Anda di halaman 1dari 13

ASMA

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan penyakit yang dapat menyerang semua orang, baik anak
maupun dewasa, dengan gejala utama wheezing. Sejarah penyakit asma
mengindikasikan bahwa asma merupakan penyakit yang kebanyakan terjadi di
Negara yang telah berkembang dengan pendapatan tinggi (high income countries)
seperti Amerika. Diperkirakan secara global, terdapat 334 juta orang penderita
asma di dunia.Global disease burden penyakit asma kebanyakan terdapat dinegara
berkembang dengan pendapatan yang rendah.1
Sebagian besar penelitian mengumpulkan data asma anak berdasarkan
hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner. Para ahli epidemiologi biasanya
menanyakan tentang ada tidaknya diagnosis asma oleh dokter atau gejala
asmasepertiwheezing kepada orang tua atau anak untuk menentukan prevalensi
yang berkaitan dengan asma anak. Pertanyaan tersebut digunakan baik untuk
menentukanlifetime prevalencedengan pertanyaan “apakah pernah didiagnosis
asma oleh dokter atau apakah pernah memunyai gejala asma” ataupuncurrent
prevalence dengan pertanyaan: “apakah dalam 12 bulan terakhir pernah
didiagnosis asma oleh dokter atau memunyai gejala asma. Jadi, tergantung dari
pertanyaan yang dipakai, penelitia-enelitian prevalens asma anak akan
melaporkan outcomeyang berbeda, seperti prevalenslifetime asthmaataucurrent
wheezeataucurrentasthma1.
Definisi asma yang ada pada beberapa pedoman memasukkan gejala klinis
dan karakteristiknya, serta mekanisme yang mendasari dengan rincian yang
berbeda antara satu pedoman dengan lainnya.Global( Initiative Asthma(GINA)
mendefinisikan asma sebagai suatu penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan
inflamasi kronik saluran respiratori. Inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat
gejala-gejala pada saluran respiratori seperti:wheezing (mengi), sesak napas, dan
batuk yang bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai dengan limitasi
aliran udara ekspiratori.2
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
seperti asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, asma
persisten berat, berdasarkan derajat, klasifikasi derajat serangan digunakan
sebagai dasar penentuan tatalaksana, dan berdasarkan derajat kendalidipakai untuk
menilai keberhasilan tatalaksana yang tengah dijalani dan untuk penentuan naik
jenjang (step up), pemeliharaan (maintenance) atauturun jenjang (step down)
tatalaksana yang akan diberikan.1

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan menambah wawasan mengenai Asma Persiten Ringan


Derajat Berat.
2. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian ilmu
kesehatan anak RSUD M.Natsir Solok tahun 2021.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Sebagai informasi dan menambah wawasan mengenai Asma Persiten


Ringan Derajat Berat.
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda untuk menjalankan
kepaniteraan klinik senior terutama di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
M. Natsir Solok.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Definisi asma pada anak masih diperdebatkan dan belum ada yang
diterima secara universal.Definisi asma yang ada pada beberapa pedoman
memasukkan gejala klinis dan karakteristiknya, serta mekanisme yang mendasari
dengan rincian yang berbeda antara satu pedoman dengan
lainnya.Global( Initiative Asthma(GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu
penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran respiratori.
Inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala-gejala pada saluran respiratori
seperti:wheezing(mengi), sesak napas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu
maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran udara ekspiratori.2
International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma mendefinisikan
asma sebagai gangguan inflamasi kronik yang berhubungan dengan obstruksi
saluran respiratori dan hiperresponsif bronkus, yang secara klinis ditandai dengan
adanya wheezing, batuk, dan sesak napas yang berulang. UKK Respirologi IDAI
mendefinisikan, asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi
kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori
dengan derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk,wheezing,
sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang,
reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul
jika ada pencetus.3
2.2 Epidemiologi

Asma merupakan penyakit yang dapat menyerang semua orang, baik anak
maupun dewasa, dengan gejala utamawheezing.Sejarah penyakit asma
mengindikasikan bahwa asma merupakan penyakit yang kebanyakan terjadi di
Negara yang telah berkembang dengan pendapatan tinggi(high income countries),
seperti Amerika.Diperkirakan secara global, terdapat 334 juta orang penderita
asma di dunia.Global disease burdenpenyakit asma kebanyakan terdapat di negara
berkembang dengan pendapatan yang rendah. Angka ini didapatkan dari analisis
komprehensif mutakhirGlobal Burden of Diseasestudy(GBD) yang dilakukanpada
tahun 2008-2010.4
Sebagian besar penelitian mengumpulkan data asma anak berdasarkan
hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner.Para ahli epidemiologi biasanya
menanyakan tentang ada tidaknya diagnosis asma oleh dokter ataugejala
asmasepertiwheezing.kepada orang tua atau anak untuk menentukan prevalensi
yang berkaitan dengan asma anak. Pertanyaan tersebut digunakan baik untuk
menentukanlifetime prevalencedengan pertanyaan “apakah pernah didiagnosis
asma oleh dokter atau apakah pernah memunyai gejala asma” ataupuncurrent
prevalence dengan pertanyaan: “apakah dalam 12 bulan terakhir pernah
didiagnosis asma oleh dokter atau memunyai gejala asma). Jadi, tergantung dari
pertanyaan yang dipakai, penelitia-enelitian prevalens asma anak akan
melaporkan outcomeyang berbeda, seperti prevalenslifetime asthmaataucurrent
wheezeataucurrentasthma.5
Hasil penelitian menggunakan kuesioner ISAAC di beberapa kota
menunjukkan hasil yang cukup bervariasi. Prevalens berkisar antara 3% di
Bandung , sampai 8% di Palembang pada kelompok usia 6-7 tahun. Sedangkan
pada kelompok 13-14 tahun kisaran antara 2,6% di Bandung dan tertinggi di
Subang 24,4% . Tingginya prevalens asma di Subang yang dibandingkan dengan
prevalens pada kelompok sama di Jakarta (12,5%), hamper 2 kali lipat diduga
disebabkan karena tingginya angka polusi udara di Subang akibat sulfur dari
Gunung Tangkuban Perahu. Di Bandung dilakukan penelitian ulangan dengan
kuesioner yangsama, pada kelompok 13-14 tahun, setelah 5 tahun terjadi
peningkatan 2 kali lipat menjadi 5,2% . Pada tahun 2012, hasil penelitian di
daerah rural kotamadya Bandung pada anak usia 7-14 tahun mendapatkan hasil
prevalens asma sebesar 9,6% dari 332 subyek penelitian.6
2.3 Patofisiologi
Penyempitan Saluran Respiratori pada Asma
 Kontraksi otot polos saluran respiratori sebagai respons terhadap
berbagai mediator bronkokonstriksi dan neurotransmitter dan merupakan
mekanisme utama dari penyempitan saluran respiratori dan sebagianbesar
normal kembali dengan bronkodilator.
 Edema saluran napasdisebabkan peningkatan kebocoran mikrovaskuler
sebagai respons terhadap mediator inflamasi. Hal ini kemungkinansangat
berperan selama eksaserbasi akut.
 Penebalan saluran napaskarena perubahan struktural, seringkali
disebutremodelling, mungkin penting dalam penyakit yang lebih parah dan
tidak sepenuhnya reversible dengan terapi yang ada saat ini.
 Hipersekresi mukusdapat menyebabkan oklusi luminal (“mucus
plugging”) dan merupakan produk dari peningkatan sekresi mukus dan
eksudat inflamasi.1
2.4Diagnosis

1. Anamnesis

Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis


yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma.Gejala respiratori asma
berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan
produksi sputum.Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang, BKB) dapat
menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma.Gejala dengan
karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma.
Karakteristik yang mengarah ke asma adalah :
• Gejala timbul secara episodic atau berulang.
• Timbul bila ada factor pencetus.
o Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat
nyamuk, suhu dingin, udara kering,makanan minuman dingin, penyedap rasa,
pengawet makanan, pewarna makanan.
o Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
o Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold, rinofaringitis
o Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan.
• Adanyariwayat alergipada pasien atau keluarganya.
• Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan
dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
• Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan
pemberian obat pereda asma.4
2. Pemeriksaan fisik

Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya
tidak ditemukan kelainan.Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat
terdengar wheezing, baik yang terdengar langsungaudible wheeze atau yang
terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien
seperti dermatitis atopi atau rhinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi
sepertiallergic shinersataugeographictongue.4
3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan alirannapas akibat


obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluranrespiratori, atau adanya atopi
pada pasien.
•Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk menilai
variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan
denganpeakflowmeter.
•Uji cukit kulit (skin pricktest),!eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.
•Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric oxide),
eosinofil sputum.
•Uji provokasi bronkus denganexercise, metakolin, atau larutan salin hipertonik.7
2.5 Klasifikasi

Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala:


• Asma intermiten
• Asma persisten ringan
• Asma persisten sedang
• Asma persisten berat
Berdasarkan derajat beratnya serangan:
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode gejala
akut yang memberat dengan progresif yang disebut sebagai serangan asma.
• Asma serangan ringan-sedang
• Asma serangan berat
• Serangan asma dengan ancaman henti napas
Dalam pedoman ini klasifikasi derajat serangan digunakan sebagai dasar
penentuan tatalaksana8
Berdasarkan derajat kendali
Tujuan utama tatalaksana asma adalah terkendalinya penyakit.Asma
terkendali adalah asma yang tidak bergejala, dengan atau tanpa obat pengendali
dan kualitas hidup pasien baik.
• Asma terkendali penuh (well controlled)
- Tanpa obat pengendali pada asma intermiten
- Dengan obat pengendali pada asma persisten (ringan/ sedang/ berat)
• Asma terkendali sebagian (partly controlled)
• Asma tidak terkendali (uncontrolled)
Dalam pedoman ini, klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai
keberhasilan tatalaksana yang tengah dijalani dan untuk penentuan naik jenjang
(step up), pemeliharaan (maintenance) atauturun jenjang (step down) tatalaksana
yang akandiberikan.8
Berdasarkankeadaansaatini:
• Tanpa gejala
• Ada gejala
• Serangan ringan-sedang
• Serangan berat
• Ancaman gagal napas
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari gejala-
gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi
dari gejala-gejala tersebut.8

2.6 Tahapan Penegakan Diagnosa Asma


1. Diagnosis kerja Asma
Dibuat sesuai alur diagnosis asma anak, kemudian diberi tatalaksana umum yaitu
penghindaran pencetus, pereda, dan tatalaksana penyakit penyulit
2. Diagnosis klasifikasi kekerapan
Dibuat dalam waktu 6 minggu, dapat kurang dari 6 minggu bila informasi klinis
sudah kuat.
3. Diagnosis derajat kendali
Dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalaksana jangka panjang awal sesuai
klasifikasi kekerapan.9
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitihidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Tujuan tata laksana asma adalah untuk mencapai danMempertahankan
kendali asma serta menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal.
Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut obat pereda
sebagai obat pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan untuk meredakan
serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan
gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini dihentikan.4
Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang digunakan untuk mencegah
serangan asma.Obat ini untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi
respiratori kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. Pemakaian
obat ini secara terus-menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung
pada kekerapan gejala asma dan responsnya terhadap
pengobatan/penanggulangan. Obat pengendali asma terdiri dari steroid anti-
inflamasi inhalasi atau sistemik, antileukotrien, kombinasi steroid–agonis β2 kerja
panjang, teofilin lepas lambat, dan anti Himunoglobulin E.6
2.8 Tatalaksana Jangka Panjang

Pedoman Nasional Asma Anak tahun 2015 membagi derajat penyakit


asma anak berdasarkan kekerapan gejala dan derajat kendali.Setelah dilakukan
tatalaksana umum berupa penghindaran pencetus, klasifikasi kekerapan asma
dapat ditentukan dalam waktu enam minggu. Pada asma intermiten tidak
dibutuhkan tatalaksana asma jangka panjang sesuai dengan jenjang 1, sedangkan
pada asma persisten dilakukan tata laksana jangka panjang sesuai dengan jenjang
2 sampai jenjang 4 kemudian dievaluasi secara berkala untuk menaikkan atau
menurunkan jenjang dalam pemakaian obat pengendali asma. Diagnosis derajat
kendali dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalaksana jangka panjang awal sesuai
klasifikasi kekerapan.7

Keterangan :
1. Acuan awal penetapan jenjang tatalaksana jangka panjang menggunakan
klasifikasi kekerapan.
2. Bila suatu jenjang dalam tatalaksana sudah berlangsung selama 6-8 minggu
dan asma belum terkendali, maka tatalaksana naik jenjang ke atasnya (step up).
3. Bila suatu jenjang dalam tata laksana sudah berlangsung selama 8-12 minggu
dan asma terkendali penuh, maka tatalaksana turun jenjang kebawahnya(step
down).
4. Perubahan jenjang tatalaksana harus memperhatikan aspek- aspek penghindaran
penyakit penyerta.
5. Pada Jenjang 4, jika belum terkendali, tatalaksana ditambahkan omalizumab.1

Obat-obatan untuk serangan asma:


1. Agonis β2 kerja pendek
Gejala asma ringan sedang memberikan respons yang cepat terhadap
inhalasi agonis β2 kerja pendek tunggal sehingga obat ini menjadi pilihan utama
bagi serangan asma ringan sedang yang terjadi! Dirumah maupun di fasilitas
layanan kesehatan. Pemberiannya dapat diulang hingga 2 kali dengan interval 20
menit, jika di rumah keadaan pasien belum juga membaik harus segera dibawa ke
fasilitas layanan kesehatan terdekat, sedangkan bila pemberian 2 kali sudah
dilakukan di fasyankes maka pemberian ketiga dipertimbangkan kombinasi
dengan ipratropium bromida. Obat ini juga diberikan sebagai premedikasi untuk
serangan asma yang dipicu latihan exercise induced asthma. Contoh agonis β2
kerja pendek adalah salbutamol, terbutalin, dan prokaterol.10
2. Ipratropium bromida
Kombinasi agonis β2 kerja pendek dan ipratropium bromida
(antikolinergik) pada serangan asma ringan-sedang menurunkan risiko rawat inap
dan memperbaiki PEF dan FEV1 dibandingkan dengan 2-agonis saja. Kombinasi
tersebut dapat diberikan sebagai obat pulang yang dipakai di rumah jika pasien
dapat diedukasi dengan baik dan dapat menilai bahwa serangan yang terjadi
dinilai berat. Ipratropium bromida terbukti memberikan efek dilatasi bronkus
lewat peningkatan tonus para simpatis dalam inervasi otonom di saluran napas.11
3. Aminofilin intravena
Aminofilin intravena diberikan pada anak dengan serangan asma berat
atau dengan ancaman henti napas yang tidak berespons terhadap dosis maksimal
inhalasi agonis β2 dan steroid sistemik. Penambahan aminofilin pada terapi awal
(inhalasi agonis β2 dan steroid) meningkatkan fungsi paru dalam 6 jam pertama,
tetapi tidak mengurangi gejala, jumlah nebulisasi dan lama rawat inap.11
4. Steroid sistemik
Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan serangan dan
mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan untuk diberikan pada semua jenis
serangan. Jika memungkinkan, steroid oral diberikan dalam 1 jam pertama.
Pemberian steroid sistemik per oral sama efektifnya dengan pemberian secara
intravena. Keuntungan pemberian per oral adalah lebih murah dan tidak invasif.
Pemberian secara oral memerlukan waktu sekitar 4 jam untuk memberikan
perbaikan klinis. Pemberian secara intravena direkomendasikan bila pasien tidak
dapat menelan obat (misalnya terlalu sesak, muntah atau pasien memerlukan
intubasi). Steroid sistemik berupa prednison atau prednisolon diberikan per oral
dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum sampai 40 mg/hari,
maksimal 1 kali dalam 1 bulan. Lama pemberian 3-5 hari tanpa tapering off.
Kortikosteroid sistemik yang diberikan pada awal pengobatan eksaserbasi
asma akut di UGD secara keseluruhan terbukti efektif dan direkomendasikan oleh
pedoman asma yang berbeda seperti GINA dan EPR3. Terjadi peningkatan fungsi
paru-paru hanya dengan kortikosteroid sistemik dosis sedang atau tinggi.
kortikosteroid sistemik memberikan manfaat yang bermakna secara klinis pada
pasien yang mengalami asma akut.
Tidak ada manfaat tambahan yang signifikan dari kortikosteroid sistemik
bila diberikan pada dosis tinggi sekitar 60-80 mg/hari atau 2 mg/kg/hari
sehubungan dengan fungsi paru. Studi juga menunjukkan tidak ada perbedaan
dalam efikasi atau onset kerja antara pemberian oral dan IV. Pada anak-anak juga,
prednisolon oral ditemukan setara dengan metilprednisolon IV dalam hal lamanya
pasien dirawat di rumah sakit. Selain itu, pengobatan oral lebih hemat biaya.
Pedoman GINA dan EPR3 lebih memilih pemberian oral karena kurang invasif
kecuali pada pasien dengan masalah penyerapan atau mereka yang tidak dapat
mengambil secara oral karena beratnya gangguan pernapasan atau karena mereka
muntah.
Pada anak-anak, dosis tunggal deksametason 0,6 mg/kg dengan
maksimum 18 mg ditemukan setara dengan prednisolon 2 mg/kg/ di dalam dua
dosis terbagi selama 5 hari dalam hal resolusi gejala. Juga tidak ada manfaat dari
penggunaan dosis lancip dibandingkan rejimen dosis tetap. Karena kepatuhan
yang buruk pada prednison oral setelah keluar dari keadaan darurat, injeksi
metilprednisolon intramuskular dipelajari sebagai alternatif tetapi tidak ditemukan
lebih unggul, ditambah ada bukti reaksi merugikan di tempat suntikan seperti
adanya nyeri dan memar.12

Anda mungkin juga menyukai