Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai
baik pada anak maupun dewasa. Asma terjadi karena inflamasi kronik, hiperesponsif
dan perubahan struktur akibat penebalan dinding bronkus (remodeling) saluran
respiratori yang berlangsung kronis bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala
awal asma. Terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.1
Mekanisme yang mendasari terjadinya asma pada anak dan dewasa adalah
sama. Namun, ada beberapa permasalahan pada asma anak yang tidak dijumpai pada
dewasa karena bervariasinya perjalanan alamiah penyakit, kurangnya bukti ilmiah
yang baik, kesulitan menentukan diagnosis dan pemberian obat, serta bervariasinya
respons terhadap terapi yang sering tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan ini
terutama untuk penentuan asma pada anak usia balita (< 5 tahun). 1
Prevalensi asma pada anak sangat bervariasi diantara negara-negara didunia,
berkisar antara 1-18%. Berdasarkan Analisis komprehensif mutakhir Global Burden
of Disease Study (GBD) yang dilakukan pada tahun 2008-2010, diperkirakan terdapat
334 juta orang pasien asma di dunia. Meskipun tidak menempati peringkat teratas
sebagai penyebab kesakitan atau kematian pada anak, asma merupakan masalah
kesehatan yang penting. Jika tidak ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan
kualitas hidup anak, membatasi aktivitas sehari-hari, mengganggung tidur,
meningkatkan angka absensi sekolah, dan menyebabkan prestasi akademik di sekolah
menurun. 1,2

1.2 Tujuan Penelitian

Penulisan ini ditujukan untuk mengetahui definisi, patofisiologi, gejala, tanda,


diagnosis, penangan, komplikasi serta prognosis dari Asma bronkial yang dapat
menyebabkan berbagai komplikasi dengan memaparkan contoh kasus yang diperoleh
oleh penulis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma mendefinisikan asma


sebagai gangguan inflamasi kronik yang berhubungan dengan obstruksi saluran
respiratori dan hiperesponsif bronkus, yang secara klinis ditandai dengan adanya
wheezing, batuk, dan sesak napas yang berulang. UKK Respirologi IDAI
mendefinisikan, asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi
kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperaktifitas saluran respiratori dengan
derajat bervariasi.1

2.2 Gejala Klinis

Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada
tertekan yang timbul secara kronik, dan atau berulang, reversible, cenderung
1,3
memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.
Inflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal
yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran napas menyebabkan hambatan
aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.4

2.3 Faktor Resiko

Secara umum, faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor


penjamu (host) dan faktor lingkungan. Factor penjamu disini termasuk predisposisi
genetic yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetic asma, alergik
(atopi), hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Pada banyak kasus terutama
pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui
mekanisme IgE-dependent. Sedangkan faktor lingkungan diantaranya, allergen
didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing) allergen di luar rumah (tepung sari),
makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan), ekspresi emosi berlebih,

2
asap rokok, polusi udara di luar dan di dalam rumah, exercise induced asma,
3,5
perubahan cuaca.

2.4 Klasifikasi Asma

Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang sangat
luas. Atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma. 1
 Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
- Asma intermiten : episode gejala asma < 6x/tahun atau jarak antar gejala ≥ 6
minggu
- Asma persisten ringan : episode gejala asma > 1x/bulan, <1x/minggu
- Asma persisten sedang : episode gejala asma > 1x/minggu, namun tidak setiap
hari
- Asma persisten berat : episode gejala asma terjadi hampir setiap hari.
 Berdasarkan derajat beratnya serangan
- Asma serangan ringan-sedang
- Asma serangan berat
- Serangan asma dengan ancaman henti napas
 Berdasarkan derajat kendali
- Asma terkendali penuh : tanpa obat pengendali (pada asma intermiten) atau
dengan obat pengendali
- Asma terkendali sebagian
- Asma tidak terkendali

2.5 Alur penegakkan diagnosis

Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis
yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamesis
memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian
besar ditegakkan secara klinis. Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan

3
manifestasi klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala
respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada
tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang,
BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Karakteristik
yang mengarah ke asma adalah : 1,2
 Gejala timbul secara episodik atau berulang
 Variabilitas, intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam
24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nocturnal)
 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan
pemberian obat pereda asma.
 Timbul bila ada faktor pencetus
Iritan , allergen, infeksi respiratori akut karena virus dan aktivitas fisik.
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi
pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada
keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume
paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas,
mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu
ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada
serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas. Selain
itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rhinitis
alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic
tongue. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu uji fungsi paru dengan
spirometri, pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan peak flow

4
meter. Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.
Pada fasyankes primer dan UGD RS dapat dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen
dengan pulse oxymetri. Di UGD RS dapat juga dilakukan pemeriksaan analisis gas
darah dan rontgen toraks. 1,2,3
Penulisan diagnosis pasien asma yaitu, dilihat dari kekerapan gejala, keadaan
saat ini (tanpa gejala, gejala, serangan ringan sedang, serangan sedang, atau ancaman
gagal nafas) dan derajat kendali (tidak terkendali, terkendali sebagian, terkendali
penuh dengan obat pengendali, atau terkendali penuh tanpa obat pengendali). 1

2.6 Tatalaksana

Tujuan tata laksana jangka panjang asma anak secara umum adalah mencapai
kendali asma dan mengurangi risiko serangan, penyempiran saluraran respiratori
yang menetap dan efek samping pengobatan, sehingga menjamin tercapainya potensi
tumbuh kembang anak secara optimal. Tata laksana jangka panjang pada asma anak
dibagi menjadi tata laksana nonmedikamentosa dan tata laksana medikamentosa.
Komunikasi, informasi dan edukais (KIE) merupakan unsur yang sangat penting
tetapi sering dilupakan dalam tatalaksana asma. Tujuan program KIE adalah memberi
informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap pasien dan keluarganya untuk
meningkatkan pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, dan kepercayaan diri
dalam mengenali gejala serangan asma, mengambil langkah-langkah yang sesuai,
serta memotivasi dalam menghindari faktor-faktor pencetus. 1,3

5
Serangan Asma

 Nilai derajat serangan asma


 Cari riwayat asma risiko tinggi

Ringan-sedang Berat Ancaman henti napas

 Bicara dalam kalimat  Bicara dalam kata  Kriteria asma serangan berat
 Lebih senang duduk daripada berbaring  Duduk bertopang lengan terpenuhi
 Tidak gelisah  Gelisah  Mengantuk/letargi
 Frekuensi napas meningkat
 Frekuensi napas meningkat  Suara napas tak terdengar
 Frekuensi nadi meningkat
 Frekuensi nadi meningkat
 Retraksi minimal
 Sp02 (udara kamar) 90-95%  Retraksi jelas
 PEF >50% prediksi atau terbaik  Sp02 (udara kamar) < 90% Bila di IGD rumah sakit :
 PEF ≤ 50% prediksi atau terbaik
 Lanjutkan tata laksana sesuai derajat serangan
 Bila di fasyankes primer, segera rujuk ke RS
Mulai terapi awal  Sambil merujuk, lakukan terapi :
- Nebulisasi agonisβ2 kerja pendek dan
 Berikan oksigen 1-2 L/menit jika SpO2 < 94% TIDAK RESPONS ATAU ipratropium bromide
 Agonis β2 kerja pendek : MEMBAIK - Steroid sistemik (prednisolon/prednisone):
- via nebulizer atau via MDI dan spacer (4-10 semprot) 1-2 mg/kgBB/hari, maksimal 40 mgIV
- nebulisasi dapat diulang sampai 3 kali tiap 20 menit dalam 1 jam - Berikan oksigen 2 L/menit
 untuk nebulisasi ketiga pertimbangkan kombinasi agonis β2 kerja pendek
dan ipratropium bromida
 pada saat serangan :steroid sitemik (prednisolon/prednisone) 1-2
mg/kgBB/hari, maksimal 40 mg peroral (bila tidak memungkinkan, IV)

Tidak Respon
Lanjutkan terapi dengan agonis β2 kerja pendek jika diperlukan nilai respon terapi dalam 1 jam berikutnya (atau lebih cepat)
Atau Memburuk

Penilaian sebelum dipulangkan : Siapkan untuk rawat jalan : Tindak lanjut :

 Gejala membaik  Obat pereda lanjut sampai gejala reda/hilang


 Obat pereda :diberikan jika perlu
 SpO2 > 94% (udara kamar)  Obat pengendali dimulai,dilanjutkan,dinaikan, sesuai
dengan derajat kekerapan asma  Obat pengendali : lanjutkan dengan dosis yang sesuai
 PEF membaik dan 60-80% nilai  Steroid oral, lanjutkan 3-5 hari  Evaluasi factor risiko identifikasi dan memodifikasi factor
prediksi terbaik  Kunjungan ulang ke RS dalam 3-5 hari risiko bila memungkinkan.

Bila tidak tersedia obat-obatan lain gunakan ADRENALIN untuk asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan angioedema, 6
dosis 10 ug/kg ( 0,01 ml/Kg adrenalin 1:1000) maksimal 500 ug (0,5 ml)
Pasien dengan asma serangan berat atau ancaman henti napas yang dirujuk ke RS

Penilaian awal :

A :airway B: Breathing C: circulation

Apakah ada : mengantuk, letargi, suara paru tak terdengar

Berat : Ancaman henti napas


 Bicara dalam kata Siapkan perawatan ICU
 Duduk bertopang lengan  Inhalasi agonis β2 kerja pendek
 Gelisah  Oksigen
 Frekuensi napas meningkat  Siapkan intubasi bila perlu
 Frekuensi nadi meningkat
 Retraksi jelas
 Sp02 (udara kamar) < 90%
 PEF ≤ 50% prediksi atau terbaik

Mulai terapi :

 Inhalasi agonis β2 kerja pendek + ipratropium bromide


 Steroid IV Jika memburuk, kelola sebagai serangan asma dengan ancaman henti
napas dan pertimbangkan rawat ICU
 Oksigen (untuk menjaga SpO2 tetap 94-98%)
 Berikan aminofilin IV

FEV1 atau PEF 60-80% dan


terdapat perbaikan gejala
Sedang pertimbangkan rawat
Nilai kondisi klinis secara berkala, periksa spirometri/PEF jalan
(satu jam setelah terapi awal)

FEV1 atau PEF < 60% dan


tidak terdapat perbaikan
gejala Berat, lanjutkan tata
laksana dan evaluasi berkala
7

Gambar 1. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada anak difasyankes/UGD dan RS
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Pasien Masuk rumah sakit (UGD) tanggal 24 oktober 2020

Identitas pasien
Nama : An. NAE
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 22 Juni 2010/ 8 tahun
Agama : Kristen Protestan
Alamat : TDM

a. Anamnesis (alloanamnesis: ibu kandung pasien) dilakukan pada tanggal 24


Oktober 2020
- Keluhan Utama : Sesak napas
- Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang diantar ibunya, mengeluhkan
sesak napas sejak kurang lebih 1 jam SMRS. Pasien masih bisa berbicara
dalam kalimat meskipun diucapkan pelan-pelan.. Pasien bisa duduk dengan
baik dan tidak lemah. Sebelum serangan asma ini, pasien bermain bola kaki
bersama temannya kemudian mandi pada jam 7 malam. Batuk (+), pilek (-),
batuk sejak pagi, batuk tidak berdahak. Terakhir kali pasien mengalami
sesak pada bulan agustus 2020. Serangan asma pasien dalam 1 tahun tidak
lebih dari 6 kali serangan. Pasien tidak pernah minum obat jangka panjang
untuk mengontrol asmanya.
- Riwayat penyakit dahulu : Riwayat asma sejak umur 5 tahun
- Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah pasien memiliki riwayat alergi jika
makan telur, alergi yang muncul berupa keluhan gatal-gatal pada seluruh
badan dan bisa muncul bercak-bercak kemerahan.
- Riwayat kehamilan : Ibu pasien tidak pernah mengalami penyakit berat
selama masa kehamilan.

8
- Riwayat persalinan : Ibu melahirkan secara normal di puskesmas, dibantu
bidan, cukup bulan, bayi lahir segera menangis, BBL 2900 gram.
- Riwayat Imunisasi : Pasien telah mendapat imunisasi dasar lengkap yaitu
Hep B, BCG, Polio, DPT, Hib, dan Campak.
- Riwayat ASI : Mendapat ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 1 tahun.
b. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos Mentis
 Antropometri : BB :24 kg, TB : 90 cm
Status Gizi : grafik pertumbuhan CDC %BBI 92,3 %  gizi baik
Tanda vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi = 130 x/menit, regular, kuat angkat
Respiratory Rate (RR) = 36 x/menit
Suhu = 36,70C
 Kulit : pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), edema (-).
 Kepala : Simetris, rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut
 Wajah : Simetris, edema (-)
 Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), simetris, reflex
cahaya +/+, pupil isokor (+/+)
 Telinga : deformitas (-/-), otorea (-/-)
 Hidung : rhinore (-/-),nafas cuping hidung(-/-),epistaksis (-/-), deviasi
septum (-/-).
 Mulut : mukosa lembab, bibir warna merah muda, tonsil (T1/T1),
hiperemis (-/-)
 Leher : massa (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Toraks : Pengembangan dinding dada simetris saat statis dan dinamis,
retraksi (-)

9
 Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi (-/-), wheezing (+/+)
 Jantung : Bunyi jantung I-II tunggal, regular, gallop (-), murmur (-)
 Abdomen : Tampak datar, bising usus (+) kesan normal, nyeri tekan (-),
massa(-), hepatomegali (-), splenomegali(-)
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-)
c. Resume : Anak laki-laki umur 8 tahun datang ke IGD RS.Bhayangkara
Kupang dengan keluhan sesak napas yang sudah dirasakan sejak 1 jam SMRS.
Pasien masih dapat berbicara kalimat. Serangan terakhir pada bulan agustus
2020. Dalam 1 tahun serangan tidak lebih dari 6 kali. Pasien tidak minum obat
untuk mengontrol asmanya. Sudah didiagnosis asma sejak umur 5 tahun. Ayah
pasien memiliki alergi jika makan telur berupa keluhan gatal-gatal pada seluruh
tubuh dan bisa muncul bercak-bercak kemerahan.
Keadaan umum : tampak sakit ringan , Kesadaran : compos mentis, TD :
0
110/70 mmHg, N : 130x/menit, RR : 36 x/menit, T : 36,7 C, SpO2 : 97%,
pulmo : wheezing (+)/(+).
d. Diagnosis kerja
- Asma intermitten, serangan ringan sedang, terkendali penuh tanpa obat.
e. Terapi
- Nebulizer Salbutamol + Nacl 0,9% 3 cc
- Salbutamol 2 tab 2 x 1 tab

10
BAB IV

ANALISA KASUS

International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma mendefinisikan asma


sebagai gangguan inflamasi kronik yang berhubungan dengan obstruksi saluran
respiratori dan hiperesponsif bronkus, yang secara klinis ditandai dengan adanya
wheezing, batuk, dan sesak napas yang berulang.1,3 Pada kasus pasien datang dengan
keluhan sesak napas yang berulang, terakhir 2 bulan yang lalu disertai batuk.
Secara umum, faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor
penjamu (host) dan faktor lingkungan. Factor penjamu disini termasuk predisposisi
genetic yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetic asma, alergik
(atopi), hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin. Pada banyak kasus terutama pada anak
dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme
IgE-dependent. Sedangkan faktor lingkungan diantaranya, allergen didalam ruangan
(tungau, debu rumah, kucing) allergen di luar rumah (tepung sari), makanan (bahan
penyedap, pengawet, pewarna makanan), ekspresi emosi berlebih, asap rokok, polusi
3,5
udara di luar dan di dalam rumah, exercise induced asma, perubahan cuaca. Pada
kasus anak memiliki faktor resiko asma berupa ayah yang memiliki riwayat alergi
serta pasien yang kambuh setelah bermain bola di luar rumah serta mandi di malam
hari.
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis
yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamesis
memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian
besar ditegakkan secara klinis. Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan
manifestasi klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala
respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada
tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang,

11
BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Karakteristik
yang mengarah ke asma adalah : 1,2
 Gejala timbul secara episodik atau berulang
 Variabilitas, intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam
24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nocturnal)
 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan
pemberian obat pereda asma.
 Timbul bila ada faktor pencetus
Iritan , allergen, infeksi respiratori akut karena virus dan aktivitas fisik.
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi
pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada
keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume
paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas,
mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu
ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada
serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas. Selain
itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rhinitis
alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic
tongue. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu uji fungsi paru dengan
spirometri, pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan peak flow
meter. Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.
Pada fasyankes primer dan UGD RS dapat dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen

12
dengan pulse oxymetri. Di UGD RS dapat juga dilakukan pemeriksaan analisis gas
darah dan rontgen toraks. 1,2,3
Penulisan diagnosis pasien asma yaitu, dilihat dari kekerapan gejala, keadaan
saat ini (tanpa gejala, gejala, serangan ringan sedang, serangan sedang, atau ancaman
gagal nafas) dan derajat kendali (tidak terkendali, terkendali sebagian, terkendali
penuh dengan obat pengendali, atau terkendali penuh tanpa obat pengendali). 1
Pada kasus, seorang anak laki-laki usia 8 tahun, yang sudah terdiagnosis asma
sejak usia 5 tahun, datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 jam SMRS, pasien
juga mengalami batuk. Pasien masih dapat berbicara kalimat meskipun pelan-pelan.
Sebelum serangan asma, pasien bermain sepak bola dan mandi jam 7 malam.
Dirumah tidak ada yang merokok. Serangan asma pasien dalam 1 tahun tidak lebih
dari 6 kali.Dari anamnesis diketahui bahwa ayah pasien memiliki alergi pada telur
berupa keluhan gatal-gatal dan munculnya bercak-bercak merah jika makan telur.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan frekuensi napas dan nadi yang meningkat, serta
adanya wheezing pada auskultasi paru. Pasien di IGD didiagnosis Asma bronchial.
Jika menurut panduan maka diagnosis pasien menjadi asma intermiten serangan
ringan sedang terkendali penuh tanpa obat.
Tujuan tata laksana jangka panjang asma anak secara umum adalah mencapai
kendali asma dan mengurangi risiko serangan, penyempiran saluraran respiratori
yang menetap dan efek samping pengobatan, sehingga menjamin tercapainya potensi
tumbuh kembang anak secara optimal. Tata laksana jangka panjang pada asma anak
dibagi menjadi tata laksana nonmedikamentosa dan tata laksana medikamentosa.
Komunikasi, informasi dan edukais (KIE) merupakan unsur yang sangat penting
tetapi sering dilupakan dalam tatalaksana asma. Tujuan program KIE adalah memberi
informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap pasien dan keluarganya untuk
meningkatkan pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, dan kepercayaan diri
dalam mengenali gejala serangan asma, mengambil langkah-langkah yang sesuai,
serta memotivasi dalam menghindari faktor-faktor pencetus. 1,3

13
Pada kasus, pasien diberikan nebulizer Salbutamol ditambah dengan NaCl
0,9% . Setelah di nebu satu kali, gejala sesak napas berkurang, dan tidak terdengar
lagi bunyi wheezing pada auskultasi paru. Kemudian pasien dipulangkan dengan
memberikan KIE untuk menhindari faktor pencetus asma, dan diberikan obat
salbutamol 2 mg tab 2 x1 tablet, diminum selama 3 hari. Secara teori diketahui bahwa
pada tata laksana asma serangan ringan-sedang, pasien yang diobservasi, jika tetap
baik pasien dapat dipulangkan. Saat pulang, pasien dibekali dengan obat agonis β2
(hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6 jam selama 3-5 hari, dipakai seperlunya
hingga tidak ada gejala.

Prognosis ad vitam pasien adalah dubia ad bonam, penyakit asma pada pasien
ini tidak menyebabkan kematian jika KIE menghindari pencetus dapat dilakukan oleh
pasien. Prognosis ad sanationam pasien adalah dubia at malam, penyakit asma ini
sangat bisa berulang. Prognosis ad fungsionam pasien adalah dubia ad bonam, asma
intermiten dengan serangan ringan sedang, tidak terlalu menggangu aktivitas pasien.

14
BAB V
Kesimpulan

Telah dilaporkan kasus asma pada anak laki-laki usia 8 tahun. Diagnosis
pasien yaitu asma intermiten serangan ringan sedang terkendali penuh tanpa obat.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Saat ini pasien sudah menerima pengobatan nebulizer combivent 1 ampul
+ NaCl 0,9% 3 cc, kemudian diberikan obat pulang salbutamol 2 mg tab 2x1 tab
selama 3 hari. Pada pasien juga diberikan KIE untuk menghindari factor pencetus
munculnya asma. Tatalaksana kasus sudah sesuai dengan teori.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak. Ed 2 th. 2016
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma
management and prevention (2016 update). Diunduh dari:
www.ginaasthma.org
3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI. 2009
4. Bachier LB, dkk. Diagnosis and treatment of asthma in childhood : a Practall
consensus report. Jurnal Compilation Blackwell Munksgaard.2008. Diunduh
dari: www.eaaci.org
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Diunduh dari:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai