkin terjadi misalnya sewaktu jogging, makan suatu
makanan yang kebetulan alergi, mencium binatang piaraan, dsb.

12
Jenis ini memberikan respon yang baik terhadap pemberian obat pelonggar nafas
hirup (inhaler) dimana merupakan obat yang paling aman dengan sedikit efek
samping yang minimal. Dapat juga diberikan obat pelonggar napas dalam bentuk
tablet maupun sirup.

2. Serangan asma bronkial karena proses peradangan saluran pernapasan (Continuing


Asma/Asma Berkelanjutan) :

Penderita asma bronkial/bengek ini tidak pernah merasakan benar-benar bebas


sesak, jadi hampir setiap hari menderita “mengi”. Saluran pernapasannya mengalami
peradangan sehingga mempunyai resiko untuk terjadi serangan lebih sering,
walaupun telah diberikan obat pelonggar napas.

Oleh karenanya, penderita memerlukan obat tambahan berupa anti keradangan


(biasanya keluarga steroid).

J. Tingkatan Penderita Asma :


Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1. Tingkat I :

1. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.

2. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.

2. Tingkat II :

a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

13
3. Tingkat III :

a. Tanpa keluhan.

b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

4. Tingkat IV :

a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.

b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V :

a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.

Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :

Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,


takikardi.

K. Penatalaksanaan :
 Medikamentosa
1. Waktu serangan.
1. Bronkodilatora. Golongan adrenergik: Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc
ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda,
dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis
lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.

14
2. Golongan methylxanthine: Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg.
Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc.
Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin
tidak memberi hasil.
3. Golongan antikolinergik: Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek
antikolinergik adalah menghambat enzym Guanylcyclase.
Antihistamin.Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat.
Ada yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
Kortikosteroid.Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta
Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
Antibiotika.Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai
profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
Ekspektoransia. Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas.
Beberapa ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril
guaiacolat (ekspektorans)
2. Diluar serangan
Disodium chromoglycate.
Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari cell mast atau basofil sehingga:
mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast, mencegah pelepasan histamin,
mencegah pelepasan Slow Reacting Substance of anaphylaksis, mencegah pelepasan
Eosinophyl Chemotatic Factor).

 Keperawatan :
1. Waktu serangan:
a. Pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik
maupun hasil analisa gas darah.
b. Pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang berlangsung
lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani dehidrasi, viskositas
mukus juga berkurang dan dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
c. Drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak
agar supaya tidak timbul penyumbatan.
15
d. Menghindari paparan alergen.

2. Diluar serangan
a. Pendidikan/penyuluhan.Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa
penyebabnya, apa pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan
bagaimana dapat menghindari timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen.
Inti dari prevensi adalah menghindari paparan terhadap alergen.
b. Imunoterapi/desensitisasi.Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau
provokasi bronkial. Setelah diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan
desensitisasi.
c. Relaksasi/kontrol emosi.untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi
fisik dapat dibantu dengan latihan napas.

L. Komplikasi :
1. Status Asmatikus
2. Tersumbatnya saluran napas oleh dahak kental
3. Pneumotoraks
4. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis
5. Atelektasis
6. Gagal nafas
7. Kematian karena gagal napas

M. Pencegahan :
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma

N. Epidemologi :
16
Peningkatan penderita asma bronchial juga terjadi di Indonesia, penelitian pada
anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International
Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma
masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%.

O. Prognosis :

Prognosis untuk asma bronchial yang baik, terutama untuk anak dengan penyakit
ringan. Dari asma didiagnosis selama masa kanak-kanak, 54% kasus tidak akan lagi
melakukan diagnosis setelah satu decade. Luasnya paru-paru kerusakan permanen pada
orang dengan asma tidak jelas. Remodeling saluran napas yang diamati, tetapi tidak
diketahui apakah ini merupakan perubahan yang berbahaya atau bermanfaat. Meskipun
kesimpulan dari studi dicampur, kebanyakan studi menunjukkan bahwa perawatan dini
dengan glukokortikoid mencegah atau ameliorates penurunan fungsi paru-paru yang
diukur dengan beberapa parameter.Bagi mereka yang terus menderita gejala ringan,
kortikosteroid dapat membantu sebagian besar untuk menjalani kehidupan mereka
dengan sedikit cacat . Hal ini lebih mungkin untuk mempertimbangkan obat langsung
dari kortikosteroid inhalasi segera setelah serangan terjadi. Menurut studi yang dilakukan,
pasien dengan asma yang relatif ringan yang telah menerima kortikosteroid inhalasi
dalam waktu 12 bulan dari gejala pertama mereka mencapai kontrol asma fungsional baik
asma setelah 10 tahun terapi individual dibandingkan dengan pasien yang menerima obat
ini setelah 2 tahun (atau lebih) dari serangan pertama mereka. Meskipun mereka
(tertunda) juga memiliki kontrol fungsional baik asma, mereka diamati untuk
menunjukkan pengendalian penyakit sedikit kurang optimal dan lebih banyak tanda
peradangan saluran napas. 

Kematian telah menurun selama beberapa dekade terakhir karena pengenalan


yang lebih baik dan perbaikan dalam perawatan

P. Legal-etik :

Dalam kasus ini, peran perawat sebagai advokat harus bertanggung jawab membantu
klien dan keluarganya dalam hal laporan concern atas tindakan keperawatan yang

17
dilakukan selain itu harus mempertahankan dan melindungi hak-hak klien serba
memastikan kebutuhan klien terpenuhi.

a. Otonomi
Prinsip bahwa individu mempunyai hak menentukan diri sendiri memperoleh
kebebesan dan kemandirian. Contoh : menghargai keputusan klien mengenai
perawatan penyakitnya.
b. Nonmaleficience
Prinsip ini menghinddari tindakan yang membahayakan. Bahaya dapat berarti
dengan sengaja, resiko, atau tidak di sengaja membahayakan. Contoh : hati-hati
dalam pemberian pengobatan harus sesuai dengan indikasi yang diberikan dokter
terhadap penyakit pasien.
c. Beheficience
Prinsip bahwa seorang perawat harus melakukan kebaikan. Perawat
melakukan kebaikan dengan menginflementasi tindakan yang mengntungkan.
Contoh: memberikan kebutuhan pertama dari pasien.
d. Fidelity
Prinsip bahwa individu wajib setia terhadap komitmen atau kesepakatan dan
tanggun jawab yang dimiliki. Kesetiaan yang meliputi aspek kerahasiaan/ privasi
adan komitmen adanya kesesuanan antara informasi fakta. Contoh : perawat harus
menjaga kerahasiaan atas penyakit decompensasi cordis yang diderita pasien terhadap
orang lain.
e. Veracity
Mengacu pada mengatakan kebenaran. Book (1992) mengatakan bahwa
bohong pada orang sakit atau menjelang ajal jarang dibenarkan. Kehilangan
kepercayaan kepada perawat dan kecemasan tidak mengetahui kebenaran biasanya
lebih merugikan. Contoh : agar pasien tidak kehilangan kepercayaan maka dalam
menjelaskan penyakitnya jangan sampai membuat pasien menjadi droop.
f. Justice
Prinsip bahwa individu memiliki hak diperlukan setara. Contoh : merawat
pasien tidak boleh melihat tingkatan social pasien.

18
Q. Advokasi :
1. Memberikan penjelasan yang sesuai dengan penyakitnya, apabila pasien kurang
mengerti pejelasan yang diberikan oleh dokter.
2. Memberikan dukungan moral, agar klien lebih memiliki semangat untuk sembuh.
3. Membeikanr penjelasan mengenai perawatan dan pengobatan yang harus pasien
dapatkan agar cepat sembuh.

R. Asuhan Keperawatan :
A. Pengkajian :
1. Biodata
Asma bronchial terjadi dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga
kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan perempuan di
usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran.Keluhan dan gejala tergantung berat
ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa
adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling
umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat
hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang
berlangsung terus untuk waktu yang lama.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronchial adalah
dispnea (bila sampai berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal)
19
b. Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya
penyakit ini, diantaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran
napas bagian bawah (rhinitis, urtikaria dan enzim)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronchial sering kali didapatkan adanya riwayat
penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya
penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
4. Pemeriksaan Fisik.
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna
untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma
a. Sistim Pernapasan:
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna
dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
b) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
20
2. Sistem Kardiovaskuler:
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan: takhikardi makin hebat
disertai dehidrasi.
3) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5
mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
4) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.
3. Sistem persarafan
1) Komposmentis
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) cemas/gelisah/panic
b) sukar tidur, banyak berkeringat dan susah berbicara
3) Pada keadaan yang lebih berat kesadaran menurun, dari disorientasi dan apati
sampai koma. Pada pemeriksaan mata mungkin ditemukan miosis dan edema
papil
4. Aktivitas :
1) Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
2) Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
3) Tidur dalam posisi duduk tinggi.
5. Sirkulasi :
1) Adanya peningkatan tekanan darah.
2) Adanya peningkatan frekuensi jantung.
3) Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
4) Kemerahan atau berkeringat.

6. Integritas ego :

21
1) Ansietas

2) Ketakutan

3) Peka rangsangan

4) Gelisah

7. Asupan nutrisi :

1) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.

2) Penurunan berat badan karena anoreksia.

8. Hubungan sosial :

1) Keterbatasan mobilitas fisik.

2) Susah bicara

3) Adanya ketergantungan pada orang lain.

B. Diagnose keperawatan :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekrit
dan bronchospasme
2. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama
serangan akut.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.

C. Perencanaan :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produk secret dan
bronkospasme

 Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.

22
 Kriteria Hasil :

a. Sesak berkurang

b. Batuk berkurang

c. Klien dapat mengeluarkan sputum

d. Wheezing berkurang/hilang

e. TTV dalam batas normal keadaan umum baik.

NO INTERVENSI RASIONAL
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi
1 Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
nafas, misalnya : mengi, erekeis, ronkhi.
dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi mengi (empysema),
tak ada fungsi nafas (asma berat).
Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat
2 Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat
rasio inspirasi dan ekspirasi.
dan dapat ditemukan pada penerimaan selama
strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan
dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.

3 Kaji pasien untuk posisi yang aman, Peninggian kepala tidak mempermudah
misalnya : peninggian kepala tidak duduk fungsi pernafasan dengan menggunakan
pada sandaran. gravitasi.

4 Observasi karakteristik batuk, menetap, Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,
batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk khususnya pada klien lansia, sakit
keefektipan memperbaiki upaya batuk. akut/kelemahan.

5 Berikan air hangat. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan


spasme bronkus.

23
6 Kolaborasi obat sesuai indikasi. Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi). produksi mukosa.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

 Tujuan : Pola nafas kembali efektif

 Kriteria Hasil :

a. Pola nafas efektif

b. Bunyi nafas normal atau bersih

c. TTV dalam batas normal

d. Batuk berkurang

e. Ekspansi paru mengembang.

NO INTERVENSI RASIONAL
1
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan Kecepatan biasanya mencapai kedalaman
ekspansi dada. Catat upaya pernafasan pernafasan bervariasi tergantung derajat
termasuk penggunaan otot bantu gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
pernafasan / pelebaran nasal. berhubungan dengan atelektasis dan atau
nyeri dada.
2 Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan
Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya
nafas / kegagalan pernafasan.
bunyi nafas seperti crekels, mengi.
3
Tinggikan kepala dan bantu mengubah Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru
posisi. dan memudahkan pernafasan.
4
Observasi pola batuk dan karakter sekret. Kongesti alveolar mengakibatkan batuk
sering/iritasi.
5
Dorong/bantu pasien dalam nafas dan Dapat meningkatkan/banyaknya sputum
24
latihan batuk. dimana gangguan ventilasi dan ditambah
ketidak nyaman upaya bernafas.
6
Kolaborasi Memaksimalkan bernafas dan menurunkan
- Berikan oksigen tambahan. kerja nafas, memberikan kelembaban pada
- Berikan humidifikasi tambahan membran mukosa dan membantu
misalnya : nebulizer. pengenceran secret.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.

 Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

 Kriteria Hasil :

a. Keadaan umum baik

b. Mukosa bibir lembab

c. Nafsu makan baik

d. Tekstur kulit baik

e. Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan

f. Bising usus 6-12 kali/menit

g. Berat badan dalam batas normal.

NO INTERVENSI RASIONAL
1
Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, Menentukan dan membantu dalam intervensi
rambut, konjungtiva). lanjutnya.
2
Jelaskan pada klien tentang pentingnya Petikan pengetahuan klien dapat menaikan
nutrisi bagi tubuh. partisi bagi klien dalam asuhan keperawatan.

25
3
Timbang berat badan dan tinggi badan. Penurunan berat badan yang signipikan
merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4
Anjurkan klien minum air hangat saat Air hangat dapat mengurangi mual.
makan.
5 Memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi
sering.
6 Kolaborasi:

1. Consul dengan tim gizi/tim Menentukan kalori individu dan kebutuhan


mendukung nutrisi. nutrisi dalam pembatasan.

2. Berikan obat sesuai indikasi.

a.Vitamin B squrb 2×1. a.Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein


dibatasi.
b.Antiemetik rantis 2×1
b.Untuk menghilangkan mual / muntah.

S. Satuan Acara Penyuluhan :

SATUAN ACARA PENYULUHAN


(SAP)

Tema : Penyakit Asma bronchial.

Sub Tema : Perjalanan Penyakit Asma bronchial.

Sasaran : Keluarga Tn. P

Tempat : Di rumah sakit

Hari/Tanggal : Minggu, 1 April 2012

26
Waktu : 30 Menit

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Keluarga Tn. P dapat
mengetahui perjalanan penyakit Asma bronchial.
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Keluarga Klien Dapat:
 Menjelaskan Latar Belakang penyakit Asma bronchial dengan benar.
 Menyebutkan penyebab yang dapat menimbulkan penyakit Asma
bronchial.
 Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit Asma bronchial.
 Mengerti Patofisiologi penyakit Asma bronchial.
C. Materi
1. Latar belakang penyakit Asma bronchial.
2. Pengertian Asma bronchial.
3. Faktor penyebab dari Asma bronchial.
4. Tanda/gejala Asma bronchial.
5. Patofisiologi Asma bronchial.

D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

E. Kegiatan Penyuluhan

No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu


1. Pembukaan  Salam pembuka  Menjawab salam
 Menyampaikan tujuan  Menyimak,
penyuluhan Mendengarkan, menjawab 5 Menit
pertanyaan

27
2. Kerja/ isi  Penjelasan pengertian,  Mendengarkan dengan
penyebab, gejala & penuh perhatian
patofisiologi Asma
bronchial.  Menanyakan hal-hal
 Memberi kesempatan yang belum jelas 20 menit
peserta untuk bertanya  Memperhatikan
 Menjawab pertanyaan jawaban dari
penceramah
 Evaluasi  Menjawab pertanyaan

 Menyimpulkan  Mendengarkan
3. Penutup 5 Menit
 Salam penutup  Menjawab salam

F. Media
1. Leaflet : Tentang penyakit Asma bronchial.

G. Sumber/Referensi
1. Doenges, Marilynn.E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan-Pedoman untuk
Perencanaan Asuhan Perawatan Pasien. EGC : Jakarta.
2. Soemantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
3. http://www.kesehatan123.com/1126/asma-bronkial/
4. http://medicastore.com/neo_napacin/asma_bronkial.htm

H. Evaluasi
Formatif :
i. Klien dapat menjelaskan latar belakang penyakit Asma bronchial.
ii. Klien mampu menjelaskan faktor penyebab penyakit Asma bronchial.
iii. Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit Asma bronchial.
iv. Klien mampu menjelaskan patofisiologi penyakit Asma bronchial.
Sumatif : Klien dapat mengetahui perjalanan penyakit Asma bronchial.

28
Yogyakarta, Selasa 10 April 2012
Penyuluh

( Yessika Puspitasari )

T. Jurnal :

Biomed Pencitraan Interv J 2007; 3 (1): E12-530 


DOI: 10.2349/biij.3.1.e12-530 
© 2007 Pencitraan Biomedis dan Journal Intervensi 

ABSTRAK 
Bronkial asma: Hubungan kuantitatif CT dan tes fungsi paru
Falun Yong Jin, Gun Park, Hae Ja Lee, Yong Chul Lee 
Departemen Diagnostik Radiologi, Chonbuk nasional universitas sekolah kedokteran dan
rumah sakit, Korea.

Tujuan 
Untuk mengevaluasi hubungan antara temuan pada CT kuantitatif (QCT) dan tes fungsi
paru pada asma bronkial.

Bahan dan Metode


Data dari dua puluh pasien dengan asma bronkial (n = 10) dan relawan (n = 10) yang
menjalani kedua tes fungsional paru dan QCT memindai dikumpulkan. Pada setiap pasien,
terlentang-posisi, napas-tahan gambar HRCT inspirasi dan ekspirasi telah diperoleh dengan
menggunakan enam belas iris multidetektor CT. Sebuah program CT digunakan untuk
mengukur volume paru-paru dan parenkim paru-paru yang tersegmentasi secara otomatis
menggunakan pengamatan bahwa paru dikelilingi oleh jaringan kepadatan lebih tinggi (> 0
HU), yang memisahkannya dari udara sekitarnya. Kami telah diakses berarti pelemahan
pada parenkim paru dan persentase subrange dari atas 900HU di QCT.Kapasitas vital
paksa (FVC), volume ekspirasi paksa dalam detik pertama (FEV1),% FVC dan FEV1%
(rasio untuk referensi nilai-nilai dari populasi cocok) diperoleh dari tes fungsional
paru. Wilcoxon Signed Para tes Peringkat dan uji korelasi Spearman digunakan untuk
menilai signifikansi perbedaan dan korelasi antara QCT dan hasil FVC, FEV1% FVC dan
FEV1%.

29
Hasil 
Pada HRCT inspirasi, nilai QCT tidak menunjukkan signifikan antara relawan dan asma
bronkial. Pada HRCT ekspirasi, berarti pelemahan dari relawan dan asma -715,4 -780,5
HU HU dan masing-masing. Subrange persentase dari asma bronkial dan relawan adalah
6,9% dan 26,1% masing-masing. Ada yang signifikan secara statistik (p <0,05). Dari
inspirasi dan ekspirasi QCT, ekspirasi QCT (rata-rata redaman) berkorelasi dengan baik
dengan FVC dan FEV1 (r = 0,858, 0,680, masing-masing, semua p <0,05) dan ekspirasi
QCT (subrange persentase) juga berkorelasi baik dengan FEV1 (r = 0,806, p <0,05).

Kesimpulan 
Ekspirasi QCT adalah cara yang efektif dan akurat untuk memprediksi fungsi paru pada
pasien dengan asma bronkial.

DAFTAR PUSTAKA

 Corwin, Elizabeth.J.2009.Buku saku patofisiologis. EGC : Jakarta.


 Doenges, Marilynn.E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan-Pedoman untuk
Perencanaan Asuhan Perawatan Pasien. EGC : Jakarta.
 Soemantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
 Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC
 http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/23/askep-asma-bronkhiale/
 http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-asma/

30

Anda mungkin juga menyukai